Jena menghentikan langkahnya menuju kamarnya saat melihat Tara yang baru keluar kamarnya dengan pakaian rapi dan kunci mobil yang berada di genggamannya, "Lo mau kemana? Katanya libur kerja."
"Mau ngapelin Irena"
“Gak jemput Yeri?” Ucap Jena. Tara menepuk jidatnya, dia lupa akan rutinitasnya menjemput Yeri. Mampus, rutuknya dalam hati. Akhirnya Ia bergegas menjemput Yeri. Namun, saat Tara melewati ruang keluarga, Ia melihat Yeri sudah berada dirumah. Duduk dengan tegak disofa dan pandangan lurus kedepan. Dahi Tara berkerut bingung. Pasalnya, Televisi dihadapan Yeri tidak menyala tetapi Yeri masih saja memandang televisi dengan tatapan yang Tara juga tidak mengerti.
“Yeri, lo pulang sama siapa tadi?” tanya Tara. Namun Yeri tetap diam tidak menjawab. Tara merasa ada yang aneh dengan adik nya. Wajah Yeri pucat. "Yeri, lo sakit?" Tanya Tara khawatir, ia ingin menempelkan punggung tangannya ke dahi Yeri dengan maksud memeriksa suhu tubuhnya.
Belum sempat Tara memeriksa dahi adiknya, suara pintu yang dibuka dengan keras terdengar oleh indera pendengarannya. Di ambang pintu, terlihat Yeri dengan wajah kesalnya dan tangan yang terlipat di dadanya. Tara tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ia melebarkan matanya dan tiba-tiba lidahnya kelu untuk berucap.
“L-loh...bukannya.. tadi..” ucap Tara terbata-bata. Ia menunjuk sambil menoleh kearah sofa. Nihil. Tidak ada siapa pun disana. Tidak ada Yeri yang tadi Tara lihat.
"Lo kemana aja sih!! Gue nungguin lo di sekolah dari tadi!!" Teriak Yeri sesekali memukul bahu Tara. Yeri menghentakan kakinya kesal dan berjalan menuju kamarnya. Tara masih berdiam diri, ia masih syok.
"Anjir!! Yang tadi siapa dong!"
-:-
Bulan mulai melakukan tugasnya menggantikan tugas matahari, menyinari bumi dengan sinar rembulannya. Yeri sejak tadi tak henti-hentinya mengganti chanel tv sambil mendesis kesal. Tak lama kemudian Tara datang menghampiri, duduk disebelah Yeri.
“Tadi...lo pulang sama siapa?” tanya Tara, Yeri tidak menjawab tapi matanya melirik Tara dengan sinis.
“Lo tau ga sih, gue nungguin lo hampir sejam! Akhirnya ada Serena yang nawarin pulang bareng.”
“Bagus ada yang ngajakin pulang bareng.” Celetuk Tara santai. Yeri menatap kakak pertamanya itu dengan kesal. Kemudian melancarkan pukulan bantal sofa di wajah Tara, “Bagus kata lo!? Lo tau ga gue tadi bonceng tiga bareng Serena sama Wendy. Gila, malu banget gue!!”
Setelah itu hanya terdengar suara pukulan, pekikan Yeri dan juga ringisan Tara meminta ampun,"Aduh-duh, sorry, tadi gue ketiduran jadinya telat jemput lo. Gue beliin apa yang lo mau deh sebagai permintaan maaf.”
Mendengar tawaran dari Tara, Yeri memberhentikan pukulannya. Sesekali menyingkirkan rambutnya yang menghalangi pandangannya, Yeri menatap wajah kakaknya, mencoba menebak apakah Tara bohong atau tidak, "Janji ya.." Tara hanya menggangguk mengiyakan.
"Oh iya, besok temen-temen gue mau nginep disini. Boleh gak?" Tanya Yeri yang dibalas Tara dengan anggukan kepala. “Thank y-“
Prannggg
Ucapan Yeri terpotong saat indera pendengarannya mendengar sesuatu yang pecah dari arah dapur. Yeri mendekat ke arah Tara dan memeluk lengannya. Tara yang mendengar suara itu pun cukup terkejut. Kemudian lelaki muda itu bangkit dari duduknya, hendak mengecek dapur. Namun, Yeri menghentikan langkah Tara. Tangan kecilnya menarik ujung baju Tara, “Mau kemana?”
"Gue mau ngecek ke dapur, lo tunggu di sini"
"Jangan tinggalin gue, takut.."
Tara hanya bisa menghela napas dan memutar mata nya malas. Tara berjalan menuju dapur diikuti Yeri dibelakangnya. Gelap. Tara pun menekan tombol saklar agar lampu menyala.
Trek
Lampu menyala. Tidak ada apa-apa, tidak ada barang yang pecah. Semua barang masih tertata dengan rapih. Tara masih mengamati seisi dapur sedangkan Yeri masih setia memeluk lengan Tara.
"Gak ada apa-apa. Udah malem, mending lo tidur sana" ucap Tara. Yeri menggeleng Heboh. Ia takut. Yeri merengek ingin tidur bersama Tara. Tentu Tara menolak. Yeri itu kalau tidur seperti gasing, tidak bisa diam. Lagipula ada beberapa hal yang harus Tara kerjakan. Namun Yeri masih bersikeras tidak ingin tidur sendiri. Tara pasrah. Dan akhirnya Yeri tidur dikamar Tara. Doakan Tara, semoga esok hari Ia tidak berakhir di lantai.
-:-
Kala itu lorong kelas dipenuhi dengan murid yang berlalu lalang mengingat jam istirahat sedang berlangsung. Suara-suara yang saling bersahutan memenuhi indera pendengaran. Yeri, Wendy dan yang lainnya memutuskan untuk beristirahat didalam kelas saja. Saling berbincang dengan makanan yang dibawa Serena sebagai camilan.
"lo semua jadikan nginep di rumah gue?” Tanya Yeri. Serena dan yang lain mengangguk mengiyakan. Helmi pun bersorak gembira karena akan bertemu kakak perempuan Yeri, Jena.
"Nanti lo sama gue" ucap Jordan tiba-tiba. Semua memandang Jordan bingung dan heran. Kecuali Helmi. Dia sedang sibuk menyalin tugas Justin. Yeri berdeham kecil. Jordan menatap Yeri, menunggu jawaban.
“Nanti gue bareng Justin aja.”
-:-
Jarum jam menunjukan pukul 11 malam. Suara hewan-hewan malam mulai terdengar. Yeri tidak bisa tidur, sedangkan Serena dan Wendy sudah terlelap di samping kanan dan kirinya. Yeri bergerak gelisah. Berguling ke kanan dan kiri, mencari posisi nyaman. Menyerah. Yeri beranjak dari tempat tidur sepelan mungkin agar tidak membangunkan Serena atau Wendy. Bermain laptop mungkin bisa membuat matanya lelah lalu mengantuk dan akhirnya dia bisa tertidur.
Yeri mulai mengetik keyword pada kolom pencarian, jarinya dengan lincah menari-nari di atas keyboard. Saat Yeri sedang fokus pada laptopnya, tidak sengaja Yeri melihat bayangan seseorang berdiri di belakangnya melalui layar laptop. Sontak, Yeri langsung menoleh kebelakangnya. Sedetik kemudian ia menghela napas lega. "Ya ampun Serena..." desis Yeri sambil mengusap wajahnya kasar.
"Lo belum tidur Yer?" Tanya Serena dengan suara seraknya. Yeri menggeleng pelan
"kenapa?" Tanya Serena lagi.
"Gue gak bisa tidur. Lo sendiri kenapa bangun?"
"Gue pengen ke kamar mandi" ucap Serena dan berjalan menuju kamar mandi. Yeri mengangkat bahunya acuh dan mengalihkan atensinya kembali kepada laptop dihadapannya.
Tok tok
Suara ketukan pintu mengalihkan atensi Yeri. Siapa yang mengetuk pintunya malam-malam begini? Yeri pun berjalan menuju pintu dengan malas. Yeri membuka pintu sedikit, mencoba mengintip dari sela pintu. Kemudian Ia membuka pintu lebar-lebar. Tidak ada siapa-siapa. Yeri melongokkan kepalanya keluar, menoleh ke kanan dan kiri. Namun, tidak ada seorang pun yang telihat. Yeri masih berdiri di ambang pintu, tangannya memegang kenop pintu.
“Siapa yang ngetok pintu ya?”
Tok tok
Mata Yeri membulat kaget. Tangannya mencengkram kenop pintu makin erat. Suara ketukan itu terdengar lagi. Namun kali ini berasal dari dalam kamarnya. Yeri pun menutup pintu dengan pelan, tetapi setelahnya Ia tidak beranjak dari posisinya. Berdiri menghadap pintu. Yeri menahan napasnya kala suara itu terdengar lagi. Ia pun menolehkan kepalanya perlahan, namun-
“Aaaaa...” Yeri hampir berteriak histeris saat sebuah tangan menyentuh bahunya. Punggungnya merapat pada pintu dan menatap horor seseorang di depannya. Itu Serena. Yeri mengusap wajahnya kasar. Serena berhasil membuat Yeri terkejut untuk kedua kalinya. Sedangkan Serena hanya menatap bingung kearah Yeri.
-:-
Justin sedang berada di dapur dengan gelas kosong ditangannya. Ia pun membuka kulkas dan membungkukkan badan, mencari minuman yang bisa menghilangkan hausnya. Setelah air di gelas sudah tandas, Justin kembali menuju kamar. Saat Justin hendak membuka pintu, Ia melihat pintu di ujung ruangan terbuka sedikit. Justin hanya mengangkat bahunya acuh. Namun, sedetik kemudian ketakutan menyelimuti tubuh lelaki itu kala netranya bersitatap dengan seseorang dibalik pintu itu. Mata yang menyala merah membuat bulu kuduknya beridiri. Ia pun segera masuk kedalam kamar.
“Kenapa lo?” tanya Jordan saat Justin datang dengan tergesa. Justin menatap Jordan yang sedang duduk di sofa dengan sebuah buku ditangannya. Ia pun berdeham,"Tadi ada kecoa, terbang lagi. Jo, lo gak ngantuk?" Tanya Justin, Jordan hanya melirik teman sekelasnya itu sekilas.
"Belum, lo duluan aja" Justin hanya mengangguk singkat dan membaringkan tubuhnya di samping Helmi yang sudah terlelap sejak tadi. Jordan hanya duduk di sofa dan memandangi seisi kamar Tara. Ya, Jordan, Justin dan Helmi tidur di kamar Tara. Lalu Tara? Dia pindah ke kamar Key. Jordan terus menyapu pandangannya, dan seketika pandangannya terhenti di pintu kamar Tara yang memang tidak tertutup sempurna. Ada anak kecil yang mengintip di sana.
"Key?" Panggil Jordan.
Jordan mengira itu Key, karena hanya Key yang masih berumur 6 tahun dirumah ini.
Sosok itu berlari meninggalkan kamar Tara sesekali tertawa cekikikan. Jordan bangkit dari duduknya dan mengikuti anak kecil itu. Jordan terus mengikuti langkah-yang menurutnya- Key, namun tiba-tiba anak itu menghilang dari pandangnnya. Langkah Jordan terhenti.
"Ini gue yang salah liat atau gimana sih?" Tanya Jordan heran. Selang beberapa detik Jordan berpikir, seseorang menepuk bahunya. Jordan terkejut. Ia menahan tubuhnya yang hampir terjatuh dengan berpegangan pada meja dibelakangnya.
“Kenapa?” tanya orang yang mengejutkan Jordan.
Jordan tidak langsung menjawab. Ia mengusap dadanya, mencoba menetralkan detak jantungnya dan mengatur napasnya yang tersenggal. Yeri- orang yang mengejutkan Jordan- hanya memandang lelaki dihadapannya ini dengan bingung. Kemudian berlalu untuk mengambil susu kotak di kulkas. Setelah nya ia kembali ke kamar, menghiraukan Jordan yang masih berusaha menghilangkan rasa terkejutnya.
Matahari telah menunjukkan eksistensinya, menandakan hari sudah pagi. Suasana di rumah Yeri lebih ramai dari biasanya karena para sahabatnya menginap. Dentingan garpu dan sendok menggema di ruang makan, sesekali terlontar candaan membuat minggu pagi ini terasa lebih menyenangkan. "Oh iya, Yeri dimana?" Tanya Jena saat menyadari Yeri belum berkumpul dengan mereka. Semua yang ada di ruang makan hanya saling menatap hingga Wendy bersuara, "Dia masih di kamar"Jawab Wendy sambil menyantap makanannya. -:- Yeri baru saja menyelesaikan ritual paginya, mandi. Setelah memakai busana, Yeri melihat pantulannya di cermin, memoles sedikit bedak pada wajahnya dan menyisir rambutnya. Dukk Gerakan Yeri terhenti. Yeri mengedarkan pandangan keseluruh penjuru kamarnya, namun nihil. tidak ada apa-apa. Yeri mengangkat bahunya dan kembali mematut dirinya di cermin. Tak berselang lama, suara itu terdengar lagi. Kali ini pandangan Yeri tertuju pada lemari pakaiannya. Dengan tangan yang masih mengenggam si
Koridor yang sepi membuat suara langkah kakinya menggema. Hanya segelintir orang yang terlihat. Maklum, jam sekolah telah usai satu jam yang lalu. Yeri diminta oleh Pak Jodi untuk membantunya memasukkan nilai dan itu membuatnya pulang lebih lambat dari siswa lainnya. Yeri berjalan dengan santai, tangannya mengenggam tali tas. Tak sengaja matanya melihat sekelompok murid perempuan di ujung koridor. Yeri menghela napas. Dengan terpaksa Yeri harus melewati mereka karena tidak ada jalan lain. Ia mempercepat langkahnya saat melewati para perempuan itu, lagipula Tara sudah menunggunya di depan gerbang sekolah, ia harus cepat. “Hallo, Yeri!” Langkah Yeri terhenti dan menoleh kearah orang yang tadi menyapanya. Nancy- yang tadi menyapa Yeri- menampilkan wajah mengejek dan senyuman sinis, “Sekarang lo udah sadar kan? Jordan ga bakal ngelirik dan milih lo!” Teman-teman Nancy tertawa setelahnya sedangkan Nancy bersidekap dada dengan angkuh, menunggu respon yang akan Yeri berikan. Namun Yeri ti
"Cepetan buka bagasi nya." "Iya bawel." Setelah selesai berbelanja kebutuhan rumah, Jena dan Tara langsung bergegas pulang kerumah. Namun, saat mereka sudah masuk kedalam mobil, Tara tidak langsung menyalakan mesin mobil melainkan berkutat dengan ponselnya. Hal itu pun membuat Jena kesal. "Buruan jalan. Kasian dua bocil dirumah sendirian," Omel Jena sambil memukul bahu Tara. "Bentar napa sih! gue mau bales chat Irena dulu." jawab Tara dan dibalas dengan puluhan ocehan Jena. "Sumpah, besok-besok mending gue ngajak Yeri buat belanja. Lo bikin gue pengen gigit stir mobil mulu." dumel Tara. Setelah itu mobil Tara melaju dengan kecepatan rata-rata. Jalanan yang tidak terlalu ramai mempersingkat waktu perjalanan. Saat berada di jalan menuju rumahnya, tiba-tiba sesuatu melesat dengan cepat di depan mobil Tara. Tara yang terkejut pun menginjak rem dengan kuat membuat tubuhnya dan Jena terhuyung ke depan. "Apaan itu? jangan-jangan lu nabrak orang!!" ucap Jena Histeris. Jena pun menyuruh
Atensi Yeri terpaku pada layar televisi. Sesekali tanganya mengambil cemilan diatas meja kemudian memasukkannya kedalam mulutnya. Hanya Yeri yang berada di ruang tamu. Jena sedang membantu adik bungsunya mengerjakan tugas rumah dikamar Key, sedangkan Tara belum kembali dari tempat kerjanya.tuk tuk tukSuara ketukan sedari tadi terdengar dari arah dapur. Yeri yang mulanya menikmati siaran televisi harus terganggu oleh suara yang membuat siapapun yang mendengarnya menjadi parno. Entah mengapa semakin Yeri mengabaikan suara itu, semakin keras pula suara itu terdengar. Yeri meraih remote kemudian menambah volume suara televisi. Sesaat suara itu tidak lagi terdengar. Yeri pun kembali menyamankan tubuhnya diatas sofa dengan kaki yang Ia naikkan keatas meja.Tidak lama kemudian tubuh Yeri kembali menegang. Suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dan jelas seakan suara itu berasal dari samping Yeri. Sangat jelas. Yeri mengigit bibir bawahnya dan mencengkram erat pinggiran sofa. Ia ing
Hari semakin larut. Jena sedang asik memainkan ponselnya, telivisi yang menyala dihadapannya pun ia abaikan. Kemudian Jena tersentak kaget saat Yeri tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya duduk di sampingnya. Jena memukul lengan Yeri pelan, “Ngagetin lo ah!” Yeri hanya tertawa puas melihat wajah terkejut kakak perempuannya. Setelah itu suasana kembali hening. Hanya ada suara televisi dan suara dari handphone Jena. Tak lama terdengar suara dari perut Yeri. Yeri memegang perutnya, ia lapar. Ia pun menusuk-nusuk lengan Jena dengan jari telunjuknya mencoba mencuri atensi kakaknya. "Jena.. gue laper." "Bikin mie instan aja sana, pake nasi biar kenyang" timpal Jena tanpa menoleh ke arah adiknya itu. Sibuk dengan handphonenya. "Gak ada makanan lain? Gue bosen mie terus." "Kalau gak mau yaudah, tunggu Tara pulang." Jawab singkat Jena, Yeri mendengus kesal. "Tara kan pulangnya jam 11, masa gue harus nunggu 2 jam?" "Terserah lo" dengan sangat terpaksa, Yeri bangun dari duduknya dan berjalan menuj
Satu minggu telah berlalu. Lagi-lagi kegaduhan terdengar di dalam rumah Yeri. Keluarga Yeri memang tidak bisa lepas dari kata gaduh. Ya lebih tepatnya Tara dan Jena, dua kakak beradik itu sering membuat kebisingan setiap hari. Kehebohan hari ini berawal dari Jena yang meminta Tara mengajarkannya memasak untuk makan malam dan berakhir dengan Tara yang tidak berhenti mengomel seperti ibu-ibu. 'Lo mau masak apa bakar rumah sih?!' 'Lo mau masak ikan yang bener dong, masa sisik ikannya lo makan juga!' 'Gila! Garamnya dikit aja woy! Lo kalo mau bunuh diri ga usah ngajak yang lain' Kira-kira seperti itulah pertengkaran kakak beradik ini. Tara dan Jena memang susah akur karena umur mereka hanya terpaut 1 tahun, jadi diantara mereka tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya Jena menyerah. Dia memang tidak pandai memasak. Dan semua hal tentang masakan diambil alih oleh Tara. Jena hanya membantu menata piring-piring di meja makan. "Lo panggil Yeri sama Key gih" perintah Tara. Dengan malas Jena m
Hari ini Yeri tidak masuk sekolah. Alpha. Tidak ada yang tahu kenapa Yeri absen, bahkan para sahabatnya pun tidak tahu. Saat bel istirahat berbunyi, Serena dan yang lain berkumpul di pojok belakang kelas, duduk mengelilingi meja Helmi dan Justin. Mereka sedang menerka-nerka alasan mengapa Yeri tidak hadir hari ini. “Tumben banget loh. Yeri gak masuk sekolah tapi gak ngasih kabar ke kita sama sekali.” Celetuk Wendy, yang lain mengangguk mengiyakan. “Coba deh Ser, lo chat Kak Tara atau Jena.” Usul Justin. Serena menggeleng pelan dan menunjukkan layar handphonenya, “Udah, tapi gak di bales. Di read aja engga.” Setelah itu hanya ada keheningan di antara mereka. Mereka berkutat dengan pikiran masing-masing hingga Wendy menyarankan Serena untuk mencoba menelepon Tara atau Jena. Serena mengangguk dan kemudian mencoba menghubungi kedua kakak Yeri. “Mau kemana lo
Sehari setelah para sahabatnya menjenguk Yeri, Ia merasa lebih baik dan memutuskan untuk masuk sekolah hari ini. Walaupun luka lebam pada lengannya belum juga sembuh. Tara sempat membujuk sang adik untuk beristirahat dirumah lebih lama namun Yeri menolak bujukan sang kakak. Ia tidak mau tertinggal pelajaran. "Yer, pulang aja ya?" Yeri yang sedari tadi menelungkupkan kepalanya langsung menegakkan badannya dan menghela napas lelah. Sudah yang kesekian kalinya Wendy menyuruhnya untuk pulang, "Gue gapapa Wen." "Ih, muka lo masih pucet Yer!" "Ayo Yer. Biar gue nyuruh si Justin atau Helmi ngan-" ucapan Wendy terputus saat seseorang memasukkan sepotong roti kedalam mulutnya. "Bawel banget deh lo." Helmi- si pelaku- mendapat pukulan yang tidak bisa dikatakan pelan di punggungnya. Sementara Yeri hanya tertawa melihatnya. Ah.. sudah berapa hari Ia tidak masuk sekolah dan Ia merindukan keributan yang dibuat oleh pata sahabatnya itu. "Beneran udah sehat Yer?" tanya Justin. "Udah kok." Just
Sepuluh menit menuju tengah malam. Seluruh penghuni rumah sudah terlelap namun Tara masih terjaga, tidak bisa tidur. Ia memandang langit-langit dan menjadikan tangannya sendiri sebagai bantal. Entahlah, dia tiba-tiba merasa khawatir dengan keadaan adik-adiknya dirumah. Walau Ia yakin Yeri pasti mengundang teman-temannya menginap tapi rasa cemas tetap datang menghampirinya. Tara mendudukan tubuhnya dan mengusap wajahnya. Disaat yang bersamaan, pintu kamar Tara terbuka dan memperlihatkan Jena dengan piyama tidurnya. Ada raut gelisah di wajahnya, “Kenapa Jen?” “Can we go home now? Perasaan gue gak enak.” Tanpa berpikir dua kali, Tara mengangguk menyetujui saran adiknya. Dengan tidak enak hati, Tara dan Jena harus membangunkan om serta tantenya di tengah malam untuk berpamitan. Namun siapa sangka Juna dan istrinya memutuskan untuk ikut keponakannya pulang ke rumah. Dengan waktu yang singkat untu
“Om masih punya nomor telepon temen om gak?”“Temen yang mana? Temen Om banyak omong-omong.” Jawab Juna sambil menyesap kopi yang baru dibuat kembali oleh Sonya-istrinya.“Yang waktu itu nolongin kita Om.”“Ohh.. Yoshi?” tebak lelaki itu. Tara dan Jena langsung mengangguk semangat. Juna menatap kedua keponakan kesayangannya intens, sedangkan kedua kakak beradik itu menatap Om-nya penuh harap. Sembari menghela napas, Juna menegakkan tubuhnya dan menyesap kembali kopinya, “Om ga inget nomornya, coba tanya tante mu.”-:-Posisi matahari tepat diatas kepala. Di tengah teriknya matahari, mobil Tara melaju membelah jalanan. Akhirnya mereka mendapatkan nomor telepon dan alamat Yoshi dari Sonya, tantenya. Namun, saat Jena mencoba menghubungi teman Om dan tantenya itu ternyata nomornya sudah tidak aktif. Disinilah m
Matahari belum muncul sepenuhnya namun Tara serta Jena sudah sibuk dan lagi-lagi menimbulkan kebisingan. Yeri yang sedang duduk disofa menatap jengah kearah kedua kakaknya yang mondar-mandir tidak jelas, “Lo berdua ngapain sih?” “Gue sama Jena mau ke rumah Om Seokjin.” Ucap Tara yang sudah rapih dengan setelan kemejanya. “Terus gue gak lo ajak gitu?” sungut Yeri, Tara menatap Yeri datar. Laki-laki itu pun mendudukan bokongnya di samping adik perempuannya. Menunggu Jena yang masih bersiap di kamarnya, “Lo kan tau kejadian semalem, gak mungkin gue ajak Key. Jadi lo dirumah aja jagain Key.” Yeri membenarkan ucapan kakak laki-lakinya dalam hati. Selanjutnya hanya ada suara televisi yang mengisi ruang tamu. Tak lama kemudian, Jena yang telah selesai bersiap datang dan menyeret Tara untuk segera berangkat. Mata Yeri bergerak mengikuti kedua kakaknya hingga mereka tidak terlihat lagi dalam pandangannya. Yeri menggeleng pelan dan terkekeh kecil melihat tingkah kakaknya itu. Setelahnya Yeri
Sehari setelah para sahabatnya menjenguk Yeri, Ia merasa lebih baik dan memutuskan untuk masuk sekolah hari ini. Walaupun luka lebam pada lengannya belum juga sembuh. Tara sempat membujuk sang adik untuk beristirahat dirumah lebih lama namun Yeri menolak bujukan sang kakak. Ia tidak mau tertinggal pelajaran. "Yer, pulang aja ya?" Yeri yang sedari tadi menelungkupkan kepalanya langsung menegakkan badannya dan menghela napas lelah. Sudah yang kesekian kalinya Wendy menyuruhnya untuk pulang, "Gue gapapa Wen." "Ih, muka lo masih pucet Yer!" "Ayo Yer. Biar gue nyuruh si Justin atau Helmi ngan-" ucapan Wendy terputus saat seseorang memasukkan sepotong roti kedalam mulutnya. "Bawel banget deh lo." Helmi- si pelaku- mendapat pukulan yang tidak bisa dikatakan pelan di punggungnya. Sementara Yeri hanya tertawa melihatnya. Ah.. sudah berapa hari Ia tidak masuk sekolah dan Ia merindukan keributan yang dibuat oleh pata sahabatnya itu. "Beneran udah sehat Yer?" tanya Justin. "Udah kok." Just
Hari ini Yeri tidak masuk sekolah. Alpha. Tidak ada yang tahu kenapa Yeri absen, bahkan para sahabatnya pun tidak tahu. Saat bel istirahat berbunyi, Serena dan yang lain berkumpul di pojok belakang kelas, duduk mengelilingi meja Helmi dan Justin. Mereka sedang menerka-nerka alasan mengapa Yeri tidak hadir hari ini. “Tumben banget loh. Yeri gak masuk sekolah tapi gak ngasih kabar ke kita sama sekali.” Celetuk Wendy, yang lain mengangguk mengiyakan. “Coba deh Ser, lo chat Kak Tara atau Jena.” Usul Justin. Serena menggeleng pelan dan menunjukkan layar handphonenya, “Udah, tapi gak di bales. Di read aja engga.” Setelah itu hanya ada keheningan di antara mereka. Mereka berkutat dengan pikiran masing-masing hingga Wendy menyarankan Serena untuk mencoba menelepon Tara atau Jena. Serena mengangguk dan kemudian mencoba menghubungi kedua kakak Yeri. “Mau kemana lo
Satu minggu telah berlalu. Lagi-lagi kegaduhan terdengar di dalam rumah Yeri. Keluarga Yeri memang tidak bisa lepas dari kata gaduh. Ya lebih tepatnya Tara dan Jena, dua kakak beradik itu sering membuat kebisingan setiap hari. Kehebohan hari ini berawal dari Jena yang meminta Tara mengajarkannya memasak untuk makan malam dan berakhir dengan Tara yang tidak berhenti mengomel seperti ibu-ibu. 'Lo mau masak apa bakar rumah sih?!' 'Lo mau masak ikan yang bener dong, masa sisik ikannya lo makan juga!' 'Gila! Garamnya dikit aja woy! Lo kalo mau bunuh diri ga usah ngajak yang lain' Kira-kira seperti itulah pertengkaran kakak beradik ini. Tara dan Jena memang susah akur karena umur mereka hanya terpaut 1 tahun, jadi diantara mereka tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya Jena menyerah. Dia memang tidak pandai memasak. Dan semua hal tentang masakan diambil alih oleh Tara. Jena hanya membantu menata piring-piring di meja makan. "Lo panggil Yeri sama Key gih" perintah Tara. Dengan malas Jena m
Hari semakin larut. Jena sedang asik memainkan ponselnya, telivisi yang menyala dihadapannya pun ia abaikan. Kemudian Jena tersentak kaget saat Yeri tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya duduk di sampingnya. Jena memukul lengan Yeri pelan, “Ngagetin lo ah!” Yeri hanya tertawa puas melihat wajah terkejut kakak perempuannya. Setelah itu suasana kembali hening. Hanya ada suara televisi dan suara dari handphone Jena. Tak lama terdengar suara dari perut Yeri. Yeri memegang perutnya, ia lapar. Ia pun menusuk-nusuk lengan Jena dengan jari telunjuknya mencoba mencuri atensi kakaknya. "Jena.. gue laper." "Bikin mie instan aja sana, pake nasi biar kenyang" timpal Jena tanpa menoleh ke arah adiknya itu. Sibuk dengan handphonenya. "Gak ada makanan lain? Gue bosen mie terus." "Kalau gak mau yaudah, tunggu Tara pulang." Jawab singkat Jena, Yeri mendengus kesal. "Tara kan pulangnya jam 11, masa gue harus nunggu 2 jam?" "Terserah lo" dengan sangat terpaksa, Yeri bangun dari duduknya dan berjalan menuj
Atensi Yeri terpaku pada layar televisi. Sesekali tanganya mengambil cemilan diatas meja kemudian memasukkannya kedalam mulutnya. Hanya Yeri yang berada di ruang tamu. Jena sedang membantu adik bungsunya mengerjakan tugas rumah dikamar Key, sedangkan Tara belum kembali dari tempat kerjanya.tuk tuk tukSuara ketukan sedari tadi terdengar dari arah dapur. Yeri yang mulanya menikmati siaran televisi harus terganggu oleh suara yang membuat siapapun yang mendengarnya menjadi parno. Entah mengapa semakin Yeri mengabaikan suara itu, semakin keras pula suara itu terdengar. Yeri meraih remote kemudian menambah volume suara televisi. Sesaat suara itu tidak lagi terdengar. Yeri pun kembali menyamankan tubuhnya diatas sofa dengan kaki yang Ia naikkan keatas meja.Tidak lama kemudian tubuh Yeri kembali menegang. Suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dan jelas seakan suara itu berasal dari samping Yeri. Sangat jelas. Yeri mengigit bibir bawahnya dan mencengkram erat pinggiran sofa. Ia ing
"Cepetan buka bagasi nya." "Iya bawel." Setelah selesai berbelanja kebutuhan rumah, Jena dan Tara langsung bergegas pulang kerumah. Namun, saat mereka sudah masuk kedalam mobil, Tara tidak langsung menyalakan mesin mobil melainkan berkutat dengan ponselnya. Hal itu pun membuat Jena kesal. "Buruan jalan. Kasian dua bocil dirumah sendirian," Omel Jena sambil memukul bahu Tara. "Bentar napa sih! gue mau bales chat Irena dulu." jawab Tara dan dibalas dengan puluhan ocehan Jena. "Sumpah, besok-besok mending gue ngajak Yeri buat belanja. Lo bikin gue pengen gigit stir mobil mulu." dumel Tara. Setelah itu mobil Tara melaju dengan kecepatan rata-rata. Jalanan yang tidak terlalu ramai mempersingkat waktu perjalanan. Saat berada di jalan menuju rumahnya, tiba-tiba sesuatu melesat dengan cepat di depan mobil Tara. Tara yang terkejut pun menginjak rem dengan kuat membuat tubuhnya dan Jena terhuyung ke depan. "Apaan itu? jangan-jangan lu nabrak orang!!" ucap Jena Histeris. Jena pun menyuruh