.
Di saat hidup dan maut tak lagi berpembatas...., maka sadarlah...., dusta terselubung yang merajalela...., dosa-dosa yang luar biasa...., tumpukan harta riba...., kezaliman yang tak berhingga...., hanya akan semakin menenggelamkanmu ke dasar lautan yang paling dalam....!
*****
Seratus mil laut jauhnya setelah melintas di atas perairan kepulauan masalembo, secara mengejutkan, dua dari empat mesin turbo-propeller si burung besi Hercules lockheed C-130 dalam sebuah misi kemanusiaan mengangkut obat-obatan dan bahan makanan untuk korban bencana alam akhirnya menyerah kalah. Mesin pesawat mengalami kegagalan mekanikal karena over-load. Dua baling-baling pesawat tiba-tiba berhenti berputar.
“Bedebah....!” Sukhairi mendadak berteriak latah. Kedua bola matanya melotot plonga-plongo lihat sana sini tak tahu apakah sebenarnya yang telah terjadi.
“Kapten....! apakah anda nggak merasakan ada sesuatu? sentakan, atau mungkin pressure drop?” Pertanyaan itu terlontar dari mulut Letnan-dua sukhairi begitu ada suatu sentakan keras yang dia rasakan di kursi kopilot.
Adam, pemuda usia 27 tahun yang duduk di kursi sebelah kiri ruangan kokpit kemudi pesawat Hercules Lockheed C-130 itu juga merasakan adanya sentakan. Namun pilot termuda dengan pangkat Kapten di korps penerbang penerbangan angkatan udara itu masih belum menampakkan kepanikan.
“Dua engine down Letnan!” Sahut Adam memelototi instrumen-instrumen yang ada di hadapannya.
“Speed....! speed....! speed….! oh Tuhan, we need speed, kita kehilangan kecepatan Kapten.” Sukhairi sontak panik setelah mendengar. Letnan itu ikut melirik panel instrumen pesawat, namun tak satu pun keanehan yang dia temukan.
“Ini gila....!” Sentak Sukhairi garuk-garuk kepala.
Ruang kokpit kemudi pesawat mendadak bergetar, cukup kentara terasa. Hal itu menunjukkan kecepatan pesawat melambat, namun tak ada feed-back yang terlihat dari ‘air speed allert incicator pesawat. Sukhairi yang mengetahuinya gempar. Sampai-sampai dia mengetok-ngetok display indikasi kecepatan pesawat ‘speed allert indicator’ dengan jari-jarinya. Begitu panel instrumen itu dia ketok, bunyi ‘biib.... biib.... biib.... biib.... biib.... biib....’ kemudian terdengar panjang.
“Bedebah....!” Lagi-lagi Sukhairi berteriak latah. “Oh my god...., oh my god...., oh my god....!” Ucap Letnan itu lagi urut-urut dada setelah dia menyadarinya.
Lampu ‘air speed indicator’ yang mengindikasikan terjadinya perubahan pada kecepatan pesawat terlambat me-respon adanya sesuatu kejadian yang tak normal. Kesalahan timbal balik pada sistem pesawat seperti itu tak biasanya terjadi. Berkemungkinan suhu di luar pesawat begitu dingin hingga menyebabkan ‘icing’ atau peng-es-an yang menyumbat ‘pitot tube,’ sebuah sensor luar yang tertancap di dinding bahagian depan pesawat. Hal itu bisa mengakibatkan ‘error’ pada pembacaan instrumen pesawat. Lampu ‘air speed indicator’ baru saja berubah warna menjadi merah, lalu berkedip-kedip.
“Air speed....?” Mata Letnan-dua Sukhairi menyipit menyaksikan angka-angka digital yang tertera di sana perlahan berkurang. Hal itu menunjukkan adanya penurunan pada kecepatan pesawat.
“Oh Tuhan, air speed drop Kapten....!” Teriak Sukhairi menepuk jidat.
“Letnan, lihat sayap sebelah kiri.” Seru Adam tanpa menonjolkan kepanikannya. Perwira muda itu mengintip ke sisi bahagian kiri pesawat melalui kaca jendela, lalu dia menunjuk-nunjuk dengan jempol kirinya ke arah sayap.
“Dua baling-baling ‘propeller’ stuck!” Adam mengulangi. Suaranya masih terdengar datar mengetahui kedua mesin pendorong di sisi sayap sebelah kiri itu tak lagi berputar.
“Air speed drop, tapi sekarang stabil Kep.” Sukhairi menyela setelah dia memperhatikan instrumen yang ada di hadapannya.
“Tetap stabil di 310 knots, aman Kep.” Ucap Sukhairi lagi menarik napas lega.
“Bagus, keep it constant....!” Sambut Adam mengacungkan jempolnya.
Dua mesin pendorong mati, kecepatan pesawat terdeteksi berkurang. Namun untuk beberapa saat kecepatan masih terpantau stabil di 310 knot, atau 592 kilometer per jam. Tujuh sirip ‘propeller’ pada masing-masing mesin sisi kanan sayap masih gagah berputar seperti gasing, menyemburkan ‘thrust’ atau daya dorong ke depan.
Sukhairi kemudian mengintip ke kanan melalui kaca jendela. “Dua propeller sisi kanan terpantau normal Kep.” Ujar Letnan itu. Lega-lega ngeri jantung Sukhairi menyaksikan dua propeller atau baling-baling yang tergantung di sisi kanan sayap pesawat masih berputar seperti biasa. Tinggal dua nyawa baling-baling lagi kini yang masih tersisa.
“Ok, di copy.’ Adam menganggukkan kepala.
Pesawat sedang melintas di tengah-tengah lautan pada ketinggian jelajah terbang 28.000 kaki yang terpantau oleh Adam saat itu. Hampir setara dengan 8.500 meter di atas permukaan laut. Tepat seratus mil timur laut jauhnya dari kepulauan Masalembo. Masih sekitar 175 mil laut atau 314 kilometer lagi menuju landasan pacu terdekat Sultan Hasanuddin di kota Makassar. Masih lumayan jauh, namun itulah satu-satunya bandara terdekat yang bisa dijadikan alternatif untuk melakukan pendaratan darurat.
Kontak radio segera dilakukan oleh Kapten Adam dengan bandara pengawas setempat meminta izin untuk melakukan pendaratan darurat.
“Ujung control, this is foxrot oscar el si one three zero, our two engines is down, we declare an emergency condition.”
“flight level two eight zero, another one seven five miles from run way, we ask permission for an emergency landing.”
*****
Beberapa menit setelah kontak radio dilakukan, pesawat Hercules Lockheed C-130 itu terhuyung beberapa detik. Tak lama kemudian, secuil lagi sentakan kembali dirasakan dalam kokpit. Dengungan mesin sedikit melemah, lalu meninggi lagi beberapa saat. Kecepatan pesawat terpantau masih berfluktuasi.
“Oh no, no, no, no....!” Sukhairi celetuk lagi. Kemudian dia gigit-gigit jari. Dada yang tadi lega kini kembali ngeri.
“Air speed turun lagi Kep, di dua puluh persen sekarang!”
“Nggak apa-apa, lihat tuh sekarang kembali stabil kan?”
“Oh ya, benar Kep, mudah-mudahan tetap bertahan.”
“Saya yakin kita masih aman Letnan.”
Level penunjuk bahan bakar pesawat masih cukup banyak, tujuh puluh persen tersedia dari kapasitas penuhnya. “Fuel di tujuh puluh persen Letnan, tak ada masalah, tapi paling tidak kita butuh 35 menit lagi sampai di landasan.” Ujar Adam, pilot berpangkat Kapten usia 27 tahun itu.
Namun...., ketegangan sepertinya masih enggan pergi, kecepatan pesawat terpantau menurun lagi. Indikator kecepatan pesawat menunjukkan adanya penurunan berputar ke kiri. Kekalutan pun kembali menyergap Sukhairi.
“Air speer drop lagi Kapten....!” Sukhairi mencak-mencak ngeri.
“Bagaimana Kapten, apakah kita tetap proceed?”
“Letnan, tahan dulu….!”
Radar cuaca kebetulan diintip oleh Adam. Ternyata apa yang sedang terjadi di depan pesawat begitu mencengangkan. Warna merah terlihat berhamburan pada layar radar. Adam pun sontak diterjang keterkejutan.
“Subhanallah.... Allahuakbar....” Sekejap Adam berzikir bersunyi diri. Perwira itu mengatur keseimbangan antara tarikan nafas dan hembusannya, dia jaga agar tetap seirama untuk mengurai kepanikannya.
Adam baru saja mengetahui ternyata ada kendala lain yang lebih serius yang akan mereka hadapi. Awan-awan badai cumulonimbus mendadak bermunculan walau tak pernah diundang. Tumpukan-tumpukan acak berwarna merah mirip ceceran darah menghiasi layar radar. Sebagian terlihat bergerak menyebar, sebagian warna merah yang lainnya mulai membesar. Pembentukan awan-awan badai terjadi sebegitu cepat, dan celakanya lagi awan-awan itu memuncrat tepat di jalur pesawat.
“Ya Allah, bagaimana mungkin ini bisa terjadi dengan tiba-tiba?” Adam memelankan suaranya.
“Apa yang terjadi Kep?” Sukhairi menyela. Dia ikut mendengar apa yang dikatakan Adam tadi.
“Sekarang masalahnya bukan pada air speed, tapi tapi lihat itu Letnan. Ada badai di depan, pola awannya semakin menyebar.” Tunjuk Adam pada display monitor cuaca. Badai kentara sekali terlihat menghadang mereka beberapa mil laut jauhnya di depan sana. Yang menakutkan, badai itu ter-indikasi akan terus meluas dan menyebar ke mana-mana.
Sukhairi mendekatkan wajahnya ke layar radar cuaca. Dia ikut mengamati apa yang tergambar di sana. Kulit jidatnya langsung berkerut lima setelah dia mengetahuinya. “Ya Tuhan, badai….?” Ucap Letnan itu geleng-geleng kepala. “Petaka....!” Sambung Letnan itu lagi menabok jidat.
Pada layar monitor terbaca memang cukup banyak area ter-indikasi warna merah yang menunjukkan adanya konsentrasi awan badai di sana. Lokasinya tepat berada di jalur pesawat sebelum mencapai landasan. Sebaran awan-awan badai itu cukup luas. Jika terpaksa harus memilih menghindar, maka pesawat akan berputar terlalu jauh. Dengan kondisi kehilangan dua mesin pendorong ‘propeller’ sekaligus, kekuatan daya dorong akan terus merosot. Hal itu akan menyebabkan pesawat akan kehilangan daya angkat dan mengalami aeoro-dinamic-stall. Akan dapat dipastikan, pesawat keburu jatuh terjerembab sebelum berhasil mencapai landasan.
“Konsentrasi badai seratus lima puluh mil menjelang pantai.” Jelas Adam mencoba memperhitungkan. .
“Tiga puluh derajat ke kanan mungkin lebih aman Kep.” Usul Sukhairi berbelok 30 derajat menghindari badai.
“Terlalu jauh Letnan, altitude tak memungkinkan, lihat….! masih terus drop, sepertinya kita akan terus kehilangan ketinggian.”
“Kita terobos Kep?”
“Jangan Let, high risk, energi yang terkumpul di sana terlalu besar.”
“Emergency landing apa mungkin Kep?”
“Tak direkomendasikan Let, juga tak memungkinkan, kita cari pertimbangan lain, pasti ada jalan keluar yang lebih baik.”
“Benar-benar rumit Kep!”
“Memang Let, tapi kita search dulu, kita coba temukan jalur dengan risiko yang paling minimal.”
Kondisi sebaran awan-awan badai melalui monitor radar cuaca diamati lebih detail lagi oleh Adam. Beberapa bagian dia ‘zoom’ diperbesar beberapa kali agar dapat menganalisa lebih jelas. Ada beberapa bagian yang mempunyai risiko lebih kecil untuk dilewati dan kemungkinan pesawat tersambar petir juga lebih kecil.
“Ada celah di depan sana, itu mungkin lebih baik Letnan.”
“Arah jam ‘2’ Kapten, lihat indikasi warnanya, rute itu kelihatannya lebih aman.”
“Tak mungkin Letnan, pesawat akan terlalu jauh memutar. Lihat warna merah yang ada di depannya masih setumpuk lagi dan tak ada jalan keluar di sana.”
“Maaaak....! matilah aku, aku ini belum lagi sempat kawin Kep, bagaimana nasib ku ini nanti....?” Suara Sukhairi terdengar pilu, namun wajahnya terlihat lugu.
“Masih ada kemungkinan, lihat dua tumpukan itu Let!” Tunjuk Adam pada tumpukan dua awan badai yang sedang mendekat satu sama lainnya.
“Alammaaak, tambah mati lagi aku Kep!” Sukhairi menggerutu, wajahnya berubah sayu.
“Takut mati Let.?” Adam berseloroh.
“Siap, tidak Kep....!” Sukhairi menjawab serius.
“Tapi kan katanya belum kawin?” Adam masih berseloroh.
“Biar saja Kep, yang penting aku tidak akan meninggalkan seorang janda!” Sukhairi menganggapinya masih serius.
“Haaaah....?” Adam membesarkan matanya melihat Sukhairi begitu serius.
*****
Pergerakan tumpukan awan badai begitu acak, dan tampak tak merata di beberapa lokasi. Sebahagian terdeteksi meluas begitu cepat, namun ada juga terlihat pembentukan partikel-partikel uap air yang baru saja mengembang di dua titik. Masih ada terlihat celah kosong di antara dua gumpalan awan badai cumulonimbus yang saling mendekat satu sama lain, sekitar 11 mil laut jaraknya dari pesawat. Jika pesawat berhasil melewati celah itu sebelum kedua awan bersatu, hal itu akan jauh lebih baik untuk menghindari sambaran. “Belok sedikit ke kiri, perhatikan di sekitar sana ada celah arah jam ‘10’, pesawat tak terlalu jauh berbelok dan itu lebih aman.” Tunjuk Adam pada celah kosong yang terdeteksi di layar radar. “Kelihatannya mengambil rute itu jauh lebih baik, bagaimana Let.., ada masukan lain ke mana pesawat harus memutar?” Adam menyambung kalimatnya. “Ya Kep, jalur itu saja, masih sebelas mil laut di depan pesawat.” Pesawat Hercules Lockheed C-130 itu akhirnya berbelok
Aileron yang terletak di kiri-kanan sayap macet, tak bisa bergerak turun naik. Pesawat Hercules Lockheed C-130 itu gagal melakukan rolling untuk menghindar. Rudder yang ada pada trailling edge vertical stabilizer di bahagian ekor pesawat juga ngadat, tak bisa bergerak kiri kanan. Pesawat Hercules Lockheed C-130 itu juga gagal berputar untuk menghindar. Mengap-mengap jadinya pesawat Hercules itu menjelang kiamat. Menyentuh ambang badai, terjadi lagi suatu peristiwa aneh di sana. Badai yang tadi terlihat seperti asap hitam menyerupai awan badai cumulonimbus itu tiba-tiba saja berubah bentuk. Sepertinya terjadi suatu pusaran angin yang besar menerpa kabut asap itu hingga membentuk lengkungan yang sangat besar karena terpaan angin yang berputar-putar. Dapat dikatakan, gumpalan asap hitam itu kini menyerupai bentuk tempurung kelapa, atau sebuah mangkok raksasa, namun dalam keadaan tertelungkup. Lengkungan kabut hitam itu sangat luas, berdiameter hingga belasan kilometer. Dan j
Kapten Adam dan Letnan Suhhairi ikut jadi korban. Tubuh kedua orang Perwira muda itu berwarna merah menyala tersengat oleh ‘....surge current....’ atau suatu aliran listrik kejutan yang begitu kuat dengan suhu mencapai ratusan derajat celsius. Letnan-dua Sukhairi gugur seketika. Sementara itu Kapten Adam, Perwira muda yatim piatu usia 27 tahun yang duduk di kursi pilot itu menggelepar meregang nyawa di angkasa. Tubuh yang malang itu terbakar merah berputar-putar berjuang melawan kepedihan di sekujur tubuhnya. Menjelang detik-detik akhir hayatnya......, Perwira sekarat itu tiba-tiba saja dikagetkan oleh kemunculan suara gaib seorang wanita yang terdengar bergema dalam ruangan kokpit pesawat. Dialah.... wanita yang telah melahirkan pemuda itu ke atas dunia. “.......Adam.....! Adam.....! Adam anakku......!” Begitu terdengar suara seorang wanita bergema yang terdengar oleh Adam memanggil namanya. Suara itu begitu lembut, Adam sendiri dia tak pernah mendengar suara selembut
Enam bulan kemudian setelah kecelakaan pesawat Hercules Lockheed C-130 Tanggal 31 Desember: pukul 23:00 malam Ruang tunggu keberangkatan pesawat di malam pergantian tahun itu terlihat begitu padat. Lihatlah...., antrean di meja chek-in keberangkatan begitu panjang penuh sesak. Penumpang pesawat membludak, penjualan tiket on-line meledak-ledak. Maskapai penerbangan kaya mendadak, pilot dan pramugari dapat tambahan rezaki lumayan banyak. Memang...., kalau rezeki dari Yang Kuasa itu sudah datang, pasti tak ada yang doyan mengelak. Hiruk-pikuk, lalu-lalang ratusan orang penumpang di ruang tunggu keberangkatan sangat terasa amburadulnya sejak sore tadi. Semua sibuk bertanya ke sana kemari. Keberangkatan banyak yang delay.....? Tapi itu kan suatu hal yang sudah biasa terjadi. Calon penumpang terlihat adu urat leher dengan petugas ground bandara karena tak pastinya jam keberangkatan pesawat.....? Ah...., kayaknya itu juga sesuatu hal yang sudah biasa. Namun...., t
Salah seorang penumpang yang berada dalam ruangan tunggu keberangkatan pesawat di saat malam pergantian tahun itu adalah Adam. Seorang perwira muda usia dua puluh tujuh tahun yang doyan membaca. Hiruk-pikuk lalu-lalang ratusan orang penumpang yang semakin merajalela dia dalam ruangan tunggu itu seolah-olah tak mengusik pendengarannya. Pilot termuda dengan pangkat kapten di angkatan udara itu lebih memilih menunggu sambil membaca. Baru saja beberapa menit perwira muda bernama Adam itu melanjutkan bacaannya, tiba-tiba saja dia kembali di usik oleh suara seorang wanita berbicara dalam bahasa Inggris. “Excuse me sir, is this seat occupied.?” ..........maaf ya tuan, apakah kursi ini sedang kosong.........? Suara seorang wanita tiba-tiba saja menyerobot masuk ke telinga Adam. Seketika itu juga dia berhenti membaca. Sepasang kaki wanita mengenakan rok panjang dilihatnya tepat berdiri di depannya. Adam kemudian menengadahkan kepalanya ke atas, ternyata sepasang kaki itu ad
Sejenak...., pandangan gadis cantik dengan pukauan bola matanya yang biru itu bagai menggeledah pakaian seragam militer yang dikenakan oleh Adam. Cukup lama dia memperhatikan, seakan-akan dia terpesona dengan seragam itu. Lagi pula, melihat Adam begitu ramah, Ingrid pun tak segan-segan memulai sebuah pembicaraan dengan pemuda itu.“Sir, are you actually on duty now...?” ........tuan., apakah anda sedang dalam tugas sekarang.......? Ingrid mencoba membuka sebuah percakapan dengan Adam. “Oh, because of this uniform.?” ........oh., karena baju seragam ini......? Adam menunjuk baju seragam yang dia kenakan. “Yes..” ......ya...... Wanita itu menganggukkan kepala. Kedua bola matanya masih saja melekat pada pemuda itu. “But......, officially yes.” ..... tetapi..., sebenarnya memang iya..... Adam memelankan suaranya. Sepertinya dia agak risih menjawab kalau dirinya tengah berada dalam tugas di malam pergantian tahun itu. “Oh..... awesome, what a wonderful, you kno
(31 Desember – pukul 23:50 malam) Jarum jam terus melompat, hari menunjukkan pukul 23:50 malam, 10 menit menjelang tahun melompat. Namun pesawat Green air dengan nomor penerbangan XZ-1949 yang jadwal keberangkatan sebenarnya menuju Biak adalah pukul 23:45 tadi, masih belum juga ada pemberitahuan pukul berapa akan diberangkatkan. Ruang tunggu keberangkatan tiba-tiba berubah genit, mirip pasar kaget tanpa jual beli. Sepuluh menit menjelang pergantian tahun, belasan gadis bercelana ketat terlihat lenggak-lenggok masuk ruangan tunggu keberangkatan berjalan menggoyangkan pantat. Ternyata....., ada satu rombongan mahasiswa fakultas ilmu kelautan yang akan mengadakan penelitian di Biak. Mereka juga ikut dalam penerbangan XZ-1949 itu. Mengetahui adanya keterlembatan pemberangkatan pesawat, beberapa orang mahasiswi berduit sengaja ‘shoping’ terlebih dahulu di kawasan bisnis bandara. Mahasiswi centil yang terakhir masuk Mona namanya. Dia bersama Dini, Atun, Supiah dan K
(1 Januari- Pukul 01:00 dini hari) Jiwa yang yang terlelap itu tiba-tiba saja terlepas dari raganya. Lalu....., mengembara ke angkasa bagai elang emas yang lepas dari sarangnya. Sesosok benda putih menyerupai cahaya kilat seperti apa yang sering disaksikan oleh pemuda itu mendadak muncul dari balik awan hitam. Bagai cambuk api raksasa, sesosok benda putih itu melejit sebegitu cepat. Dalam sekejap mata, cahaya itu menyambar jiwa yang terlepas, hingga jatuh terjerembab ke dalam sebuah dimensi ruang yang lain. Pemuda itu merasakan dirinya tiba-tiba saja tercampak di dalam suatu ruangan asrama Perwira, tapi dia tak tahu di mana asrama itu sebenarnya. Asrama itu gelap dan pengap, seolah-olah telah bertahun-tahun tak pernah dijamah, begitu menyeramkan. Tak satu pun terdengar suara olehnya, semua membisu dalam kesunyian malam. Sesosok manusia berpakaian parasut terbang mirip penampakan yang muncul di ujung barak Bintara seperti apa yang sering dia lihat kini muncul l
Mendung kesedihan begitu gelapnya menimpa Ingrid, hingga meluluh lantahkan semua impian yang cukup lama terpendam. Dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca, gadis itu hanya mampu menatap pilu dinding kaca yang membatasi ruangan perawatan, begitu berharapnya dia sesosok pemuda menyerupai Adam itu muncul di sana kembali menampakkan senyumannya. Namun sayang...., sebegitu lamanya dia menatap ke sana tapi pemuda yang dia impi-impikan itu tak kunjung terlihat jua dalam pandangannya. Pupuslah sudah kini setetes harapan yang masih tersisa, hingga membuat dirinya tak mampu lagi menahan tetesan air mata. Mata yang memerah kini tak bisa lagi dia pejamkan, penglihatan gadis itu kemudian berserakan tak menentu mencoba mengurai kegelisahan yang melanda perasaan. Kedua bola matanya kemudian berputar ke sudut-sudut ruangan perawatan. Dipandanginya dinding-dinding kaca yang membentang yang membatasi ruangan, juga ditatapinya langit-langit kamar dengan sederetan lampu yang bercahaya tera
Lima hari setelah kecelakaan penerbangan XZ-1949 Lima hari sudah Ingrid terbaring lemah di salah satu ruang isolasi perawatan khusus sebuah rumah sakit ternama. Cidera yang dialami oleh gadis itu dalam musibah kecelakaan pesawat Airbus A320 lima hari yang lalu ternyata cukup parah. Dari hasil analisa tim dokter yang menangani kesehatannya, Ingrid baru akan bisa pulang ke negara asalnya paling cepat dalam waktu tiga minggu lagi. Setelah selamat dari musibah kecelakaan pesawat Airbus A320, gadis cantik bermata biru yang berkecimpung dalam dunia astrofisika itu tak lagi seceria seperti dulu. Mendung kedukaan begitu membelenggu perasaannya mengetahui Adam belum juga ditemukan hingga di hari ke lima itu. Hari-hari dirawat di rumah sakit, Ingrid hanya bisa menunggu perkembangan berita melalui media masa dan televisi. Di manakah sebenarnya keberadaan Adam kini...? apakah pemuda yang telah menyelamatkan hidupnya itu berhasil ditemukan...? Namun sayang..., apa yang ditunggu-tung
Waktu terus berjalan. Jarum jam berputar hingga dua kali keliling lingkaran. Malam pun sudah lama terlewatkan. Siang kini kembali datang. Langit biru terbentang luas tanpa awan. Matahari kembali bersinar terang. Panas yang terasa begitu garang. Ingrid setelah sehari semalam terkatung-katung di tengah-tengah lautan kini kembali siuman. Hawa panas dia rasakan menimpa seluruh anggota badannya. Mata terasa perih bagai terkena noda. Ingrid perlahan terjaga. Cahaya kuning kemerah-merahan dia rasakan menempel di balik kedua kelopak mata. Gadis itu kemudian mencoba membuka kedua matanya, namun apa daya dia tak bisa. Untuk sejenak, gadis itu berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang ada. Beberapa saat kemudian, dia coba menggerakkan kedua tangannya, namun juga masih tak bisa. Seluruh tubuh terasa kaku bagai mati rasa. Jangankan mengangkat tangan, untuk menggerakkan kelopak matanya saja dia masih tak berdaya. Ingrid akhirnya menyerah kalah kembali tak ingat apa-apa. Ada ses
Segelintir manusia memakai baju pelampung terlihat terapung-apung di atas lautan buas. Pelampung itu menyebar tercerai berai terpisah satu sama lain menuju ke sebuah pulau hantu tak berpenghuni. Merekalah itulah para penumpang pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan XZ 1949 yang berhasil selamat dari maut. Segelintir memang...., tapi itulah yang terjadi. Sebagian besar penumpang tenggelam sudah ke dasar lautan. Mereka kini hidup terkatung-katung di antara alam nyata dan alam gaib, puluhan orang jumlahnya. Mereka berada di alam lain dan kini hidup dalam kutukan. Merekalah....., para manusia yang selama hidup di dunia bergelimpangan dosa dan pesta-pora. Mereka para pembuat maksiat dan perusak yang tak pernah tobat. Penipu-penipu elit terselubung yang hidup mewah namun merajalela dalam kemunafikan. Semuanya itu kini tak ada lagi guna. Arwah-arwah mereka kini bergentayangan di dunia, disiksa oleh dosa-dosa yang tak berhingga. Mereka kini menjadi penghuni sebuah pulau
Terik matahari pagi di tengah-tengah lautan semakin ganas membakar. Namun sayang, Ingrid yang berada dalam keadaan cidera masih belum juga sepenuhnya sadar. Baju pelampung yang sedari tadi dikejar juga hanyut semakin menjauh. Keletihan yang luar biasa tak membuat Adam menyerah dengan begitu saja. Pemuda itu kembali berenang dan mengejar pelampung yang semakin hanyut. Tubuh Ingrid kembali dia seret dengan paksa. Gadis cantik itu merasakan tubuhnya menghempas di atas air ketika diseret Adam. Sakit dia rasakan di sekujur tubuhnya, hal itu merangsang sistem syarafnya untuk kembali terjaga. Kelopak matanya kemudian kembali terbuka, mulut bergerak komat-kamit seakan ingin berkata. Nyaris saja baju pelampung berhasil dicapai, namun Adam mendadak menghenti ayunan kakinya mendengar Ingrid mengerang kesakitan. Dilihatnya kelopak mata gadis itu kembali terbuka. “Ingrid, it is me Adam..., can you hear me...?” .......Ingrid, ini aku Adam, apakah kamu bisa mendengarkan aku......
Tenaga Adam terkuras habis, oksigen yang tersisa dalam dada juga semakin menipis, napas yang tersisa kini semakin kritis. Udara yang tadi terperangkap dalam ruang kokpit kini tak terlihat lagi, semuanya telah habis. Ada satu hal yang membuat Adam bertekad untuk tetap bertahan hidup, janji yang telah terlanjur dia ucapkan pada gadis itu untuk menyelamatkan nyawanya. Tak ingin Adam mati sebelum janji itu dia penuhi. Begitulah ikrar seorang tentara, pantang menyerah, pantang kalah. Nyawa Ingrid yang sekarat berada dalam dalam pelukannya harus dia selamatkan terlebih dahulu. Baju pelampung yang telah terpasang di badan Adam yang menghalangi pergerakannya dengan rela dia lepas agar bisa bergerak lebih bebas. Darah pemuda itu menggelegar di ujung napasnya yang terakhir, Adam bertahan di pintu kokpit beberapa detik. Tubuh Ingrid yang berada dalam pelukannya dia lepas sesaat. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, tubuh gadis itu dia dorong ke bawah keluar melalui pint
Tiga puluh orang lebih penumpang berhasil ke keluar dari jendela darurat setelah berjibaku adu otot. Beberapa orang lainnya tersangkut sebelum mencapai jendela darurat. Puluhan penumpang sudah terlebih dahulu tewas. Sebahagian lagi masih meregang nyawa tersangkut di antara kursi penumpang. Perjuangan curang berjibaku adu jotos mereka sia-sia belaka. Sebahagian besar dari mereka itu mengapung tanpa baju pelampung. Dengan susah payah mereka berenang menantang ombak. Napas sesak, mata perih, hidung pedih, badan letih dan perut kembung terminum air. Apa yang terjadi kemudian, belasan orang yang mengapung tanpa baju pelampung akhirnya menyerah kalah tak sanggup berjuang. Gelombang air laut menghadang. Tubuh-tubuh mereka kembali tenggelam dan menghilang. Tak jauh kalah. Potongan bahagian belakang dan ekor pesawat yang terpisah kondisinya jauh lebih parah. Tiga perempat bagiannya tenggelam sudah. Sisanya han
Sesuatu hal yang tak berguna dan sangat fatal kini terjadi di antara penumpang. Masing-masing orang berlomba-lomba ingin secepatnya mengembangkan baju pelampung dalam ruangan pesawat. Tanpa pikir panjang tali warna merah disentak ke bawah. Baju pelampung pun mengembang. Dan kini.., apa yang terjadi.....? Semuanya berebutan, satu sama lain saling dorong ingin secepatnya menuju jendela darurat dengan kondisi baju pelampung yang sudah terkembang. Hal itu tentu saja memperburuk keadaan, gang pesawat di antara kursi-kursi penumpang yang sempit kini semakin berdesakan tak bisa dilewati. Padahal...., prosedur penggunaan baju pelampung selalu diperagakan oleh pramugari-pramugari cantik dalam setiap kali keberangkatan pesawat. Bahkan..., ada juga yang mendengarnya belasan kali dalam sebulan. Namun dalam situasi panik membuat pikiran jadi beku tak bisa berpikir. Semuanya kehilangan akal sehat tak peduli apa itu maksudnya dengan mengembangkan baju pelampung setelah berada di
........Bahagian ini menceritakan kejadian yang mengerikan. Kebijaksanaan pembaca diperlukan (kalau takut jangan dibaca ya)......... ***** Penglihatan Adam tiba-tiba saja dikagetkan oleh kemunculan sebuah pulau misterius yang terlihat di tengah-tengah lautan. Pulau yang muncul itu menyeramkan, terlihat tandus dipenuhi gunung-gunung batu tanpa pepohonan. Banyak terlihat bangunan-bangunan aneh mirip tembok besar di cina, piramida atau candi yang menghiasi sebahagian besar permukaan pulau itu. “Pulau itu lagi...? mustahil.!” Mata Adam terbelalak tak percaya. Adam masih ingat, pulau itulah yang pernah dia saksikan enam bulan yang lalu. Begitu angker terlihat, pulau itulah yang membawa bencana bagi Adam enam bulan yang lalu. Hanya beberapa detik setelah Adam menyaksikan kemunculan pulau itu, pesawat Hercules Lockheed C-130 yang dia piloti meledak di angkasa dan hancur berkeping-keping sebelum tercebur ke dalam lautan. Tak ada firasat apa-apa yang dirasakan ol