Debora ingin membantu bik War, kemudian mengambil pisau membantu bik War untuk membersihkan sayuran. Dalam hati, bik War, memandang Debora dengan takjub. Jemari lentik Debora yang terllihat terawat namun gesit dalam memainkan pisaunya saat mengupas dan memotong bawang. Debora terlihat sudah biasa memasak, membuat bik War bangga.
Begitu ada Debora yang membantu bibinya, Arum keluar dari dapur untuk membersihkan rumah.
“Non, dicari Mas Gerald,” kata Arum yang baru saja mengepel lantai atas.
“Hah?” Debora terkejut sekaligus bingung denan perkataan Arum.
“Mas, Gerald, pemilik rumah ini, mau bicara sama Nona,” kata Arum lagi dengan penuh tekanan, dan menatap Debora dengan senyum.
Debora langsung meletakan pisaunya dan mencuci tangan. Baru satu langkah Debora keluar dari Dapur, dada bidang Gerald yang mengenakan kaos putih terhenti di depannya. Hampir saja Debora
Thomas membawa Debora ke rumah sakit tempat Pancawati dirawat. Debora langsung mendapat penanganan di Instalasi Gawat Darurat, karena belum sadarkan diri hingga di rumah sakit.Dengan sabarnya Thomas mengurusi Debora.“Ada apa dengan adik saya Dokter?” tanya Thomas pada Dokter jaga di IGD. Untuk yang kedua kalinya Thomas mengaku sebagai kakak Debora.“Tidak ada masalah serius Tuan. Sepertinya kelelahan dan kekurangan cairan. Adiknya sudah sadar, namun belum bisa di bawa pulang, sampai menghabiskan cairan infusnya,” jawab sang Dokter memberi pengertian.“Hmm, baiklah Dokter. Terima kasih banyak.” Thomas setengah membungkukkan badan pada sang Dokter, kemudian menghampiri Debora yang terbaring lemas di brankar.Dengan senyum ramah Thomas menyapa Debora. Sikapnya yang begitu perhatian bak seorang kakak Debora rasakan, karena jika menerka usia Thomas yang nampak lebih dewasa dari Debo
Debora dan Dokter Irfan tidak tahu saat mereka saling berciuman, Gerald berdiri dengan angkuhnya di depan tirai yang sedikit terbuka yang menutupi sal rawat Debora. Gerald yang akan masuk mengurungkan niatnya, saat melihat adegan mesra Debora dan Dokter Irfan.“Sialan pagi-pagi aku harus lihat seperti itu. Tunggu Debora, sebentar lagi kamu tidak akan bisa hidup tenang. Kamu tidak akan bisa berpacaran dengan bebasnya sebelum Ginny ada di tanganku,” gumam Gerald sambil berjalan keluar dari ruang IGD.Tujuan Gerald adalah ke kamar Pancawati. Gerald akan memainkan scenario barunya untuk membuat Debora mengikuti keinginannya.“Bos mau bertemu ibu Pancawati?” tanya Thomas yang melihat arah kaki Gerald. Thomas tidak menyangka Gerald akan dengan cepat menyusulnya ke rumah sakit.“Iya, gadis itu sudah punya pacar, jadi aku kira aku butuh sedikit drama agar gadis itu tidak bisa meno
Pancawati Tertipu Acting Gerald“Ohh, begitu. Jadi, kamu bohong ya kemarin, kalau bilang teman kerja Debora?” tanya Pancawati pada Thomas dengan tersenyum.Thomas akan menjawab Pancawati namun Gerald sudah mendahuluinya. “Iya, Bu, Gerald yang suruh bilang, karena alasan tidak ingin Ibu marah, tentang hubungan saya dengan Debora.”“Hmm, maaf ya Bu,” imbuh Thomas yang menyadari sandiwara Gerald. Gerald tersenyum senang pada Thomas yang bisa dia ajak untuk acting.“Sebentar lagi perawat akan membantu ibu untuk menjalani pemeriksaan sebelum kita berangkat Bu, untuk memastikan kondisi Ibu aman untuk terbang,” jelas Thomas lagi.“Hari ini kita berangkat, Nak?” tanya Pancawati menggenggam tangan Gerald.“Iya, Bu. Lebih cepat lebih baik bukan?” jawab Gerald seraya minta persetujuan Pancawati.&nbs
“Hai babe, baru pulang ya,” sapa Gerald begitu melihat Debora berdiri di pintu, dipapah Dokter Irfan. Senyum palsu Gerald berikan pada Debora, dan tatapan benci pada Dokter Irfan.Debora terbengong dengan panggilan sayang dari Gerald kepada dirinya. Sikap laki-laki itu berbanding terbaling saat di rumahnya tadi pagi. Sikap manis dan sapaan lembut terdengar aneh di telinga Debora, apalagi mereka baru mengenal dan bertemu di saat yang salah.“Ibu,” panggil Debora mendekati Pancawati tidak menggubris sapaan Gerald. Debora memeluk Pancawati dan kemudian mencium tangan Pancawati.“Babe maafkan ya, tiba-tiba aku temui ibu. Aku rela kamu marah sama aku, tapi aku ingin ibu sembuh. Kamu ingin ibu sembuh ‘kan?” tanya Gerald dengan lembut dan menyentuh punggung Debora.“Jangan sentuh aku,” seru Debora kesal. Dia mengghempaskan tangan Gerald dari punggu
Debora menghela napas panjang, kesehatan ibunya dan karier orang-orang yang baik dipertaruhkan. Dan jika Polisi itu bertemu dengan ibunya, pasti akan membuat sang ibu sedih dan kondisinya akan menurun. Debora kemudian duduk lagi di seberang Gerald.“Untuk ibu dan mereka yang menyayangimu Debora,” gumam Debora dalam hati. Tangan kirinya memegang bibir yang satu setengah jam yang lalu dicium mesra oleh Dokter Irfan. “Maafkan aku Fan, ini karena aku juga mencintaimu,” ucap Debora dalam hati.“Apa ada syarat lain dari perjanjian ini?” tanya Debora memicingkan mata menatap Gerald yang masih sok cuek, membolak-balikkan ponsel menatapnya. Debora curiga, tidak mungkin Gerald tidak akan macam-macam dengan surat perjanjiannya.Gerald terkejut dengan pertanyaan Debora. Dalam hatinya dia memuji kecerdasan Debora, yang tiba-tiba mengingatkan tentang isi perjanjiannya. Bukan uang yang sedikit ya
Dua hari sudah Pancawati menjalani obeservasi untuk proses pencangkokan ginjal, berbagai tes pun harus dilakukan oleh tim Dokter yang akan menangani Pancawati. Beberapa tes yang harus dilakukan antara lain. tes darah dan jaringan, tes untuk HIV dan hepatitis, mamogragi, pap smear, cek jantung dan paru-paru hingga kolonoskopi.Pancawati termasuk beruntung bisa mendapatkan pendonor yang cepat, dan cocok, dan semua itu berkat uang dan kekuasaan Gerald.Dokter memilih pencangkokan dulu, sebelum Pancawati menjalani operasi mata dan kemudian operasi untuk memperbaiki struktur kulitnya yang sudah rusak. Mengingat kondisi ginjal Pancawati yang sudah parah, dan akan lemas jika terlambat hemodialisa.Dan satu jam yang lalu, Pancawati sudah masuk dalam ruang operasi. Debora menunggu di depan ruang operasi ditemani sepasang pengawal Gerald yang ditugaskan menjaga dan mengawasi Debora. Sedang Gerald malam setelah mengantar Pancaw
Gerald tiba di apartemen Debora dan masuk dengan kunci yang dia miliki. Debora baru saja selesai memakai gaun malamnya, namun belum sempat menutup resleting belakangnya.Gerald pun tak sengaja melihat punggung halus dengan kulit eksotis dan paha mulus Debora, yang berdiri membungkuk dengan satu kaki naik di atas kursi untuk memakai stocking di depan meja rias, karena pintu kamar Debora yang tidak ditutup. Dress selutut berwarna merah maroon dengan leher Sabrina, Debora dapat dari Stacy, telah mengekspos paha belakangnya jika Debora membungkuk, karena kain yang terangkat ke atas.Dengan duduk di sofa yang ada di depan kamar Debora, Gerald leluasa melihat gerak-gerik Debora di dalam kamar. Hanya dengan melihat punggung mulus Debora, Gerald sudah menelan kasar salivanya. Sudah lama Gerald tidak menikmati kulit halus wanita, yang biasanya menemani malam penatnya setelah bekerja seharian.Saat Debora mendongak untuk mengangkat kakinya, dir
Gerald mengantarkan Debora pulang. Sepanjang perjalanan mereka kembali saling membisu. Mereka sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Debora merasa penerimaan Bertha yang baik atas dirinya akan membantunya lebih mudah menghadapi sikap Gerald yang sering berubah-ubah kepadanya. Sedang Gerald memikirkan jalan untuk membentuk image memiliki pernikahan yang harmonis dan bahagia, dan semua orang harus tahu, agar ayah Letha mengetahuinya.“Aku tidak mengantarmu masuk, kamu naiklah sendiri,” kata Gerald begitu sampai di parkiran gedung apartemen. di lantai lima. Apartemen yang di tinggali Debora ada di lantai delapan, dari total tiga puluh lantai dari bangunan apartemen mewah itu.“Hmm, aku besok mulai kerja. Masih boleh ‘kan aku kerja?” tanya Debora dengan hati-hati. Memastikan jawaban Gerald untuk memberinya ijin bekerja.“Hmm, bekerjalah. Pak Yanto akan menjemputmu besok,&