" Dewi! Jangan percaya padanya! Jangan berikan jantung itu padanya! " Teriak laki laki dibelakangnya yang ternyata adalah " Riko " bagaimana dia bisa sampai disini? bagaimana dia tahu tentang jantung pohon ini? bisik Dewi dalam hatinya ketika ia menoleh kebelakang dan mendapati rekan kerjanya yang terkenal cuek dan pendiam itu tiba-tiba ada disana dan menghampiri nya. " Lo sama sekali ngga tau Dew apa yang sebenarnya dia inginkan! " Bentak Riko sambil mengguncang tubuh Dewi, berusaha menyadarkan nya. " Kalian kenapa mau mengantar Dewi kesini! " Bentak Riko lagi kepada salah satu warga desa yang menemani Dewi menuju pohon tua itu " Apa maksud lo rik, lo kenapa tiba-tiba bisa nyusul gue sih? " Tanya Dewi, matanya sembari berkaca kaca menahan air mata yang tiba-tiba saja mau keluar " Gue ngga bisa jelasin ke elo sekarang, tapi yang past
Ratna Dewi atau sering dipanggil Dewi oleh rekan rekannya, adalah seorang jurnalis muda yang memiliki hasrat mendalam terhadap cerita-cerita urban legend. Ia bekerja di sebuah majalah misteri di Jakarta yang sering kali memuat artikel tentang tempat-tempat mistis di Indonesia. Karena ketertarikannya terhadap kisah kisah misteri seperti itu lalu, Ketika ia mendengar cerita tentang " Desa Tanpa Nama" dari rekan kerjanya, rasa ingin tahunya memuncak. Namun, cerita itu datang dengan peringatan. " guys guys ! gue ada gosip menarik nih! " ucap Agatha yang datang dengan menenteng martabak manis ditangannya. " wah, thank ya tha, tau aja elo gue suka martabak manis, perhatian banget deh " ucap Andi yang langsung mengambil kantong kresek ditangan Agatha. " Eh enak aja lo, ini bukan buat lo ya, ini buat kesenangan gue pribadi " timpal Agatha. "cielah bahasa lo " balas Andi. Dewi yang melihat tingkah laku rekan rekannya hanya menggelengkan kepalanya. "Jadi tha apa
Mereka berdua tersentak dan terbangun dari tidurnya yang lelap seakan ada sesuatu yang memaksa mereka untuk keluar dari tenda "Tha tha! bangun! gue denger sesuatu diluar" bisik Dewi sambil mengguncang badan Agatha yang masih memejamkan mata enggan membukanya. "Duhh ada apaan si, orang masih pagi juga" "Gue denger sesuatu, yuk kita coba lihat siapa tahu ada orang jadi kita bisa tanya tanya" imbuh Dewi. "Ngigau lo ya, mana ada orang ditengah hutan gini" bantah Agatha. "lo aja sana yang cek, nanti gue nyusul, gue masih ngantuk nihhh" sambungnya sembari menarik selimut nya menutupi seluruh badan. "hah ngga setia kawan banget sih lo, yaudah gue liat keluar sekarang" jawab Dewi, ia cepat cepat keluar dari tenda karena penasaran dengan suara berat seperti ada sesuatu yang muncul dari tanah membuat tanah dise
Malam semakin pekat saat Dewi kembali dari hutan menuju desa. Langit diselimuti awan gelap, hanya menyisakan cahaya samar dari bulan yang tersembunyi. Tubuhnya gemetar, tidak hanya karena dinginnya malam tetapi juga rasa takut yang perlahan menyelimutinya. Pikirannya terus memutar bayangan anak kecil di bawah pohon besar, serta suara melodi dari kotak musik yang kini terus terngiang di telinganya. Ketika ia kembali melewati jalan utama desa, suasananya berubah. Rumah-rumah yang sebelumnya tampak kosong kini menyala dengan lampu minyak di dalamnya. Beberapa pintu terbuka, dan ia melihat bayangan orang-orang bergerak di dalam rumah. Tapi anehnya, suara kehidupan sama sekali tidak terdengar. Tidak ada percakapan, tidak ada tawa, hanya keheningan mencekam. Dewi berhenti di depan sebuah rumah kecil dengan pintu yang sedikit terbuka. Ia merasa seperti diawasi. Dengan ragu, ia melangkah mendekati pintu itu, berharap bisa menemukan seseorang yang
Suara melodi dari kotak musik semakin menyeruak, menghantui hutan yang semakin sunyi. Dewi berdiri terpaku di hadapan anak kecil dengan mata hitam kosong itu, tubuhnya terasa kaku meski akalnya memerintahkannya untuk berlari. Tapi ia tidak bisa. Bayangan anak itu seolah menariknya semakin dalam, membungkam setiap rasa logis yang tersisa dalam dirinya. “Apa yang sebenarnya kau inginkan?” Suara Dewi bergetar, meski ia berusaha keras untuk terdengar tegar. Anak kecil itu tidak menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengangkat tangan kecilnya, menunjuk ke arah kotak musik yang ada di genggaman Dewi. Melodi yang keluar darinya kini berubah, seperti tangisan lirih yang penuh kesedihan. Seketika, udara di sekitar mereka berubah. Pohon-pohon di sekeliling mulai bergerak, ranting-rantingnya saling beradu seperti menjerit dalam kehampaan. Dewi merasakan ketakutan menyelimutinya, tetapi ia tahu bahwa ia harus menghadapi in
" Dewi! Jangan percaya padanya! Jangan berikan jantung itu padanya! " Teriak laki laki dibelakangnya yang ternyata adalah " Riko " bagaimana dia bisa sampai disini? bagaimana dia tahu tentang jantung pohon ini? bisik Dewi dalam hatinya ketika ia menoleh kebelakang dan mendapati rekan kerjanya yang terkenal cuek dan pendiam itu tiba-tiba ada disana dan menghampiri nya. " Lo sama sekali ngga tau Dew apa yang sebenarnya dia inginkan! " Bentak Riko sambil mengguncang tubuh Dewi, berusaha menyadarkan nya. " Kalian kenapa mau mengantar Dewi kesini! " Bentak Riko lagi kepada salah satu warga desa yang menemani Dewi menuju pohon tua itu " Apa maksud lo rik, lo kenapa tiba-tiba bisa nyusul gue sih? " Tanya Dewi, matanya sembari berkaca kaca menahan air mata yang tiba-tiba saja mau keluar " Gue ngga bisa jelasin ke elo sekarang, tapi yang past
Ruang bawah tanah itu semakin mencekam, udara di dalamnya terasa berat, seolah setiap helaan napas Dewi ditarik kembali oleh kegelapan yang pekat. Ia memegang peti kecil di tangannya dengan erat, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu. Sosok wanita dengan mata merah yang menatapnya dari kejauhan tampak semakin jelas. Rambut wanita itu melayang-layang seperti asap hitam, dan bibirnya melengkung menjadi senyum yang mengancam. “Beraninya kau mengambil sesuatu yang bukan milikmu,” wanita itu berbisik, tetapi suaranya menggema di ruangan sempit itu, memenuhi setiap sudut seperti jeritan. Dewi menggenggam peti itu lebih erat, melangkah mundur perlahan. “Aku tidak ingin mencuri. Aku hanya ingin menghentikan penderitaan desa ini,” katanya dengan suara bergetar, tetapi matanya tetap menatap wanita itu dengan penuh tekad. Wanita itu melayang mendekat, jaraknya kini hanya beberapa meter dari Dewi. “Kau t
Suara melodi dari kotak musik semakin menyeruak, menghantui hutan yang semakin sunyi. Dewi berdiri terpaku di hadapan anak kecil dengan mata hitam kosong itu, tubuhnya terasa kaku meski akalnya memerintahkannya untuk berlari. Tapi ia tidak bisa. Bayangan anak itu seolah menariknya semakin dalam, membungkam setiap rasa logis yang tersisa dalam dirinya. “Apa yang sebenarnya kau inginkan?” Suara Dewi bergetar, meski ia berusaha keras untuk terdengar tegar. Anak kecil itu tidak menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengangkat tangan kecilnya, menunjuk ke arah kotak musik yang ada di genggaman Dewi. Melodi yang keluar darinya kini berubah, seperti tangisan lirih yang penuh kesedihan. Seketika, udara di sekitar mereka berubah. Pohon-pohon di sekeliling mulai bergerak, ranting-rantingnya saling beradu seperti menjerit dalam kehampaan. Dewi merasakan ketakutan menyelimutinya, tetapi ia tahu bahwa ia harus menghadapi in
Malam semakin pekat saat Dewi kembali dari hutan menuju desa. Langit diselimuti awan gelap, hanya menyisakan cahaya samar dari bulan yang tersembunyi. Tubuhnya gemetar, tidak hanya karena dinginnya malam tetapi juga rasa takut yang perlahan menyelimutinya. Pikirannya terus memutar bayangan anak kecil di bawah pohon besar, serta suara melodi dari kotak musik yang kini terus terngiang di telinganya. Ketika ia kembali melewati jalan utama desa, suasananya berubah. Rumah-rumah yang sebelumnya tampak kosong kini menyala dengan lampu minyak di dalamnya. Beberapa pintu terbuka, dan ia melihat bayangan orang-orang bergerak di dalam rumah. Tapi anehnya, suara kehidupan sama sekali tidak terdengar. Tidak ada percakapan, tidak ada tawa, hanya keheningan mencekam. Dewi berhenti di depan sebuah rumah kecil dengan pintu yang sedikit terbuka. Ia merasa seperti diawasi. Dengan ragu, ia melangkah mendekati pintu itu, berharap bisa menemukan seseorang yang
Mereka berdua tersentak dan terbangun dari tidurnya yang lelap seakan ada sesuatu yang memaksa mereka untuk keluar dari tenda "Tha tha! bangun! gue denger sesuatu diluar" bisik Dewi sambil mengguncang badan Agatha yang masih memejamkan mata enggan membukanya. "Duhh ada apaan si, orang masih pagi juga" "Gue denger sesuatu, yuk kita coba lihat siapa tahu ada orang jadi kita bisa tanya tanya" imbuh Dewi. "Ngigau lo ya, mana ada orang ditengah hutan gini" bantah Agatha. "lo aja sana yang cek, nanti gue nyusul, gue masih ngantuk nihhh" sambungnya sembari menarik selimut nya menutupi seluruh badan. "hah ngga setia kawan banget sih lo, yaudah gue liat keluar sekarang" jawab Dewi, ia cepat cepat keluar dari tenda karena penasaran dengan suara berat seperti ada sesuatu yang muncul dari tanah membuat tanah dise
Ratna Dewi atau sering dipanggil Dewi oleh rekan rekannya, adalah seorang jurnalis muda yang memiliki hasrat mendalam terhadap cerita-cerita urban legend. Ia bekerja di sebuah majalah misteri di Jakarta yang sering kali memuat artikel tentang tempat-tempat mistis di Indonesia. Karena ketertarikannya terhadap kisah kisah misteri seperti itu lalu, Ketika ia mendengar cerita tentang " Desa Tanpa Nama" dari rekan kerjanya, rasa ingin tahunya memuncak. Namun, cerita itu datang dengan peringatan. " guys guys ! gue ada gosip menarik nih! " ucap Agatha yang datang dengan menenteng martabak manis ditangannya. " wah, thank ya tha, tau aja elo gue suka martabak manis, perhatian banget deh " ucap Andi yang langsung mengambil kantong kresek ditangan Agatha. " Eh enak aja lo, ini bukan buat lo ya, ini buat kesenangan gue pribadi " timpal Agatha. "cielah bahasa lo " balas Andi. Dewi yang melihat tingkah laku rekan rekannya hanya menggelengkan kepalanya. "Jadi tha apa