Aleeya mendorong tubuh Dave. Kali ini Dave menuruti Aleeya, ia tidak lagi menahan Aleeya berada dalam dekapan.
"Paman …." Aleeya memutar tubuh yang masih terkejut. "Pulang!" tegas Adrian.
Adrian menjadi saksi perseteruan antara Aleeya dan Dave. Susah payah ia menahan emosi untuk tidak menghajar Dave saat ini juga. Padahal ia bisa saja melakukan tindakan di luar batas pada Dave, jika saja tidak ada Aleeya. Tidak sia-sia ia mencari keberadaan Aleeya untuk mengantarkan barang milik Aleeya yang tertinggal.
"Kemari!" pinta Adrian yang masih berdiri tegap di ambang pintu dengan kedua tangan ia masukan dalam saku celana.
Aleeya menunduk, perlahan ia berjalan menuju Adrian. Sadar tidak memiliki alasan untuk tetap berada di sini dan Adrian satu-satunya tempat ia kembali untuk melanjutkan hidup.
"Aleeya …," lirih Dave. Panggilan itu menghentikan langkah berat Aleeya. "Kau harus tau Aleeya, perasaanku tidak termasuk dalam rencana," gumam Dave.
"Ayo cepat, Aleeya!" desak Adrian yang merasa semakin gerah. Berlama-lama malah membuat Adrian ingin segera mengeksekusi bajingan Dave. Agar tidak ada lagi korban seperti Aleeya.
Dave dengan cepat memeluk tubuh Aleeya dari belakang. Dave juga meletakan kepalanya dalam ceruk leher Aleeya, hingga tubuh Dave membungkuk. Air mata Dave yang menyentuh kulit Aleeya membuat gadis itu luluh. Dave merupakan cinta pertama Aleeya, yang selalu memperlakukan Aleeya dengan istimewa. Namun, semua terasa seperti mimpi buruk ketika kebohongan Dave tanpa sengaja terbongkar. Hubungan mereka hanyalah sebuah rencana Dave dan Bagas untuk kepuasan sepihak.
Bugh! Gerakan Adrian yang begitu cepat berhasil membuat tubuh Dave tersungkur ke lantai. Bugh! Bugh! Adrian secara brutal terus memukul Dave tanpa jeda. Namun, Dave sama sekali tidak melakukan perlawanan melainkan fokus pada Aleeya yang terlihat syok dan histeris.
"Paman stop!" pekik Aleeya, "Cukup Paman!" Aleeya berteriak sekuat tenaga. Ingin ia melerai, tetapi tubuh Aleeya terlalu mungil untuk memisahkan dua pria bertubuh proporsional.
"Gue peringatin elo, jangan pernah ganggu Aleeya lagi atau lo berhadapan dengan gue!!" ancam Adrian.
Brak! Tubuh Adrian terlempar membentur meja akibat tendangan dari Dave. Melihat Aleeya ketakutan dan Adrian sama sekali tidak memperdulikan hal itu, membuat Dave tersulut emosi. Dave yang berdiri sempoyongan dengan wajah babak belur berusaha untuk kuat. Dave juga melakukan ancang-ancang jika nanti Adrian menyerang balik.
"Gue enggak pernah takut dengan ancaman elo!!" sanggah Dave.
Nasib meja yang menjadi pendaratan empuk Adrian berakhir mengenaskan. Namun, tidak pada Adrian yang sudah berdiri tegap tanpa terlihat adanya cedera. Adrian melakukan gerakan yang membuat tulang pada tangan dan lehernya berbunyi. Sorot mata Adrian yang tajam mengarah pada Dave seolah-olah pria itu sebuah mangsa.
"Kebetulan, sudah cukup lama gue belum ngehajar orang." Adrian berjalan angkuh mendekati Dave yang hanya berjarak beberapa meter.
"Tolong hentikan, Paman!" pinta Aleeya, "Aleeya takut! Hiks … hiks …." Secara tiba-tiba Aleeya memeluk tubuh Adrian dari depan. Pelukan Aleeya sangat erat. Melihat kemarahan Adrian membuat Aleeya sangat ketakutan.
Adrian tersentak, ia sudah melupakan kehadiran Aleeya di sekitar mereka. Adrian dapat merasakan tubuh Aleeya yang bergetar dan mengeluarkan keringat dingin.
"Maaf Aleeya …," lirih Adrian sembari memeluk Aleeya dan mengusap punggung gadis itu. Adrian memiliki alasan untuk emosinya yang tidak dapat di kontrol.
Sayup-sayup terdengar bisikan orang-orang yang sudah mulai ramai di luar ruangan. Adrian menarik napas dalam sambil memejamkan mata lalu mendorong tubuh Aleeya. Ia memegang kuat bahu Aleeya sambil menatap tajam ke manik Aleeya. "Jangan berhubungan lagi dengannya!! Kamu istri saya Aleeya, sudah seharusnya kamu menghormati saya!!" bentak Adrian tepat di depan wajah Aleeya, "Mengerti!?" Adrian mengguncang tubuh Aleeya.
Aleeya hanya mengangguk. Ia tidak mampu untuk mengeluarkan suara apalagi membantah Adrian. Apa yang di katakan Adrian benar. Perbuatan Aleeya sangat tidak layak jika ia masih berhubungan dengan pria lain apalagi yang sudah memiliki istri. Tidak peduli seberapa besar cinta mereka. Aleeya melihat sekilas Dave dengan penampilan sangat berantakan. Pria itu menatap Aleeya penuh harap.
"Pulang sekarang dan jangan pernah kembali lagi!" Adrian menarik tangan Aleeya keluar ruangan sambil menerobos kerumunan.
**
Di dalam lift menuju lobi, hanya ada Adrian dan Aleeya berdiri berdampingan. Tatapan Adrian lurus ke depan sambil bersedekap, sedangkan Aleeya masih menunduk dengan air mata yang enggan berhenti.
Adrian berdecak lalu menyunggingkan senyum. "Masih saja menangisi pria itu," sindir Adrian sambil melirik Aleeya.
"Ti-dak," balas Aleeya gugup.
Mendengar jawaban Aleeya membuat Adrian tersenyum sinis. "Apa kamu sangat mencintai pria beristri itu?" tanya Adrian.
Aleeya tidak ingin menjawab pertanyaan yang Adrian sendiri tahu jawabannya. Mengingat kembali status Dave, membuat Aleeya meremas sisi rok yang ia gunakan. Ia juga menggigit bibir bagian bawah untuk menahan isak.
Ting! Pintu lift terbuka tepat di depan lobi. Aleeya menengadah melihat Adrian, tangan pria itu menggenggam tangan Aleeya dengan lembut. Seperti keajaiban, perasaan Aleeya yang kacau seketika terasa tenteram. 'Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Mengapa aku merasakan nyaman secepat ini?' tanya Aleeya dalam hati. Selama perjalanan menelusuri lobi, Adrian yang merasa di perhatikan membalas menatap Aleeya.
"Belum puas memandangiku?" tanya Adrian dengan senyum simpul, membuat Aleeya tersadar hingga mengalihkan pandangan.
Wajah Aleeya terasa memanas. Dalam hati Aleeya terus meracau akibat tingkah bodoh yang ia lakukan. Jika saja Adrian tidak menggandeng tangan Aleeya, sudah pasti ia lari duluan. Aleeya kembali menundukan kepala ketika berpas-pasan dengan beberapa perawat yang saling berbisik sambil memperhatikan mereka.
"Jangan menghiraukan mereka," ucap Adrian yang sudah beralih melingkarkan tangan di pinggang Aleeya dan membawa Aleeya terus berjalan.
Aleeya yang sempat terkejut dengan tindakan Adrian tidak ingin protes. Aleeya terus memikirkan pendapat orang-orang tentang dirinya. Aleeya yakin ia akan dianggap sebagai orang ketiga dalam rumah tangga Dave dan seorang wanita murahan. Ia tidak hanya membuat harga dirinya jatuh, tetapi juga ada mendiang ayah dan Adrian sang suami.
Setibadi parkiran Aleeya berhenti, spontan Adrian ikut berhenti.
"Ada apa Aleeya?" tanya Adrian dengan kening berkerut.
"Maafkan aku," jawab Aleeya dengan mata berkaca-kaca menatap Adrian, "Maaf sudah membuat Paman kecewa. Secara tidak langsung mereka juga akan merendahkan Paman. Maafkan Aleeya untuk semua yang sudah Aleeya perbuat hingga menyakiti Paman. Hiks … hiks," ujar Aleeya sambil terisak.
"Tidak apa-apa Aleeya. Tidak ada yang perlu di maafkan. Kita sama-sama tahu hubungan kita yang terikat secara mendadak tidak mudah untuk diterima. Persoalan dengan pria itu, saya tidak ingin membahasnya dan saya harap kamu juga bisa melupakan yang sudah terjadi. Saya percaya kamu tidak salah," balas Adrian sambil mengusap bahu Aleeya.
Untuk kedua kalinya Aleeya memeluk Adrian dalam. situasi dan perasaan yang berbeda. "Terima kasih Paman." Kehadiran Adrian membuat Aleeya teringat dengan ayahnya. Aleeya merasa Adrian memiliki kemiripan dengan sang Ayah.
Dor!!
Dor!!
"Aaakkhh … !!" teriakan orang-orang sekitar yang terkejut.
Orang-orang berlari dengan histeris, saat menyadari diri mereka dalam bahaya. "Paman," bisik Aleeya sambil mendongak menatap Adrian yang sedang mendekapnya. Adrian memutar tubuh mereka, sehingga tubuh Aleeya berada tepat di pintu bagasi mobil yang memiliki desain cukup besar untuk berlindung. Adrian tahu, serangan itu berasal dari gedung rumah sakit yang berada tepat di belakang mereka, namun tidak tahu pasti di mana posisi penyerang itu. "Aleeya, apa kau takut?" tanya Adrian sambil membawa tubuh mereka untuk merunduk. Dor ! Dor ! Adrian menggerakan tangannya pada beberapa orang yang juga berada di balik mobil, berdekatan dengan dirinya. Adrian memberi isyarat agar mereka yang terjebak di halaman parkir untuk terus menunduk dan tetap tenang. "Aleeya," panggil Adria
Di kursi mobil dengan pintu terbuka, Aleeya duduk melamun. Pikirannya benar-benar kacau setelah kejadian barusan. Antara memikirkan Dave yang telah mengkhianatinya dan Adrian yang sedang mempertaruhkan nyawa di dalam gedung rumah sakit. "Aleeya …" Aleeya tersentak ketika Dave menghampirinya dengan wajah penuh luka. Bahkan di kemeja yang ia gunakan terdapat bercak darah akibat pertarungan tadi pagi. "Kak, Dave. Ngapain ke sini?" tanya Aleeya dengan suara bergetar. "Apa kamu baik-baik saja? Aku mengkhawatirkan mu," jawab Deve dengan menjaga jarak dari Aleeya. "Mendingan kakak pergi deh. Aleeya gak mau ngeliat Kak Dave lagi!" Emosi Aleeya mulai memuncak. "Aku cuma mau memastikan kondisi kamu, Aleeya," balas Dave. "Pergi!" bentak Aleeya menahan air mata. Dave yang sadar Aleeya akan menangis, memajukan diri mendekati Aleeya. "Maaf, Tuan, lebih baik anda pergi. Tidak aman berada disini. Hanya orang-o
"Uncle, aku hanya jalan-jalan ke Mall, kau tidak usah mencemaskan ku.""....""Aku sudah mengerjakan pekerjaan rumah.""….""Kan aku sudah bilang, aku tidak mau pakai jasa pembantu. Aku ingin mandiri."….""Aku senang melakukannya. Dengan begitu aku punya kegiatan saat di apartment.""….""Terserah uncle saja asal tidak menganggu pekerjaan uncle.""….""Oke … baiklah.""Byeee …." Aleeya memutuskan sambungan telepon. Ia sudah terbiasa dengan Adrian yang selalu menelepon di saat mereka tidak bersama. Padahal, Adrian hanya pergi bekerja di pagi hari dan pulang ketika sore. Setelah dua bulan berlalu, hubungan Adrian dan Aleeya semakin membaik. Gadis itu mulai belajar banyak hal, mulai dari membereskan apartment, memasak, dan berbelanja, meskipun masih banyak
Adrian mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru resto untuk mencari keberadaan seseorang.”Uncle.” Suara familiar menarik perhatian Adrian.Adrian kebingungan, menatap seorang gadis yang melambaikan tangan ke arahnya. Gadis itu berambut hitam sebahu dengan poni tipis menutupi kening. Ia menggunakan dress tanpa lengan berwarna putih dengan corak bunga-bunga. Adrian sempat terpana dengan sosok itu sampai bayangan Aleeya menyadarkannya.Adrian dengan cepat mengalihkan tatapan ke ponsel. Ia tidak ingin tergoda dan terjerumus ke hal yang salah. Hubungan dirinya dengan Aleeya baru saja membaik. Dan mereka baru saja memulainya dari awal. Bahkan untuk kontak fisik pun mereka belum pernah melakukan. Ia menunggu sampai Aleeya siap.”Uncle!”Adrian di kejutkan oleh gadis yang melambai padanya tadi. Kin
Sudah larut malam, Adrian masih sibuk berkutat di depan laptop. Beberapa kali ia menguap dan mengabaikan rasa ngantuknya. Ia harus menyelesaikan beberapa tugas sebelum meninggalkan pekerjaannya untuk mengajak Aleeya bulan madu. Bukan tanpa alasan Adrian mengajak Aleeya bulan madu, ia melakukan itu agar Aleeya kembali ceria dan bisa segera melupakan masa lalu gadis itu. Ia juga tidak mengharapkan lebih dari Aleeya sebagai seorang istri.Tok !Tok !Tok !”Masuk,” ucap Adrian ketika pintu kamarnya di ketuk.Dari balik pintu Aleeya muncul dan menyeringai masuk ke dalam kamar Adrian. Kejadian langka karena ini pertama kalinya Aleeya memasuki kamar Adrian setelah berbulan-bulan tinggal bersama.”Ada apa Aleeya? Kok kamu belum tidur?” tanya Adrian menatap heran Aleeya.”Nggak bisa tidur,” jawab Aleeya sambil melihat-lihat isi kamar Adrian yang maskulin.”Mau saya bantu?” kali ini pertanyaan Adrian berhasil menarik per
”Hoam ….” Aleeya menguap sambil merenggangkan tubuh. Susah payah ia membuka kedua mata yang terasa berat. Ia menajamkan penglihatan menyusuri sekitar ruangan. Seketika ia langsung terlonjak dan duduk. Kini nyawanya terkumpul sempurna. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Aleeya tersenyum lebar sambil menepuk jidat. Ia baru ingat kegiatannya dengan Adrian semalam. Ngomong-ngomong soal Adrian, dimana pria itu sekarang? Aleeya celingak-celinguk mencari sosok Adrian. Ia melihat jam Beker yang berada di atas nakas menunjukan pukul 10.00 pagi. Tidak biasa ia bangun kesiangan jika bukan tanpa alasan. Ya, semalam ia dan Adrian menghabiskan waktu untuk mengobrol hingga pukul 03.00 pagi. Pantes saja ia kesiangan dan Adrian pasti sudah berangkat bekerja. Aleeya beranjak dari kasur untuk membersihkan tubuh. Ia memutuskan untuk mandi di kamar mandi yang berada di kamar lamanya. Ka
”Aleeya.”Aleeya mengentikan aktivitas pada ponsel dan menoleh ke sumber suara.”Sandra,” ucap Aleeya terbelalak.Sandra langsung menghampiri Aleeya yang duduk di sofa dan mereka berpelukan.”Akhirnya gw bisa ketemu lo lagi. Gw mau bilang terimakasih, sudah nyelamatin gw waktu itu. Berkat lo gw gak ngalamin cedera berat,” ujar Sandra. Ia sangat senang bertemu Aleeya kembali setelah beberapa bulan.”Sama-sama. Syukurlah kalau kamu gak terluka parah.” Aleeya mengusap lengan Sandra dengan lembut.”Gw senang bisa ketemu lo lagi, Aleeya. Gw sudah sering minta tolong Pak Adrian buat nemuin gw sama lo, tapi jawabannya selalu nanti,” ungkap Sandra dengan cemberut. ”Gak apa-apa, sekarang kan sudah ketemu. Lo tau gw di sini?” Aleeya penasaran dari mana Sandra tau ia ada di sini.Sandra mengangguk sebagai respon.”Gw liat di buku tamu. Ya udah, gw langsung cek aja ke sini, ternyata beneran lo. Beruntung banget gw
"Ahh … akhirnya bisa cuti juga," gumam Adrian. Aleeya terkekeh melihat Adrian yang langsung meletakkan pantat di atas sofa. Mereka baru saja sampai apartment ketika jam menunjukan angka 07.00 malam. Sebab, mereka singgah untuk makan terlebih dahulu. Kata Adrian, mumpung ada Aleeya bersamanya. Karena biasanya Adrian langsung pulang ke apartemen setelah dari kantor."Uncle, Aleeya mandi dulu, ya …" sela Aleeya. Ia terbiasa untuk mandi setelah beraktivitas di luar.Adrian mengangguk. "Jangan lupa pake air hangat, Aleeya. Supaya kamu gak kedinginan," balas Adrian sebelum Aleeya menghilang dari pandangan."Siap, Bos!" Aleeya memberi hormat pada Adrian. Dan langsung disambut tawa renyah Adrian.Adrian merebahkan kepala ke sofa, menatap langit-langit yang hanya terdapat lampu gantung. Ia memejamkan mata sejenak sambil memijat pangkal hidung. Saat ini, ia sudah mengantongi dua identitas target. Walaupun begitu, mereka harus mengumpulka
Aleeya turun dari ranjang dan memakai kimono. Ia langsung membereskan tempat tidur yang sangat berantakan. Mengganti sprei, sarung bantal dan guling, dan bed cover yang terdapat banyak noda."Huuhh …." Aleeya mengusap peluh di kening. Padahal suhu kamar sangat dingin oleh AC."Cape juga ganti ginian doang," keluh Aleeya, duduk di pinggir kasur.Ceklek!Adrian yang baru keluar kamar mandi, masih mengenakan kimono."Aleeya, kenapa kamu mengerjakannya sendiri. Harusnya biar aku saja," protes Adrian dengan nada lembut."Gak apa-apa Paman, Aleeya bisa, kok. Soalnya Ale risih kalau kotor," bela Aleeya sambil memperhatikan Adrian mengganti pakaian tanpa rasa risih lagi."Memangnya kamu gak kenapa-kenapa? Ngerasa sakit nggak?" Terlihat kekhawatiran di wajah Adrian."Nggak … terlalu, kok." Aleeya memejamkan mata mengerti maksud Adrian."Ya sudah. Kalau gitu kamu bersi
"Ahh … akhirnya bisa cuti juga," gumam Adrian. Aleeya terkekeh melihat Adrian yang langsung meletakkan pantat di atas sofa. Mereka baru saja sampai apartment ketika jam menunjukan angka 07.00 malam. Sebab, mereka singgah untuk makan terlebih dahulu. Kata Adrian, mumpung ada Aleeya bersamanya. Karena biasanya Adrian langsung pulang ke apartemen setelah dari kantor."Uncle, Aleeya mandi dulu, ya …" sela Aleeya. Ia terbiasa untuk mandi setelah beraktivitas di luar.Adrian mengangguk. "Jangan lupa pake air hangat, Aleeya. Supaya kamu gak kedinginan," balas Adrian sebelum Aleeya menghilang dari pandangan."Siap, Bos!" Aleeya memberi hormat pada Adrian. Dan langsung disambut tawa renyah Adrian.Adrian merebahkan kepala ke sofa, menatap langit-langit yang hanya terdapat lampu gantung. Ia memejamkan mata sejenak sambil memijat pangkal hidung. Saat ini, ia sudah mengantongi dua identitas target. Walaupun begitu, mereka harus mengumpulka
”Aleeya.”Aleeya mengentikan aktivitas pada ponsel dan menoleh ke sumber suara.”Sandra,” ucap Aleeya terbelalak.Sandra langsung menghampiri Aleeya yang duduk di sofa dan mereka berpelukan.”Akhirnya gw bisa ketemu lo lagi. Gw mau bilang terimakasih, sudah nyelamatin gw waktu itu. Berkat lo gw gak ngalamin cedera berat,” ujar Sandra. Ia sangat senang bertemu Aleeya kembali setelah beberapa bulan.”Sama-sama. Syukurlah kalau kamu gak terluka parah.” Aleeya mengusap lengan Sandra dengan lembut.”Gw senang bisa ketemu lo lagi, Aleeya. Gw sudah sering minta tolong Pak Adrian buat nemuin gw sama lo, tapi jawabannya selalu nanti,” ungkap Sandra dengan cemberut. ”Gak apa-apa, sekarang kan sudah ketemu. Lo tau gw di sini?” Aleeya penasaran dari mana Sandra tau ia ada di sini.Sandra mengangguk sebagai respon.”Gw liat di buku tamu. Ya udah, gw langsung cek aja ke sini, ternyata beneran lo. Beruntung banget gw
”Hoam ….” Aleeya menguap sambil merenggangkan tubuh. Susah payah ia membuka kedua mata yang terasa berat. Ia menajamkan penglihatan menyusuri sekitar ruangan. Seketika ia langsung terlonjak dan duduk. Kini nyawanya terkumpul sempurna. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Aleeya tersenyum lebar sambil menepuk jidat. Ia baru ingat kegiatannya dengan Adrian semalam. Ngomong-ngomong soal Adrian, dimana pria itu sekarang? Aleeya celingak-celinguk mencari sosok Adrian. Ia melihat jam Beker yang berada di atas nakas menunjukan pukul 10.00 pagi. Tidak biasa ia bangun kesiangan jika bukan tanpa alasan. Ya, semalam ia dan Adrian menghabiskan waktu untuk mengobrol hingga pukul 03.00 pagi. Pantes saja ia kesiangan dan Adrian pasti sudah berangkat bekerja. Aleeya beranjak dari kasur untuk membersihkan tubuh. Ia memutuskan untuk mandi di kamar mandi yang berada di kamar lamanya. Ka
Sudah larut malam, Adrian masih sibuk berkutat di depan laptop. Beberapa kali ia menguap dan mengabaikan rasa ngantuknya. Ia harus menyelesaikan beberapa tugas sebelum meninggalkan pekerjaannya untuk mengajak Aleeya bulan madu. Bukan tanpa alasan Adrian mengajak Aleeya bulan madu, ia melakukan itu agar Aleeya kembali ceria dan bisa segera melupakan masa lalu gadis itu. Ia juga tidak mengharapkan lebih dari Aleeya sebagai seorang istri.Tok !Tok !Tok !”Masuk,” ucap Adrian ketika pintu kamarnya di ketuk.Dari balik pintu Aleeya muncul dan menyeringai masuk ke dalam kamar Adrian. Kejadian langka karena ini pertama kalinya Aleeya memasuki kamar Adrian setelah berbulan-bulan tinggal bersama.”Ada apa Aleeya? Kok kamu belum tidur?” tanya Adrian menatap heran Aleeya.”Nggak bisa tidur,” jawab Aleeya sambil melihat-lihat isi kamar Adrian yang maskulin.”Mau saya bantu?” kali ini pertanyaan Adrian berhasil menarik per
Adrian mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru resto untuk mencari keberadaan seseorang.”Uncle.” Suara familiar menarik perhatian Adrian.Adrian kebingungan, menatap seorang gadis yang melambaikan tangan ke arahnya. Gadis itu berambut hitam sebahu dengan poni tipis menutupi kening. Ia menggunakan dress tanpa lengan berwarna putih dengan corak bunga-bunga. Adrian sempat terpana dengan sosok itu sampai bayangan Aleeya menyadarkannya.Adrian dengan cepat mengalihkan tatapan ke ponsel. Ia tidak ingin tergoda dan terjerumus ke hal yang salah. Hubungan dirinya dengan Aleeya baru saja membaik. Dan mereka baru saja memulainya dari awal. Bahkan untuk kontak fisik pun mereka belum pernah melakukan. Ia menunggu sampai Aleeya siap.”Uncle!”Adrian di kejutkan oleh gadis yang melambai padanya tadi. Kin
"Uncle, aku hanya jalan-jalan ke Mall, kau tidak usah mencemaskan ku.""....""Aku sudah mengerjakan pekerjaan rumah.""….""Kan aku sudah bilang, aku tidak mau pakai jasa pembantu. Aku ingin mandiri."….""Aku senang melakukannya. Dengan begitu aku punya kegiatan saat di apartment.""….""Terserah uncle saja asal tidak menganggu pekerjaan uncle.""….""Oke … baiklah.""Byeee …." Aleeya memutuskan sambungan telepon. Ia sudah terbiasa dengan Adrian yang selalu menelepon di saat mereka tidak bersama. Padahal, Adrian hanya pergi bekerja di pagi hari dan pulang ketika sore. Setelah dua bulan berlalu, hubungan Adrian dan Aleeya semakin membaik. Gadis itu mulai belajar banyak hal, mulai dari membereskan apartment, memasak, dan berbelanja, meskipun masih banyak
Di kursi mobil dengan pintu terbuka, Aleeya duduk melamun. Pikirannya benar-benar kacau setelah kejadian barusan. Antara memikirkan Dave yang telah mengkhianatinya dan Adrian yang sedang mempertaruhkan nyawa di dalam gedung rumah sakit. "Aleeya …" Aleeya tersentak ketika Dave menghampirinya dengan wajah penuh luka. Bahkan di kemeja yang ia gunakan terdapat bercak darah akibat pertarungan tadi pagi. "Kak, Dave. Ngapain ke sini?" tanya Aleeya dengan suara bergetar. "Apa kamu baik-baik saja? Aku mengkhawatirkan mu," jawab Deve dengan menjaga jarak dari Aleeya. "Mendingan kakak pergi deh. Aleeya gak mau ngeliat Kak Dave lagi!" Emosi Aleeya mulai memuncak. "Aku cuma mau memastikan kondisi kamu, Aleeya," balas Dave. "Pergi!" bentak Aleeya menahan air mata. Dave yang sadar Aleeya akan menangis, memajukan diri mendekati Aleeya. "Maaf, Tuan, lebih baik anda pergi. Tidak aman berada disini. Hanya orang-o
Orang-orang berlari dengan histeris, saat menyadari diri mereka dalam bahaya. "Paman," bisik Aleeya sambil mendongak menatap Adrian yang sedang mendekapnya. Adrian memutar tubuh mereka, sehingga tubuh Aleeya berada tepat di pintu bagasi mobil yang memiliki desain cukup besar untuk berlindung. Adrian tahu, serangan itu berasal dari gedung rumah sakit yang berada tepat di belakang mereka, namun tidak tahu pasti di mana posisi penyerang itu. "Aleeya, apa kau takut?" tanya Adrian sambil membawa tubuh mereka untuk merunduk. Dor ! Dor ! Adrian menggerakan tangannya pada beberapa orang yang juga berada di balik mobil, berdekatan dengan dirinya. Adrian memberi isyarat agar mereka yang terjebak di halaman parkir untuk terus menunduk dan tetap tenang. "Aleeya," panggil Adria