Gerald masih bercanda dengan Ginny di samping rumah setelah sarapan. Meski Thomas sudah menunggunya untuk memimpin rapat para direksi, Gerald tidak perduli.
Sampai pukul sepuluh, Gerald belum juga ada tanda-tanda untuk menyudahi permainan gamenya bersama Ginny sambil tertawa-tawa. Thomas pun meminta bantuan Debora, untuk mengingatkan bahwa rapat itu penting.
“Sayang, sudah dulu mainnya, daddy harus kerja. Sudah siang, daddy juga sudah di tunggu banyak orang,” kata Debora mendekati anak dan bapak yang guling-guling di atas karpet di pinggir taman.
Ginny dan Gerald kompak membelitkan mata pada Debora, karena sudah di ganggu. Debora pun tak mau kalah dia pura-pura sedih dan sesegukan.
“Ok, kalau tidak ada yang mau beranjak dari sini. Mami pergi,” kata Debora berbalik.
“Mami … jangan pergi!” seru Ginny kemudian mengejar Debora yang sudah berjalan dua langkah. “Daddy, cepat berangkat, nanti terlamba
Fatmasari merasa marah dengan keangkuhan Gerald, apalagi Debora juga tidak memberinya muka sedetik pun. Belum pernah dirinya diperlakukan seperti pengemis, dirinya selalu mendapatkan yang dia inginkan.Manda pura-pura menangis, dirinya merasa kalah dari Debora. Manda pun meminta uang pada Fatmasari untuk mempercantik diriya lagi, menurut Manda Gerald suka dengan Debora karena warna kulit Debora yang eksotis, jarang wanita sekarang memilikinya. Banyak wanita yang ingin kulitnya putih, namun Debora tetap mempertahankan kulit khas orang Indonesia yang sedikit kecoklatan.Fatmasari merasa pusing dengan permintaan anak kesayangannya. Dia pun mengajak Manda ke rumah kakeknya. Mencoba membujuk kakek Manda, agar membantu Manda. Karena rencana awal mereka gagal.“Kok ke rumah kakek sih, Ma. Kita ke salon saja Ma. Manda tidak mau kalah dengan Debora.” Manda berteriak-teriak di dalam mobil membuat Fatma tambah pusing.Begitu sampai di rumah sang kakek, M
Saat Gerald sedang di kantor, Debora yang sedang makan di sebuah restoran bersama Bertha, mama Gerald dan juga Ginny, tanpa sengaja bertemu Dokter Irfan di toilet. Debora belum siap untuk bertemu dengan Dokter Irfan yang ternyata lebih brengsek dari Gerald, di balik kelembutan dan sikapnya yang penuh perhatian.“Bora! Dengerin aku dulu,” panggil Dokter Irfan pada Debora yang ingin kembali ke restoran namun di halangi oleh Dokter Irfan di depan toilet.“Maaf, Fan. Aku enggak mau ketemu kamu,” jawab Debora mencoba melepaskan cekalan tangan Dokter Irfan di lengannya. “Lepaskan Fan, anak dan mertua ku menunggu!” seru Debora kesal.“Tidak aku tidak akan melepaskan kamu, sebelum kamu mau dengar penjelasanku,” jawab Dokter Irfan menarik Debora ke sebuah sudut di antara toilet dan bagian restoran.“Tidak Fan, jangan paksa aku! Sakit!” seru Debora ingin menangis.Dokter Irfan menggeleng. &ldq
Terkadang manusia mengira, bohong demi kebaikan adalah jalan yang baik, namun kejujuran masih lebih baik, betapapun sakitnya. Orang akan lebih menghargai kita yang jujur.Ucapan mama Bertha yang masih bisa menerima Debora sebagai menantu sah, meski Debora tidak mencintai Gerald membuat Debora merenung dan menganggu pikiran Debora. Suasana hati yang tidak baik setelah bertemu Dokter Irfan membaut Debora makin diam.“Kamu baik-baik saja Babe?” tanya Gerald saat Gerald masuk ke kamar, di mana Ginny masih tidur. Mereka masih berada di rumah mama Bertha, Gerald berniat menjemput Debora dan Ginny, untuk menemani Ginny bermain di rumah.Debora yang berbaring memeluk Ginny, menoleh dengan kedatangan Gerald.“Aku merasa sangat bersalah pada orang tua kita Gee. Melihat mama, aku teringat ibu,” jawab Debora menatap Gerald dengan mata bengkak.Gerald menarik tubuh Debora untuk dia peluk, hal baru yang makin senang Gerald lakukan. &ldquo
Derit pintu kamar yang terbuka membangunkan Debora di tidur nyenyaknya setelah bergelut dalam gairah yang panas bersama Gerald.Wajah manis Ginny menyambutnya saat membuka mata, membawakan nampan berisi semangkuk bubur. Di belakangnya, Gerald membawakan secangkir teh manis.“Pagi, Mami. Ginny bawakan sarapan, biar mami cepat sembuh!” Ginny meletakkan nampannya di atas meja di samping Debora, kemudian naik ke ranjang.Debora tersenyum dan meraba tubuhnya, kalau-kalau belum berpakaian. Memastikan sudah memakai baju, Debora menarik tubuhnya yang terasa pegal dan sedikit nyeri di paha, untuk duduk dan bersandar.“Terima kasih sayang. Mami enggak apa kok sayang. Ginny jadi repot antar sarapan untuk mami,” kata Debora mengambil tangan Ginny.“Minum tehnya Babe, lalu sarapan,” kata Gerald memberikan secangkir teh pada Debora. Debora tidak berani menatap mata Gerald. Posisi mereka persis sama seperti semalam, sebelum mer
Bertha ikut ke Singapura, setelah Debora bercerita saat Bertha mengunjunginya. Bertha berkunjung karena mendapat laporan dari Bik War, jika bik War sudah mendengar jerit-jerit kenikmatan dari kamar Gerald.Bik War sengaja di suruh Bertha untuk memata-matai hubungan Gerald dan Debora. Dengan informasi itu, Bertha yakin, pernikahan mereka sudah bukan pernikahan kontrak lagi, mereka sudah terlibat emosi satu sama lain.“Mama lihat kalian sudah saling jatuh hati,” bisik Bertha pada Gerald yang duduk di sampingnya, sementara Ginny dan Debora di bangku belakang mereka, asik menonton film.“Yah, seirin berjalannya waktu Ma,” jawab Gerald dengan bahagia.“Jangan main-main lagi kalau begitu!” Bertha memperingatkan Gerald dengan menepuk lengan Gerald. “Aku harap, mertua kamu sudah membaik, dan bulan depan kita bisa melangsungkan resepsi.”“Bulan depan Ma? Urusan Gerald atas Ginny belum selesai Ma. Ginny t
“Jadilah wanitaku satu-satunya, dan ibu sebenarnya untuk Ginny, tanpa ada orang lain diantara kita,” kata Gerald dengan sungguh-sungguh dan menggenggam kedua tangan Debora. Gerald kemudian beranjak dari tempat duduknya, bersimpuh di samping Debora, dengan tangan yang masih tergenggam. “Debora Genitri. Will you be my wife, till the end of the world?”Debora tidak bisa menjawab permintaan Gerald, bibirnya terasa kaku dengn lidah yang kelu. Mata yang berkaca-kaca memandang Gerald, dengan satu kedipan mata yang mewakili hatinya. Debora menarik mengajak Gerald berdiri, dan memeluknya begitu erat. “Aku mau Gee, aku mau!” Dua kata yang ingin diucapkan akhirnya keluar dari mulut Debora, dalam dekap hangat tubuh Gerald.“Tidak ada perjanjian itu lagi ‘kan?” tanya Debora memastikan posisinya di hati Gerald.Gerald menggelengkan kepala dan mencium kepala Debora. Mereka berpelukan sampai seorang pramusaji, menginterupsi
Selama satu jam Debora gelisah, bayangan Dokter Irfan yang telanjang dan memeluk Ginny yang menangis menghantui pikirannya. Dia tidak bisa berdiam diri, tidak mungkin dia akan mengorbankan gadis kecilnya untuk keselamatannya. Debora bukan orang yang egois, dia sudah menjadi ibu bagi Ginny, kasihnya seperti ibu kandung pada anaknya.“Ma, mumpung ibu tertidur, Debora ke hotel sebentar mau ambil pakaian ganti. Mami mau di ambilkan juga?”“Hmm, boleh. Kita pasti akan menginap di sini, menunggu kabar Ginny,” jawab Bertha sambil merebahkan diri di sofa bed. “Beli makanan juga ya sayang,” kata Bertha lagi.Debora mengangguk dan keluar. Debora hanya beralasan akan ke hotel. Debora akan menemui Dokter Irfan, di alamat yang sudah dia kirimkan. Dengan menaiki taksi yang berjajar di depan rumah sakit, Debora memberikan alamat yang sudah dia tulis di secarik kertas yang dia minta di kantor depan rumah sakit.Sebuah ban
“Di mana titiknya Thom?” tanya Gerald begitu turun dari mobil. Gerald segera berlari meninggalkan Mr Kang dan dua pengawalnya di belakang. Hatinya sudah gelisah dan khawatir, dua wanita yang baru masuk masuk dalam kehidupannya, dan membuat warna baru dalam hari-harinya tidak dia ketahui keadaannya.“Di sini Bos,” jawab Thomas menunjuk pintu bernomor 102. Gerald dan Thomas diikuti seorang petugas keamanan dan seorang petugas kebersihan. Mereka mencurigai Gerald dan Thomas akan membuat keributan.Mr Kang pun mendekat dan membantu Gerald menjelaskan situasinya. Dia pun menunjukkan kartu pengenal sebagai pemilik dua kamar di sana. Dan tidak di sangka-sangka oleh Gerald, kamar 102 adalah milik Mr Kang.Dengan segera, Mr Kang menempelkan kuncinya. Meski awalanya Mr Kang tidak percaya dan mendebat pelacak Thomas, Mr Kang menurut untuk membuktikan pelacak Thomas.Gerald dengan tidak sabar mendorong pintu, begitu masuk, terdengar guma