Share

Pengacau

Author: Azalea
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Kalau kau sudah tidak ada rasa, kembalikan aku dengan baik-baik pada orang tuaku.”

Perkataan Melody sukses membuat Edwin terbelalak, tangan lelaki itu terangkat menyentuh kening Melody, “Tidak panas.”

Melody mencebik, “Kau kira kau mengigau apa? Aku serius, Ed.”

“Jangan bicara sesuatu yang mustahil begitu, Mel. Aku tidak akan mungkin meninggalkanmu dalam situasi apapun, kita sudah sama-sama berjanji. Dulu kali pertama aku berjanji dan aku ingkar dan ini kali kedua aku tidak ingin mengingkari janjiku lagi.”

Dulu Edwin memang berjanji untuk menjaga Melody dan juga mencintainya sepenuh hati namun karena keras hatinya wanita itu Edwin akhirnya harus mengalah dan melepaskannya meski akhirnya sekarang mereka kembali bersama.

Edwin tidak sekedar berucap janji, tapi ia benar-benar akan membuktikannya. Sejauh ini Edwin memang sudah menjalankan perannya dengan baik, bukan hanya sekedar sebagai suami tapi juga ayah untuk Zea.

“Isi hati orang tidak akan ada yang tahu, Ed. Aku hanya berpikir real
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Bisa Juga Jadi Kebanggan

    Melody menghela napas panjang, melempar begitu saja ponsel ke sofa.“Siapa lagi yang menginginkan keretakan hubunganku dan Edwin?” gumamnya.Ya, ia baru saja melihat foto Edwin yang dipeluk oleh Sarah. Nomor tidak dikenal mengirimkannya pada Melody namun hal itu sama sekali tidak membuat Melody hilang akal dan melabrak ke kantor. Ini masih jam kantor dan Edwin pasti masih sibuk bekerja.Melody itu mantan orang jahat, bilang saja begitu karena dulu ia sama sekali tidak pernah peduli pada siapapun. Jadi ia tahu jelas apa yang terjadi sebenarnya adalah sebuah kesengajaan yang dilakukan oleh salah satu pihak yang mungkin pernah dirugikan baik oleh Melody atau pun Edwin.Ia mengira jika sudah menikah dengan Edwin maka tidak akan ada lagi masalah yang datang tapi ternyata salah. Tetap saja ada masalah yang menghadang karena sangat mustahil kehidupan berjalan tanpa sebuah masalah. Bahkan Serra dan Nino sekalipun yang hidupnya tampak sempurna pasti memiliki masalah dalam kehidupan mereka.“Me

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Hadiah Tertukar

    “Anak-anak sudah tidur semua, Mas?”“Sudah. Sekarang giliran bundanya yang tidur.” Nino naik ke atas ranjang.Ia sudah memastikan jika anak-anaknya sudah tidur. Anak-anak memang sudah dibiasakan untuk tidur sendiri tapi tetap saja mereka memantau menggunakan monitor.Sebagai pasangan tentu mereka harus memiliki waktu berkualitas untuk berduaan, untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.“Aku masih belum ngantuk, kamu tidur saja kalau sudah mengantuk. Besok kerja ‘kan?” Serra menarik selimut dan membaringkan tubuhnya tanpa ada niat untuk tidur karena memang matanya belum merasa berat.“Aku akan menemanimu. Mana mungkin wanita secantik ini kubiarkan begadang sendirian.” Nino tersenyum lebar, ia berbaring miring menghadap sang istri.“Kapan kemampuan merayumu itu hilang?” Serra mencibir.“Saat ada di hadapan wanita lain.”Laki-laki yang orang pikir tidak akan setia malah sebaliknya. Nino memiliki segalanya, harta, popularitas dan juga tampang. Tapi dalam benaknya sama sekali tidak terpikir

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Kupinjam suamimu

    POV Melody“Kalau tidak tertukar di toko itu sendiri, berarti di kantor. Aku hanya ke dua tempat itu saja. Saat jam makan siang curi-curi waktu kesana untuk membelikan hadiah eh malah tertukar.”Edwin bicara dengan santai. Tidak terlihat mencurigakan.Aku percaya Edwin bukan lelaki seperti itu.“Sudah, tidak apa-apa. Kita lanjut makan ya, aku sudah lapar.” Senyumku masih tersungging.Tidak mau membuatnya malah tidak enak karena hadiah tertukar ini.Aku berpikir malah ada yang sengaja sudah menukarnya. Tapi tidak tahu orang itu siapa. Tidak seharusnya aku memikirkan masalah seperti ini, malah membuat pikiran buruk semakin berkembang.Selesai makan, kami kembali ke kamar. Duduk di sofa yang menghadap jendela, memandang rintik hujan yang belum ada tanda-tanda reda.Kusandarkan kepala di pundak Edwin.“Bagaimana pekerjaanmu hari ini?”“Lumayan melelahkan. Maaf ya, aku malah terlambat datang. Kamu sampai ketiduran tadi.”“Tak masalah, aku mengerti.”“Nanti tunggu libur panjang baru aku aka

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Sebuah Kepercayaan

    “Kenapa?”Aku memaksakan senyum agar papa tidak curiga.“Tidak apa-apa, Pa. Edwin bilang sebentar lagi sampai, papa pulang saja. Kasihan Bunda sendirian.”“Benar tidak apa-apa papa pulang?”“Iya, Pa. Zea juga sudah diberi obat, demamnya pasti sebentar lagi turun.”“Ya sudah. Kalau ada apa-apa langsung kabari papa ya?”“Eh, Papa pulang pakai apa?”Papa meringis, “Pinjam motornya Edwin. Besok dikembalikan.”Aku mengangguk, “Sebentar, aku ambil dulu jas hujannya.”Setelah Papa pulang pun Edwin tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya membuatku semakin gelisah.“Apa mungkin dia ….”Aku menggeleng, menepis semua pikiran buruk itu. Tidak akan mungkin Edwin melakukan itu, orang yang mengirimkan pesan pasti hanya orang iseng saja. Tapi Edwin pergi kemana sampai belum pulang, ini sudah sangat larut.Tidak ada yang bisa kutanyai teman kantornya karena memang tidak ada yang kukenal.Apa aku tanya saja pada wanita itu ya. Dia teman kerjanya Edwin. Tapi aku takut malah nanti Edwin malah dipanda

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   CD dan Kontrasepsi

    “Bunda, kakak sakit. Ayo bawa kakak ke dokter.”Keningku berkerut mendengar penuturan Maura, “Sakit? Sakit apa, kakak tidak bilang apa-apa pada Bunda.”“Sakit gatal, Bunda. Lehernya merah-merah, jalannya juga seperti penguin.”Deg!“Adek kapan lihatnya?”“Kemarin.”Kemarin aku memang tidak ada di rumah, aku lembur untuk menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk. Berharap saat anak-anak libur sekolah aku bisa membawa mereka jalan-jalan. Aku sebenarnya tidak pernah khawatir meninggalkan kedua putriku di rumah karena ada Bi Asih yang menemani.Tapi apa yang kudengar ini membuat dada terasa sesak. Pikiranku langsung menuju pada hal negatif, sebagai orang tua jelas aku sangat takut.Anak kecil seperti Maura juga tidak akan mungkin mengada-ada. Dia memang selalu menceritakan apa yang dilihat dan didengarnya.“Sini, duduk dulu.” Aku menarik Maura untuk duduk di pangkuanku.“Tapi adek mau main, Bun.”“Iya, sebentar. Bunda tanya, adek kalau malam tidur sama kakak?”“Oh iya, adek lupa kasih tahu. K

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Kebohongan Melody

    Gedebug!“Hwaaa, Bundaaa ....”Aku tersentak mendengar suara jatuh dan teriakan Maura. Kulempar ponsel itu begitu saja ke kasur Melody lalu berlari keluar menuju sumber suara.Maura terduduk di ambang pintu kamar mandi, aku langsung menghampirinya.“Kenapa, sayang?” Kuangkat tubuhnya, dia masih menangis sesegukan.“Sakit.” Dia meringis sambil memegangi kepala belakangnya.Kebiasaannya, keluar dan masuk kamar mandi sambil berlari, beginilah akibatnya. Memang anak-anak susah untuk dikasih tahu.Dengan lembut aku mengelus kepalanya sampai tangis Maura mereda.“Masih sakit?”“Sedikit,” cicitnya.“Ingat pesan Bunda, kalau masuk dan keluar kamar mandi tidak boleh sambil berlari. Ya?”Maura mengangguk kecil.Saking kagetnya aku sampai lupa soal tujuanku tadi ke kamar Melody. Rasanya aku masih tidak percaya, masalahnya Nino, kekasihku itu pamit untuk pemotretan ke Paris satu minggu yang lalu dan akan kembali minggu depan. Jangan sampai pikiran buruk ini membuat hubunganku dan Nino retak, lagi

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Kecurigaan Pada Nino

    [Ra, aku di jalan ke rumahmu. Sekalian menginap, anak-anak di rumah ‘kan?]Lamunanku buyar saat melihat di lintas layar pesan masuk dari Mas Tian.[Kenapa tiba-tiba, Mas? Anak-anak sudah tidur.] balasku.[Rumahmu dekat dari tempatku sekarang. Rianti tidak kuat jika harus cari hotel, tahu sendiri kondisinya.]Istrinya Mas Tian memang sedang hamil muda, katanya mudah sekali merasa mual jadi tidak bisa lama naik mobil. Rianti bukan alasan aku dan Mas Tian berpisah, kami berpisah karena memang sudah tidak cocok. Tapi hubungan kami sebagai orang tua anak-anak masih terjalin dengan baik.Bukan hanya sekali, sebenarnya sudah biasa Mas Tian dan Rianti menginap di sini, mereka tinggal di luar kota. Tapi tetap saja Melody tidak menerima, hanya Maura yang bisa sedikit akrab dengan istri baru ayahnya itu.“Sayang, kenapa layarnya hitam?”Oh, ya ampun. Aku lupa sambungan panggilan belum terputus.“Iya, Mas.” Aku tersenyum dengan kaku.“Ada masalah apa? Cerita, aku akan mendengarnya.”Aku menggelen

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Lingerie di Kamar Melody

    “Tidak ada apa-apa, Mas.”“Serra!”“Ini masalah perempuan.”“Tapi dia putriku, Serra.”“Percaya padaku, tidak ada apa-apa. Ini hanya masalah anak gadismu dan kekasihnya jadi aku masih bisa menangani, tenang saja.” Aku melangkah keluar meninggalkan Mas Tian yang masih berada di kamar Melody.Malu jika pagi-pagi sudah ribut begini apalagi di depan Rianti. Sebenarnya dia itu wanita baik tapi tetap saja wanita yang berlabel ibu tiri itu buruk di mata Melody.Hari ini sengaja aku tidak masuk ke kantor, pekerjaanku pun sudah selesai kemarin. Masalah ini jelas sangat penting.“Bunda, hari ini adek tidak mau sekolah ya,” ujar Maura saat aku ikut bergabung di meja makan.“Kenapa?”“Mau jalan-jalan bersama Ayah.”Selalu seperti ini, saat ayahnya datang bukan di hari libur maka Maura akan meliburkan dirinya sendiri. Tidak masalah toh dia masih di taman kanak-kanak, jarang juga bertemu dengan ayahnya.“Ti, nanti aku titip Maura ya. Mau antar Melody ke sekolah.” Aku hanya menghabiskan segelas susu

Latest chapter

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Sebuah Kepercayaan

    “Kenapa?”Aku memaksakan senyum agar papa tidak curiga.“Tidak apa-apa, Pa. Edwin bilang sebentar lagi sampai, papa pulang saja. Kasihan Bunda sendirian.”“Benar tidak apa-apa papa pulang?”“Iya, Pa. Zea juga sudah diberi obat, demamnya pasti sebentar lagi turun.”“Ya sudah. Kalau ada apa-apa langsung kabari papa ya?”“Eh, Papa pulang pakai apa?”Papa meringis, “Pinjam motornya Edwin. Besok dikembalikan.”Aku mengangguk, “Sebentar, aku ambil dulu jas hujannya.”Setelah Papa pulang pun Edwin tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya membuatku semakin gelisah.“Apa mungkin dia ….”Aku menggeleng, menepis semua pikiran buruk itu. Tidak akan mungkin Edwin melakukan itu, orang yang mengirimkan pesan pasti hanya orang iseng saja. Tapi Edwin pergi kemana sampai belum pulang, ini sudah sangat larut.Tidak ada yang bisa kutanyai teman kantornya karena memang tidak ada yang kukenal.Apa aku tanya saja pada wanita itu ya. Dia teman kerjanya Edwin. Tapi aku takut malah nanti Edwin malah dipanda

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Kupinjam suamimu

    POV Melody“Kalau tidak tertukar di toko itu sendiri, berarti di kantor. Aku hanya ke dua tempat itu saja. Saat jam makan siang curi-curi waktu kesana untuk membelikan hadiah eh malah tertukar.”Edwin bicara dengan santai. Tidak terlihat mencurigakan.Aku percaya Edwin bukan lelaki seperti itu.“Sudah, tidak apa-apa. Kita lanjut makan ya, aku sudah lapar.” Senyumku masih tersungging.Tidak mau membuatnya malah tidak enak karena hadiah tertukar ini.Aku berpikir malah ada yang sengaja sudah menukarnya. Tapi tidak tahu orang itu siapa. Tidak seharusnya aku memikirkan masalah seperti ini, malah membuat pikiran buruk semakin berkembang.Selesai makan, kami kembali ke kamar. Duduk di sofa yang menghadap jendela, memandang rintik hujan yang belum ada tanda-tanda reda.Kusandarkan kepala di pundak Edwin.“Bagaimana pekerjaanmu hari ini?”“Lumayan melelahkan. Maaf ya, aku malah terlambat datang. Kamu sampai ketiduran tadi.”“Tak masalah, aku mengerti.”“Nanti tunggu libur panjang baru aku aka

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Hadiah Tertukar

    “Anak-anak sudah tidur semua, Mas?”“Sudah. Sekarang giliran bundanya yang tidur.” Nino naik ke atas ranjang.Ia sudah memastikan jika anak-anaknya sudah tidur. Anak-anak memang sudah dibiasakan untuk tidur sendiri tapi tetap saja mereka memantau menggunakan monitor.Sebagai pasangan tentu mereka harus memiliki waktu berkualitas untuk berduaan, untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.“Aku masih belum ngantuk, kamu tidur saja kalau sudah mengantuk. Besok kerja ‘kan?” Serra menarik selimut dan membaringkan tubuhnya tanpa ada niat untuk tidur karena memang matanya belum merasa berat.“Aku akan menemanimu. Mana mungkin wanita secantik ini kubiarkan begadang sendirian.” Nino tersenyum lebar, ia berbaring miring menghadap sang istri.“Kapan kemampuan merayumu itu hilang?” Serra mencibir.“Saat ada di hadapan wanita lain.”Laki-laki yang orang pikir tidak akan setia malah sebaliknya. Nino memiliki segalanya, harta, popularitas dan juga tampang. Tapi dalam benaknya sama sekali tidak terpikir

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Bisa Juga Jadi Kebanggan

    Melody menghela napas panjang, melempar begitu saja ponsel ke sofa.“Siapa lagi yang menginginkan keretakan hubunganku dan Edwin?” gumamnya.Ya, ia baru saja melihat foto Edwin yang dipeluk oleh Sarah. Nomor tidak dikenal mengirimkannya pada Melody namun hal itu sama sekali tidak membuat Melody hilang akal dan melabrak ke kantor. Ini masih jam kantor dan Edwin pasti masih sibuk bekerja.Melody itu mantan orang jahat, bilang saja begitu karena dulu ia sama sekali tidak pernah peduli pada siapapun. Jadi ia tahu jelas apa yang terjadi sebenarnya adalah sebuah kesengajaan yang dilakukan oleh salah satu pihak yang mungkin pernah dirugikan baik oleh Melody atau pun Edwin.Ia mengira jika sudah menikah dengan Edwin maka tidak akan ada lagi masalah yang datang tapi ternyata salah. Tetap saja ada masalah yang menghadang karena sangat mustahil kehidupan berjalan tanpa sebuah masalah. Bahkan Serra dan Nino sekalipun yang hidupnya tampak sempurna pasti memiliki masalah dalam kehidupan mereka.“Me

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Pengacau

    “Kalau kau sudah tidak ada rasa, kembalikan aku dengan baik-baik pada orang tuaku.”Perkataan Melody sukses membuat Edwin terbelalak, tangan lelaki itu terangkat menyentuh kening Melody, “Tidak panas.”Melody mencebik, “Kau kira kau mengigau apa? Aku serius, Ed.”“Jangan bicara sesuatu yang mustahil begitu, Mel. Aku tidak akan mungkin meninggalkanmu dalam situasi apapun, kita sudah sama-sama berjanji. Dulu kali pertama aku berjanji dan aku ingkar dan ini kali kedua aku tidak ingin mengingkari janjiku lagi.”Dulu Edwin memang berjanji untuk menjaga Melody dan juga mencintainya sepenuh hati namun karena keras hatinya wanita itu Edwin akhirnya harus mengalah dan melepaskannya meski akhirnya sekarang mereka kembali bersama.Edwin tidak sekedar berucap janji, tapi ia benar-benar akan membuktikannya. Sejauh ini Edwin memang sudah menjalankan perannya dengan baik, bukan hanya sekedar sebagai suami tapi juga ayah untuk Zea.“Isi hati orang tidak akan ada yang tahu, Ed. Aku hanya berpikir real

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Waktu Yang Tepat

    "Jangan, Ma. Mama di rumah, temani aku dan Zea di sini. Aku tidak akan membiarkan Mama pindah dari sini, aku tidak bisa tenang. Edwin juga pasti sama." Melody mencoba membujuk ibu mertuanya.Sebenarnya Bu Sanjaya terlanjur malu makanya ia tidak enak tinggal bersama dengan Melody dan Edwin, bukannya benci atau tidak suka. Mengingat apa yang sudah dilakukannya dulu membuat Bu Sanjaya malu setiap bertemu dengan Melody dan Edwin, dan di sini mereka bersama setiap hari.Bu Sanjaya sudah mengakui kesalahannya, ia sadar perbuatannya tidak pantas dan ingin memperbaiki semuanya. Tidak ada kata terlambat untuk berubah menjadi lebih baik. Meski mereka tinggal satu atap dengan keyakinan berbeda tapi itu sama sekali tidak merubah apapun."Mama malu" aku Bu Sanjaya.Melody mengerti apa maksud ibu mertuanya itu."Sudah ya, Ma. Jangan bahas masa lalu, aku pun malu dengan masa laluku sendiri. Sekarang kita jalani saja kehidupan sekarang. Sama-sama memperbaiki diri, kita sudah saling memaafkan bukan."

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Bangkit

    “Den Edwin, Tuan meninggal.”Hati Edwin mencelos mendengar kabar duka yang disampaikan oleh art di rumah orang tuanya. Lutut lelaki itu lemas seketika. Tanpa bisa dikomando cairan bening berjatuhan membasahi pipi. Ia manusia biasa yang bisa merasakan kesedihan apalagi ditinggal orang yang begitu disayanginya. Bukan ditinggalkan sementara tapi selamanya, mereka sudah beda alam dan tidak akan bisa bertemu lagi.Edwin dan Pak Sanjaya memang baru dekat akhir-akhir ini, saat hubungan mereka sudah membaik. Lelaki paruh baya itu malah pergi tanpa pamit dan menyisakan luka mendalam bagi mereka yang ditinggalkan.Beranjak menuju kamar untuk memanggil Melody. Ia tidak kuasa untuk mengatakan kabar duka ini. Padahal rencananya mereka akan pergi ke rumah Pak Sanjaya, namun takdir berkata lain. Sebelum mereka sampai ke sana, Pak Sanjaya pergi lebih dulu.Melody mengambil alih ponsel Edwin karena lelaki itu tidak kunjung berkata. Hanya air mata yang bicara.“Halo, Bi. Ada apa?” tanya Melody, kebetul

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Kabar Duka

    Apa yang sudah terjadi waktu itu berdampak buruk pada usaha Pak Sanjaya, meski memang wajah Edwin dan Melody tidak sampai tersorot tapi tetap saja nama baik tidak bisa dipulihkan. Edwin bahkan mulai mencari pekerjaan di tempat lain, meski bisa saja ia meminta pekerjaan pada Nino tapi Edwin ingin belajar mandiri agar tidak selalu bergantung pada siapapun.Edwin harus bisa bertanggung jawab.“Kita langsung pulang?” tanya Melody.“Iya. Kau mau beli sesuatu?”Melody menggeleng, “Aku ingin cepat sampai rumah dan rebahan.”Zea yang lelah bermain dengan Izel kini terlelap dalam dekapan sang ibu. Sampai di rumah, Zea langsung ditidurkan di kamarnya. Zea harus dibiasakan tidur di kamarnya sendiri. Anak ini sangat manja, mungkin jika sudah memiliki adik tidak akan semanja ini.“Lelah sekali?” Edwin melirik Melody yang tengah mengambil pakaian tidurnya.“Hm. Padahal hanya di rumah, tapi mengurus anak-anak membuatku lelah. Mereka nakal sekali.”Melody tidak hanya menjaga Zea saja tapi juga kedua

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Bercyandaaa … Bercyandaaa …

    “Ini nomor Mamamu yang terdaftar, tapi bisa juga bukan Mamamu yang melakukannya. Tunggu saja sampai ada informasi lanjutan soal penyebar video itu. Jangan dulu hubungi Mamamu.” Nino menepuk pundak Edwin sebelum meninggalkan lelaki itu.Tangan Edwin mengepal, “Aku tidak tahu lagi harus seperti apa kalau memang itu Mama.”Dalam hati kecilnya Edwin berharap bukan sang ibu yang melakukannya. Meski hubungan mereka renggang tapi Edwin sama sekali tidak mengharapkan hal buruk pada Bu Sanjaya.Edwin menghampiri Melody di kamar sebelah. Serra yang menemani langsung keluar membiarkan Edwin yang menemani Melody. Karena tidak ingin Zea banyak bertanya jadi sementara Melody di kamar sebelah dulu.Sedangkan Serra menghampiri suaminya yang ada di ruang tengah, Nino tampak sibuk menatap layar ponselnya.“Mas.”Lelaki itu langsung mendongak saat dipanggil, “Kenapa, sayang.”“Sudah dapat?” tanyanya lalu menghempaskan bokongnya untuk duduk di samping Nino.Nino menggeleng, “Belum tapi nomor yang kirim p

DMCA.com Protection Status