Sebuah mobil audi hitam memasuki halaman sebuah rumah yang cukup besar. Si pengendara mematikan mesin mobil setelah memastikan kendaraannya terparkir dengan sempurna kemudian bergegas untuk membuka bagasi mobil. Para penumpang pun ikut turun dari mobil. Merenggangkan tubuh mereka yang pegal karena perjalanan yang cukup panjang.
"Lo yakin kita bakal tinggal disini? rumahnya kaya udah gak keurus gini."
"Ck, kemarin gue sama Om Jun nyari rumah yang murah, dan ini yang paling murah." jelas Tara- kakak pertama gadis itu- sambil mengeluarkan koper dari bagasi mobil. Gadis itu tidak menimpali ucapan lelaki itu lagi, dia tidak habis pikir kenapa kakak pertamanya itu membeli rumah yang setara dengan rumah hantu.
Yeriana-nama gadis itu- atau lebih akrab dengan panggilan Yeri, mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah besar dihadapannya. Cat dinding yang luntur, dinding yang retak dibeberapa bagian, teras yang tertutup dengan daun-daun kering. Yeri tidak bisa menebak pada tahun berapa rumah ini bangun, lebih tepatnya Yeri tidak peduli.
"Kenapa rumahnya makin serem." Celetuk Jena -kakak kedua Yeri. Yeri menoleh kearah Jena dan memiringkan kepalanya bingung. "Lo pernah kesini?"
"Iya, kan kemarin gue ikut Tara liat-liat rumah ini."
"Takut ya lo!?"
"Siapa bilang gue takut? Heh, yang ada tuh setan-setan pada bertekuk lutut gara-gara liat kecantikan gue!" Cerocos Jena yang dibalas ekspresi ingin muntah oleh Yeri.
Yeri terkekeh kecil melihat Jena yang menghampiri Tara dan mulai merajuk seperti anak kecil. Yeri mengangkat bahunya acuh kemudian berjalan menuju teras rumah. Kakinya ia ayunkan untuk menyingkirkan daun-daun yang menutupi teras. Perhatiannya teralih pada jendela rumah itu, Yeri mengusap telapak tangannya pada jendela sehingga debu-debu yang ada di permukaan jendela menempel di telapak tangannya. Kemudian Yeri mendekatkan wajahnya dan meletakkan kedua tangannya di samping pelipisnya. Mencoba melihat kedalam rumah. Tidak ada yang menarik, hanya ada perabotan rumah yang tertutup oleh kain putih. Yeri masih asik melihat isi rumah dari jendela dan tiba-tiba Yeri melihat seseorang anak kecil mengintip dibalik pintu kamar.
Seruan Tara mengalihkan perhatian Yeri. Yeri sontak menoleh kearah Tara dan berjalan menghampiri kakak pertamanya itu. Namun, sebelum beranjak Yeri mengecek kembali sesuatu yang Ia lihat tadi. Namun tidak ada apa-apa disana.
"Kak, di dalem ada orang ya??" Tanya Yeri. Tara menaikan alisnya bingung. "Apaan sih? Ga ada siapa-siapa selain kita disini."
"Ya kali aja gitu lo nyuruh orang buat ngeberesin rumah ini sebelum kita pindah. Gue liat ada orang didalem rumah."
"Salah liat kali lo. Gue nyuruh orang buat beresin rumah ini tuh 3 hari yang lalu sebelum kita pindah." Ucap Tara.
Yeri tidak menjawab. Mungkin salah lihat, pikirnya. Yeri menatap sekeliling rumah. Tidak ada rumah lain selain rumah ini, hanya ada pohon-pohon besar yang menjulang tinggi di sekitar rumah. Tara benar. Tidak ada siapa-siapa selain mereka disini.
"Udah, Ayo masuk! Yar, bangunin Key yah!" Perintah Tara, Yeri mengangguk kecil.
Tara dan Jena memasukki rumah lebih dulu. Yeri tertawa geli kala melihat Jena terus memeluk lengan Tara dan lelaki yang merasa risih itu beberapa kali mendorong adiknya. Jena memang penakut dan manja. Yeri pun masuk kedalam mobil untuk membangunkan adik bungsunya, Keyra.
"Key, bangun.." panggil Yeri sambil menepuk pelan pipi adiknya. Key menggeliat kecil kemudian mengerjapkan matanya lucu membuat Yeri tertawa gemas. "Yuk, Kak Tara sama Kak Jena udah duluan." Keyra mengangguk kecil kemudian mengamit tangan Yeri.
Mereka berjalan menuju rumah, namun Yeri menghentikan langkahnya secara tiba-tiba kala matanya melihat sesosok perempuan menatapnya dari jendela loteng.
"Kenapa kak?" tanya Keyra sambil menggoyangkan tangan Yeri. Yeri menoleh, kemudian tersenyum tipis seraya menggeleng pelan. Mereka pun kembali berjalan, saat Yeri melihat kembali ke arah jendela loteng sosok itu masih berdiri disana dan terus menatapnya.
-:-
Saat Yeri memasuki rumah ini, semuanya terasa familiar. Entahlah, berada dirumah ini membuat Yeri mengingat kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia. Ibunya meninggal setelah Keyra lahir ke dunia ini dan Ayahnya meninggal 2 tahun setelahnya karena penyakit yang deritanya sejak lama. Semenjak kedua orang tuanya telah tiada, Tara dan adik-adiknya tinggal di rumah Juna- anak-anak memanggilnya Om Jun- adik dari Ibunya. Dengan berbekal uang tabungan, Tara memutuskan membeli rumah yang cukup jauh dari keramaian dan membawa serta adik-adiknya untuk tinggal dirumah itu.
Tara saat ini sedang membereskan ruangan, menata barang-barang agar tidak berantakan. Sedangkan Jena dan Yeri duduk di sofa dan sibuk dengan ponselnya masing-masing. Keyra? Dia sedang bermain dengan bonekanya di kamar.
"Jen! Bantuin gue beres-beres kenapa sih!" Teriak Tara.
"Hih berisik. Kenapa lo nyuruhnya gue doang!? Kenapa Yeri enggak!? Dasar pilih kasih!" Yeri hanya menghela napas melihat kedua kakaknya beradu pendapat, sudah terbiasa.
Lagipula suatu hal yang menyenangkan bagi Yeri adalah melihat mereka bertengkar. Seperti sebuah hiburan tersendiri bagi Yeri.
“Lo beneran yakin gak ada orang lain selain kita?” Yeri yang sedari tadi terdiam memikirkan hal yang baru saja Ia alami kini mulai bersuara. Tara dan Jena pun ikut terdiam bingung saat mendengar pertanyaan adik mereka.
“Emang lo ngeliat siapa sih?” tanya Jena.
"Tadi, pas gue lagi liat kedalem rumah lewat jendela, gue liat anak kecil ngintip di balik pintu-"
"Key maksud lo?" Tara menjawab
"Nope. Someone else. Rambutnya pirang. Lagian kan kita semua ada di luar rumah, pintu masih dikunci. Gimana caranya Key bisa ada di dalem. Ah...gimana sih lo"
"Iya juga ya, ah lo gimana sih" Ucap Jena kemudian menghadiahi Tara pukulan dibahunya.Yeri hanya bisa mendengus lelah melihat tingkah kedua kakaknya.
"Terus, pas gue mau masuk rumah sama Key, gue liat ada cewe liatin gue dari jendela loteng. Ga jelas sih soalnya kaca nya udah kotor gitu.”
Tara dan Jena langsung menghentikan acara bertengkar mereka. Kedua manusia itu bungkam dan saling melirik satu sama lain. Seolah berkomunikasi melalui mata. Karena tidak ada respon, Yeri menoleh kearah Tara serta Jena dan yang ditatap sebisa mungkin mengatur ekspresi mereka.
"Ini nih akibatnya lo keseringan baca cerita setan jadinya itu mata liatnya setan mulu. Udah sana, lo istirahat aja." Yeri tidak tahu kalau kakak nya itu hanya mengalihkan pembicaraan saja. Yeri pun menuruti perintah Tara untuk beristirahat.
-:-
Clek
Yeri membuka pintu kamarnya, suara decitan pintu terdengar nyaring memekakan telinga menandakan kalau rumah ini benar-benar tidak di huni dalam jangka waktu yang lama. Yeri menyeret kopernya dan menaruhnya di samping lemari kayu di kamarnya itu.
Yeri melihat seisi kamarnya. Tempat tidur, nakas kecil, lemari serta perabotan lain yang sudah ada di tempat ini.
Tuk
Yeri terkesiap kaget mendengar sesuatu yang dilempar ke jendela kamarnya dengan sengaja. Yeri berjalan mendekati jendela kamarnya dan melihat keluar jendela. Tidak ada apa-apa. Hanya ada mobil Tara yang terparkir di pekarangan rumah dan pohon-pohon yang menjulang tinggi.
Yeri mengangkat bahunya acuh. Yara memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu baru setelah itu ia beristirahat. Namun, saat ia membalikkan tubuhnya hendak menuju kamar mandi, matanya melihat tumpukan kertas di pojok kamarnya.
“Aishh.. katanya udah nyuruh orang buat beresin rumah.”
Dengan kesal Yeri menundukkan tubuhnya guna memungut kertas-kertas itu. Sebelum membuangnya, Yeri membuka gumpalan-gumpalan kertas itu. Kali saja ada yang menarik untuk dibaca. Ada satu gumpalan kertas yang berisi tulisan dan tulisan itu ditulis menggunakan tinta merah atau mungkin.. darah? Entahlah Yeri pun tidak tahu.
Kertas itu berisi tulisan, "Selamat datang kembali, Yeriana."
Malam semakin larut, jarum jam terus berputar, sinar bulan masuk melalui celah jendela menerangi sebagian kamar Yeri. Sudah pukul 23.30 malam tetapi Yeri masih belum bisa menutup matanya. Baru kali ini ia tidak bisa tertidur, sewaktu ia tinggal di rumah Om Jun pukul 10 malam saja dia sudah mengarungi lautan mimpi. Tok tok tok Lagi. Yeri mendengar suara ketukan, namun kali ini bukan dari jendela nya tetapi dari langit-langit kayu kamarnya. Yeri mencoba menghiraukannya dan meyakinkan dirinya bahwa ia hanya salah dengar. Tapi dirinya kembali teringat serangkaian kejadian Ia alami semenjak menapakkan kaki di rumah ini. Anak kecil yang mengintip, sosok yang menatapnya dari jendela loteng dan ucapan selamat datang yang entah siapa yang menulis. Saat membaca kalimat tersebut tentu saja Yeri merinding. Apalagi ada namanya dalam tulisan itu. Apa ini hanya lelucon? Pikirnya. Yeri memejamkan matanya berharap dia bisa tidur dan tidak mengalami hal-hal yang aneh. Tok tok tok tok Yeri membuka
"Morning everyone!" teriak Jena nyaring kemudian ia mencubiti pipi Yeri dengan gemas, Yeri meringis dan berusaha melepaskan tangan Jena dari pipinya. Tara hanya memutar bola mata nya. Sudah terbiasa. Tidak ada yang berbicara lagi. Semua tengah fokus pada makanannya masing-masing. Tidak juga sih. Jena sesekali mengecek ponselnya saat memasukkan makanan ke dalam mulutnya dan Tara membantu Key memotong lauknya. "Kak Tara..." panggil Yeri, Tara hanya berdehem. "Pinjem kunci loteng dong, gue mau naro barang-barang gue yang ga kepake disana." "Jangan." Yeri menyerngit heran, "kenapa?" Seketika keheningan menyelimuti ruang makan saat itu. Yeri masih menatap Tara, menunggu jawaban. Sedangkan yang ditatap masih asyik dengan makanan dihadapannya. Jena yang merasa suasana berubah menjadi canggung menyuruh Yeri menghabiskan makanannya dengan cepat dengan alasan takut telat. Yeri menurut. “Gue udah selesai.” Ucap Yeri sambil beranjak menuju kitchen sink. Kemudian menyambar tas yang ia sangku
Jena menghentikan langkahnya menuju kamarnya saat melihat Tara yang baru keluar kamarnya dengan pakaian rapi dan kunci mobil yang berada di genggamannya, "Lo mau kemana? Katanya libur kerja." "Mau ngapelin Irena" “Gak jemput Yeri?” Ucap Jena. Tara menepuk jidatnya, dia lupa akan rutinitasnya menjemput Yeri. Mampus, rutuknya dalam hati. Akhirnya Ia bergegas menjemput Yeri. Namun, saat Tara melewati ruang keluarga, Ia melihat Yeri sudah berada dirumah. Duduk dengan tegak disofa dan pandangan lurus kedepan. Dahi Tara berkerut bingung. Pasalnya, Televisi dihadapan Yeri tidak menyala tetapi Yeri masih saja memandang televisi dengan tatapan yang Tara juga tidak mengerti. “Yeri, lo pulang sama siapa tadi?” tanya Tara. Namun Yeri tetap diam tidak menjawab. Tara merasa ada yang aneh dengan adik nya. Wajah Yeri pucat. "Yeri, lo sakit?" Tanya Tara khawatir, ia ingin menempelkan punggung tangannya ke dahi Yeri dengan maksud memeriksa suhu tubuhnya. Belum sempat Tara memeriksa dahi adiknya, sua
Matahari telah menunjukkan eksistensinya, menandakan hari sudah pagi. Suasana di rumah Yeri lebih ramai dari biasanya karena para sahabatnya menginap. Dentingan garpu dan sendok menggema di ruang makan, sesekali terlontar candaan membuat minggu pagi ini terasa lebih menyenangkan. "Oh iya, Yeri dimana?" Tanya Jena saat menyadari Yeri belum berkumpul dengan mereka. Semua yang ada di ruang makan hanya saling menatap hingga Wendy bersuara, "Dia masih di kamar"Jawab Wendy sambil menyantap makanannya. -:- Yeri baru saja menyelesaikan ritual paginya, mandi. Setelah memakai busana, Yeri melihat pantulannya di cermin, memoles sedikit bedak pada wajahnya dan menyisir rambutnya. Dukk Gerakan Yeri terhenti. Yeri mengedarkan pandangan keseluruh penjuru kamarnya, namun nihil. tidak ada apa-apa. Yeri mengangkat bahunya dan kembali mematut dirinya di cermin. Tak berselang lama, suara itu terdengar lagi. Kali ini pandangan Yeri tertuju pada lemari pakaiannya. Dengan tangan yang masih mengenggam si
Koridor yang sepi membuat suara langkah kakinya menggema. Hanya segelintir orang yang terlihat. Maklum, jam sekolah telah usai satu jam yang lalu. Yeri diminta oleh Pak Jodi untuk membantunya memasukkan nilai dan itu membuatnya pulang lebih lambat dari siswa lainnya. Yeri berjalan dengan santai, tangannya mengenggam tali tas. Tak sengaja matanya melihat sekelompok murid perempuan di ujung koridor. Yeri menghela napas. Dengan terpaksa Yeri harus melewati mereka karena tidak ada jalan lain. Ia mempercepat langkahnya saat melewati para perempuan itu, lagipula Tara sudah menunggunya di depan gerbang sekolah, ia harus cepat. “Hallo, Yeri!” Langkah Yeri terhenti dan menoleh kearah orang yang tadi menyapanya. Nancy- yang tadi menyapa Yeri- menampilkan wajah mengejek dan senyuman sinis, “Sekarang lo udah sadar kan? Jordan ga bakal ngelirik dan milih lo!” Teman-teman Nancy tertawa setelahnya sedangkan Nancy bersidekap dada dengan angkuh, menunggu respon yang akan Yeri berikan. Namun Yeri ti
"Cepetan buka bagasi nya." "Iya bawel." Setelah selesai berbelanja kebutuhan rumah, Jena dan Tara langsung bergegas pulang kerumah. Namun, saat mereka sudah masuk kedalam mobil, Tara tidak langsung menyalakan mesin mobil melainkan berkutat dengan ponselnya. Hal itu pun membuat Jena kesal. "Buruan jalan. Kasian dua bocil dirumah sendirian," Omel Jena sambil memukul bahu Tara. "Bentar napa sih! gue mau bales chat Irena dulu." jawab Tara dan dibalas dengan puluhan ocehan Jena. "Sumpah, besok-besok mending gue ngajak Yeri buat belanja. Lo bikin gue pengen gigit stir mobil mulu." dumel Tara. Setelah itu mobil Tara melaju dengan kecepatan rata-rata. Jalanan yang tidak terlalu ramai mempersingkat waktu perjalanan. Saat berada di jalan menuju rumahnya, tiba-tiba sesuatu melesat dengan cepat di depan mobil Tara. Tara yang terkejut pun menginjak rem dengan kuat membuat tubuhnya dan Jena terhuyung ke depan. "Apaan itu? jangan-jangan lu nabrak orang!!" ucap Jena Histeris. Jena pun menyuruh
Atensi Yeri terpaku pada layar televisi. Sesekali tanganya mengambil cemilan diatas meja kemudian memasukkannya kedalam mulutnya. Hanya Yeri yang berada di ruang tamu. Jena sedang membantu adik bungsunya mengerjakan tugas rumah dikamar Key, sedangkan Tara belum kembali dari tempat kerjanya.tuk tuk tukSuara ketukan sedari tadi terdengar dari arah dapur. Yeri yang mulanya menikmati siaran televisi harus terganggu oleh suara yang membuat siapapun yang mendengarnya menjadi parno. Entah mengapa semakin Yeri mengabaikan suara itu, semakin keras pula suara itu terdengar. Yeri meraih remote kemudian menambah volume suara televisi. Sesaat suara itu tidak lagi terdengar. Yeri pun kembali menyamankan tubuhnya diatas sofa dengan kaki yang Ia naikkan keatas meja.Tidak lama kemudian tubuh Yeri kembali menegang. Suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dan jelas seakan suara itu berasal dari samping Yeri. Sangat jelas. Yeri mengigit bibir bawahnya dan mencengkram erat pinggiran sofa. Ia ing
Hari semakin larut. Jena sedang asik memainkan ponselnya, telivisi yang menyala dihadapannya pun ia abaikan. Kemudian Jena tersentak kaget saat Yeri tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya duduk di sampingnya. Jena memukul lengan Yeri pelan, “Ngagetin lo ah!” Yeri hanya tertawa puas melihat wajah terkejut kakak perempuannya. Setelah itu suasana kembali hening. Hanya ada suara televisi dan suara dari handphone Jena. Tak lama terdengar suara dari perut Yeri. Yeri memegang perutnya, ia lapar. Ia pun menusuk-nusuk lengan Jena dengan jari telunjuknya mencoba mencuri atensi kakaknya. "Jena.. gue laper." "Bikin mie instan aja sana, pake nasi biar kenyang" timpal Jena tanpa menoleh ke arah adiknya itu. Sibuk dengan handphonenya. "Gak ada makanan lain? Gue bosen mie terus." "Kalau gak mau yaudah, tunggu Tara pulang." Jawab singkat Jena, Yeri mendengus kesal. "Tara kan pulangnya jam 11, masa gue harus nunggu 2 jam?" "Terserah lo" dengan sangat terpaksa, Yeri bangun dari duduknya dan berjalan menuj
Sepuluh menit menuju tengah malam. Seluruh penghuni rumah sudah terlelap namun Tara masih terjaga, tidak bisa tidur. Ia memandang langit-langit dan menjadikan tangannya sendiri sebagai bantal. Entahlah, dia tiba-tiba merasa khawatir dengan keadaan adik-adiknya dirumah. Walau Ia yakin Yeri pasti mengundang teman-temannya menginap tapi rasa cemas tetap datang menghampirinya. Tara mendudukan tubuhnya dan mengusap wajahnya. Disaat yang bersamaan, pintu kamar Tara terbuka dan memperlihatkan Jena dengan piyama tidurnya. Ada raut gelisah di wajahnya, “Kenapa Jen?” “Can we go home now? Perasaan gue gak enak.” Tanpa berpikir dua kali, Tara mengangguk menyetujui saran adiknya. Dengan tidak enak hati, Tara dan Jena harus membangunkan om serta tantenya di tengah malam untuk berpamitan. Namun siapa sangka Juna dan istrinya memutuskan untuk ikut keponakannya pulang ke rumah. Dengan waktu yang singkat untu
“Om masih punya nomor telepon temen om gak?”“Temen yang mana? Temen Om banyak omong-omong.” Jawab Juna sambil menyesap kopi yang baru dibuat kembali oleh Sonya-istrinya.“Yang waktu itu nolongin kita Om.”“Ohh.. Yoshi?” tebak lelaki itu. Tara dan Jena langsung mengangguk semangat. Juna menatap kedua keponakan kesayangannya intens, sedangkan kedua kakak beradik itu menatap Om-nya penuh harap. Sembari menghela napas, Juna menegakkan tubuhnya dan menyesap kembali kopinya, “Om ga inget nomornya, coba tanya tante mu.”-:-Posisi matahari tepat diatas kepala. Di tengah teriknya matahari, mobil Tara melaju membelah jalanan. Akhirnya mereka mendapatkan nomor telepon dan alamat Yoshi dari Sonya, tantenya. Namun, saat Jena mencoba menghubungi teman Om dan tantenya itu ternyata nomornya sudah tidak aktif. Disinilah m
Matahari belum muncul sepenuhnya namun Tara serta Jena sudah sibuk dan lagi-lagi menimbulkan kebisingan. Yeri yang sedang duduk disofa menatap jengah kearah kedua kakaknya yang mondar-mandir tidak jelas, “Lo berdua ngapain sih?” “Gue sama Jena mau ke rumah Om Seokjin.” Ucap Tara yang sudah rapih dengan setelan kemejanya. “Terus gue gak lo ajak gitu?” sungut Yeri, Tara menatap Yeri datar. Laki-laki itu pun mendudukan bokongnya di samping adik perempuannya. Menunggu Jena yang masih bersiap di kamarnya, “Lo kan tau kejadian semalem, gak mungkin gue ajak Key. Jadi lo dirumah aja jagain Key.” Yeri membenarkan ucapan kakak laki-lakinya dalam hati. Selanjutnya hanya ada suara televisi yang mengisi ruang tamu. Tak lama kemudian, Jena yang telah selesai bersiap datang dan menyeret Tara untuk segera berangkat. Mata Yeri bergerak mengikuti kedua kakaknya hingga mereka tidak terlihat lagi dalam pandangannya. Yeri menggeleng pelan dan terkekeh kecil melihat tingkah kakaknya itu. Setelahnya Yeri
Sehari setelah para sahabatnya menjenguk Yeri, Ia merasa lebih baik dan memutuskan untuk masuk sekolah hari ini. Walaupun luka lebam pada lengannya belum juga sembuh. Tara sempat membujuk sang adik untuk beristirahat dirumah lebih lama namun Yeri menolak bujukan sang kakak. Ia tidak mau tertinggal pelajaran. "Yer, pulang aja ya?" Yeri yang sedari tadi menelungkupkan kepalanya langsung menegakkan badannya dan menghela napas lelah. Sudah yang kesekian kalinya Wendy menyuruhnya untuk pulang, "Gue gapapa Wen." "Ih, muka lo masih pucet Yer!" "Ayo Yer. Biar gue nyuruh si Justin atau Helmi ngan-" ucapan Wendy terputus saat seseorang memasukkan sepotong roti kedalam mulutnya. "Bawel banget deh lo." Helmi- si pelaku- mendapat pukulan yang tidak bisa dikatakan pelan di punggungnya. Sementara Yeri hanya tertawa melihatnya. Ah.. sudah berapa hari Ia tidak masuk sekolah dan Ia merindukan keributan yang dibuat oleh pata sahabatnya itu. "Beneran udah sehat Yer?" tanya Justin. "Udah kok." Just
Hari ini Yeri tidak masuk sekolah. Alpha. Tidak ada yang tahu kenapa Yeri absen, bahkan para sahabatnya pun tidak tahu. Saat bel istirahat berbunyi, Serena dan yang lain berkumpul di pojok belakang kelas, duduk mengelilingi meja Helmi dan Justin. Mereka sedang menerka-nerka alasan mengapa Yeri tidak hadir hari ini. “Tumben banget loh. Yeri gak masuk sekolah tapi gak ngasih kabar ke kita sama sekali.” Celetuk Wendy, yang lain mengangguk mengiyakan. “Coba deh Ser, lo chat Kak Tara atau Jena.” Usul Justin. Serena menggeleng pelan dan menunjukkan layar handphonenya, “Udah, tapi gak di bales. Di read aja engga.” Setelah itu hanya ada keheningan di antara mereka. Mereka berkutat dengan pikiran masing-masing hingga Wendy menyarankan Serena untuk mencoba menelepon Tara atau Jena. Serena mengangguk dan kemudian mencoba menghubungi kedua kakak Yeri. “Mau kemana lo
Satu minggu telah berlalu. Lagi-lagi kegaduhan terdengar di dalam rumah Yeri. Keluarga Yeri memang tidak bisa lepas dari kata gaduh. Ya lebih tepatnya Tara dan Jena, dua kakak beradik itu sering membuat kebisingan setiap hari. Kehebohan hari ini berawal dari Jena yang meminta Tara mengajarkannya memasak untuk makan malam dan berakhir dengan Tara yang tidak berhenti mengomel seperti ibu-ibu. 'Lo mau masak apa bakar rumah sih?!' 'Lo mau masak ikan yang bener dong, masa sisik ikannya lo makan juga!' 'Gila! Garamnya dikit aja woy! Lo kalo mau bunuh diri ga usah ngajak yang lain' Kira-kira seperti itulah pertengkaran kakak beradik ini. Tara dan Jena memang susah akur karena umur mereka hanya terpaut 1 tahun, jadi diantara mereka tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya Jena menyerah. Dia memang tidak pandai memasak. Dan semua hal tentang masakan diambil alih oleh Tara. Jena hanya membantu menata piring-piring di meja makan. "Lo panggil Yeri sama Key gih" perintah Tara. Dengan malas Jena m
Hari semakin larut. Jena sedang asik memainkan ponselnya, telivisi yang menyala dihadapannya pun ia abaikan. Kemudian Jena tersentak kaget saat Yeri tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya duduk di sampingnya. Jena memukul lengan Yeri pelan, “Ngagetin lo ah!” Yeri hanya tertawa puas melihat wajah terkejut kakak perempuannya. Setelah itu suasana kembali hening. Hanya ada suara televisi dan suara dari handphone Jena. Tak lama terdengar suara dari perut Yeri. Yeri memegang perutnya, ia lapar. Ia pun menusuk-nusuk lengan Jena dengan jari telunjuknya mencoba mencuri atensi kakaknya. "Jena.. gue laper." "Bikin mie instan aja sana, pake nasi biar kenyang" timpal Jena tanpa menoleh ke arah adiknya itu. Sibuk dengan handphonenya. "Gak ada makanan lain? Gue bosen mie terus." "Kalau gak mau yaudah, tunggu Tara pulang." Jawab singkat Jena, Yeri mendengus kesal. "Tara kan pulangnya jam 11, masa gue harus nunggu 2 jam?" "Terserah lo" dengan sangat terpaksa, Yeri bangun dari duduknya dan berjalan menuj
Atensi Yeri terpaku pada layar televisi. Sesekali tanganya mengambil cemilan diatas meja kemudian memasukkannya kedalam mulutnya. Hanya Yeri yang berada di ruang tamu. Jena sedang membantu adik bungsunya mengerjakan tugas rumah dikamar Key, sedangkan Tara belum kembali dari tempat kerjanya.tuk tuk tukSuara ketukan sedari tadi terdengar dari arah dapur. Yeri yang mulanya menikmati siaran televisi harus terganggu oleh suara yang membuat siapapun yang mendengarnya menjadi parno. Entah mengapa semakin Yeri mengabaikan suara itu, semakin keras pula suara itu terdengar. Yeri meraih remote kemudian menambah volume suara televisi. Sesaat suara itu tidak lagi terdengar. Yeri pun kembali menyamankan tubuhnya diatas sofa dengan kaki yang Ia naikkan keatas meja.Tidak lama kemudian tubuh Yeri kembali menegang. Suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dan jelas seakan suara itu berasal dari samping Yeri. Sangat jelas. Yeri mengigit bibir bawahnya dan mencengkram erat pinggiran sofa. Ia ing
"Cepetan buka bagasi nya." "Iya bawel." Setelah selesai berbelanja kebutuhan rumah, Jena dan Tara langsung bergegas pulang kerumah. Namun, saat mereka sudah masuk kedalam mobil, Tara tidak langsung menyalakan mesin mobil melainkan berkutat dengan ponselnya. Hal itu pun membuat Jena kesal. "Buruan jalan. Kasian dua bocil dirumah sendirian," Omel Jena sambil memukul bahu Tara. "Bentar napa sih! gue mau bales chat Irena dulu." jawab Tara dan dibalas dengan puluhan ocehan Jena. "Sumpah, besok-besok mending gue ngajak Yeri buat belanja. Lo bikin gue pengen gigit stir mobil mulu." dumel Tara. Setelah itu mobil Tara melaju dengan kecepatan rata-rata. Jalanan yang tidak terlalu ramai mempersingkat waktu perjalanan. Saat berada di jalan menuju rumahnya, tiba-tiba sesuatu melesat dengan cepat di depan mobil Tara. Tara yang terkejut pun menginjak rem dengan kuat membuat tubuhnya dan Jena terhuyung ke depan. "Apaan itu? jangan-jangan lu nabrak orang!!" ucap Jena Histeris. Jena pun menyuruh