Dengan langkah cepat Thomas menaiki tangga rumah Gerald yang berada di kawasan perumahan elit di Jakarta Utara.
Rumah besar bergaya minimalis dengan pemandangan pelabuhan yang ramai kapal-kapal cargo, menjadi pilihan Gerald, karena bisa menikmati sunset di atas teluk Jakarta itu.
Penuh percaya diri, Thomas mengetuk pintu kamar Gerald yang terbuat dari kayu jati lama bercat putih. Sebenarnya bisa saja Thomas masuk, karena dia tahu kode akses masuk, semua pintu yang ada di rumah Gerald.
“Kamu kemana saja, ini sudah siang?” tanya Gerald begitu pintu terbuka. Gerald sudah rapi dengan celana panjang dan kemeja yang di lipat ke siku.
“Saya ke rumah sakit Bos. Mencari gadis pramugari kemarin.”
Dengusan kasar keluar dari mulut Gerald sambil berjalan ke tangga. “Belum ku apa-apain sudah sakit,” gerutu Gerald kecewa.
“Bukan dia, Bos. Tapi ib
Debora berjalan dengan cepatnya di lorong rumah sakit sambil memakai giwangnya. Sebuah cardigan tersampir di lengannya yang juga menenteng tas. Sepan panjang hitam belahan samping berpadu blouse berenda dari leher turun ke bagian tengah kemeja, berwarnamerah maroon tanpa lengan mempercantik penampilannya.“Kamu mau ke mana Bora?” suara Dokter Irfan muncul dari belakang Debora.“Mau kerja Dok, Dokter mau pulang?” tanya Debora melihat Dokter Irfan yang sudah terlihat santai dengan kaos oblong dan celana denim dan sebuah ransel, di punggung, tanpa jas putihnya lagi.“Iya, sudah turun sift. Arah kamu ke mana, siapa tahu searah sama aku?”“Ke Jakarta Utara Dok,” jawab Debora tanpa mengurangi kecepatan langkahnya.“Fix, aku mau ke Penjaringan. Jadi kita searah, ayo!” kata Dokter Irfan berbohong. Sebenarnya dia mau pulang, yang rumah sewanya
“Ayo masuk manis, aku sudah menunggumu,” kata sang pria bule menarik tangan Debora yang masih berdiri memastikan dirinya tidak salah nomor kamar.Dibawanya Debora masuk dalam kamar, dan dengan kakinya yang panjang, bule itu menutup pintu.“Tuan, maaf saya salah kamar, maaf,” kata Debora yang mulai sadar dirinya dijebak. Debora memberontak saat melihat kamar sepi tidak ada aktifitas yang menunjukkan orang bekerja. Pi Hanya ada sang bule di depannya dan bisa dipastikan bule itu tidak memakai apapun di balik kimononya.“Tidak-tidak, kamu tidak salah kamar. Kamu disuruh Deviana datang ke sini ‘kan?” tanya sang bule dengan senyum senang. “Kamu manis, dengan kulit eksotis. Deviana benar-benar pintar memenuhi seleraku.”Si bule mendekatkan wajahnya pada wajah Debora, dia mulai mengendus harum tubuh Debora dengan hidungnya. Cengkraman tangannya makin kuat saat Debora memalingkan wajahnya dan memi
Gerald dan Thomas saling berpandangan. Thomas pun mengangguk mengambil inisiatif untuk mengajak Debora berdiri. Thomas menuntun Debora masuk dalam mobil Gerald.“Nona tenang ya, kita pergi dari sini,” kata Thomas dengan lembut meminta Debora duduk. Seat belt pun ditarik Thomas dan diikatkan ke tubuh Debora. “Maaf, permisi Nona,” kata Thomas saat melintasi tubuh Debora untuk mengaitkan seat belt.Gerald kemudian masuk ke mobilnya di belakang kemudi. Karena mobil itu hanya ada dua kursi, dan Gerald tidak mau kena omel mamanya karena telat pulang. Gerald harus membawa mobilnya sendiri.“Bos, lalu saya gimana?” tanya Thomas bingung. Maksud dirinya, dialah yang akan membawa Debora dan Gerald menunggu jemputan sopirnya.Gerald mengangkat kedua tangannya ke udara. “Kamu mau aku menunggu di sini? Enak saja,” jawab Gerald dengan cepat. “Lihat apa yan
Joshua menatap Debora dari atas ke bawah. Mimik wajahnya yang semula datar, menjadi lembut dan hangat.“Ini masih malam. Tidak ada kendaraan lagi. Besok saja kalau kamu mau pergi. Dan, kakakku pasti akan marah jika kamu pergi begitu saja, tanpa berpamitan dengannya,” kata Joshua sambil masuk ke pantry untuk mengambil minum.Tujuan Joshua turun dari kamarnya awalnya memang untuk mengambil air dan minum vitaminnya.“Saya perlu tas saya, tuan. Sepertinya saya tinggalkan di mobil hitam itu,” kata Debora menunjuk sebuah mobil sport hitam yang terparkir di teras. “Ponsel saya di dalam tas, setidaknya saya bisa mengabarkan pada Ibu saya kalau saya baik-baik saja.”Joshua setelah menelan vitamin penambah darah, langsung menegak habis air putih yang baru saja dia tuang dalam gelas.Glekk … glekk.Joshua menghabiskan satu gelas air di depan Debora, hingga Debora ikut merasa k
Debora ingin membantu bik War, kemudian mengambil pisau membantu bik War untuk membersihkan sayuran. Dalam hati, bik War, memandang Debora dengan takjub. Jemari lentik Debora yang terllihat terawat namun gesit dalam memainkan pisaunya saat mengupas dan memotong bawang. Debora terlihat sudah biasa memasak, membuat bik War bangga.Begitu ada Debora yang membantu bibinya, Arum keluar dari dapur untuk membersihkan rumah.“Non, dicari Mas Gerald,” kata Arum yang baru saja mengepel lantai atas.“Hah?” Debora terkejut sekaligus bingung denan perkataan Arum.“Mas, Gerald, pemilik rumah ini, mau bicara sama Nona,” kata Arum lagi dengan penuh tekanan, dan menatap Debora dengan senyum.Debora langsung meletakan pisaunya dan mencuci tangan. Baru satu langkah Debora keluar dari Dapur, dada bidang Gerald yang mengenakan kaos putih terhenti di depannya. Hampir saja Debora
Thomas membawa Debora ke rumah sakit tempat Pancawati dirawat. Debora langsung mendapat penanganan di Instalasi Gawat Darurat, karena belum sadarkan diri hingga di rumah sakit.Dengan sabarnya Thomas mengurusi Debora.“Ada apa dengan adik saya Dokter?” tanya Thomas pada Dokter jaga di IGD. Untuk yang kedua kalinya Thomas mengaku sebagai kakak Debora.“Tidak ada masalah serius Tuan. Sepertinya kelelahan dan kekurangan cairan. Adiknya sudah sadar, namun belum bisa di bawa pulang, sampai menghabiskan cairan infusnya,” jawab sang Dokter memberi pengertian.“Hmm, baiklah Dokter. Terima kasih banyak.” Thomas setengah membungkukkan badan pada sang Dokter, kemudian menghampiri Debora yang terbaring lemas di brankar.Dengan senyum ramah Thomas menyapa Debora. Sikapnya yang begitu perhatian bak seorang kakak Debora rasakan, karena jika menerka usia Thomas yang nampak lebih dewasa dari Debo
Debora dan Dokter Irfan tidak tahu saat mereka saling berciuman, Gerald berdiri dengan angkuhnya di depan tirai yang sedikit terbuka yang menutupi sal rawat Debora. Gerald yang akan masuk mengurungkan niatnya, saat melihat adegan mesra Debora dan Dokter Irfan.“Sialan pagi-pagi aku harus lihat seperti itu. Tunggu Debora, sebentar lagi kamu tidak akan bisa hidup tenang. Kamu tidak akan bisa berpacaran dengan bebasnya sebelum Ginny ada di tanganku,” gumam Gerald sambil berjalan keluar dari ruang IGD.Tujuan Gerald adalah ke kamar Pancawati. Gerald akan memainkan scenario barunya untuk membuat Debora mengikuti keinginannya.“Bos mau bertemu ibu Pancawati?” tanya Thomas yang melihat arah kaki Gerald. Thomas tidak menyangka Gerald akan dengan cepat menyusulnya ke rumah sakit.“Iya, gadis itu sudah punya pacar, jadi aku kira aku butuh sedikit drama agar gadis itu tidak bisa meno
Pancawati Tertipu Acting Gerald“Ohh, begitu. Jadi, kamu bohong ya kemarin, kalau bilang teman kerja Debora?” tanya Pancawati pada Thomas dengan tersenyum.Thomas akan menjawab Pancawati namun Gerald sudah mendahuluinya. “Iya, Bu, Gerald yang suruh bilang, karena alasan tidak ingin Ibu marah, tentang hubungan saya dengan Debora.”“Hmm, maaf ya Bu,” imbuh Thomas yang menyadari sandiwara Gerald. Gerald tersenyum senang pada Thomas yang bisa dia ajak untuk acting.“Sebentar lagi perawat akan membantu ibu untuk menjalani pemeriksaan sebelum kita berangkat Bu, untuk memastikan kondisi Ibu aman untuk terbang,” jelas Thomas lagi.“Hari ini kita berangkat, Nak?” tanya Pancawati menggenggam tangan Gerald.“Iya, Bu. Lebih cepat lebih baik bukan?” jawab Gerald seraya minta persetujuan Pancawati.&nbs