Derit pintu kamar yang terbuka membangunkan Debora di tidur nyenyaknya setelah bergelut dalam gairah yang panas bersama Gerald.
Wajah manis Ginny menyambutnya saat membuka mata, membawakan nampan berisi semangkuk bubur. Di belakangnya, Gerald membawakan secangkir teh manis.
“Pagi, Mami. Ginny bawakan sarapan, biar mami cepat sembuh!” Ginny meletakkan nampannya di atas meja di samping Debora, kemudian naik ke ranjang.
Debora tersenyum dan meraba tubuhnya, kalau-kalau belum berpakaian. Memastikan sudah memakai baju, Debora menarik tubuhnya yang terasa pegal dan sedikit nyeri di paha, untuk duduk dan bersandar.
“Terima kasih sayang. Mami enggak apa kok sayang. Ginny jadi repot antar sarapan untuk mami,” kata Debora mengambil tangan Ginny.
“Minum tehnya Babe, lalu sarapan,” kata Gerald memberikan secangkir teh pada Debora. Debora tidak berani menatap mata Gerald. Posisi mereka persis sama seperti semalam, sebelum mer
Bertha ikut ke Singapura, setelah Debora bercerita saat Bertha mengunjunginya. Bertha berkunjung karena mendapat laporan dari Bik War, jika bik War sudah mendengar jerit-jerit kenikmatan dari kamar Gerald.Bik War sengaja di suruh Bertha untuk memata-matai hubungan Gerald dan Debora. Dengan informasi itu, Bertha yakin, pernikahan mereka sudah bukan pernikahan kontrak lagi, mereka sudah terlibat emosi satu sama lain.“Mama lihat kalian sudah saling jatuh hati,” bisik Bertha pada Gerald yang duduk di sampingnya, sementara Ginny dan Debora di bangku belakang mereka, asik menonton film.“Yah, seirin berjalannya waktu Ma,” jawab Gerald dengan bahagia.“Jangan main-main lagi kalau begitu!” Bertha memperingatkan Gerald dengan menepuk lengan Gerald. “Aku harap, mertua kamu sudah membaik, dan bulan depan kita bisa melangsungkan resepsi.”“Bulan depan Ma? Urusan Gerald atas Ginny belum selesai Ma. Ginny t
“Jadilah wanitaku satu-satunya, dan ibu sebenarnya untuk Ginny, tanpa ada orang lain diantara kita,” kata Gerald dengan sungguh-sungguh dan menggenggam kedua tangan Debora. Gerald kemudian beranjak dari tempat duduknya, bersimpuh di samping Debora, dengan tangan yang masih tergenggam. “Debora Genitri. Will you be my wife, till the end of the world?”Debora tidak bisa menjawab permintaan Gerald, bibirnya terasa kaku dengn lidah yang kelu. Mata yang berkaca-kaca memandang Gerald, dengan satu kedipan mata yang mewakili hatinya. Debora menarik mengajak Gerald berdiri, dan memeluknya begitu erat. “Aku mau Gee, aku mau!” Dua kata yang ingin diucapkan akhirnya keluar dari mulut Debora, dalam dekap hangat tubuh Gerald.“Tidak ada perjanjian itu lagi ‘kan?” tanya Debora memastikan posisinya di hati Gerald.Gerald menggelengkan kepala dan mencium kepala Debora. Mereka berpelukan sampai seorang pramusaji, menginterupsi
Selama satu jam Debora gelisah, bayangan Dokter Irfan yang telanjang dan memeluk Ginny yang menangis menghantui pikirannya. Dia tidak bisa berdiam diri, tidak mungkin dia akan mengorbankan gadis kecilnya untuk keselamatannya. Debora bukan orang yang egois, dia sudah menjadi ibu bagi Ginny, kasihnya seperti ibu kandung pada anaknya.“Ma, mumpung ibu tertidur, Debora ke hotel sebentar mau ambil pakaian ganti. Mami mau di ambilkan juga?”“Hmm, boleh. Kita pasti akan menginap di sini, menunggu kabar Ginny,” jawab Bertha sambil merebahkan diri di sofa bed. “Beli makanan juga ya sayang,” kata Bertha lagi.Debora mengangguk dan keluar. Debora hanya beralasan akan ke hotel. Debora akan menemui Dokter Irfan, di alamat yang sudah dia kirimkan. Dengan menaiki taksi yang berjajar di depan rumah sakit, Debora memberikan alamat yang sudah dia tulis di secarik kertas yang dia minta di kantor depan rumah sakit.Sebuah ban
“Di mana titiknya Thom?” tanya Gerald begitu turun dari mobil. Gerald segera berlari meninggalkan Mr Kang dan dua pengawalnya di belakang. Hatinya sudah gelisah dan khawatir, dua wanita yang baru masuk masuk dalam kehidupannya, dan membuat warna baru dalam hari-harinya tidak dia ketahui keadaannya.“Di sini Bos,” jawab Thomas menunjuk pintu bernomor 102. Gerald dan Thomas diikuti seorang petugas keamanan dan seorang petugas kebersihan. Mereka mencurigai Gerald dan Thomas akan membuat keributan.Mr Kang pun mendekat dan membantu Gerald menjelaskan situasinya. Dia pun menunjukkan kartu pengenal sebagai pemilik dua kamar di sana. Dan tidak di sangka-sangka oleh Gerald, kamar 102 adalah milik Mr Kang.Dengan segera, Mr Kang menempelkan kuncinya. Meski awalanya Mr Kang tidak percaya dan mendebat pelacak Thomas, Mr Kang menurut untuk membuktikan pelacak Thomas.Gerald dengan tidak sabar mendorong pintu, begitu masuk, terdengar guma
Masa liburan Ginny telah usai, empat minggu lebih bersama Gerald dan Debora memberinya kenangan termanis dan terburuk. Ginny diantarkan ke Tokyo untuk bersekolah lagi. Debora sempat khawatir dengan kondisi kejiwaan Ginny, atas peristiwa penculikan Dokter Irfan, bersama Gerald, Debora membawa Ginny ke ahli jiwa. Tak di sangka Ginny cepat melupakan peristiwa itu, dan apa yang di khawatirkan Debora tidak terjadi pada Ginny. Sebenarnya, justru Deboralah yang membutuhkan perawatan, karena masih terus terbayang dengan perlakuan Dokter Irfan padanya. Saat akan berhubungan dengan Gerald, Debora tidak mau melihat milik Gerald. Dia bisa menjerit sekencangnya, jika melihat bukti keperkasaan Gerald yang menegang. Gerald menyadari keanehan Debora, namun Debora tidak pernah mau berkonsultasi, karena merasa dirinya baik-baik saja. “Gee, kalau Ginny di sini, aku bisa kesepian. Apa yang akan aku lakukan?” tanya Debora pada Gerald. Mereka sedang mengantar
Pak Yanto telah membawa Debora ke kantor Gerald. Sambil berurai air mata Debora langsung turun dari mobil, menuju ruangan Gerald. Debora tidak memperdulikan lagi sapaan staf kantor depan, dan pegawai yang berpapasan dengannya.“Anda tidak boleh masuk Kak, Bos sedang rapat!” kata seorang wanita muda yang menggantikan Sovie.Debora mengusap air matanya dan mundur dari pintu ruangan Gerald. Ingin rasanya dia menerobos masuk, dan meluapkan kemarahannya pada Gerald. “Thomas di mana?”“Pak Thomas sedang keluar. Anda siapa da nada perlu apa?” Belum selesai bertanya, Pak Yanto yang berdiri di belakang Debora memberi kode pada sekertaris baru untuk diam.“Nona, silahkan tunggu Bos di ruangan saya. Bos sedang mendapat tamu penting,” kata Thomas yang tiba-tiba muncul.“Thomas, bukankah aku harus pergi sendiri? Kenapa nunggu Bos kamu?”“Bos berubah pikiran, jadi Bos akan ikut Nona.
Gerald membaca isi pesan dalam bahasa jepang, yang terkirim ke nomor Tuan Subono. “Apa maksudnya ini Tuan?” tanya Gerald bingung. Dalam pesan tertulis, anak harus membayar hutang orang tua!“Ini pesan dari Namura, tunangan Letha,” jawab Tuan Subono kemudian menunduk. “Aku ayah yang egois. Selalu memaksa Letha memenuhi keinginanku. Adanya Ginny adalah bentuk kegagalanku sebagai seorang ayah. Letha tidak berani melawan keinginanku secara langsung,” kata Tuan Subono meratapi kegagalannya.“aku memaksanya menikah dengan Namura, karena obsesiku untuk bisa hidup tenang dan usahaku berhasil di kota ini. Namura memberikan semuanya, keamanan dan kemudahan untuk memasarkan produk-produk yang ku jual.”“Tuan. Mohon jangan diingat lagi masa lalu itu,” kata Gerald menenangkan Tuan Subono. “Maaf jika saya membuat masalah semakin rumit.”Tuan Subono menatap Gerald dengan sedih. “Seandain
Seorang wanita menunggu dalam mobil dengan tersenyum senang, melihat tiga orang pria yang bersamanya membawa buruan mereka keluar dari rumah sakit mendekat padanya. "Tidak ada yang bisa menghalangi aku untuk memiliki Gerald!" gumam wanita itu dengan senang. Tidak ada kecurigaan dari pegawai rumah sakit dan orang-orang yang berpapasan dengan tiga pria yang membawa Debora dan Ginny. Dengan cepat seroang pria yang bebas, membuka pintu mobil memasukkan Debora dan Ginny ke bagian belakang mobil. “Semua aman ‘kan?” tanya seorang wanita dengan senyum kemenangan. “Aman, tidak ada yang curiga. Ketua pasti akan sangat senang,” jawab seorang pria yang kemudian menjalankan mobilnya. “Siapa sebenarnya mereka itu, Mu?” tanya seorang pria yang lain. “Anak kecil itu anak dari wanita yang dulu akan dinikahi ketua kalian tapi sudah tidur dengan kekasihku, jadi ketua kalian marah. Kalau wanita itu, dia merebut hati keka
“Lepas, Fatma.” Dengan kasarnya Bachtiar melepaskan tangan Fatmasari dari lengannya. Tubuh Fatmasari terdorong dan membentur dinding tangga.Bachtiar tidak mempedulikan Fatmasari, dengan langkah cepat dia mengejar Debora yang sudah keluar dari restoran. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi, jika dia ketinggalan.“tunggu, Nak. Papa masih mau bicara!” seru Bachtiar tergopoh – gopoh.Debora masuk dalam mobil, begitupun Pancawati. Mereka sudah tidak sabar lagi untuk pergi dari restoran itu.“Papa untuk apa mengejar mereka? Papa mau tinggal dengan mereka?” seru Manda penuh amarah.“Iya, Papa mau tinggal dengan mereka,” jawab Bactiar dengan keras sambil terus berjalan menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Mobil Gerald telah berjalan meninggalkan restoran, tidak mungkin lagi baginya untuk mengejar dengan kakinya.“Papa memang tidak pernah Sayang dengan Manda,” seru M
Bachtiar merasa begitu senang mendapat kesempatan untuk mendekati Debora dan Pancwati lagi. Dia tahu jika keputusan Debora sangat berpengaruh pada kebaikan Gerald dan Pancawati. Untuk itu Bactiar akan membujuk Debora untuk memberinya kesempatan memperbaiki diri menjadi ayah yang baik untuk Debora.‘Kalau Debby bisa menerimaku lagi, Gerald pasti tidak akan segan lagi untuk memberiku kekayaan. Wati saja sekarang begitu cantik dan terawat,’ gumam Bachtiar dalam hati, ‘hmm …, dia juga sudag memekai perhiasan mahal sekarang, artinya dia sudah hidup enak dalam perlindungan Gerald,’ batin Bachtiar lagi dengan menyeringai dan membayangkan akan hidup enak, dan lebih terhormat lagi bersama Pancawati sebagai mertua dari seorang Gerald.“Mau ke mana lagi Babe?” tanya Gerald menuntun Debora yang kembali masuk ke restoran.“Masuk lagi Gee, biar cepat selesai. Aku sudah malas bertemu dengan orang itu dan keluarganya. Seola
Debora masih khawatir dengan Pancawati, meski sang Ibu sudah nampak di depan matanya. Debora tidak ingin sang Ibu terpedaya dengan ucapan Bachtiar.“Gee, kita duduk di sana aja yuk!” ajak Debora pada Gerald menunjuk sebuah bangku kosong yang tak jauh dari Pancawati dan Bachtiar berada.“Jangan Babe, kita di sini saja, kalau terjadi sesuatu yang membahayakan Ibu, baru kita mendekat,” jawab Gerald memaksa Debora untuk duduk di meja yang di pilih Gerald, “tenang saja, enggak akan terjadi apapun pada Ibu,” kata Gerald lagi menenangkan Debora yang masih khawatir.Baru sebentar Gerald dan Debora duduk, dari ujung restoran terdengar teriakan Pancawati yang marah pada Bachtiar.Semua pengunjung restoran ikut menoleh pada meja sepasang pria dan wanita yang sudah tak lagi muda itu.Pancawati terlihat mengancam Bachtiar, bahkan tangan Pancawati pun selalu menepis tangan Bachtiar yang akan menyentuh tangannya.Debora
Debora tidak menemukan ibunya di rumah. Seluruh sudut rumah Gerald sudah dia hampiri, namun belum juga menemukan Pancawati.“Mami, cari siapa?” teriak Ginny dari balkon kamarnya saat melihat Debora keluar dari taman samping rumah.“Lihat nenek, engak sayang?” jawab Debora sekaligus bertanya balik pada Ginny tentang keberadaan Pancawati.“Tadi Ginny lihat Nenek naik taxi Mi, pergi sendirian,” jawab Ginny dengan polosnya.Debora segera masuk ke rumah, mendengar jawaban Ginny. Ruang tengah menjadi tujuannya untuk mencari ponselnya yang seingat dirinya dia letakkan di atas meja untuk di tambah daya, di samping televisi.Debora menelepon Pancawati dengan rasa khawatir, tidak biasanya sang ibu pergi tanpa pamit padanya. Pesan pun tidak di tinggalkan oleh Pancawati di ponselnya.“Ada apa Babe? Gelisah banget, sampai enggak dengar aku jalan,” tanya Gerald mengecup kepala Debora yang berdiri di pinggir
Manager Manda, paham betul jika Manda sedang cemburu pada Debora. Mood Manda yang sedang buruk setelah di tolak seorang produser film, juga Manda yang baru di selingkuhi kekasihnya, melihat Debora begitu beruntung, pasti membuat Manda marah.Sang Manager mengikuti Manda dan berusaha mengajak Manda untuk keluar dari toko, sebelum Manda mempermalukan dirinya sendiri.“Kamu pergi sana, tidak perlu ikut campur urusanku!” seru Manda dengan kencang, membuat para pengunjung toko menatap pada Manda.Gerald dan Debora pun langsung mendongak ke arah Manda, yang berdiri empat meter di depannya.“Manda,” gumam Debora menyerahkan sebuah kaos dalam pada Gerald. Debora ingin berdiri untuk menghampiri Manda.“Duduk saja di sini. Bukan urusan kita Babe,” kata Gerald menahan Debora agar tidak mendekati Manda.“Begitukah?” tanya Debora meminta pendapat.“Iya. Biarkan saja. Ayo pilih lagi, mana
Gerald menyambut Debora dan membantunya menuruni dua anak tangga terakhir dengan mengulurkan tangannya. Sungguh sikap seorang pangeran pujaan, yang begitu perhatian pada istrinya. Dengan tersenyum manis Debora mengucap terima kasih. Debora berjalan ke meja dapur, mendekati satu piring besar kue pukis yang dia inginkan. “Kamu beli berapa sih Gee. Banyak banget!” tanya Debora sambil mengambil piring yang lebih kecil untuk membagi kue pukisnya. “Hmm, seratus lima puluh ribu, dagangannya langsung habis aku beli,” jawab Gerald dengan tersenyum bangga. Kue pukis dengan harga dua ribu perbuah, dia borong semua. “Tadi dapat bonus lima Babe.” Debora tersenyum, tidak heran lagi dengan cara suaminya mengabiskan uang. “Enak ‘kan Josh?” “Hmm. Iya, enak. Santannya terasa, manisnya pas dan tidak eneg. Dengan selai nanasnya jadi segar,” jawab Joshua setelah menghabiskan satu potong kue. “Iya. Dulu aku sering beli di situ kalau mau berangkat terbang. U
Meski Debora yakin Gerald akan mengizinkan dirinya menerima tamu di rumah, apalagi jika orang-orang yang selalu baik dengan dirinya juga sang ibu. Namun, demi melegakan sang ibu, yang tetap merasa tidak enak hati pada Gerald, hanya karena rumah itumilik Gerald, Debora pun menelepon Gerald. “Belum ada satu jam aku pergi, kamu sudah meneleponku, kangen ya, Babe?” tanya Gerald dengan wajah sumringah keluar dari mobilnya, menerima panggilan telepon Debora. Debora tersenyum mengakui, dirinya memang sudah merindukan Gerald, terlepas dari dirinya yang ingin memberi kabar akan mengundang tetangga kontrakannya ke rumah. “Pasti lagi tersenyum sekarang ya,” kata Gerald menggoda Debora dengan hembusan nafas Debora yang terdengar oleh Gerald. Gerald sudah sangat hafal apapun tentang Debora. “Ada apa Babe?” “Aku mau minta izin Gee,” jawab Debora sambil tersenyum senang. “Untuk?” tanya Gerald sambil terus melangkah memasuki lobby gedung kantornya. “T
Gerald tidak dapat menyangkal lagi jika hatinya telah terpaut pada Debora, dia rela memberikan seluruh jiwa dan raganya pada wanita yang telah mengandung anaknya itu. Gerald begitu memanjakan Debora, membuat Debora terkadang geli sendiri. Perlakuan Ginny pada Debora pun seolah tidak mau kalah dengan daddy-nya. Seolah mereka sedang berlomba untuk menyenangkan hati Debora. “Kalian ini, jangan manjakan aku seperti ini Gee. Nanti aku jadi pemalas. Tidak kamu, tidak Ginny. Ibu juga sama saja,” protes Debora saat Gerald melayani semua kebutuhannya. Bahkan satu minggu pertama sejak Debora di rumah, Gerald semakin sering di rumah dari pada ke kantor. Gerald dengan setia menemani Debora. Menggendong Debora saat waktunya mandi, dan menjadi tugas Ginny untuk menyisir rambut Debora. “Aku tahu kamu bukan pemalas, aku manjakan kamu, karena aku sayang kamu dan anak kita,” jawab Gerald dengan senyum. “Ginny juga sudah tidak sabar ingin lihat adiknya ‘kan. Jadi
Gerald tak melepaskan pandangannya dari Debora sejak aktivitas panas mereka di kamar mandi. Dia berada di dekat Debora dengan sabarnya. “Gee, geli deh, dengan sikap kamu yang seperti ini,” kata Debora merasa risih teus di perhatikan oleh Gerald dengan pandangan mesum.“Aku ‘kan kangen kamu,” jawab Gerald dengan senyum menyimpan sejuta keinginan.“Tadi ‘kan sudah puas. Berapa kali coba, hah!” tanya Debora heran. “Ini dipasang lagi ‘kan gara-gara kamu, yang tidak bisa kontrol barang kamu,” imbuh Debora sambil memegang selang oksigennya. Debora merasa sesak, karena jantungnya yang bekerja terlalu berat dengan aktifitas gila yang Gerald lakukan padanya tanpa henti, selama satu jam di kamar mandi.“Maaf,” jawab Gerald dengan senyum dan mencium tangan Debora.Kondisi Debora yang baru sadar dari koma di paksa untuk melayani nafsu Gerald yang Debora kira hanya sebent