Share

Bab 8: Mimpi Buruk di Tengah Malam

Malam itu, Rina merasa lelah luar biasa setelah kembali dari rumah tua. Mereka telah melakukan lebih dari yang dia bayangkan. Nyai Murni menutup pintu rumahnya, menyuruh Rina dan Bu Marni untuk beristirahat. “Kalian berdua butuh tidur. Besok kita akan merencanakan langkah berikutnya. Aku akan menjaga rumah ini untuk sementara,” kata Nyai Murni dengan lembut.

Rina mengangguk, matanya terasa berat. “Terima kasih, Nyai. Semoga kita tidak perlu menghadapi hal-hal menakutkan lagi.”

Namun, Rina tahu bahwa kata-katanya itu mungkin lebih merupakan harapan daripada kenyataan.

Malam itu, Rina tidur di kamar tamu rumah Nyai Murni. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terus berkutat dengan kejadian-kejadian yang baru saja mereka lalui. Apakah bayangan besar itu benar-benar telah pergi? Apakah Ambar dan roh-roh lainnya kini benar-benar bebas?

Sekitar tengah malam, Rina mulai terjaga dari tidurnya yang tidak nyenyak. Dia merasa ada sesuatu yang salah, sebuah energi gelap yang merayap di seluruh tubuhnya. Dia membuka matanya perlahan dan melihat ke sekeliling kamar. Gelap, hanya ada cahaya remang dari bulan yang masuk melalui celah-celah jendela.

Dan kemudian, dia mendengar suara itu. Suara gemerisik yang samar, seperti seseorang sedang berbisik dari sudut kamar. Rina duduk, mencoba mencari asal suara itu. Dadanya berdebar kencang saat dia melihat bayangan bergerak di sudut ruangan. Sebuah sosok berdiri di sana, tak bergerak, hanya menatap ke arahnya.

Rina merasakan tenggorokannya kering. "Siapa di sana?" tanyanya, suaranya bergetar. Tapi tidak ada jawaban.

Sosok itu mulai bergerak maju, perlahan-lahan mendekat ke tempat tidur. Wajahnya masih tidak jelas, tapi matanya… mata itu berkilat merah, persis seperti bayangan besar yang mereka lihat di ruang bawah tanah rumah tua itu.

“Tidak… ini tidak mungkin,” bisik Rina, merasa ketakutan merayap naik di tulang punggungnya.

Sosok itu terus mendekat, dan sekarang Rina bisa mendengar napasnya yang berat, seperti hembusan angin dingin di telinganya. Suara itu semakin dekat, semakin keras, sampai Rina bisa merasakan napas dingin itu di lehernya.

Rina melompat dari tempat tidur dan mencoba menyalakan lampu, tapi saklar lampu tidak berfungsi. Kegelapan masih menyelimuti ruangan itu, membuat sosok itu tampak semakin menyeramkan. Dia berlari ke pintu, mencoba membukanya, tapi pintu itu terkunci.

“Nyai! Bu! Tolong!” teriak Rina, berharap seseorang akan mendengar dan datang menolongnya. Namun, suara itu seolah-olah tertahan di tenggorokannya, terdengar begitu kecil di tengah kegelapan yang menakutkan.

Sosok itu semakin dekat, matanya yang merah menyala menatap lurus ke arahnya. “Kau tidak bisa lari,” bisik sosok itu dengan suara yang dalam dan menakutkan. “Kami tidak akan membiarkanmu pergi…”

Rina merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk. Dia terus mencoba membuka pintu, tetapi tidak ada yang berhasil. Kemudian, tiba-tiba, sosok itu menghilang, seolah-olah tersedot ke dalam kegelapan yang lebih pekat. Namun, sebelum Rina bisa merasa lega, dia merasakan sebuah tangan dingin menyentuh bahunya dari belakang.

Dia berbalik dengan cepat, dan di sanalah dia, sosok yang lebih kecil, tampak seperti Ambar. Tetapi kali ini, wajah Ambar tidak lagi damai. Wajahnya terlihat penuh rasa takut dan kesakitan. “Mereka tidak membiarkanku pergi,” bisik Ambar dengan suara yang putus asa. “Mereka masih di sini… mereka masih menginginkanku.”

Rina merasakan air matanya mengalir. “Ambar… kami sudah mencoba membantumu. Apa yang bisa kami lakukan lagi?”

Sebelum Ambar bisa menjawab, sosok itu ditarik mundur dengan keras, seolah-olah ada sesuatu yang menariknya ke dalam kegelapan. Jeritannya bergema di ruangan itu, membuat Rina tertegun ketakutan. Suara pintu berderit keras diikuti oleh suara langkah kaki yang terburu-buru.

Pintu kamar terbuka dengan keras, dan Nyai Murni serta Bu Marni masuk ke dalam ruangan dengan panik. “Rina! Apa yang terjadi?” seru Bu Marni sambil menyalakan senter yang dibawanya.

Nyai Murni segera melihat ke sekeliling, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. “Kau melihatnya, bukan?” tanyanya dengan suara tegas namun penuh perhatian. “Bayangan itu kembali?”

Rina hanya bisa mengangguk, masih terlalu terguncang untuk berbicara. “Dia… dia ada di sini. Dia datang untukku… dan untuk Ambar.”

Nyai Murni memejamkan matanya sejenak, menghela napas panjang. “Aku takut ini akan terjadi. Kekuatan itu… bayangan itu… dia belum sepenuhnya lenyap. Dan kini dia menginginkan lebih dari sekadar roh-roh yang terperangkap. Dia menginginkan kita.”

Bu Marni menatap Nyai Murni dengan takut. “Apa yang harus kita lakukan, Nyai? Apakah kita harus meninggalkan desa ini?”

Nyai Murni menggelengkan kepalanya. “Tidak, meninggalkan desa ini tidak akan menyelesaikan apa pun. Kekuatan gelap itu terikat dengan rumah tua itu dan segala yang pernah terjadi di sana. Kita harus menghadapinya, dan kali ini kita harus lebih siap.”

Rina akhirnya menemukan suaranya kembali. “Tapi bagaimana? Kita sudah melakukan ritual pembatalan, dan itu masih belum cukup. Apa lagi yang bisa kita lakukan?”

Nyai Murni melihat mereka dengan tatapan serius. “Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang bayangan itu, tentang kekuatan yang dimilikinya. Kita perlu lebih banyak informasi, lebih banyak pengetahuan. Aku tahu seseorang di desa ini yang mungkin bisa membantu kita. Dia seorang dukun tua, lebih tua dariku, dan dia memiliki pengetahuan tentang ilmu hitam yang sangat mendalam.”

Rina dan Bu Marni saling bertukar pandang. Meskipun rasa takut masih menghantui, mereka tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara. Mereka harus menemukan dukun tua itu dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk menghadapi bayangan tersebut.

“Kita akan pergi menemuinya besok pagi,” kata Nyai Murni. “Untuk sekarang, kita harus tetap bersama. Jangan pernah sendirian. Bayangan itu akan mencoba untuk memisahkan kita, dan kita tidak boleh membiarkan hal itu terjadi.”

Mereka bertiga memutuskan untuk tinggal di ruang tengah rumah Nyai Murni malam itu, duduk saling berdekatan dengan lampu senter dan benda-benda suci di sekeliling mereka. Mata mereka tetap terbuka, berjaga-jaga terhadap kegelapan yang mungkin kembali.

Dan saat malam semakin larut, mereka tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih menakutkan dan lebih berbahaya. Perjalanan mereka untuk mengungkap kebenaran dan melawan kekuatan gelap baru saja dimulai, dan bayangan yang menghantui mereka masih berkeliaran, menunggu saat yang tepat untuk menyerang lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status