Terkadang manusia mengira, bohong demi kebaikan adalah jalan yang baik, namun kejujuran masih lebih baik, betapapun sakitnya. Orang akan lebih menghargai kita yang jujur.
Ucapan mama Bertha yang masih bisa menerima Debora sebagai menantu sah, meski Debora tidak mencintai Gerald membuat Debora merenung dan menganggu pikiran Debora. Suasana hati yang tidak baik setelah bertemu Dokter Irfan membaut Debora makin diam.
“Kamu baik-baik saja Babe?” tanya Gerald saat Gerald masuk ke kamar, di mana Ginny masih tidur. Mereka masih berada di rumah mama Bertha, Gerald berniat menjemput Debora dan Ginny, untuk menemani Ginny bermain di rumah.
Debora yang berbaring memeluk Ginny, menoleh dengan kedatangan Gerald.
“Aku merasa sangat bersalah pada orang tua kita Gee. Melihat mama, aku teringat ibu,” jawab Debora menatap Gerald dengan mata bengkak.
Gerald menarik tubuh Debora untuk dia peluk, hal baru yang makin senang Gerald lakukan. &ldquo
Derit pintu kamar yang terbuka membangunkan Debora di tidur nyenyaknya setelah bergelut dalam gairah yang panas bersama Gerald.Wajah manis Ginny menyambutnya saat membuka mata, membawakan nampan berisi semangkuk bubur. Di belakangnya, Gerald membawakan secangkir teh manis.“Pagi, Mami. Ginny bawakan sarapan, biar mami cepat sembuh!” Ginny meletakkan nampannya di atas meja di samping Debora, kemudian naik ke ranjang.Debora tersenyum dan meraba tubuhnya, kalau-kalau belum berpakaian. Memastikan sudah memakai baju, Debora menarik tubuhnya yang terasa pegal dan sedikit nyeri di paha, untuk duduk dan bersandar.“Terima kasih sayang. Mami enggak apa kok sayang. Ginny jadi repot antar sarapan untuk mami,” kata Debora mengambil tangan Ginny.“Minum tehnya Babe, lalu sarapan,” kata Gerald memberikan secangkir teh pada Debora. Debora tidak berani menatap mata Gerald. Posisi mereka persis sama seperti semalam, sebelum mer
Bertha ikut ke Singapura, setelah Debora bercerita saat Bertha mengunjunginya. Bertha berkunjung karena mendapat laporan dari Bik War, jika bik War sudah mendengar jerit-jerit kenikmatan dari kamar Gerald.Bik War sengaja di suruh Bertha untuk memata-matai hubungan Gerald dan Debora. Dengan informasi itu, Bertha yakin, pernikahan mereka sudah bukan pernikahan kontrak lagi, mereka sudah terlibat emosi satu sama lain.“Mama lihat kalian sudah saling jatuh hati,” bisik Bertha pada Gerald yang duduk di sampingnya, sementara Ginny dan Debora di bangku belakang mereka, asik menonton film.“Yah, seirin berjalannya waktu Ma,” jawab Gerald dengan bahagia.“Jangan main-main lagi kalau begitu!” Bertha memperingatkan Gerald dengan menepuk lengan Gerald. “Aku harap, mertua kamu sudah membaik, dan bulan depan kita bisa melangsungkan resepsi.”“Bulan depan Ma? Urusan Gerald atas Ginny belum selesai Ma. Ginny t
“Jadilah wanitaku satu-satunya, dan ibu sebenarnya untuk Ginny, tanpa ada orang lain diantara kita,” kata Gerald dengan sungguh-sungguh dan menggenggam kedua tangan Debora. Gerald kemudian beranjak dari tempat duduknya, bersimpuh di samping Debora, dengan tangan yang masih tergenggam. “Debora Genitri. Will you be my wife, till the end of the world?”Debora tidak bisa menjawab permintaan Gerald, bibirnya terasa kaku dengn lidah yang kelu. Mata yang berkaca-kaca memandang Gerald, dengan satu kedipan mata yang mewakili hatinya. Debora menarik mengajak Gerald berdiri, dan memeluknya begitu erat. “Aku mau Gee, aku mau!” Dua kata yang ingin diucapkan akhirnya keluar dari mulut Debora, dalam dekap hangat tubuh Gerald.“Tidak ada perjanjian itu lagi ‘kan?” tanya Debora memastikan posisinya di hati Gerald.Gerald menggelengkan kepala dan mencium kepala Debora. Mereka berpelukan sampai seorang pramusaji, menginterupsi
Selama satu jam Debora gelisah, bayangan Dokter Irfan yang telanjang dan memeluk Ginny yang menangis menghantui pikirannya. Dia tidak bisa berdiam diri, tidak mungkin dia akan mengorbankan gadis kecilnya untuk keselamatannya. Debora bukan orang yang egois, dia sudah menjadi ibu bagi Ginny, kasihnya seperti ibu kandung pada anaknya.“Ma, mumpung ibu tertidur, Debora ke hotel sebentar mau ambil pakaian ganti. Mami mau di ambilkan juga?”“Hmm, boleh. Kita pasti akan menginap di sini, menunggu kabar Ginny,” jawab Bertha sambil merebahkan diri di sofa bed. “Beli makanan juga ya sayang,” kata Bertha lagi.Debora mengangguk dan keluar. Debora hanya beralasan akan ke hotel. Debora akan menemui Dokter Irfan, di alamat yang sudah dia kirimkan. Dengan menaiki taksi yang berjajar di depan rumah sakit, Debora memberikan alamat yang sudah dia tulis di secarik kertas yang dia minta di kantor depan rumah sakit.Sebuah ban
“Di mana titiknya Thom?” tanya Gerald begitu turun dari mobil. Gerald segera berlari meninggalkan Mr Kang dan dua pengawalnya di belakang. Hatinya sudah gelisah dan khawatir, dua wanita yang baru masuk masuk dalam kehidupannya, dan membuat warna baru dalam hari-harinya tidak dia ketahui keadaannya.“Di sini Bos,” jawab Thomas menunjuk pintu bernomor 102. Gerald dan Thomas diikuti seorang petugas keamanan dan seorang petugas kebersihan. Mereka mencurigai Gerald dan Thomas akan membuat keributan.Mr Kang pun mendekat dan membantu Gerald menjelaskan situasinya. Dia pun menunjukkan kartu pengenal sebagai pemilik dua kamar di sana. Dan tidak di sangka-sangka oleh Gerald, kamar 102 adalah milik Mr Kang.Dengan segera, Mr Kang menempelkan kuncinya. Meski awalanya Mr Kang tidak percaya dan mendebat pelacak Thomas, Mr Kang menurut untuk membuktikan pelacak Thomas.Gerald dengan tidak sabar mendorong pintu, begitu masuk, terdengar guma
Masa liburan Ginny telah usai, empat minggu lebih bersama Gerald dan Debora memberinya kenangan termanis dan terburuk. Ginny diantarkan ke Tokyo untuk bersekolah lagi. Debora sempat khawatir dengan kondisi kejiwaan Ginny, atas peristiwa penculikan Dokter Irfan, bersama Gerald, Debora membawa Ginny ke ahli jiwa. Tak di sangka Ginny cepat melupakan peristiwa itu, dan apa yang di khawatirkan Debora tidak terjadi pada Ginny. Sebenarnya, justru Deboralah yang membutuhkan perawatan, karena masih terus terbayang dengan perlakuan Dokter Irfan padanya. Saat akan berhubungan dengan Gerald, Debora tidak mau melihat milik Gerald. Dia bisa menjerit sekencangnya, jika melihat bukti keperkasaan Gerald yang menegang. Gerald menyadari keanehan Debora, namun Debora tidak pernah mau berkonsultasi, karena merasa dirinya baik-baik saja. “Gee, kalau Ginny di sini, aku bisa kesepian. Apa yang akan aku lakukan?” tanya Debora pada Gerald. Mereka sedang mengantar
Pak Yanto telah membawa Debora ke kantor Gerald. Sambil berurai air mata Debora langsung turun dari mobil, menuju ruangan Gerald. Debora tidak memperdulikan lagi sapaan staf kantor depan, dan pegawai yang berpapasan dengannya.“Anda tidak boleh masuk Kak, Bos sedang rapat!” kata seorang wanita muda yang menggantikan Sovie.Debora mengusap air matanya dan mundur dari pintu ruangan Gerald. Ingin rasanya dia menerobos masuk, dan meluapkan kemarahannya pada Gerald. “Thomas di mana?”“Pak Thomas sedang keluar. Anda siapa da nada perlu apa?” Belum selesai bertanya, Pak Yanto yang berdiri di belakang Debora memberi kode pada sekertaris baru untuk diam.“Nona, silahkan tunggu Bos di ruangan saya. Bos sedang mendapat tamu penting,” kata Thomas yang tiba-tiba muncul.“Thomas, bukankah aku harus pergi sendiri? Kenapa nunggu Bos kamu?”“Bos berubah pikiran, jadi Bos akan ikut Nona.
Gerald membaca isi pesan dalam bahasa jepang, yang terkirim ke nomor Tuan Subono. “Apa maksudnya ini Tuan?” tanya Gerald bingung. Dalam pesan tertulis, anak harus membayar hutang orang tua!“Ini pesan dari Namura, tunangan Letha,” jawab Tuan Subono kemudian menunduk. “Aku ayah yang egois. Selalu memaksa Letha memenuhi keinginanku. Adanya Ginny adalah bentuk kegagalanku sebagai seorang ayah. Letha tidak berani melawan keinginanku secara langsung,” kata Tuan Subono meratapi kegagalannya.“aku memaksanya menikah dengan Namura, karena obsesiku untuk bisa hidup tenang dan usahaku berhasil di kota ini. Namura memberikan semuanya, keamanan dan kemudahan untuk memasarkan produk-produk yang ku jual.”“Tuan. Mohon jangan diingat lagi masa lalu itu,” kata Gerald menenangkan Tuan Subono. “Maaf jika saya membuat masalah semakin rumit.”Tuan Subono menatap Gerald dengan sedih. “Seandain