Debora dan Dokter Irfan tidak tahu saat mereka saling berciuman, Gerald berdiri dengan angkuhnya di depan tirai yang sedikit terbuka yang menutupi sal rawat Debora. Gerald yang akan masuk mengurungkan niatnya, saat melihat adegan mesra Debora dan Dokter Irfan.
“Sialan pagi-pagi aku harus lihat seperti itu. Tunggu Debora, sebentar lagi kamu tidak akan bisa hidup tenang. Kamu tidak akan bisa berpacaran dengan bebasnya sebelum Ginny ada di tanganku,” gumam Gerald sambil berjalan keluar dari ruang IGD.
Tujuan Gerald adalah ke kamar Pancawati. Gerald akan memainkan scenario barunya untuk membuat Debora mengikuti keinginannya.
“Bos mau bertemu ibu Pancawati?” tanya Thomas yang melihat arah kaki Gerald. Thomas tidak menyangka Gerald akan dengan cepat menyusulnya ke rumah sakit.
“Iya, gadis itu sudah punya pacar, jadi aku kira aku butuh sedikit drama agar gadis itu tidak bisa meno
Pancawati Tertipu Acting Gerald“Ohh, begitu. Jadi, kamu bohong ya kemarin, kalau bilang teman kerja Debora?” tanya Pancawati pada Thomas dengan tersenyum.Thomas akan menjawab Pancawati namun Gerald sudah mendahuluinya. “Iya, Bu, Gerald yang suruh bilang, karena alasan tidak ingin Ibu marah, tentang hubungan saya dengan Debora.”“Hmm, maaf ya Bu,” imbuh Thomas yang menyadari sandiwara Gerald. Gerald tersenyum senang pada Thomas yang bisa dia ajak untuk acting.“Sebentar lagi perawat akan membantu ibu untuk menjalani pemeriksaan sebelum kita berangkat Bu, untuk memastikan kondisi Ibu aman untuk terbang,” jelas Thomas lagi.“Hari ini kita berangkat, Nak?” tanya Pancawati menggenggam tangan Gerald.“Iya, Bu. Lebih cepat lebih baik bukan?” jawab Gerald seraya minta persetujuan Pancawati.&nbs
“Hai babe, baru pulang ya,” sapa Gerald begitu melihat Debora berdiri di pintu, dipapah Dokter Irfan. Senyum palsu Gerald berikan pada Debora, dan tatapan benci pada Dokter Irfan.Debora terbengong dengan panggilan sayang dari Gerald kepada dirinya. Sikap laki-laki itu berbanding terbaling saat di rumahnya tadi pagi. Sikap manis dan sapaan lembut terdengar aneh di telinga Debora, apalagi mereka baru mengenal dan bertemu di saat yang salah.“Ibu,” panggil Debora mendekati Pancawati tidak menggubris sapaan Gerald. Debora memeluk Pancawati dan kemudian mencium tangan Pancawati.“Babe maafkan ya, tiba-tiba aku temui ibu. Aku rela kamu marah sama aku, tapi aku ingin ibu sembuh. Kamu ingin ibu sembuh ‘kan?” tanya Gerald dengan lembut dan menyentuh punggung Debora.“Jangan sentuh aku,” seru Debora kesal. Dia mengghempaskan tangan Gerald dari punggu
Debora menghela napas panjang, kesehatan ibunya dan karier orang-orang yang baik dipertaruhkan. Dan jika Polisi itu bertemu dengan ibunya, pasti akan membuat sang ibu sedih dan kondisinya akan menurun. Debora kemudian duduk lagi di seberang Gerald.“Untuk ibu dan mereka yang menyayangimu Debora,” gumam Debora dalam hati. Tangan kirinya memegang bibir yang satu setengah jam yang lalu dicium mesra oleh Dokter Irfan. “Maafkan aku Fan, ini karena aku juga mencintaimu,” ucap Debora dalam hati.“Apa ada syarat lain dari perjanjian ini?” tanya Debora memicingkan mata menatap Gerald yang masih sok cuek, membolak-balikkan ponsel menatapnya. Debora curiga, tidak mungkin Gerald tidak akan macam-macam dengan surat perjanjiannya.Gerald terkejut dengan pertanyaan Debora. Dalam hatinya dia memuji kecerdasan Debora, yang tiba-tiba mengingatkan tentang isi perjanjiannya. Bukan uang yang sedikit ya
Dua hari sudah Pancawati menjalani obeservasi untuk proses pencangkokan ginjal, berbagai tes pun harus dilakukan oleh tim Dokter yang akan menangani Pancawati. Beberapa tes yang harus dilakukan antara lain. tes darah dan jaringan, tes untuk HIV dan hepatitis, mamogragi, pap smear, cek jantung dan paru-paru hingga kolonoskopi.Pancawati termasuk beruntung bisa mendapatkan pendonor yang cepat, dan cocok, dan semua itu berkat uang dan kekuasaan Gerald.Dokter memilih pencangkokan dulu, sebelum Pancawati menjalani operasi mata dan kemudian operasi untuk memperbaiki struktur kulitnya yang sudah rusak. Mengingat kondisi ginjal Pancawati yang sudah parah, dan akan lemas jika terlambat hemodialisa.Dan satu jam yang lalu, Pancawati sudah masuk dalam ruang operasi. Debora menunggu di depan ruang operasi ditemani sepasang pengawal Gerald yang ditugaskan menjaga dan mengawasi Debora. Sedang Gerald malam setelah mengantar Pancaw
Gerald tiba di apartemen Debora dan masuk dengan kunci yang dia miliki. Debora baru saja selesai memakai gaun malamnya, namun belum sempat menutup resleting belakangnya.Gerald pun tak sengaja melihat punggung halus dengan kulit eksotis dan paha mulus Debora, yang berdiri membungkuk dengan satu kaki naik di atas kursi untuk memakai stocking di depan meja rias, karena pintu kamar Debora yang tidak ditutup. Dress selutut berwarna merah maroon dengan leher Sabrina, Debora dapat dari Stacy, telah mengekspos paha belakangnya jika Debora membungkuk, karena kain yang terangkat ke atas.Dengan duduk di sofa yang ada di depan kamar Debora, Gerald leluasa melihat gerak-gerik Debora di dalam kamar. Hanya dengan melihat punggung mulus Debora, Gerald sudah menelan kasar salivanya. Sudah lama Gerald tidak menikmati kulit halus wanita, yang biasanya menemani malam penatnya setelah bekerja seharian.Saat Debora mendongak untuk mengangkat kakinya, dir
Gerald mengantarkan Debora pulang. Sepanjang perjalanan mereka kembali saling membisu. Mereka sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Debora merasa penerimaan Bertha yang baik atas dirinya akan membantunya lebih mudah menghadapi sikap Gerald yang sering berubah-ubah kepadanya. Sedang Gerald memikirkan jalan untuk membentuk image memiliki pernikahan yang harmonis dan bahagia, dan semua orang harus tahu, agar ayah Letha mengetahuinya.“Aku tidak mengantarmu masuk, kamu naiklah sendiri,” kata Gerald begitu sampai di parkiran gedung apartemen. di lantai lima. Apartemen yang di tinggali Debora ada di lantai delapan, dari total tiga puluh lantai dari bangunan apartemen mewah itu.“Hmm, aku besok mulai kerja. Masih boleh ‘kan aku kerja?” tanya Debora dengan hati-hati. Memastikan jawaban Gerald untuk memberinya ijin bekerja.“Hmm, bekerjalah. Pak Yanto akan menjemputmu besok,&
Debora sudah bersiap di dalam pesawat Gerald, sejak satu jam yang lalu. Namun si empunya pesawat belum juga muncul batang hidungnya. Rasa kesal mulai menyelimuti hatinya. Hari pertama bekerja dengan Gerald sudah bad mood.Tepat satu jam tiga puluh menit menunggu, Gerald pun akhirnya datang. Dengan wajah angkuhnya dia memasuki pesawat di mana Debora dan Rama berdiri di samping pintu menyambutnya.“Ambilkan aku air dingin!” seru Gerald sambil duduk di kursi, dan melepas satu kancing jasnya.Debora yang mengiringi di belakangnya segera menjawab. “Makanannya juga tuan?” tanya Debora dengan lembut.“Nanti saja, aku mau air dingin dulu.”Debora pun mengangguk dan mengambilkan segelas air dingin di dapur. Irisan buah, juga dia siapkan dalam piring dengan wrapping plastic bening.Debora meletakkan air dingin dan irisan buah itu di meja depan kursi empuk Gerald. Tidak ada ucapan terima k
Debora mundur dari punggung Gerald, dengan sangat terpaksa melepas satu persatu kancing baju seragamnya. Helaan dapas kasar yang Debora hembuskan terdengar di telinga Gerald, membuat Gerald tersenyum menang.“Cepatlah, aku tidak punya banyak waktu!” seru Gerald sambil memainkan air yang mulai merendam tubuhnya. Gerald melirik pada Debora yang justru terpaku saat tersisa satu kancing lagi, dari baju motif batik mega mendung berwarna biru.“Ahh, sudahlah!. Lama,” seru Gerald kemudian keluar dari Jacuzzi, hanya dengan memakai celana dalamnya. Sontak saja Debora terkejut dan menjerit, sambil berbalik badan. Gerald hanya mengulum senyum dengan reaksi Debora.Gerald segera mengambil handuk dan mengurungkan niatnya untuk berendam. Gerald masuk lagi dalam kamarnya dan memilih untuk tidur di atas ranjangnya.Perlahan Debora keluar dari kamar mandi, setelah merapikan bajunya lagi. Dilihatnya Gerald sudah tertelung