Seorang pria berbalut kaos tipis dan celana pendek sedang berkutat di dapur. Gerakannya cekatan dan terampil. Di atas meja sudah terhidang jenis makanan yang dapat menggelitik penciuman dan membangkitkan selera makan. Sesekali ia melirik lorong kecil yang terdapat dua pintu saling berhadapan.
Krek! Suara pintu terbuka menjadi perhatian pria yang sedang memindahkan hidangan ke meja makan minimalis.
"Aleeya, kemarilah kita makan," pinta pria itu pada gadis yang baru saja keluar dari kamarnya.
Gadis berpiama itu mendekat dengan senyum yang mengembang. "Paman memasak semua ini?" tanya Aleeya tampak kagum.
Adrian mengangguk dan menampilkan senyum. Aleeya merasa malu dan minder, karena selama ini ia hanya bisa memasak air dan mi instan.
"Duduk!"
Aleeya terkejut ketika Adrian sudah menarik kursi untuknya. "Makasih," ucap Aleeya.
Aleeyamemperhatikan beberapa jenis makanan yang merupakan favoritnya. 'Mungkin hanya kebetulan saja,' ujar Aleeya dalam hati.
"Kenapa Paman repot-repot menyiapkan ini semua? Paman, kan bisa meminta Ale melakukannya," celetuk Aleeya sambil memindahkan makanan ke piring miliknya.
"Ale, bisa masak?" tanya Adrian dengan ekspresi tidak percaya.
Aleeya terdiam sesaat sebelum menjawab, "Tidak, sih. Akan tetapi, Ale bisa diandalkan untuk membantu yang lainnya," jawab Ale sambil tersenyum simpul.
Tawa Adrian pecah seketika, membuat Aleeya mengerutkan kening dan cemberut.
"Kalau begitu, setelah selesai kamu cuci semua ini!" perintah Adrian.
"Paman tega menyuruh Ale yang sedang sakit," tukas Aleeya dengan nada memelas.
Adrian menghembuskan nafas pelan. "Yah sudah, kamu tidak perlu melakukannya. Makanlah yang banyak agar cepat sembuh," ujar Adrian dengan lembut.
Salah satu tangannya meraih dan mengusap pucuk kepala Aleeya. Tanpa sengaja kedua mata mereka saling bertemu dalam diam. Aleeya merasa pipinya sedikit memanas, jantung berpacu cepat, dan tubuh membeku. Rasa yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan dari Adrian. Deg! Nafas Aleeya tercekat, kala jari Adrian menyentuh sudut bibir Aleeya. Ia menutup kedua matanya karena wajah Adrian semakin dekat dengannya.
"Apa kamu berharap aku menciummu?" bisik Adrian.
Aleeya membuka wajahnya yang sudah memerah. Spontan ia mendorong wajah Adrian menjauh. Namun, dengan cepat tangannya sudah di cekal oleh Adrian. Cup! Adrain meletakkan bibirnya pada bibir Aleeya secara singkat.
"Maafkan aku Aleeya. Aku sudah gagal menjagamu, hingga kamu jatuh sakit," lirih Adrian.
Aleeya merasa canggung dan memilih untuk menundukan kepala. Jemarinya memilin ujung baju karena gelisah. Tubuhnya terasa lemah untuk kembali pada posisi tegak. Yang ingin ia lakukan sekarang adalah menjauh dari Adrian.
"Ale, mau ke mana?" Adrian memperhatikan punggung Aleeya yang meninggalkannya.
Klik! Pintu terkunci setelah Aleeya memasuki kamarnya.
"Bodoh … bodoh … bodoh! Aleeya, kamu harusnya marah karena paman Rian sudah menciummu!" Aleeya merutuki diri sendiri sambil memukuli kepalanya.
"Kenapa aku malah diam?! Nanti dia berpikir macam-macam lagi!" Aleeya yang berdiri di balik pintu, beringsut ke bawah.
"Akh … aku ingin amnesia saja!" seru Aleeya.
**
"Dave, kamu yakin mau mengakhiri hubungan dengan dia?" tanya wanita yang sedang meraba dada bidang Dave.
"Kita sudah membahasnya, jangan membicarakan itu lagi," jawab Dave sembari mengecup pucuk kepala wanita dalam dekapannya.
"Bagaimana kalau dia tidak terima?" Wanita itu mendongakkan kepalanya.
"Tidak ada alasan untuk dia menolak, dia telah berstatus sebagai istri orang." Dave membetulkan posisi tidurnya.
"Kamu lupa? Kamu sudah menidurinya, Sayang!"
Dave terdiam. Mengingat kejadian satu tahun lalu, saat pertama kali ia menjamah Aleeya. Gadis itu begitu polos sehingga mudah termakan rayuan.
"Kamu, sungguh tidak mencintainya?" pertanyaan itu berhasil memyentakan Dave dari lamunannya.
"Apa kamu ingin aku mencintainya? Kamu siap untuk dimadu?" tanya Dave, tersenyum jail.
"Sayang!" Wanita itu cemberut dan berubah posisi membelakangi Dave.
Dave tertawa, ia sangat senang menggoda wanita yang sudah lima tahun mendampinginya. Wanita yang selalu menemani dan mendukungnya dalam hal apa pun. Wanita yang telah berstastus sebagai istrinya empat tahun lalu. Veranika Falca Luh, berusia 24 tahun, yang sukses dengan usaha florist miliknya.
"Terima kasih, Sayang. Sudah menjadi yang terbaik buat aku." Dave merengkuh tubuh polos Vera dan meletakkan kepala di lekuk leher jenjang istrinya.
Tangan Vera mengusap lembut lengan suaminya. Ia sangat menyayangi dan memahami Dave. Beban yang dipikul oleh Dave sangat berat hingga membuatnya tertekan.
"Dave, bagaimana perasaanmu dengan Aleeya?" tanya Vera yang mengubah posisi tidur menghadap suaminya.
"Tidak lebih dari sebuah misi," jawab Dave. Tangannya membelai rambut Vera.
"Apa misi itu sudah selesai?" Vera ikut membelai rambut Dave.
"Yah, semua sudah berakhir."
"Apa kamu pernah terpikir akan perasaannya?" tanya Vera lembut.
Dave tidak menjawab pertanyaan istrinya. Ia malah membungkam wanita yang sudah menyentuh hatinya dengan ciuman lembut. Bagaimana bisa seorang istri sah malah memikirkan perasaan selingkuhan suaminya. Dave semakin menempelkan tubuh pada Vera hingga tidak ada jarak di antara mereka. Vera meremas rambut lebat Dave ketika ciuman itu semakin panas. Bibir Dave beralih pada leher Vera dan membuat banyak tanda merah di sana.
"Sayang," lirih Vera.
"Aku menginginkanmu, Sayang."
Vera menjamah dada bidang Dave hingga ke bawah pusar Dave. Hal itu membuat Dave makin bergairah. Dihisap nya satu bukit kembar milik Vera yang sangat menonjol dan pas di telapak tangan Dave.
"Aw … Dave," erang Vera saat rasa nyeri menjalar di payudaranya.
"Maaf, Sayang." Dave mengecup kening Vera yang masih dengan posisi tidur menyamping. Ia menyesal karena terlalu kuat menghisap dan menarik buah dada istrinya.
Dave merubah tubuh Vera menjadi telentang. Ia mendudukkan diri di perut rata Vera dengan bertumpu pada kaki. Satu tangannya memegang kedua tangan Vera di atas kepala. Satu tangannya lagi bermain di bukit kembar yang menggoda.
"Sayang," panggil Vera, sedikit tertahan.
Dave dengan nafsu melahap dua gundukan di depannya secara bergantian. Mengendus aroma vanila tubuh Vera, hingga berhenti di perut.
"Dave!" pekik Vera sedikit mendesah.
Vera menggeliat karena Dave menciumi dan mengigit pusarnya.
"Jangan, Dave!" seru Vera ketika tangan suaminya menyentuh kain terakhir yang menutupi bawahnya.
"Kenapa, Sayang? Kamu tidak ingin?" tanya Dave dengan heran. Vera tidak pernah menolaknya ketika ia mengingankan, kecuali ….
"Jelas aku sangat menginginkan, tetapi aku sedang datang bulan," ucap Vera sambil berusaha menahan tawa.
Dave menghela nafas, wajahnya berubah lesu. Ia menjatuhkan diri ke samping istrinya. Vera yang tidak tega melihat suaminya seperti itu mengusap wajah Dave. Sudah seminggu mereka tidak bertemu, karena Vera keluar kota menemui sepupunya. Namun, setelah bertemu mereka harus menundanya kembali. Dave menyamakan posisinya dengan istrinya membuat kedua netra mereka saling bertemu.
"Tidak apa hari ini gagal, kita selalu punya waktu untuk melakukannya nanti." Dave tersenyum lebar dan mengecup kepala Vera.
Aleeya sedang berdiri di depan cermin yang memperlihatkan pantulan dirinya secara menyeluruh. Ia tampak cantik menggunakan kemeja berwarna merah muda dan rok sepan pendek berwarna putih. Rambut panjangnya ia biarkan terurai. Tidak lupa riasan tipis pada wajah agar terkesan natural. "Aku sudah tidak sabar bertemu dengan Dave," gumam Aleeya, tersenyum. Ia sangat merindukan kekasihnya. Sudah seminggu lebih mereka tidak bertemu. Dave juga tidak pernah menghubungi atau membalas pesan-pesan Aleeya. Tok! Tok! Tok! Aleeya membuang nafas pelan sambil melirik ke pintu yang di ketuk. Ia berjalan santai menuju pintu sambil menenteng hand bag sewarna dengan baju. Krek! Pintu terbuka setelah Aleeya menurunkan handel. "Aku sudah membuat sarapan. Kamu makan dulu, baru kita berangkat," pinta Adrian yang sudah rapi dengan se
Aleeya mendorong tubuh Dave. Kali ini Dave menuruti Aleeya, ia tidak lagi menahan Aleeya berada dalam dekapan. "Paman …." Aleeya memutar tubuh yang masih terkejut. "Pulang!" tegas Adrian. Adrian menjadi saksi perseteruan antara Aleeya dan Dave. Susah payah ia menahan emosi untuk tidak menghajar Dave saat ini juga. Padahal ia bisa saja melakukan tindakan di luar batas pada Dave, jika saja tidak ada Aleeya. Tidak sia-sia ia mencari keberadaan Aleeya untuk mengantarkan barang milik Aleeya yang tertinggal. "Kemari!" pinta Adrian yang masih berdiri tegap di ambang pintu dengan kedua tangan ia masukan dalam saku celana. Aleeya menunduk, perlahan ia berjalan menuju Adrian. Sadar tidak memiliki alasan untuk tetap berada di sini dan Adrian satu-satunya tempat ia kembali untuk melanjutkan hidup. "Aleeya …," lirih Dave. Panggilan itu m
Orang-orang berlari dengan histeris, saat menyadari diri mereka dalam bahaya. "Paman," bisik Aleeya sambil mendongak menatap Adrian yang sedang mendekapnya. Adrian memutar tubuh mereka, sehingga tubuh Aleeya berada tepat di pintu bagasi mobil yang memiliki desain cukup besar untuk berlindung. Adrian tahu, serangan itu berasal dari gedung rumah sakit yang berada tepat di belakang mereka, namun tidak tahu pasti di mana posisi penyerang itu. "Aleeya, apa kau takut?" tanya Adrian sambil membawa tubuh mereka untuk merunduk. Dor ! Dor ! Adrian menggerakan tangannya pada beberapa orang yang juga berada di balik mobil, berdekatan dengan dirinya. Adrian memberi isyarat agar mereka yang terjebak di halaman parkir untuk terus menunduk dan tetap tenang. "Aleeya," panggil Adria
Di kursi mobil dengan pintu terbuka, Aleeya duduk melamun. Pikirannya benar-benar kacau setelah kejadian barusan. Antara memikirkan Dave yang telah mengkhianatinya dan Adrian yang sedang mempertaruhkan nyawa di dalam gedung rumah sakit. "Aleeya …" Aleeya tersentak ketika Dave menghampirinya dengan wajah penuh luka. Bahkan di kemeja yang ia gunakan terdapat bercak darah akibat pertarungan tadi pagi. "Kak, Dave. Ngapain ke sini?" tanya Aleeya dengan suara bergetar. "Apa kamu baik-baik saja? Aku mengkhawatirkan mu," jawab Deve dengan menjaga jarak dari Aleeya. "Mendingan kakak pergi deh. Aleeya gak mau ngeliat Kak Dave lagi!" Emosi Aleeya mulai memuncak. "Aku cuma mau memastikan kondisi kamu, Aleeya," balas Dave. "Pergi!" bentak Aleeya menahan air mata. Dave yang sadar Aleeya akan menangis, memajukan diri mendekati Aleeya. "Maaf, Tuan, lebih baik anda pergi. Tidak aman berada disini. Hanya orang-o
"Uncle, aku hanya jalan-jalan ke Mall, kau tidak usah mencemaskan ku.""....""Aku sudah mengerjakan pekerjaan rumah.""….""Kan aku sudah bilang, aku tidak mau pakai jasa pembantu. Aku ingin mandiri."….""Aku senang melakukannya. Dengan begitu aku punya kegiatan saat di apartment.""….""Terserah uncle saja asal tidak menganggu pekerjaan uncle.""….""Oke … baiklah.""Byeee …." Aleeya memutuskan sambungan telepon. Ia sudah terbiasa dengan Adrian yang selalu menelepon di saat mereka tidak bersama. Padahal, Adrian hanya pergi bekerja di pagi hari dan pulang ketika sore. Setelah dua bulan berlalu, hubungan Adrian dan Aleeya semakin membaik. Gadis itu mulai belajar banyak hal, mulai dari membereskan apartment, memasak, dan berbelanja, meskipun masih banyak
Adrian mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru resto untuk mencari keberadaan seseorang.”Uncle.” Suara familiar menarik perhatian Adrian.Adrian kebingungan, menatap seorang gadis yang melambaikan tangan ke arahnya. Gadis itu berambut hitam sebahu dengan poni tipis menutupi kening. Ia menggunakan dress tanpa lengan berwarna putih dengan corak bunga-bunga. Adrian sempat terpana dengan sosok itu sampai bayangan Aleeya menyadarkannya.Adrian dengan cepat mengalihkan tatapan ke ponsel. Ia tidak ingin tergoda dan terjerumus ke hal yang salah. Hubungan dirinya dengan Aleeya baru saja membaik. Dan mereka baru saja memulainya dari awal. Bahkan untuk kontak fisik pun mereka belum pernah melakukan. Ia menunggu sampai Aleeya siap.”Uncle!”Adrian di kejutkan oleh gadis yang melambai padanya tadi. Kin
Sudah larut malam, Adrian masih sibuk berkutat di depan laptop. Beberapa kali ia menguap dan mengabaikan rasa ngantuknya. Ia harus menyelesaikan beberapa tugas sebelum meninggalkan pekerjaannya untuk mengajak Aleeya bulan madu. Bukan tanpa alasan Adrian mengajak Aleeya bulan madu, ia melakukan itu agar Aleeya kembali ceria dan bisa segera melupakan masa lalu gadis itu. Ia juga tidak mengharapkan lebih dari Aleeya sebagai seorang istri.Tok !Tok !Tok !”Masuk,” ucap Adrian ketika pintu kamarnya di ketuk.Dari balik pintu Aleeya muncul dan menyeringai masuk ke dalam kamar Adrian. Kejadian langka karena ini pertama kalinya Aleeya memasuki kamar Adrian setelah berbulan-bulan tinggal bersama.”Ada apa Aleeya? Kok kamu belum tidur?” tanya Adrian menatap heran Aleeya.”Nggak bisa tidur,” jawab Aleeya sambil melihat-lihat isi kamar Adrian yang maskulin.”Mau saya bantu?” kali ini pertanyaan Adrian berhasil menarik per
”Hoam ….” Aleeya menguap sambil merenggangkan tubuh. Susah payah ia membuka kedua mata yang terasa berat. Ia menajamkan penglihatan menyusuri sekitar ruangan. Seketika ia langsung terlonjak dan duduk. Kini nyawanya terkumpul sempurna. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Aleeya tersenyum lebar sambil menepuk jidat. Ia baru ingat kegiatannya dengan Adrian semalam. Ngomong-ngomong soal Adrian, dimana pria itu sekarang? Aleeya celingak-celinguk mencari sosok Adrian. Ia melihat jam Beker yang berada di atas nakas menunjukan pukul 10.00 pagi. Tidak biasa ia bangun kesiangan jika bukan tanpa alasan. Ya, semalam ia dan Adrian menghabiskan waktu untuk mengobrol hingga pukul 03.00 pagi. Pantes saja ia kesiangan dan Adrian pasti sudah berangkat bekerja. Aleeya beranjak dari kasur untuk membersihkan tubuh. Ia memutuskan untuk mandi di kamar mandi yang berada di kamar lamanya. Ka
Aleeya turun dari ranjang dan memakai kimono. Ia langsung membereskan tempat tidur yang sangat berantakan. Mengganti sprei, sarung bantal dan guling, dan bed cover yang terdapat banyak noda."Huuhh …." Aleeya mengusap peluh di kening. Padahal suhu kamar sangat dingin oleh AC."Cape juga ganti ginian doang," keluh Aleeya, duduk di pinggir kasur.Ceklek!Adrian yang baru keluar kamar mandi, masih mengenakan kimono."Aleeya, kenapa kamu mengerjakannya sendiri. Harusnya biar aku saja," protes Adrian dengan nada lembut."Gak apa-apa Paman, Aleeya bisa, kok. Soalnya Ale risih kalau kotor," bela Aleeya sambil memperhatikan Adrian mengganti pakaian tanpa rasa risih lagi."Memangnya kamu gak kenapa-kenapa? Ngerasa sakit nggak?" Terlihat kekhawatiran di wajah Adrian."Nggak … terlalu, kok." Aleeya memejamkan mata mengerti maksud Adrian."Ya sudah. Kalau gitu kamu bersi
"Ahh … akhirnya bisa cuti juga," gumam Adrian. Aleeya terkekeh melihat Adrian yang langsung meletakkan pantat di atas sofa. Mereka baru saja sampai apartment ketika jam menunjukan angka 07.00 malam. Sebab, mereka singgah untuk makan terlebih dahulu. Kata Adrian, mumpung ada Aleeya bersamanya. Karena biasanya Adrian langsung pulang ke apartemen setelah dari kantor."Uncle, Aleeya mandi dulu, ya …" sela Aleeya. Ia terbiasa untuk mandi setelah beraktivitas di luar.Adrian mengangguk. "Jangan lupa pake air hangat, Aleeya. Supaya kamu gak kedinginan," balas Adrian sebelum Aleeya menghilang dari pandangan."Siap, Bos!" Aleeya memberi hormat pada Adrian. Dan langsung disambut tawa renyah Adrian.Adrian merebahkan kepala ke sofa, menatap langit-langit yang hanya terdapat lampu gantung. Ia memejamkan mata sejenak sambil memijat pangkal hidung. Saat ini, ia sudah mengantongi dua identitas target. Walaupun begitu, mereka harus mengumpulka
”Aleeya.”Aleeya mengentikan aktivitas pada ponsel dan menoleh ke sumber suara.”Sandra,” ucap Aleeya terbelalak.Sandra langsung menghampiri Aleeya yang duduk di sofa dan mereka berpelukan.”Akhirnya gw bisa ketemu lo lagi. Gw mau bilang terimakasih, sudah nyelamatin gw waktu itu. Berkat lo gw gak ngalamin cedera berat,” ujar Sandra. Ia sangat senang bertemu Aleeya kembali setelah beberapa bulan.”Sama-sama. Syukurlah kalau kamu gak terluka parah.” Aleeya mengusap lengan Sandra dengan lembut.”Gw senang bisa ketemu lo lagi, Aleeya. Gw sudah sering minta tolong Pak Adrian buat nemuin gw sama lo, tapi jawabannya selalu nanti,” ungkap Sandra dengan cemberut. ”Gak apa-apa, sekarang kan sudah ketemu. Lo tau gw di sini?” Aleeya penasaran dari mana Sandra tau ia ada di sini.Sandra mengangguk sebagai respon.”Gw liat di buku tamu. Ya udah, gw langsung cek aja ke sini, ternyata beneran lo. Beruntung banget gw
”Hoam ….” Aleeya menguap sambil merenggangkan tubuh. Susah payah ia membuka kedua mata yang terasa berat. Ia menajamkan penglihatan menyusuri sekitar ruangan. Seketika ia langsung terlonjak dan duduk. Kini nyawanya terkumpul sempurna. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Aleeya tersenyum lebar sambil menepuk jidat. Ia baru ingat kegiatannya dengan Adrian semalam. Ngomong-ngomong soal Adrian, dimana pria itu sekarang? Aleeya celingak-celinguk mencari sosok Adrian. Ia melihat jam Beker yang berada di atas nakas menunjukan pukul 10.00 pagi. Tidak biasa ia bangun kesiangan jika bukan tanpa alasan. Ya, semalam ia dan Adrian menghabiskan waktu untuk mengobrol hingga pukul 03.00 pagi. Pantes saja ia kesiangan dan Adrian pasti sudah berangkat bekerja. Aleeya beranjak dari kasur untuk membersihkan tubuh. Ia memutuskan untuk mandi di kamar mandi yang berada di kamar lamanya. Ka
Sudah larut malam, Adrian masih sibuk berkutat di depan laptop. Beberapa kali ia menguap dan mengabaikan rasa ngantuknya. Ia harus menyelesaikan beberapa tugas sebelum meninggalkan pekerjaannya untuk mengajak Aleeya bulan madu. Bukan tanpa alasan Adrian mengajak Aleeya bulan madu, ia melakukan itu agar Aleeya kembali ceria dan bisa segera melupakan masa lalu gadis itu. Ia juga tidak mengharapkan lebih dari Aleeya sebagai seorang istri.Tok !Tok !Tok !”Masuk,” ucap Adrian ketika pintu kamarnya di ketuk.Dari balik pintu Aleeya muncul dan menyeringai masuk ke dalam kamar Adrian. Kejadian langka karena ini pertama kalinya Aleeya memasuki kamar Adrian setelah berbulan-bulan tinggal bersama.”Ada apa Aleeya? Kok kamu belum tidur?” tanya Adrian menatap heran Aleeya.”Nggak bisa tidur,” jawab Aleeya sambil melihat-lihat isi kamar Adrian yang maskulin.”Mau saya bantu?” kali ini pertanyaan Adrian berhasil menarik per
Adrian mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru resto untuk mencari keberadaan seseorang.”Uncle.” Suara familiar menarik perhatian Adrian.Adrian kebingungan, menatap seorang gadis yang melambaikan tangan ke arahnya. Gadis itu berambut hitam sebahu dengan poni tipis menutupi kening. Ia menggunakan dress tanpa lengan berwarna putih dengan corak bunga-bunga. Adrian sempat terpana dengan sosok itu sampai bayangan Aleeya menyadarkannya.Adrian dengan cepat mengalihkan tatapan ke ponsel. Ia tidak ingin tergoda dan terjerumus ke hal yang salah. Hubungan dirinya dengan Aleeya baru saja membaik. Dan mereka baru saja memulainya dari awal. Bahkan untuk kontak fisik pun mereka belum pernah melakukan. Ia menunggu sampai Aleeya siap.”Uncle!”Adrian di kejutkan oleh gadis yang melambai padanya tadi. Kin
"Uncle, aku hanya jalan-jalan ke Mall, kau tidak usah mencemaskan ku.""....""Aku sudah mengerjakan pekerjaan rumah.""….""Kan aku sudah bilang, aku tidak mau pakai jasa pembantu. Aku ingin mandiri."….""Aku senang melakukannya. Dengan begitu aku punya kegiatan saat di apartment.""….""Terserah uncle saja asal tidak menganggu pekerjaan uncle.""….""Oke … baiklah.""Byeee …." Aleeya memutuskan sambungan telepon. Ia sudah terbiasa dengan Adrian yang selalu menelepon di saat mereka tidak bersama. Padahal, Adrian hanya pergi bekerja di pagi hari dan pulang ketika sore. Setelah dua bulan berlalu, hubungan Adrian dan Aleeya semakin membaik. Gadis itu mulai belajar banyak hal, mulai dari membereskan apartment, memasak, dan berbelanja, meskipun masih banyak
Di kursi mobil dengan pintu terbuka, Aleeya duduk melamun. Pikirannya benar-benar kacau setelah kejadian barusan. Antara memikirkan Dave yang telah mengkhianatinya dan Adrian yang sedang mempertaruhkan nyawa di dalam gedung rumah sakit. "Aleeya …" Aleeya tersentak ketika Dave menghampirinya dengan wajah penuh luka. Bahkan di kemeja yang ia gunakan terdapat bercak darah akibat pertarungan tadi pagi. "Kak, Dave. Ngapain ke sini?" tanya Aleeya dengan suara bergetar. "Apa kamu baik-baik saja? Aku mengkhawatirkan mu," jawab Deve dengan menjaga jarak dari Aleeya. "Mendingan kakak pergi deh. Aleeya gak mau ngeliat Kak Dave lagi!" Emosi Aleeya mulai memuncak. "Aku cuma mau memastikan kondisi kamu, Aleeya," balas Dave. "Pergi!" bentak Aleeya menahan air mata. Dave yang sadar Aleeya akan menangis, memajukan diri mendekati Aleeya. "Maaf, Tuan, lebih baik anda pergi. Tidak aman berada disini. Hanya orang-o
Orang-orang berlari dengan histeris, saat menyadari diri mereka dalam bahaya. "Paman," bisik Aleeya sambil mendongak menatap Adrian yang sedang mendekapnya. Adrian memutar tubuh mereka, sehingga tubuh Aleeya berada tepat di pintu bagasi mobil yang memiliki desain cukup besar untuk berlindung. Adrian tahu, serangan itu berasal dari gedung rumah sakit yang berada tepat di belakang mereka, namun tidak tahu pasti di mana posisi penyerang itu. "Aleeya, apa kau takut?" tanya Adrian sambil membawa tubuh mereka untuk merunduk. Dor ! Dor ! Adrian menggerakan tangannya pada beberapa orang yang juga berada di balik mobil, berdekatan dengan dirinya. Adrian memberi isyarat agar mereka yang terjebak di halaman parkir untuk terus menunduk dan tetap tenang. "Aleeya," panggil Adria