Masa-masa Kritis
Rumah Sakit Bogor Kota
Sudah satu minggu Debora tidak sadarkan diri. Syaraf otaknya tidak merespon semua rangsangan. Pancawati mendengar kabar itu, langsung panik dan meminta pada Gerald untuk pulang ke Jakarta.
Sebagai ibu, Pancawati ingin mengurusi anaknya, melihat perkembangan anaknya. Meski sang anak sudah dewasa, seorang ibu akan tetap menganggapnya anaknya selalu menjadi anak kecil. Itulah ibu, ingin selalu menggendong dan menyusui anaknya, meski sudah dewasa.
Gerald mengizinkan Pancawati untuk pulang, jika kesehatan Sang mertua sudah membaik da nada izin dari Dokter untuk Pancawati melakukan perjalanan jauh.
Tak di sangka, sebelum Gerald mengirimkan pesawatnya untuk menjemput ke Singapura, Pancawati mengabarkan jika Mr Kang mengantarkan dirinya ke Jakarta.
Gerald yang tidak tahu menahu tentang kedekatan Mr Kang menjadi bingung sendiri.
“Babe, ibu sudah dalam perjalanan ke sini. Dan tahukah kamu yang buat
Gerald berdiskusi dengan kedua orang tuanya juga Joshua dan Pancawati. Gerald ingin memindahkan Debora ke rumah. Tak perduli berapa lama, dan berapa pun biaya yang akan dia keluarkan untuk membuat ruang perawatan intensive seperti rumah sakit di rumahnya.Gerald sangat merasa kehilangan Debora, apalagi dia juga sedang menunggu kelahiran bayinya. Meski terdengar aneh jika orang koma bisa tetap melahirkan, namun beberapa penelitian dan pengalaman di dunia kedokteran, hal itu bisa saja terjadi dengan segala resikonya. Seperti pertumbuhan janin yang buruk dan terserang penyakit diabetes ataupun hipertensi, karena sang ibu yang tidak bisa bergerak untuk membuang kalorinya.“Kamu sudah memikirnya Gerald?” tanya Luis pada Gerald. “Maksud papa, apa aman untuk Debora di pindahkan, sedangkan pemindahannya butuh waktu yang cukup lama. Jakarta-Bogor cukup jauh, Nak,” kata Luis yang mengkhawatirkan kondisi Debora.Luis takut kondisi Debora akan
Club ArtemisHari pun berganti minggu, dan berganti bulan. Gerald merasakan kehilangan yang amat dalam. Sebagai manusia biasa Gerald tentu memiliki titik bosa dalam hidupnya. Hingga Gerald berusaha mencari hiburan untuk mengusir sepi.Gerald menemani rekan bisnisnya ke sebuah club. Salah satu club terbesar di Jakarta yang menyajikan banyak hiburan.Gerald mabuk di temani seorang wanita. Wanita penghibur yang di sediakan club.Saat Gerald tak sadarkan diri, dan tak berdaya di sofa, memeluk wanita bayaranya, datang seorang wanita lain. Wanita yang sudah lama mengincar Gerald“Kamu kesepian ya tampan. Istri yang dulu kamu puja tidak mampu memuaskan kamu lagi bukan,” kata wanita muda yang terobsesi untuk menjadi kaya dan terkenal. Wanita muda itu mendepak wanita penghibur dari sofa. Agar dirinya bisa mendeketi Gerald yang sudah tidak tahu apa-apa.“Manda, jangan aneh-aneh di sini. Kalau mau jebak dia jadi milik kamu, ayo kita b
Rumah Keluarga Bachtiar LubisManda belum pulang ke rumah membuat Fatmasari kebingungan. Tidak biasanya Manda, anak kesayanganannya yang manja tidak pulang. Meski sering pulang pagi, Manda tetap saja pulang.Namun pagi itu, hampir jam sepuluh siang, Manda belum juga sampai rumah.“Bagaimana, anak manja itu belum juga pulang?” tanya Bachtiar pada Fatmasari, saat akan berangkat bekerja.“Kamu ini. Anak tidak pulang, tidak ada rasa khawatirnya. Tidak ada usahanya untuk mencari. Apa kamu tidak takut anak kamu kenapa-napa, hah,” kata Fatmasari emosi.Bachtiar memang kurang menyukai sifat Manda, alasan itulah yang membuatnya tidak perhatian pada Manda. “Nanti juga pulang, kalau ada masalah atau uangnya habis. Seperti itu ‘kan dia. Tidak pernah menghargai dirinya, selalu menyusahkan.Tidak seperti,….”“Debora, kamu membandingkan anakku dengan anak dari jalang itu? Manda seperti itu karena
Sore hari, Gerald mengajak Ginny mengunjungi Debora. Mereka berencana untuk menginap di rumah sakit karena Ginny merengek kangen dengan mami-nya. Segala peralatan sudah di bawa termasuk sebuah kasur lipat.Pancawati sedang membagi-bagikan buah dan makanan yang di bawa Bacgtiar pada para perawat dan tetangga kamar, yang dia kenal. Anti bagi Pancawati makan pemberian Bachtiar begitu katanya.“Nenek,” seru Ginny dengan tas punggung berisi pakainnya. Ginny berlari di lorong rumah sakit meninggalkan Gerald yang kerepotan membawa kasur lipat.“Sweetheart jangan berlari,”seru Gerald memperingatkan Ginny yang terus berlari begitu melihat Pancawati.Pancawati tersenyum senang melihat kehadiran Ginny, dari jarak 10 meter terlihat menantunya yang gagah membawa banyak barang.Dengan napas terengah Ginny memeluk Pancawati. “Nenek lagi bagi apa?” tanya Ginny penasaran.“Hallo Ginny. Apa kabar?” sapa se
Saat kandungan Debora sudah tujuh bulan, Gerald dan Pancawati mengadakan doa untuk keselamatan dan kelancaran Debora untuk melahirkan.Di rumah Gerald di buat acara dengan anak Yatim dan orang-orang yang kurang beruntung lainnya. Memanjatkan doa bersama-sama untuk Debora. Di rumah sakit pun begitu, Pancawati membagikan makanan ke seluruh penghuni rumah sakit.Gerald dan Pancawati berharap ada keajaiban di tengah keputus-asaan mereka. Setelah dua bulan lebih tidak ada kemajuan.“Daddy pulang kerja besok mau ke rumah sakit ya Sweetheart, mau menginap di sana. Nanti nenek pulang ke sini. Karena Nenek mau check up dulu.” Gerald berpamitan pada Ginny saat mereka bertiga dengan Joshua sarapan.“Ginny mau ikut menginap di rumah sakit,” kata Ginny sambil merengek, dan berhenti makan.“Tidak, Ginny ‘kan mau ujian sekolah. Nanti terganggu sekolahnya kalau sering bolos. Jangan buat mami sedih, kalau Ginny dapat nilai jelek,
“Maaf Tuan. Sepertinya anda salah orang, jika meminta saya untuk membantu anda. Saya tidak pernah meninggalkan. Tolong anda tidak salah mengartikan kondisi saya dengan pacar saya dulu. Semua berbeda dengan kondisi anda dan ibu di masa lalu,” jawab Gerald kesal.“Kita sama-sama lelaki Gerald. Apa kamu tidak merasa kasihan pada orang tua ini. Aku meninggalkan semuanya untuk Pancawati. Tolong bantu aku!” kata Bachtiar bebal.“Bukannya anda tinggal dengan keluarga kecil anda yang lain Tuan, di perumahan Cempaka Asri,” kata Gerald yang tidak tahan lagi menghadapi Bachtiar.Bachtiar tidak menyangka jika rahasianya akan di ketahui Gerald. Matanya terbelalak dengan mulut menganga. Bachtiar mulai membuka satu kancing bajunya, agar tidak panas. Padahal suhu di ruangan Gerald cukup nyaman dengan pendingin ruangan yang di hidupkan.Gerald melihat gerak-gerik pria tua di depannya dengan senyum sinis, dan mengangkat kakinya. Gerald m
92Rumah Sakit Kota Bogor.Gerald secepatnya mengemudikan mobilnya ke rumah sakit. Jalanan masih cukup lenggang karena jam pulang kerja para pegawai di kota sibuk itu masih satu jam lagi.Gerald sengaja mencuri start untuk melancarkan perjalanannya. Jika Gerald berangkat di jam orang-orang pulang kerja, bisa di pastikan waktunya kan terbuang sia-sia di jalan, dan Pancawati akan kemalaman untuk sampai di Jakarta.Satpam rumah sakit yang sudah hafal dengan Gerald, dengan ramah mempersilakan Gerald untuk masuk.“Sendirian saja Tuan, tidak sama nona kecil?” tanya sang satpam ramah.“Tidak Pak. Kasihan kalau harus bolos sekolahnya. Hmm, ini Pak untuk beli kopi dan temannya, saya tidak sempat mampir tadi,” kata Gerald memberikan selembar uang pada sang Satpam.“Wah, rejeki nomplok di sore hari ini Tuan. Terima kasih banyak,” jawab sang Satpam dengan senyum lebar.Gerald dan sopirnya segera ma
Suntikan ke tiga untuk Debora sudah di berikan oleh Dokter jaga, setelah Gerald mengajak sang Dokter untuk mengobrol di sofa, bersama perawat pria yang tadi membantu Gerald.Gerald pun bisa tidur nyenyak di samping Debora, di kursinya. Dengan tangannya yang menggengam tangan Debora yang dia jadikan bantal, Gerald terlelap.Tanpa Gerald sadari, Debora mulai menujukkan kemajuannya. Perlahan Debora membuka mata dan melihat kesekelilingnya. Cahaya lampu yang ada hanya fokus pada dirinya, satu meter agak jauh darinya hanya remang-remang, karena hanya mendapat sedikit cahaya dari lampu yang ada di atas Debora.Debora ingin berbicara, namun lidahnya masih terasa kelu, bibirnya pun kaku untuk bergerak. Nafasnya menderu, dan jantungnya berdetak cepat, saat berusaha berbicara.Dengan peningkatan laju kerja jantung, membuat Debora terengah-engah. Rasa dingin di tangannya yang terkena hembusan nafas Gerald, membuatnya menoleh ke samping kiri.“Dia tidur