Tanggal 31 Desember: pukul 23:00 malam
Ruang tunggu keberangkatan pesawat di malam pergantian tahun itu terlihat begitu padat. Lihatlah...., antrean di meja chek-in keberangkatan begitu panjang penuh sesak. Penumpang pesawat membludak, penjualan tiket on-line meledak-ledak. Maskapai penerbangan kaya mendadak, pilot dan pramugari dapat tambahan rezaki lumayan banyak. Memang...., kalau rezeki dari Yang Kuasa itu sudah datang, pasti tak ada yang doyan mengelak.
Hiruk-pikuk, lalu-lalang ratusan orang penumpang di ruang tunggu keberangkatan sangat terasa amburadulnya sejak sore tadi. Semua sibuk bertanya ke sana kemari. Keberangkatan banyak yang delay.....? Tapi itu kan suatu hal yang sudah biasa terjadi. Calon penumpang terlihat adu urat leher dengan petugas ground bandara karena tak pastinya jam keberangkatan pesawat.....? Ah...., kayaknya itu juga sesuatu hal yang sudah biasa.
Namun...., ternyata ada juga sesuatu yang tak biasa terjadi di malam pergantian tahun itu. Suara teriakan marah-marah seorang wanita tak kalah sengitnya juga terdengar di antara hiruk-pikuk suasana ruang tunggu keberangkatan pesawat di malam itu. “Hei playboy korengan..! kamu dengar ya baik-baik kata-kata saya..!” Suara judes seorang wanita terdengar bergema dari salah pojok ruang tunggu.
“Kamu itu yang nggak tahu diri.....! kamu itu yang egois tak punya perasaan..! kamu memang playboy cap kodok..!” Begitu aksen wanita itu mencak-mencak melalui handphone barunya berwarna merah jambu. Begitu bengis terdengar, melebihi bengisnya teriakan seorang ibu tiri.
Lisa nama wanita yang lagi marah-marah itu. Gadis keturunan perancis alias “peranakan cina sunda“ salah seorang calon penumpang pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan XZ-1949 yang akan berangkat menuju Biak pukul 23:45. Tak peduli baginya penumpang lain yang berada di sekitar sana. Tiga menit lamanya dia mencak-mencak, entah mengapa suara Lisa tiba-tiba saja macet tersendat di kerongkongan. Matanya yang genit tak sengaja tersangkut pada seorang perwira muda berpakaian dinas kemiliteran yang tepat duduk di depannya.
Pemuda yang dilirik oleh Lisa itu sedari asyik saja membaca. Padahal dia itu adalah seorang tentara, bukan seorang mahasiswa, apalagi pasca sarjana. Begitu tampan dan terlihat berwibawanya dia. Pangkatnya saja kapten, terlihat jelas dari tanda tiga garis strip kuning yang melekat di kedua bahunya. Dia itu ternyata seorang perwira penerbang, bahkan pilot termuda lagi yang menyandang pangkat kapten di kesatuannya. Adam namanya, mulai bulan januari nanti, perwira muda itu mendapat tugas baru selama beberapa bulan di Papua.
Puas memandang perwira pemuda itu, bibir Lisa yang bergincu kembali beringas. “Hei enak saja kamu ya..!” Teriak Lisa lagi melaui handphonenya. Mencak-mencak gadis anak orang kaya itu ternyata masih berlanjut.
“Kamu itu yang selingkuh dengan dia kok malah aku yang kamu suruh harus minta maaf....., emang nya kamu itu siapa..! seorang pangeran haah......? benar-benar memalukan tak tahu diri kamu..! petantang petenteng hanya jual tampang....! padahal kamu itu pengangguran, kamu jangang bohong....! aku sudah tahu semuanya....!” Sorak Lisa semakin beringas. Handphone kemudian dia matikan seketika.
Mendengar celotehan seseorang, pemuda bernama Adam yang duduk tepat di depan Lisa itu mengarahkan penglihatannya ke arah gadis itu. Lisa yang sedari tadi memang mencuri pandang berakting pura-pura malu. Kedua bola mata Lisa yang genit kembali beraksi. Seragam yang dikenakan oleh pemuda itu dia perhatikan, termasuk atribut kemiliteran yang Lisa sendiri tak sebegitu paham apa itu artinya. Namun dia yakin pemuda itu adalah pasti seorang Perwira. “...andai saja dia..., oh begitu tampan dan bersahajanya...” Gumam Lisa dengan tatapan lugu.
Sayang sekali, tatapan Lisa yang genit pada perwira itu hanya berlangsung sesaat. Ada panggilan masuk, handphone Lisa kembali berdering. Gadis itu kesal, belum puas lagi tatapan matanya yang genit itu beraksi, namun dirinya kini sudah terusik lagi, seketika itu juga handphonenya itu langsung dia matikan. Beberapa detik kemudian, lagi-lagi handphone Lisa berdering, kali ini panggilan itu dia jawab, tapi dengan makian.
Amarah Lisa memuncak, dia langsung membentak membentak dengan mencak-mencak. “Hei, sudah ya.....! aku sudah muak dengan kamu.....! dasar lelaki pengangguran....., kamu memang playboy cap kodok, playboy murahan....!” Handphone itu dia pencet, langsung mati seketika.
Handphone nya kembali berdering. “Masa bodo.!” Jawab Lisa singkat, sesingkat-singkatnya. Hanya dua kata, handphone itu langsung dia matikan. Satu detik kemudian, handphone itu berdering lagi.
“Hei.! playboy murahan cap kodok....! dengarin aku baik-baik ya, kita berdua putus mulai hari ini, mulai jam ini, dan detik ini juga, pokoknya detik ini juga putus, titik....!” Power handphone dia pencet habis-habisan, langsung mati deh, dan tak mungkin lagi berdering.
Begitulah aksen Lisa, gadis tinggi behenol yang mengenakan baju warna ungu bergambar hello kitty itu kalau lagi marah melalui handphone, seram tapi menggelikan. Padahal, penumpang lain yang berada di dekatnya mendengar semua apa yang dia katakan. Namun, mungkin saja karena kesal yang memuncak, hingga wanita cantik itu pun tak peduli apa kata orang-orang yang ada di sekelilingnya.
“Masa bodoh..!” Begitu mungkin pikirnya.
Hi.., hi.., hi..., ternyata Lisa lagi perang sengit dengan seseorang, tapi perang tanpa senjata. Musuhnya adalah ‘play boy cap kodok’ seperti apa yang dia sebut-sebut di handphone tadi, dan orang itu tak lain adalah cowok nya sendiri yang sering kepergok selingkuh di caffe pojok.
Pemuda yang bernama Adam itu tak lagi memperhatikan Lisa yang doyan marah-marah. Padahal gadis cantik dengan lekuk tubuh yang aduhai itu sudah begitu perfect nya beraksi untuk memancing perhatian. Sejenak Lisa masih berdiri di sana sembari mencuri pandang, namun pemuda itu semakin tak menghiraukan. Dia bahkan kembali membolak-balik bukunya asyik dengan bacaan. Mengetahui pemuda itu tak lagi memperhatikan dirinya, Lisa gadis mempesona anak orang kaya itu pun akhirnya cepat-cepat berlalu dari sana.
*****
Malam terakhir bulan Desember merangkak mendekati larut. Jarum jam menunjukkan pukul 11.07 malam, menit-menit menghampiri pergantian tahun semakin mendekat. Sampai saat itu, ruang tunggu keberangkatan pesawat di bandara sepertinya masih enggan merayap senyap.
Penerbangan banyak yang tertunda di malam pergantian tahun itu. Lalu lintas di udara katanya lagi pada macet. Padahal juga...., tak ada ‘traffic light’ lampu merahnya di atas sana, apalagi yang namanya razia gabungan atau operasi zebra, tentu saja itu tak pernah ada. Jam keberangkatan pesawat dengan nomor penerbangan XZ 1949 dengan tujuan Biak belum juga ada kepastiannya. Menunggu pun mulai bosan, belum tahu entah sampai kapan
Sebahagian dari penumpang mengisi waktu dengan permainan game seru di beberapa pojok ruangan. Penumpang yang sempat ngorok dalam ruang tunggu juga ada. Yang bengong lalu-lalang tak tentu arah banyak juga. Kalau yang berduit seperti orang-orang berdasi lebih memilih nongkrong di ruangan excecutive yang tentu saja harganya selangit.
Beberapa orang lelaki ‘sejati’ lebih memilih bersemedi dengan sabar di smoking area yang sempit. Walaupun dipenuhi asap rokok memedihkan mata, namun mereka tetap duduk dengan tenang sembari menikmati hisap demi hisap lintingan tembakau beracun yang sudah digulung rapi oleh tangan-tangan cekatan di pabriknya.
******
Salah seorang penumpang yang berada dalam ruangan tunggu keberangkatan pesawat di saat malam pergantian tahun itu adalah Adam. Seorang perwira muda usia dua puluh tujuh tahun yang doyan membaca. Hiruk-pikuk lalu-lalang ratusan orang penumpang yang semakin merajalela dia dalam ruangan tunggu itu seolah-olah tak mengusik pendengarannya. Pilot termuda dengan pangkat kapten di angkatan udara itu lebih memilih menunggu sambil membaca. Baru saja beberapa menit perwira muda bernama Adam itu melanjutkan bacaannya, tiba-tiba saja dia kembali di usik oleh suara seorang wanita berbicara dalam bahasa Inggris. “Excuse me sir, is this seat occupied.?” ..........maaf ya tuan, apakah kursi ini sedang kosong.........? Suara seorang wanita tiba-tiba saja menyerobot masuk ke telinga Adam. Seketika itu juga dia berhenti membaca. Sepasang kaki wanita mengenakan rok panjang dilihatnya tepat berdiri di depannya. Adam kemudian menengadahkan kepalanya ke atas, ternyata sepasang kaki itu ad
Sejenak...., pandangan gadis cantik dengan pukauan bola matanya yang biru itu bagai menggeledah pakaian seragam militer yang dikenakan oleh Adam. Cukup lama dia memperhatikan, seakan-akan dia terpesona dengan seragam itu. Lagi pula, melihat Adam begitu ramah, Ingrid pun tak segan-segan memulai sebuah pembicaraan dengan pemuda itu.“Sir, are you actually on duty now...?” ........tuan., apakah anda sedang dalam tugas sekarang.......? Ingrid mencoba membuka sebuah percakapan dengan Adam. “Oh, because of this uniform.?” ........oh., karena baju seragam ini......? Adam menunjuk baju seragam yang dia kenakan. “Yes..” ......ya...... Wanita itu menganggukkan kepala. Kedua bola matanya masih saja melekat pada pemuda itu. “But......, officially yes.” ..... tetapi..., sebenarnya memang iya..... Adam memelankan suaranya. Sepertinya dia agak risih menjawab kalau dirinya tengah berada dalam tugas di malam pergantian tahun itu. “Oh..... awesome, what a wonderful, you kno
(31 Desember – pukul 23:50 malam) Jarum jam terus melompat, hari menunjukkan pukul 23:50 malam, 10 menit menjelang tahun melompat. Namun pesawat Green air dengan nomor penerbangan XZ-1949 yang jadwal keberangkatan sebenarnya menuju Biak adalah pukul 23:45 tadi, masih belum juga ada pemberitahuan pukul berapa akan diberangkatkan. Ruang tunggu keberangkatan tiba-tiba berubah genit, mirip pasar kaget tanpa jual beli. Sepuluh menit menjelang pergantian tahun, belasan gadis bercelana ketat terlihat lenggak-lenggok masuk ruangan tunggu keberangkatan berjalan menggoyangkan pantat. Ternyata....., ada satu rombongan mahasiswa fakultas ilmu kelautan yang akan mengadakan penelitian di Biak. Mereka juga ikut dalam penerbangan XZ-1949 itu. Mengetahui adanya keterlembatan pemberangkatan pesawat, beberapa orang mahasiswi berduit sengaja ‘shoping’ terlebih dahulu di kawasan bisnis bandara. Mahasiswi centil yang terakhir masuk Mona namanya. Dia bersama Dini, Atun, Supiah dan K
(1 Januari- Pukul 01:00 dini hari) Jiwa yang yang terlelap itu tiba-tiba saja terlepas dari raganya. Lalu....., mengembara ke angkasa bagai elang emas yang lepas dari sarangnya. Sesosok benda putih menyerupai cahaya kilat seperti apa yang sering disaksikan oleh pemuda itu mendadak muncul dari balik awan hitam. Bagai cambuk api raksasa, sesosok benda putih itu melejit sebegitu cepat. Dalam sekejap mata, cahaya itu menyambar jiwa yang terlepas, hingga jatuh terjerembab ke dalam sebuah dimensi ruang yang lain. Pemuda itu merasakan dirinya tiba-tiba saja tercampak di dalam suatu ruangan asrama Perwira, tapi dia tak tahu di mana asrama itu sebenarnya. Asrama itu gelap dan pengap, seolah-olah telah bertahun-tahun tak pernah dijamah, begitu menyeramkan. Tak satu pun terdengar suara olehnya, semua membisu dalam kesunyian malam. Sesosok manusia berpakaian parasut terbang mirip penampakan yang muncul di ujung barak Bintara seperti apa yang sering dia lihat kini muncul l
(1 Januari- Pukul 01:30 dini hari) Tahun baru saja berganti. Proses boarding penumpang pesawat XZ-1949 masih belum tuntas. Tinggal belasan penumpang lagi, kebanyakan ibu-ibu yang membawa anak kecil dan orang berumur yang kalah kuat bersaing di saat memasuki pesawat. Namun ada juga sepasang muda-mudi yang terlambat karena ketiduran berduaan. Ingrid Rose yang tadi masuk ke dalam pesawat bersama Adam lebih dahulu duduk di kursi nomor 7A di sisi jendela sebelah kiri. Adam masih melangkahkan kaki menuju kursi barisan tengah. Entah apa yang terjadi, namun.... langkah perwira itu tiba-tiba saja terhenti di tengah-tengah gang pesawat yang sempit. Ada sesuatu yang mengusik penglihatannya, seberkas cahaya putih berkedip-kedip tiba-tiba saja menyerobot masuk melalui kaca-kaca jendela pesawat. Cukup lama dia menatap, hingga menimbulkan tanda tanya yang besar bagi dirinya. Mata batin pemuda yang mempunyai kemampuan luar biasa itu tiba-tiba saja terperangkap dalam suat
(1 Januari – pukul 01:55 dini hari) Baru saja beberapa menit pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan XZ-1949 itu mengudara pada ketinggian jelajah terbangnya, Moni, seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi nomor 3B kelas bisnis langsung kebelet ingin ke toilet. Moni melirik arloji mungilnya..., jam menunjukkan pukul 01:55 dini hari. Namun...., Moni apes, baru saja dia berdiri dari duduknya, seorang pria berpakaian kelelawar serba hitam tiba-tiba berjalan ngebut menyalip langkahnya. “Waduh..., sial tuh orang, padahal aku lagi kebelet bener..!” Celoteh Moni monyong-monyong. Langkah pertamanya langsung terganjal, Moni kembali duduk menghempaskan pantattnya di kursi pesawat. Suatu keanehan terlihat oleh Moni, seseorang berpakaian hitam itu secara misterius menghilang tepat di depan pintu toilet. “Wah..., ke mana perginya orang itu, kok tiba-tiba dia bisa menghilang...?” Moni melongo melihat kaget. Belum sempat lagi kekagetan Moni menghilang, la
(1 Januari - pukul 02:06 dini hari) Beberapa menit setelah teriakan Moni berlalu, suasana dalam ruang kabin penumpang pesawat Airbus A320 itu kembali merayap sunyi. Hawa dingin menyerang, kantuk pun mengundang. Sebahagian besar penumpang yang memang sudah kelelahan terlalu lama menunggu di bandara tadi kini tertidur dengan pulasnya. Yang terdengar hanya suara dengingan mesin turbo-jet pesawat yang tak berirama. Di luar pesawat terlihat sangat gelap. Kedipan lampu-lampu navigasi pesawat berwarna putih menyala terlihat jelas di wing tip yang terdapat di kedua ujung sayap. Itulah satu-satunya pemandangan yang bisa dinikmati oleh penumpang yang kebagian tempat duduk di deretan jendela. Pramugari cantik juga tak terlihat lagi, bersembunyi dibalik tirai di bagian depan dan belakang kabin pesawat. Hampir setengah jam mengudara, pesawat melaju tanpa guncangan di antara indahnya malam dan taburan bintang. Kecepatan pesawat terpantau di posisi 438 knots, atau hampir mendekat
Ketakutan di benak Lisa semakin menggila. Sembari berteriak, pintu itu kemudian dia pukul-pukul dengan sekuat tenaga. Aneh yang dirasakan Lisa, karena tak ada seorang pun yang mendengar teriakannya. Kembali Lisa mencoba. Dia menjerit lagi, juga minta tolong lagi. Namun Sia-sia belaka. Hingga kelelahan pun Lisa menjerit, namun masih tak ada seorang pun yang mendengarnya. Kelelahan pun mulai terasa. Lisa akhirnya berhenti menjerit. “Tak mungkin...!” Lisa menggelengkan kepala. “Mengapa pramugari dan penumpang yang duduk di samping toilet tak mendengar....?” Pikir Lisa lagi merasa ada sesuatu yang aneh. Memang terasa aneh. Padahal Lisa ingat. Selain penumpang, dia juga melihat ada dua orang pramugari yang bertugas di kabin bahagian belakang pesawat sedang duduk di sana tadi. Tak mungkin jika tak ada seorang pun yang mendengar teriakannya. Melihat pintu toilet itu tak bisa dibuka, sesosok makhluk yang kesal itu tertawa pada Lisa. Seolah-olah dia mengejekn
Mendung kesedihan begitu gelapnya menimpa Ingrid, hingga meluluh lantahkan semua impian yang cukup lama terpendam. Dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca, gadis itu hanya mampu menatap pilu dinding kaca yang membatasi ruangan perawatan, begitu berharapnya dia sesosok pemuda menyerupai Adam itu muncul di sana kembali menampakkan senyumannya. Namun sayang...., sebegitu lamanya dia menatap ke sana tapi pemuda yang dia impi-impikan itu tak kunjung terlihat jua dalam pandangannya. Pupuslah sudah kini setetes harapan yang masih tersisa, hingga membuat dirinya tak mampu lagi menahan tetesan air mata. Mata yang memerah kini tak bisa lagi dia pejamkan, penglihatan gadis itu kemudian berserakan tak menentu mencoba mengurai kegelisahan yang melanda perasaan. Kedua bola matanya kemudian berputar ke sudut-sudut ruangan perawatan. Dipandanginya dinding-dinding kaca yang membentang yang membatasi ruangan, juga ditatapinya langit-langit kamar dengan sederetan lampu yang bercahaya tera
Lima hari setelah kecelakaan penerbangan XZ-1949 Lima hari sudah Ingrid terbaring lemah di salah satu ruang isolasi perawatan khusus sebuah rumah sakit ternama. Cidera yang dialami oleh gadis itu dalam musibah kecelakaan pesawat Airbus A320 lima hari yang lalu ternyata cukup parah. Dari hasil analisa tim dokter yang menangani kesehatannya, Ingrid baru akan bisa pulang ke negara asalnya paling cepat dalam waktu tiga minggu lagi. Setelah selamat dari musibah kecelakaan pesawat Airbus A320, gadis cantik bermata biru yang berkecimpung dalam dunia astrofisika itu tak lagi seceria seperti dulu. Mendung kedukaan begitu membelenggu perasaannya mengetahui Adam belum juga ditemukan hingga di hari ke lima itu. Hari-hari dirawat di rumah sakit, Ingrid hanya bisa menunggu perkembangan berita melalui media masa dan televisi. Di manakah sebenarnya keberadaan Adam kini...? apakah pemuda yang telah menyelamatkan hidupnya itu berhasil ditemukan...? Namun sayang..., apa yang ditunggu-tung
Waktu terus berjalan. Jarum jam berputar hingga dua kali keliling lingkaran. Malam pun sudah lama terlewatkan. Siang kini kembali datang. Langit biru terbentang luas tanpa awan. Matahari kembali bersinar terang. Panas yang terasa begitu garang. Ingrid setelah sehari semalam terkatung-katung di tengah-tengah lautan kini kembali siuman. Hawa panas dia rasakan menimpa seluruh anggota badannya. Mata terasa perih bagai terkena noda. Ingrid perlahan terjaga. Cahaya kuning kemerah-merahan dia rasakan menempel di balik kedua kelopak mata. Gadis itu kemudian mencoba membuka kedua matanya, namun apa daya dia tak bisa. Untuk sejenak, gadis itu berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang ada. Beberapa saat kemudian, dia coba menggerakkan kedua tangannya, namun juga masih tak bisa. Seluruh tubuh terasa kaku bagai mati rasa. Jangankan mengangkat tangan, untuk menggerakkan kelopak matanya saja dia masih tak berdaya. Ingrid akhirnya menyerah kalah kembali tak ingat apa-apa. Ada ses
Segelintir manusia memakai baju pelampung terlihat terapung-apung di atas lautan buas. Pelampung itu menyebar tercerai berai terpisah satu sama lain menuju ke sebuah pulau hantu tak berpenghuni. Merekalah itulah para penumpang pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan XZ 1949 yang berhasil selamat dari maut. Segelintir memang...., tapi itulah yang terjadi. Sebagian besar penumpang tenggelam sudah ke dasar lautan. Mereka kini hidup terkatung-katung di antara alam nyata dan alam gaib, puluhan orang jumlahnya. Mereka berada di alam lain dan kini hidup dalam kutukan. Merekalah....., para manusia yang selama hidup di dunia bergelimpangan dosa dan pesta-pora. Mereka para pembuat maksiat dan perusak yang tak pernah tobat. Penipu-penipu elit terselubung yang hidup mewah namun merajalela dalam kemunafikan. Semuanya itu kini tak ada lagi guna. Arwah-arwah mereka kini bergentayangan di dunia, disiksa oleh dosa-dosa yang tak berhingga. Mereka kini menjadi penghuni sebuah pulau
Terik matahari pagi di tengah-tengah lautan semakin ganas membakar. Namun sayang, Ingrid yang berada dalam keadaan cidera masih belum juga sepenuhnya sadar. Baju pelampung yang sedari tadi dikejar juga hanyut semakin menjauh. Keletihan yang luar biasa tak membuat Adam menyerah dengan begitu saja. Pemuda itu kembali berenang dan mengejar pelampung yang semakin hanyut. Tubuh Ingrid kembali dia seret dengan paksa. Gadis cantik itu merasakan tubuhnya menghempas di atas air ketika diseret Adam. Sakit dia rasakan di sekujur tubuhnya, hal itu merangsang sistem syarafnya untuk kembali terjaga. Kelopak matanya kemudian kembali terbuka, mulut bergerak komat-kamit seakan ingin berkata. Nyaris saja baju pelampung berhasil dicapai, namun Adam mendadak menghenti ayunan kakinya mendengar Ingrid mengerang kesakitan. Dilihatnya kelopak mata gadis itu kembali terbuka. “Ingrid, it is me Adam..., can you hear me...?” .......Ingrid, ini aku Adam, apakah kamu bisa mendengarkan aku......
Tenaga Adam terkuras habis, oksigen yang tersisa dalam dada juga semakin menipis, napas yang tersisa kini semakin kritis. Udara yang tadi terperangkap dalam ruang kokpit kini tak terlihat lagi, semuanya telah habis. Ada satu hal yang membuat Adam bertekad untuk tetap bertahan hidup, janji yang telah terlanjur dia ucapkan pada gadis itu untuk menyelamatkan nyawanya. Tak ingin Adam mati sebelum janji itu dia penuhi. Begitulah ikrar seorang tentara, pantang menyerah, pantang kalah. Nyawa Ingrid yang sekarat berada dalam dalam pelukannya harus dia selamatkan terlebih dahulu. Baju pelampung yang telah terpasang di badan Adam yang menghalangi pergerakannya dengan rela dia lepas agar bisa bergerak lebih bebas. Darah pemuda itu menggelegar di ujung napasnya yang terakhir, Adam bertahan di pintu kokpit beberapa detik. Tubuh Ingrid yang berada dalam pelukannya dia lepas sesaat. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, tubuh gadis itu dia dorong ke bawah keluar melalui pint
Tiga puluh orang lebih penumpang berhasil ke keluar dari jendela darurat setelah berjibaku adu otot. Beberapa orang lainnya tersangkut sebelum mencapai jendela darurat. Puluhan penumpang sudah terlebih dahulu tewas. Sebahagian lagi masih meregang nyawa tersangkut di antara kursi penumpang. Perjuangan curang berjibaku adu jotos mereka sia-sia belaka. Sebahagian besar dari mereka itu mengapung tanpa baju pelampung. Dengan susah payah mereka berenang menantang ombak. Napas sesak, mata perih, hidung pedih, badan letih dan perut kembung terminum air. Apa yang terjadi kemudian, belasan orang yang mengapung tanpa baju pelampung akhirnya menyerah kalah tak sanggup berjuang. Gelombang air laut menghadang. Tubuh-tubuh mereka kembali tenggelam dan menghilang. Tak jauh kalah. Potongan bahagian belakang dan ekor pesawat yang terpisah kondisinya jauh lebih parah. Tiga perempat bagiannya tenggelam sudah. Sisanya han
Sesuatu hal yang tak berguna dan sangat fatal kini terjadi di antara penumpang. Masing-masing orang berlomba-lomba ingin secepatnya mengembangkan baju pelampung dalam ruangan pesawat. Tanpa pikir panjang tali warna merah disentak ke bawah. Baju pelampung pun mengembang. Dan kini.., apa yang terjadi.....? Semuanya berebutan, satu sama lain saling dorong ingin secepatnya menuju jendela darurat dengan kondisi baju pelampung yang sudah terkembang. Hal itu tentu saja memperburuk keadaan, gang pesawat di antara kursi-kursi penumpang yang sempit kini semakin berdesakan tak bisa dilewati. Padahal...., prosedur penggunaan baju pelampung selalu diperagakan oleh pramugari-pramugari cantik dalam setiap kali keberangkatan pesawat. Bahkan..., ada juga yang mendengarnya belasan kali dalam sebulan. Namun dalam situasi panik membuat pikiran jadi beku tak bisa berpikir. Semuanya kehilangan akal sehat tak peduli apa itu maksudnya dengan mengembangkan baju pelampung setelah berada di
........Bahagian ini menceritakan kejadian yang mengerikan. Kebijaksanaan pembaca diperlukan (kalau takut jangan dibaca ya)......... ***** Penglihatan Adam tiba-tiba saja dikagetkan oleh kemunculan sebuah pulau misterius yang terlihat di tengah-tengah lautan. Pulau yang muncul itu menyeramkan, terlihat tandus dipenuhi gunung-gunung batu tanpa pepohonan. Banyak terlihat bangunan-bangunan aneh mirip tembok besar di cina, piramida atau candi yang menghiasi sebahagian besar permukaan pulau itu. “Pulau itu lagi...? mustahil.!” Mata Adam terbelalak tak percaya. Adam masih ingat, pulau itulah yang pernah dia saksikan enam bulan yang lalu. Begitu angker terlihat, pulau itulah yang membawa bencana bagi Adam enam bulan yang lalu. Hanya beberapa detik setelah Adam menyaksikan kemunculan pulau itu, pesawat Hercules Lockheed C-130 yang dia piloti meledak di angkasa dan hancur berkeping-keping sebelum tercebur ke dalam lautan. Tak ada firasat apa-apa yang dirasakan ol