Share

Chapter 3 : The Beach

Author: ayu nuri
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

I'll make it through it

And I cannot compete

My inner voice's singing

No

No

No

No

Isyana Sarasvati

(Winter Song)

***

Rasa sakit terasa menusuk-nusuk seiring ritme pria di atas tubuhnya yang semakin cepat. Yang ingin Dita lakukan hanya mengosongkan pikirannya, namun suara desahan berat Hyuk terdengar terlalu dekat di daun telinganya.

Tangannya mulai terasa mati rasa karena cengkraman kuat Kyung Soo dan Bo Hyun yang berada di dekatnya. Yang bisa wanita itu lakukan hanya mencoba terus dan terus berteriak hingga suaranya menipis. Namun karena telapak tangan besar di atas mulutnya, teriakan Dita hanya terdengar seperti sebuah erangan tertahan.

Dita tidak suka sensasi menggelikan saat putingnya bergesekan dengan dada pria itu. Oh Tuhan, maafkan aku. Kumohon hentikan ini. Air mata Dita mengalir membasahi wajahnya yang mulai tidak karuan.

Cairan deras mengalir ke dalam tubuh Dita yang masih menangis terisak. Setelah Hyuk mencapai orgasme, kepalanya terkulai di bahu Dita. Napasnya berat dan Dita bisa mencium bau alkohol yang kuat. Tubuh wanita itu mulai bergerak tak terkendali.

Hyuk mengangkat wajahnya, memberikan seulas senyum lebar kepada Dita yang masih terisak keras. "Your body can't lie."

Dita terisak semakin keras hingga bahunya bergerak naik turun dengan sangat cepat. Bahkan menarik napas membuatnya begitu tersiksa saat ini. Ia sangat membenci dirinya sendiri yang terasa begitu menjijikan dan hina.

Menutup resleting celananya dengan hati-hati, Hyuk kemudian berlalu hingga cengkraman Kyung Soo dan Bo Hyun di pergelangan tangan Dita pun melonggar. Kesempatan! Dita bergegas merangkak dan mencoba berlari menjauh. "Tolong!"

Melihat hal itu, seorang pria langsung menindih tubuhnya yang ringkih. Mulutnya yang sebelumnya bebas untuk berteriak kembali dibekap lagi dari belakang.

Sia-sia ... Semua sia-sia ...

Tangan Dita berusaha mencakar-cakar pria yang berada di atas tubuhnya. Namun, Kyung Soo justru menarik kedua tangannya ke depan sementara Bo Hyun memperkosanya tanpa kenal ampun dari belakang. Rasa sakit itu muncul kembali tanpa bisa Dita tahan..

Aku ingin mati...

Saat Kyung Soo mulai memperkosanya, tubuh Dita sudah tidak merasakan apapun lagi. Apapun yang Kyung Soo lakukan sekarang, mengecap payudaranya atau pun genitalnya, roh Dita seakan telah pergi. Mengingkari segala hal yang telah terjadi.

Jihoon mematung melihat semuanya terjadi di hadapannya. Perasaannya sudah bercampur tidak karuan. Dia merasa dirinya menjadi bodoh, lemah, dan tidak berdaya.

Hyuk menghampiri Jihoon, memberikan tube berisi tablet obat yang mereka minum sebelumnya. "Setelah kau melakukannya, berikan dia semua ini."

Jihoon mengangguk dan tanpa membantah, dia mengambil obat-obat itu dari tangan Hyuk. Jihoon kemudian melangkah mendatangi Dita yang terkulai lemas. Dita dapat melihat Jihoon yang datang sembari membawa tube obat. Pria itu berdiri di hadapannya tanpa ekspresi.

Oh Tuhan, kapan ini akan berakhir? Apakah dia akan menjejaliku dengan itu setelah selesai denganku? Apakah aku akan mati? Apakah jasadku akan dibuang ke laut? Apakah ayah akan mengenali jasadku? Atau mungkin aku tidak akan pernah ditemukan? Bagaimana perasaan ayah, Dika, Lina, Ismi, Meredith, dan Gayatri. Tuhan, apakah aku akan bertemu mereka lagi? Oh Tuhan, aku ingin hidup.

Lalu secara perlahan, kesadaran Dita mulai menghilang, dan lelah gelap pun mulai menghampiri gadis itu.

***

Dika menarik sudut bibirnya ke atas, tersenyum-senyum sendiri karena perasaannya begitu ringan hari ini. Sembari mendudukan diri di kursi restoran Jimbaran, dia menopang dagunya dengan senyuman. Kepalanya sejak tadi terus saja mengingat saat dirinya memberikan kartu undangan pada Dita. 

Melihat Dita menangis haru, Dika tidak bisa menyembunyikan senyumnya lebih lama. Ih, nangis aja kamu lucu. Dika ingin sekali mencubit pipi kenyal Dita saat ini.

"Kok belum datang-datang ya? Masih dua jam setelah lamaran, Dik. Sabar-sabar...." Dika mengembuskan napas sembari mengelus dadanya, berusaha menunggu Dita dengan tenang.

Kemudian Dika mengingat kembali saat dirinya melamar Dita, kemudian Dita menjawab I will. Astaga, Dika benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya karena dia sudah terkikik geli dengam mata berbinar.

Sembari memandang ke arah bintang-bintang di langit luas, Dika menyalakan lagu Isyana Sarasvati di smartphone-nya. Sibuk membayangkan mereka berdua berdansa di bawah langit penuh bintang-bintang itu. Dengan gaun pengantin dan tuxedo, diiringi debur ombak yang lembut.

Remember on the night we wished upon the stars

The melodies from heaven were singing Thou Art

Inspired us to do the things we could

And to keep what I feel

(Winter Song)

***

Memakai kaus pink bertulisan 'Save the environtment for better future', Yeo Bin melanglah keluar dari mobil Ayla-nya. Dia membawa penjepit dan 2 kantong plastik besar, yang satu berwarna hitam dan yang satu lagi berwarna oranye. Yang hitam untuk sampah yang tidak bisa terurai lagi seperti plastik, kaca, dan logam. Sementara yang oranye untuk sampah yang bisa terurai namun yang kira-kira mengganggu pemandangan indah pantai. Tangannya juga sudah dilapisi sarung tangan karet.

Yeo Bin tidak melihat ada kendaraan satu pun di sepanjang pantai yang sepi. Dia sendirian di pagi hari yang cerah ini. Padahal biasanya sang putra, Jihoon, akan menemaninya melakukan kegiatan sosial seperti ini. Namun, sayangnya dia tidak dapat menghubungi Jihoon sama sekali.

Di sepanjang pantai, dia menemukan berbagai macam sampah. Mulai dari botol plastik, sterofoam bekas makanan, kaleng bir, botol bir, dan bahkan beberapa jarum suntik.

Yeo Bin mengembuskan napas. Untuk penemuan benda yang terakhir mungkin nantinya akan dirapatkan dengan anggota komunitas, apakah penemuan ini akan dilaporkan ke pihak berwajib atau tidak.

Wanita itu semakin giat menelusuri sisi pantai sampai netranya tidak sengaja menemukan bra. "Oh ya ampun, anak muda zaman sekarang," ujarnya dalam hati.

Keningnya berkerut semakin dalam ketika ia juga menemukan celana dalam dan dress pink yang sudah tidak karuan. Netranya juga melihat setumpuk daun kelapa.

Perasaan tidak enaknya mulai menjadi nyata ketika dia melihat sepasang kaki dan tangan menyembul dari balik dedaunan itu.

"Oh Ya Tuhan!" Yeo Bin berseru, bergegas mendatangi sosok itu dan ketika membuka daunnya hati-hati, dia bisa melihat sesosok gadis dalam keadaan telanjang bulat.

Cepat-cepat ia menaruh jarinya di hidung gadis itu. Tidak sampai sana, dia juga meletakkan telinganya di atas dada gadis ringkih yang terbaring.

Ketika mendengar deru napas, Yeo Bin mengucap syukur karena gadis itu masih hidup!

Yeo Bin bisa melihat memar di kedua pergelangan tangan dan pipinya. Apakah ...

Dengan ragu, wanita itu menyingkap daun di bagian bawah tubuhnya. Memar di bagian paha dalam dan darah di ...

Iya, gadis itu korban pemerkosaan.

Segera ia mengambil smartphone-nya lalu menghubungi ambulance.

"Iya, Bu, korban perkosaan. Kumohon cepat ke sini ya, Bu. Saya tidak tahu gadis ini sudah dalam fase kritis atau tidak. Dia tidak sadarkan diri ... iya, Bu. Luka-luka, memar, dan darah di bagian ... Ibu tahu ... Iya, ada mobil Ayla parkir nggak jauh dari situ. "

Setelah menutup teleponnya, Yeo Bin membelai rambut gadis itu dengan perlahan. Dita.

"Kasihan sekali kamu, Nak."

Gadis ini tampak begitu familiar di matanya. Dia berusaha mengingat siapa gadis itu. "Oh iya, Sang gadis penari."

"Di mana orang tuamu, Nak? Mereka pasti khawatir sekarang." Yeo Bin terus saja membelai rambut Dita. Dia tidak berani menggerakan atau mengangkat kepalanya. Takut ada cedera yang serius di sana.

Tidak lama kemudian, Yeo Bin bisa mendengar suara sirine ambulance dan tiga paramedis melangkah ke arahnya. Mereka tergopoh-gopoh sembari membawa tandu, selimut besar, selimut alumunium untuk kondisi hypothermia, dan alat medis lainnya. Dengan sigap, paramedis memasangkan bantalan leher lalu mengecek denyut jantung dan pernafasan Dita.

"Tidak dalam kondisi kritis, Bu. Denyutnya masih normal."

Yeo Bin mengembuskan napas lega setelah mendengar penuturan paramedis."Syukurlah."

Paramedis menggotong Dita ke tandu dan mulai membungkusnya dengan selimut tebal. Tabung kecil oksigen dan maskernya langsung dipasangkan ke alat pernafasannya agar Dita bisa bernapas dengan baik. Setengah berlari menuju ambulance, Yeo Bin mengikuti langkah cepat mereka.

Begitu masuk ke ambulance, tubuh Dita segera dipasangkan alat-alat medis untuk memantau kondisinya.

"Saya akan mengikuti kalian dengan mobil," ujar Yeobin.

Paramedis mengangguk, segera menutup pintu ambulance-nya dengan sigap dan tak lama kemudian, kendaraan roda empat itu mulai melaju.

Yeo Bin segera berlari masuk ke dalam mobilnya yang terparkir kemudian mengikuti ambulance yang sudah melaju lebih dulu ke rumah sakit.

***

Terbangun dari tidurnya, Jihoon berjalan seperti mayat hidup yang kehilangan arah. Antara bermimpi atau nyata, dia tidak tahu itu. Yang dia tahu, kepalanya terasa begitu pening saat ini.

Teman yang lain nampaknya masih tertidur di dalam satu kamar kosong di villa tempatnya berada sekarang. Ada yang menumpuk di atas tempat tidur dan ada juga yang berbaring tak tentu arah di lantai. Jihoon sendiri baru saja terbangun di atas armchair.

Di depan kolam renang yang riaknya tak terlihat, dia berusaha menggali semua memori dan kesadarannya yang sempat menghilang. Di mana HP-ku di mana?! Dia memegang kantong celananya, mencoba mencari ponselnya namun nihil. Ini celana pendek. Celana ... Celana panjang .... Dia segera berlari ke dalam kamar dengan langkah panjang.

Mencarinya di kasur kemudian berganti ke arah kamar mandi dan akhirnya ketemu.

Jihoon membuka ponselnya, dia bisa melihat banyak panggilan masuk untuknya. Sepuluh panggilan dari ibu, tiga dari Ibu Jung, dan satu dari ayah Bo Hyun. Dia menjambak rambutnya sendiri, kemudian berkata, "Apakah itu mimpi? Atau kah semua itu benar terjadi?"

Berjalan gontai tanpa tenaga, dia kembali ke tepi kolam renang. Tanpa bisa ditahan, jantungnya berdegup sangat cepat saat ini. Dia merasa sesak. Ponselnya tiba-tiba menyala dan bergetar samar. Telepon dari ibu. Apakah harus kuangkat? Apa yang harus kukatakan pada Ibu?

Telepon terus saja bergetar, tampaknya Ibu Jihoon belum menyerah menghubungi Jihoon. Dia mengembuskan napas sebelum akhirnya mengangkat panggilan.

"Ha-Halo, Bu?"

"Jihoon!! Ke mana saja kau? Main dengan mereka lagi? Kenapa telepon ibu tak diangkat? Habis mabuk kalian, benar?!"

"Ah ... tidak, Bu."

"Ibu tidak tahu harus bicara apa lagi denganmu. Hati-hati, Nak! Orang jahat di mana-mana. Kita tidak tahu. Ini negeri asing, Nak. Kamu mau saja diajak ke mana-mana dengan putra Han dan Jung."

"Ma-maksud, Ibu?"

"Aku menemukan korban pemerkosaan di pantai saat mencari sampah."

Jihoon menutup mulutnya sendiri dengan mata melebar. Jantungnya terasa terhenti seketika hingga bernapas pun membuatnya sakit.

"Maka dari itu, Nak, hati-hati. Hati-hati! Barangkali ada yang sok bersahabat atau kemudian merampok dan aduh ... Ibu tak bisa bayangkan."

Mata Jihoon mendadak berlinang dan tanpa diminta, air mata mulai mengalir dari netranya yang terasa kosong. Dadanya sesak seketika.

"Mungkin ibu akan seharian di rumah sakit. Mungkin ibu akan ditanyai polisi juga dan kau, cepat pulang ya?!"

"I-Iya, Ibu."

Ibu Jihoon menutup telepon tanpa menunggu putranya menjawab terlebih dahulu. Jihoon yang tak kuasa menahan dirinya lagi itu berlutut di lantai. Dia tak kuasa menahan tangis hingga suara tangisnya terdengar begitu keras. Tubuhnya tak bisa menahan gravitasi lagi. Itu nyata! Itu nyata! Dita!

Kemudian dia merasa sangat mual hingga Jihoon berlari ke semak-semak terdekat. Dia memuntahkan seluruh isi perutnya yang tak seberapa. Dia jijik dengan dirinya sendiri karena sudah bertingkah begitu jahat dan tak beradab.

Hyuk yang mendengar itu seketika terbangun dari tidurnya. Dia bisa melihat jika Jihoon baru saja mengeluarkan isi perutnya. Hyuk langsung berlari menghampiri Jihoon.

"Ada apa?!" tanya Hyuk dengan raut khawatir yang tampak jelas dari wajahnya.

"Ibu menemukannya, Hyuk." Jihoon yang terisak keras kesulitan untuk melanjutkan penjelasannya. "Ibu menemukan Dita."

Hyuk terbelalak dengan mata melebar.

"Kita ... kita sudah memperkosanya, Hyuk ... kita harus bagai-"

"Shhhhhttt, nanti ada orang dengar." Hyuk segera menggeret Jihoon ke kamarnya dengan cepat.

Sesampai di kamar, Hyuk mengunci pintu agar tidak ada seorang pun yang bisa masuk untuk mendengar pembicaraan.

"Jihoon, apakah kau memberinya tablet-tablet itu?"

Jihoon terdiam lalu menggeleng dengan wajah memucat.

"Sial!!" Hyuk mengumpat marah ketika mendengar penuturan Jihoon. "Bangun kalian semua! Bangun!" Hyuk juga segera membangunkan Kyung Soo yang berada di atas ranjang dan Bo Hyun di permukaan lantai.

Kyung Soo pun terbangun dengan wajah mengantuk, namun Bo Hyun masih saja terlelap di alam mimpinya. Melihat itu, Kyung segera membangunkan Bo Hyun sementara Hyuk berjalan mondar-mandir dengan kening berkerut dalam.

"Apa sih?" ketus Bo Hyun dengan mata yang masih sayu.

"Kita harus berkemas segera. Pagi ini kita harus meninggalkan negara ini!" tukas Hyuk panik.

"Kenapa?" tanya Kyung Soo, mengerjapkan mata berkali-kali. Mencoba membuat dirinya lebih sadar.

"Kau tidak ingat apa yang kita lakukan tadi malam?" bentak Hyuk.

Mereka semua terdiam, mencoba mengingat segala hal yang terjadi lalu seketika raut wajah mereka berubah pucat. Tanpa bicara, Jihoon melangkah gontai ke sudut ruangan, berjongkok, menutup wajahnya, dan akhirnya terisak lagi.

"Ayahku akan membunuhku! Aku sudah bertunangan. Keluarga mereka akan membunuhku! Aaaa ... mati aku ... mati aku ...." Bo Hyun mulai menangis dengan panik.

Kyung Soo terdiam lama sampai akhirnya dia tiba-tiba berteriak, "Diam kalian semua! Hyuk benar. Ayo mulai berkemas!"

Mereka mulai sibuk berkemas dan tanpa aba-aba, Hyuk yang emosi berkata, "Kau sih, Jihoon. Coba kau berikan semua obat itu padanya, dia mungkin tidak akan pernah bicara pada polisi."

Geram Jihoon bangkit dan tangannya melayang, memukul rahang Hyuk hingga pria itu tersungkur ke lantai. "Kenapa kau suruh aku hah? Kenapa tidak kau lakukan saja sendiri!" Jihoon yang matanya gelap karena emosi mulai menghajar Hyuk.

"Diam kalian! Jihoon, kau harus ikut kami ke bandara. Sesampainya di Seoul baru kita memikirkan tentang semua ini," ujar Kyung Soo, mencoba menenangkan suasana yang semakin memanas.

***

Yeo Bin masih menunggu di ruang gawat darurat dengan raut cemas. Di dalam sana, Ginekolog sedang memeriksa Dita ditemani Dokter dari Kepolisian. 

Ketika keluar dari ruang pemeriksaan, Yeo Bin langsung menanyakan hal yang terjadi kepada Ginekolog.

"Apakah ibu keluarganya?" tanyanya, memastikan hubungan Yeo Bin dengan korban.

"Bukan, saya yang menemukannya."

"Kalau begitu, ikut saya ibu," ujar Dokter dari Kepolisian.

Mengikuti ke tempat parkir, Ibu dokter polisi mengambil mobil yang diparkirkan di tempat itu. Bukan mobil polisi, hanya mobil biasa berplat merah.

"Mari, Bu, masuk."

Setelah berada di dalam mobil, Yeo Bin bertanya tentang segala hal yang terjadi. "Ibu, apakah benar itu pemerkosaan."

"Dari luka-lukanya mengarah ke situ, Bu. Kami sudah mengambil bukti dari tubuhnya. Cairan dan lain-lain."

"Jadi apakah bisa ditemukan sang pelaku?"

"Kami akan periksa orang-orang terdekat dan juga saksi, seperti Ibu. Korbannya sendiri juga akan diperiksa jika dia sudah sadar. Jika korban mengenali para pelakunya, itu akan lebih mudah."

"Para pelakunya?!"

"Iya, lebih dari satu orang."

"Oh, Ya Tuhan!" Yeo Bin berseru, menutup mulutnya dengan mata melebar.

"Ibu tampak seperti bukan orang lokal?"

"Iya, Bu. Saya orang Korea."

"Oh, wow. Sudah berapa tahun tinggal di Bali? Bahasa Indonesianya bagus sekali."

"Sudah lima tahun, Ibu. Saya dan putra saya," jawab Yeo Bin, memberikan seulas senyum tipis.

"Oh, begitu."

"Iya. Putra saya punya Coffee Shop tak jauh dari Sanur, kalau Ibu mau berkunjung."

"Tentu, Ibu. Kapan-kapan, yah. Nah, kita sudah sampai."

Setelah keluar dari mobil, Yeo Bin kembali bertanya lagi dengan hati-hati. "Ibu, bagaimana dengan keluarga dari gadis itu?"

"Saya belum menerima berita kehilangan, mungkin pagi ini."

***

Dika yang sedang menyisir rambutnya karena harus bersiap pergi kerja itu melirik ponselnya mendadak berdering nyaring. Apakah dari Dita?

Tapi nadanya bukanlah nada yang biasa. Apa mungkin pakai HP ayahnya? Mungkin HP-nya lowbat.

Iya benarkan ... dia pakai HP ayahnya? Mungkin mau minta maaf karena kemarin capek banget dan Hp-nya mendadak lowbat, jadi dia nggak bisa ngangkat telpon.

Dika segera mengangkat teleponnya.

"Halo?" sapa Dika setelah hubungan tersambung.

"Dik ... Dika ..." Bukannya suara Dita, Dika jusru bisa mendengar suara bapak-bapak. Berarti ini memang benar bapak Dita.

"Pak Nyoman?" tanya Dika memastikan.

"Iya, bener ini Pak Nyoman."

"Oh iya, Pak. Ada apa, ya?"

"Dita ada sama kamu nggak?"

Dika mengerjap bingumg. Dugaannya ternyata salah. "Nggak, Pak."

"Tadi bapak juga telepon Lina, katanya juga nggak sama dia. Bapak minta tolong Lina untuk telepon temen-temennya yang lain, tapi kata Lina juga nggak ada yang tahu. Kamu bener nggak tahu Dita ke mana?"

"Dita sama aku tadi malem malah janjian makan malam di Jimbaran. Tapi nggak dateng dianya, kutelepon juga nggak dia angkat. Di wa, nggak dibales." Nada suara Dika mendadak berubah menjadi sangat khawatir.

"Begitu ya, Nak? Haduh gimana, ya?"

"A-Ayah. Mungkin aku balik ke tempat tunangan kemarin dulu. Nanya-nanya kali ada yang liat Dita, Yah."

"Ah iya, Nak. Terima kasih. Saya juga ada tamu. Nanti saya telepon lagi, ya."

"Permisi!"

"Ah iya. Eh, Pak Joko. Ada apa, ya?"

"Begini, Pak, kemaren sampai lupa. Tukang bapak sampai pagi ngobrol sama saya. Begini, Mbak Dita-nya ada?"

"Lah, ada apa ya, Pak?"

"Kemaren ... anu ... Dita minjem motor saya. Belum dibalikin. Begitu, Pak ... hehe."

"Kapan, Pak?"

"Kemarin malem. Minjem motor terus wussh pergi gitu aja."

"Oh, Ya Tuhan, di mana?"

"Ya tempat tunangan, Pak."

"Bapak tahu Dita ke mana?" Pak Nyoman kembali bertanya dengan penuh harap.

"Lha, ya saya nggak tahu, Pak. Saya nggak sempet nanya. Saya tahunya Pak Nyoman, makanya saya ke sini."

"Dita-nya belum balik dari tadi malem."

"Wadu, motor saya gimana?"

"Motor gimana, Pak! Anak saya ilang." Pak Nyoman mulai menangis terisak hingga Pak Joko mengerjap kaget.

"Eh, tenang, Pak, tenang. Di rumah temennya kali atau pacarnya."

"Nggak ada!" Pak Nyoman kembali menangis lagi.

"Ya sudah, Pak. Ayo kita ke kantor polisi saja. Biar belum 24 jam. Nanti kalau ternyata kelayapan, tak maki-maki itu anak," ujar Gayatri, mengembuskan napas.

"Iya ayo, Pak. Sekalian mau lapor soal motor saya," jawab Pak Joko yang langsung mendapat pelototan tajam Pak Nyoman. "Iya iya, saya yakin Mbak Dita bukan pencuri. Cuma mau kasih tau Mbak Dita dan motor saya ilang. Udah."

"Iya, ayo, Pak. Berangkat, saya yang nyetir," ujar Gayatri, bergegas keluar dari rumah dengan langkah lebar.

***

Dengan langkah terburu-buru bak dikejar setan, Hyuk, Kyung Soo, Bo Hyun, dan Jihoon memasuki bandara Ngurah Rai.

Mereka memakai kacamata hitam dan topi cap untuk menghindari CCTV yang ada di bandara. Bo Hyun dan Hyuk membawa troli, Kyung Soo membawa ransel, dan Jihoon hanya membawa ponsel, paspor dan dompet. Mereka kemudian melangkah menuju Garuda Costumer Service.

"Four tickets to Seoul please," kata Hyuk tanpa berlama-lama. Dia menghentakan kakinya berkali-kali, tanda tak sabar.

"Reserved for what time, what day?"

"For today. Now!" tukas Hyuk, mengedarkan pandangannya.

"I'm sorry we can't book that sir."

"What?! " Hyuk, Bo Hyun, dan Kyung Soo terkejut dengan mata melebar ketika mendengarnya.

"Aku sudah bilang padamu," lirih Jihoon dengan raut khawatir di wajahnya yang pucat pasi.

"Please. We are in hurry. How much we can pay?" Kyung Soo mengambil alih terburu-buru.

"Nothing, sir. They are all full books. If you want it, you can take it on Wednesday."

"How about today?" Hyuk kembali bertanya dengan penuh harap.

"You could take it at least six hours from now. It is under the law. But for now there are only for Wednesday."

Mereka semua mengerutkan kening, berpikir keras tentang keputusan apa yang harus mereka ambil saat ini.

"You will have a change if some peoples cancel their flight. But for 4 peoples. I doubt it. Today is Monday. It's a busy day for flight."

"Nugungaga jug-eossdago malhae! (Bilang saja ada yang meninggal!)" seru Bo Hyun yang sudah tidak bisa berpikir jernih.

"Nan dangsin-euldeul-eul su issseubnida (Saya dapat mendengar Anda)," ujar Mbak Costumer service yang menatapnya dengan kening berkerut.

Bo Hyun terbelalak, membuang muka panik karena baru menyadari jika costumer service itu bisa berbahasa Korea.

"Ottoke?! (Bagaimana?!)" tanya Bo Hyun, menoleh panik kepada kawan-kawannya yang masih mematung.

"Kita harus menemui seseorang yang kenal baik dengan kita dan keluarga kita, dan sebaiknya, dia masih berada di Bali." Kyung Soo akhirnya menekan perkataannya, memperlihatkan betapa serius keadaan kali ini.

Hyuk berpikir keras dan dia pikir, dia sepertinya tahu siapa orang yang tepat. Membuka smartphone-nya, Hyuk mulai menghubungi pria itu.

"Paman Kim! Paman ada di mana? Saya, Bo Hyun, Kyung Soo, dan Jihoon ingin menemui paman ... Ah ya, sekarang ... Baiklah ... Ah paman, bisakah kami ke penginapan paman sekarang? Iya, sekarang. Alamat? Oh, oke kami meluncur ke sana."

***

Bersambung ke Chapter 4

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jasmin Mubarak
crita ni mirip drama yg prnh q tonton✌✌✌
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 4 : The Cliff

    "Saya ingin lapor anak saya hilang, Pak."Sementara Pak Nyoman melapor, Gayatri dan Pak Joko lebih memilih duduk di kursi tunggu tak jauh dari ruang laporan.Polisi mengambil kertas yang tergeletak di atas permukaan meja dan mulai mengetik di komputer."Nama bapak?""Nyoman Prameswara."Tiba-tiba Pak Joko menginterupsi dengan suara menggebu-gebu. "Aa ... Saya juga, Pak. Saya Joko. Motor saya hilang.""Bapak bisa tunggu dulu. Setelah bapak ini ya pak." Polisi meliriknya agak kesal.

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 5 : The Airport

    I can't take my eyes off youI can't take my eyes off youDid I say that I loathe you?Did I say that I want to leave it all behind?I can't take my mind off youI can't take my mind off youDamien Rice(The Blower's Daughter)

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 6 : The Window

    I see a red door and I want it painted blackNo colors anymore, I want them to turn blackI see the girls walk by dressed in their summer clothesI have to turn my head until my darkness goesI see a line of cars and they're all painted blackWith flowers and my love, both never to come

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 7 : Jakarta

    My baby good baby Fall asleepHeavenly Baby I fall asleep in my mother's arms Sleeping baby Pretty baby Korean Lullaby***Plafon telah dilubangi sejak dari hari yang lalu. Walau waktu itu masih ragu, namun sekarang niatnya telah kuat. Walau air mata telah banyak tumpah di wajahnya, tapi apa gunanya?Siapa yang akan percaya?

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 8 : Sparks Entertainment

    "Kenapa dahinya diplester? ... Oh gak papa cuma kebentur." Gadis bergaun putih lengan panjang itu tersenyum setelah membacakan komentar di IG livenya."Kok suka pakai baju itu? Kulihat sudah pakai dua kali ... Eh iya ini pemberian ulang tahun dari kakak aku ..." jawabnya sendiri.Setelah menekan tombol pause, titik waktu digeser lagi ke posisi semula. Lalu kursor ditekan di tengah layar, adegan itu terulang."Kok suka pakai baju itu? Kulihat sudah pakai dua kali ... Eh iya ini pemberian ulang tahun dari kakak aku ..."Video itu sudah dia ulang dan ulang entah ke berapa kali. Tidak ada tujuan. Dia hanya ingin melihat sang adik tersayang di video terakhir yang sang adik buat sepanjang masa hidupnya.Sedari kecil mereka hanya berdua. Mereka

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 9 : Social Media

    I'm gonna fight 'em allA seven nation army couldn't hold me backThey're gonna rip it offTaking their time right behind my backAnd I'm talking to myself at nightBecause I can't forgetBack and forth through my mindBehind a cigaretteThe White Stripes(Seven Nations Army) ***Rumah itu terlihat buruk. Seperti tidak ad

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 10 : Kyungsoo's Apartment

    Everything's so blurry and everyone's so fakeAnd everybody's empty and everything is so messed upPre-occupied without you I cannot live at allMy whole world surrounds you I stumble then I crawlYou could be my someone you could be my sceneYou know that I'll protect you from all of the obsceneI wonder what you're doing imagine

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 11 : Practice Room

    Are you lost little girl?Where's your mama? Good griefSkin thick as bricksWas it karma? How old are ya?Watch your back, watch your stepWatch your weight, watch your words tooThey'll come at you with their teethAnd their rhinestone-covered sheathsI hope you listenThere're too many demonsSo girl don't you give inTo all of the voices around youSaying you can spread your wingsOnly if you spread those legs first, huh

Latest chapter

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 27 : Sadness and Anger

    You musteraseyour memories of me, I'mpoisonI know I can't take it no moreEven though Icouldn'tget past this,loveme as I amThe way Ilove, the way IloveSeventeen(Fear)

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 26 : The Sacrifice

    "You can not contacther at all?"Heol bertanya kepada Pak Nyoman yang sedari tadi memandangi permukaan meja."Itu sudah sangat jelas," sahut Gong Tae. "Penjagaan di rumahnya sangat ketat. Mereka benar-benar tidak menerima orang baru."Gong Tae pernah berusaha memasukkan mata-mata ke dalam rumah Sang Hyuk. Akan tetapi ditolak dengan alasan tidak menerima lowongan."Satu-satunya jalan adalah melaluiSparks Entertainmentkarena Dita dan Suci sekarang rutin kesana." Gong Tae membeberkan hasil penyelidikannya.

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 25 : The Gun

    Manik mata Meredith melihat ke sekeliling. Kakinya sangat pegal. Sudah sejam dia berdiri. Tanah di bawah kakinya juga berlumpur menjijikan. Tercium samar bau bangkai ditambah dengan bau karat dan bau lain yang dia tidak mau tahu.Mungkin ada yang memelihara anjing di sekitar sini tapi lupa memberinya makan.Meredith sangat tidak nyaman di sana akan tetapi ini adalah pertemuan penting. Penjual senjata itu memilih tempat busuk itu untuk bertemu.Lahan berisi sampah dan barang bekas. Timbunan tinggi kasur bekas dan barang-barang elektronik yang sudah berkarat terlihat di belakang pagar besi kawat yang malang-melintang.Walau lelah Meredith tetap berdiri. Dia tidak punya pilihan karena semua tempat terlihat menjijikan untuk menaruh bokongnya.Dari kejauhan dia melihat sebuah mobil pickup yang membawa televisi tabung bekas.Meredith bersikap waspada karen

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 24 : The Show

    Semenjak pintu pagar dibuka. Dia, seorang dari Asia Tenggara dan hanya bisa berbicara bahasa Inggris, mencari Kapten Gong Tae.Karena sang kapten belum datang, lelaki tua itu memutuskan duduk di tangga teras. Kakinya digetar-getarkan tak tenang, sesekali melihat wajah, berusaha mengenali penyidik Gong dari orang-orang yang datang.Selesai memarkirkan mobil dan berjalan menuju kantor. Gong Tae tersentak, menyipitkan mata dan melihat sosok itu dari kejauhan.Ahh ... Gawat. Menghela nafas kemudian Gong Tae berinisiatif menghubungi Heon."Ya Halo Heon kumohon cepat ke kantor polisi sekarang.""Kenapa?""Pak Nyoman ada disini. Kumohon jemput dia. Kau tahu situasinya lagi memanas. Aku tak dapat terlihat bersamanya di depan umum.""Baiklah. Setengah jam kemungkinan.""Tak bisakah kau lebih cepat.""Tidak

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 23 : The Funeral

    "Aku pulang Bu ..." Jihoon menatap wajah kaku membeku Ibu Yeo Bin. Semua terasa tak nyata baginya. Kedua telapak kakinya terasa tidak menapak pada lantai. Kata dokter yang menangani, Ibu Yeo Bin meninggal tak lama setelah pedagang abalone membawa tubuhnya yang tak sadarkan diri ke rumah sakit. Serangan jantung.Jihoon sudah mengira, tapi seharusnya tidak sekarang atau tidak sama sekali. Jihoon menggeleng. Kabut uap keluar dari nafasnya yang sesak.Dinginnya ruang jenazah tidak mampu mengalihkannya dari rasa sakit. "Ibu mau masak abalone untuk Jihoon? Pasti enak ya bu?" Tak ada respon dari bibir Ibu Yeo Bin yang pucat. "Dengan kimchi-" Jihoon tercekat.

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 22 : Press Conference

    Shadows fall over my heartI blackout the moonI wait for you to come aroundYou got me dancing in the dark Baby, you Should come with meI'll take you to the dark sideMe and you, You and me And we can kill the lights, hit the lights With a blackoutBlack bird, black moonBlack sky, black lightBlack, everything black *** Di

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 21 : Taken

    Shin Ah berdiam di depan kantor polisi. Matanya berusaha mengintip setiap kali pintu terbuka saat orang masuk dan keluar dari dalam.Memberanikan diri Shin Ah mulai melangkah menaiki tangga. Logo burung rajawali bertameng yin dan yang menyambutnya di sekat kaca. Shin Ah lalu mendorong pintu kaca itu dengan tubuhnya.Keadaan di dalam cukup lengang. Beberapa orang menunggu di kursi tunggu di tengah. Papan monitor menunjukkan nomor dan seseorang menuju meja tinggi untuk membuat laporan. Terlihat pucuk kepala polisi sedang mengetik di balik monitor.Seseorang pria berseragam mendekati Shin Ah. "Apa yang perlu dibantu?""Saya ingin melaporkan kejahatan.""Ok ikut saya."

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 20 : The Strip Club

    Guys.Ada perbaikan pada Episode 19 jadi kubagi 2 dan sebagian kutaruh sini. Akan tetapi lanjutannya juga di bagian ini juga kok. Jadi jangan diskip.Oke selamat membaca. *** Dita diam-diam mengikuti Sang Hyuk dari jauh sampai dia masuk ke dalam mobil. Dita menghapalkan nomor plat mobil itu, lalu membukasmartphone. Mudah-mudahan masih ada saldo di dalam aplikasi taxi online milik Sun Woo.Dan iya ternyata masih. Dengan segera Dita memesannya. Dita

  • Mistake in Love (Bahasa Indonesia)    Chapter 19 : Jihoon's Sofa

    Guntur dan angin mengiringi derasnya hujan di luar rumah. Dita duduk di depan cermin yang tertempel pada pintu lemari kamarnya. Posisi tubuhnya seperti janin Meringkuk memeluk kedua tempurung lututnya. Kedua bola mata berkantung dan sembab yang Dita lihat sekarang.Dita belum pernah menatap keduanya selama ini. Tidak semenjak kejadian itu. Dita harus berbicara kepada pemilik bola mata itu. Dia sudah lelah. Dita berkata kepada dirinya sendiri. Memandangi wajahnya yang lelah. Kau ... Sampai kapan kau seperti ini. Bibir mungilnya dia katupkan erat.Pipinya memerah.Rasa sakit di hatinya tergambarkan jelas di wajahnya. Mereka mengambilnya darimu ...

DMCA.com Protection Status