"Naneun ganeunghan han aleumdabgileul wonhabnida. Jung-yohan salamdeul-i manh-i oneun geos-ibnida."
"Ibu Jung bilang jika beliau ingin secantik mungkin karena banyak tamu penting datang." Penerjemah yang hadir mulai menterjemahkan perkataan Ibu dari Bo Hyun dengan baik.
"Hahaha, tentu saja, Bu. Kami sudah menyiapkan layout dan sketsa. Ibu sudah lihat sendiri di WhatsUp."
"Mullon Pak Nyoman-eun leiausgwa seukechileul junbihaessseubnida. geuneun WhatsUpe bonaessseubnida." Penerjemah menjelaskannya kembali kepada Ibu Jung.
"Nan wonhaji anh-a geonjohageona sideul-eo jil ttaekkaji."
"Beliau tidak mau ada yang kering-kering atau layu." Penerjemah kembali menterjemahkan ucapannya pada Pak Nyoman.
"Siap ibu siap!" Pak Nyoman tersenyum.
"Geuneun junbidoeeossda." Penerjemah kembali menerjemahkannya ke Ibu Jung dengan hati-hati.
Gayatri melangkah ke dalam bersama tukang yang membawa kerangka pot dengan bunga krisan putih di atasnya. Ia segera meletakkannya di tengah ruangan dengan hati-hati.
"Aigoo. Geogi du jima!"
"Beliau berkata jangan diletakkan di situ." Penerjemah menerjemahkan perkataan Ibu Jung, mengulurkan tangannya penuh pencegahan.
Gayatri memberi isyarat 'bagaimana?' kepada Pak Nyoman dengan matanya. Pak Nyoman yang mengerti ikut memberi isyarat 'Turuti saja' dengan matanya pula kepada Gayatri. Karena itu Gayatri segera menggeser pot sesuai dengan keinginan Ibu Jung.
Saat itu, Hyuk melangkah memasuki hall dengan rambut klimis dan kemeja putihnya yang membuatnya terlihat sangat gagah. Ibu Jung menghampirinya dengan raut berseri-seri.
"Nak Hyuk, haduh gedungnya bagus sekali. Mertua Park saya whatsup-in fotonya. Background-nya, pool-nya, pohon-pohonnya, halamannya. Dia puas banget. Nak Hyuk memang paling bisa diandalkan." Ibu Jung tertawa.
"Saya senang sekali mendengarnya, Bibi. Kalau Bibi Jung senang, saya ikut senang."
"Kenapa Bo Hyun tidak bisa seperti dirimu? Padahal ayah kalian bersaudara."
Hyuk hanya bisa menimpali perkataan Ibu Jung dengan tertawaan ringan yang keluar dari mulutnya.
"Mungkin setelah menikah dia akan berubah. Hyun ada di mana sekarang?"
"Itu di kolam renang, Bi."
Mendengar itu, Ibu Jung segera menghampiri Bo Hyun yang tengah berbaring santai di sana. Tanpa aba-aba, Ibunya melayangkan pukulan dengan map yang ada di tangannya.
"Aduh, Ibu."
"Kenapa kamu nggak ikut bantu, hah?!"
"Su ... 'Kan sudah ada yang urus, Bu."
"Bantu atur kek..."
Hyuk hanya memandang dengan sinis ke arah Bo Hyun yang tengah diomeli dengan suara melengking itu. Ia berpaling ke arah belakang, tak sengaja Hyuk melihat wajah yang begitu familiar di matanya.
Ia mengerjap berkali-kali, mencoba melihat sosok itu lebih jelas lagi. Hyuk mengeluarkan ponselnya lalu dia langsung me-WhatsUp Jihoon dengan cepat.
"Jihoon datang ke Hall tempat pertunangan Bo Hyun sekarang. Di sini banyak pekerja dan ada Bibi Jung juga. Jadi, kita nggak mungkin bisa main-main. Akan kubayar hutangku di sini, kalau tidak, akan kuanggap lunas."
Karena chat itu tidak segera berubah menjadi bercentang biru, Hyuk melanjutkan menulis.
"Ada gadis Coffee Shop yang kau pandangi terus waktu itu di sini."
Tanpa menunggu lebih lama, pesannya segera berubah menjadi centang biru hingga sudut bibir Hyuk terangkat.
***
Saat Jihoon datang ke hall pertunangan, dia bisa melihat Hyuk, Hyun, dan Kyung tengah berbaring santai di dipan. Berjemur sembari memainkan ponselnya masing-masing.
"Wah, ada Jihoon." Melihat kedatangan Jihoon, Bo Hyun terdistraksi dari smartphone-nya.
"Sudah kutransfer ya. Lihat Wa-mu," ujar Hyuk langsung kepada Jihoon.
"Oke." Netra Jihoon tidak sekali pun menatap ketiga temannya karena ia justru mencari-cari keberadaan gadis yang dilihatnya di coffee shop. Gadis itu Dita.
Melihat itu, Hyuk menghela napas lalu melangkah menuju Hall. "Hey you woman!" Dia memanggil Gayatri yang sedang berkoordinasi dengan pekerja lainnya.
"Me?" Menunjuk dirinya sendiri, Gayatri memastikan apakah yang dimaksud adalah dirinya.
"Yes. Please put torch on the each corner of the pool."
"Oh, ok. Dita!" Gayatri memanggil Dita dengan nyaring.
"Tolong taruh obor di pojok-pojok kolam."
"Baik." Mengenali wajah Hyuk, Dita memberikan senyum dan sedikit mengangguk.
Melihat itu, Hyuk membalas senyumannya dan kembali ke arah kolam renang.
"Dia akan kesini." Hyuk berkata kepada Jihoon sembari kembali tiduran di dipan dengan santai.
Dengan tergopoh-gopoh, Dita membawa dua buah obor yang langsung dia letakkan dengan hati-hati di pojok kolam renang dekat hall.
Jihoon yang melihat itu justru termenung sembari tetap memandangnya lekat-lekat.
"Hyuk, dia siapa, sih?" tanya Kyung Soo yang sejak tadi berbaring santai di dipan sebelahnya.
"His crush."
"Ooo interesting." Netra Kyung Soo segera menemukan wanita yang dimaksud oleh Hyuk. "Imut."
"Apaan, sih? Apaan, sih?" Bo Hyun menyambar.
"Si Jihoon lagi suka sama cewek lokal," jawab Kyung Soo.
"Eh, ceweknya di sini? Mana-mana, aku mau lihat." Bo Hyun mengedarkan pandangannya, mencoba mencari Dita dengan raut penasaran.
Dita kembali ke area kolam renang masih dengan dua obor. Dia berjalan ke arah mereka dengan perlahan karena beban yang dibawanya. Saat Jihoon mengulurkan tangan hendak membantunya, Hyuk justru bangkit dan tanpa aba, dia mendorong tubuh Dita ke arah kolam renang yang ada di dekatnya.
Karena beban berat dan besar yang dibawanya, Dita kehilangan keseimbangan, dan tanpa aba, tubuhnya terhempas ke dasar kolam. Menyisakan riak besar di atas permukaan kolam. Semua yang menyaksikan itu membelalak kaget, tentu saja kecuali Kyung Soo dan Bo Hyun yang sudah tertawa keras di tempatnya.
"Haduh, Dita! Kok bisa?!" Terdengar Gayatri berteriak marah ketika melihat hal itu dari dalam Hall.
Jihoon yang hendak menolong Dita menghentikan langkahnya karena Hyuk sudah mencengkram pergelangan tangannya.
"Dia bisa berenang," cegah Hyuk.
Dita mengembuskan napas, segera menaiki tangga yang berada di sisi kolam. Tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka terdiam ketika menyaksikan Dita yang basah kuyup hingga siluet tubuh dan pakaian dalam yang dikenakannya menjadi tercetak begitu jelas.
"Mari saya bantu." Jihoon mengulurkan tangannya, mencoba menawarkan pertolongan.
"Tidak usah," tolak Dita, memberikan seulas senyum tipis di wajahnya.
"Maafkan teman saya. Dia..."
"What?" Hyuk menoleh dengan mata melebar, jelas ia berpura-pura tak percaya akan apa yang Jihoon katakan selanjutnya.
Dita jelas tidak mempedulikan itu karena ia sudah berlari kecil ke arah Hall di mana Pak Nyoman datang tergopoh-gopoh dengan handuk di tangannya.
"Hm, aku suka dadanya. " Hyuk tiba-tiba berkata tanpa alasan setelah kepergian Dita.
"Hei!" bentak Jihoon dengan kening berkerut dalam sementara wajahnya tertekuk karena marah.
"Tidak. Terlalu kecil untukku," sahut Bo Hyun, bersedekap dengan malas.
"Aku suka bokongnya." Kyung Soo menyambar diikuti tawa cekikikan hingga matanya tampak menyipit.
"Hei!" Jihoon terbelalak, dia tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan teman-temannya.
"Dia bisa jadi idol." Kyung menambahkan, mengangguk-angguk kecil karena imajinasinya mulai terbang jauh.
"Jadi idol tak semudah itu," tukas Bo Hyun, memutar bola matanya jengah karena Kyung Soo terlalu menganggap mudah segala hal.
"Aku lebih suka dia di ranjangku," ujar Hyuk dengan seringai lebar di wajahnya.
Mereka semua tertawa terbahak mendengar perkataan Hyuk, hanya Jihoon yang geram lalu segera meninggalkan mereka semua dengan langkah lebar.
"Hei Jihoon, kita cuma bercanda!" teriak Hyuk namun Jihoon memilih terus berjalan dan tidak berpaling lagi.
***
"Huh mengesalkan sekali." Dita melangkah pulang ke rumah dengan wajah ditekuk dalam.
"Kenapa-kenapa? Cerita-cerita," kata Dika yang sejak tadi memang sudah menunggu di teras rumah Dita.
Setelah mendapat pesan WhatsUp bertuliskan "Aku kesal.", dengan kecepatan kilat Dika segera meluncur ke rumah Dita.
"Dia terjebur ke kolam." Gayatri yang menjawab, tidak habis pikir kenapa Dita bisa seceroboh itu.
"Hah, kok bisa?" Dika tertawa terbahak, namun sejurus kemudian dia memilih diam setelah melihat raut wajah Dita yang semakin tertekuk.
"Hah, kupikir orang Korea itu baik," tukas Dita yang tidak bisa menyembunyikan nada kesalnya.
Dika mengalihkan pandangan ke arah Pak Nyoman, tanpa bicara dia meminta penjelasan lebih jauh lagi.
"Si pemilik Coffee Shop dan kawannya." Pak Nyoman menjawab rasa penasaran Dika.
"Salah satunya bahkan sempat mentraktir kami," keluh Dita lagi. Dia mengembuskan napas berat karena merasa semua hal yang terjadi begitu tiba-tiba.
"Oh, yang itu? Terus..."
"Dia yang dorong aku ke kolam," jawab Dita, memutar bola matanya sebal karena teringat kejadian di kolam renang tadi.
"Hah? Iseng banget."
"Untungnya aku bawa baju ganti. Jadi abis keringin badan dan ganti baju, aku bisa kerja lagi."
"Keep professional!" Pak Nyoman berseru.
Seakan menjadi sebuah gelombang bergulir, yang lain juga ikut menyahut cepat. "Keep professional! "
Dika terdiam, meresapi kalimat itu sambil mengangguk-anggukkan kepala karena paham.
"Usaha nggak mengkhianati hasil. Bu Jung minta ada tarian Bali sebelum acara dimulai," kata Pak Nyoman dengan mata yang mulai berbinar.
"Siap Ayah!" Dita menarik sudut bibirnya cepat. Perasaan kesalnya mendadak menguap begitu saja.
"Tari apa yang kau bawakan?"
"Tari Pendet!"
Dika mengamati Dita dengan senyuman hangat. Betapa beruntungnya ia menemukan Dita dan keluarga ini. Jujur, Dika memang menyukai Dita karena wajah dan fisiknya yang imut saat pertama kali bertemu. Namun ternyata selain itu, di dalamnya terdapat stamina dan tekad yang luar biasa. Tidak sampai di sana, Dita bahkan memiliki keluarga yang menganggap satu sama lain sebagai rekan tanpa ada drama yang tak perlu.
Senyum Dika semakin lama semakin lebar karena diam-diam, dia sudah menyiapkan gift spesial kedua untuk sang pujaan hati.
***
Menggandeng hangat sang Ibu, Jihoon memasuki hall tempat diadakannya pertunangan Bo Hyun.
Walaupun tempat ini terbilang jauh dari Korea, para undangan tetap datang dikarenakan keluarga Park, calon mertua dari Bo Hyun, merupakan politisi penting di sana.
Jihoon bahkan sangsi ada perasaan cinta di antara anak keluarga Park dan Jung. Lebih lagi, dia bahkan sangsi mereka saling mengenal dengan baik.
Tidak ada dress code dalam pertunangan ini, tetapi sejauh mata memandang rata-rata yang terlihat hanya pakaian warna monokrom atau pastel yang lembut.
Namun tentu saja pakaian yang berbalut di tubuh orang-orang penting itu tetapi beragam. Ada yang memakai hanbok, baju modern, dan bahkan sebuah kebaya. Jihoon sendiri memilih memakai batik berwarna pastel sementara ibunya memakai kebaya.
Jemari Ibu Jihoon mulai menuliskan sesuatu di atas buku undangan. Yeo Bin dan putra, yang merupakan nama dirinya dan sang anak. Tanpa menunggu lama, dia menyerahkan sebuah amplop uang yang kemudian ditukar dengan kupon makanan.
Interior hall tempat berlangsungnya acara dibuat dengan begitu indah dan menarik perhatian. Terlihat dari hasilnya, Dita dan partner kerjanya bekerja dengan baik.
Bunga-bunga beraroma harum menggantung dari atas plafon, memanjakan setiap mata yang melihat ke arah podium keluarga yang bertunangan.
Di atas meja bertaplak sutera, tersusun peralatan makan dan pot bunga anggrek berpadu lily. Kursi-kursi classic tertata dengan rapih. Booth dan prasmanan makanan juga sudah disisi berbagai macam hidangan, dan jangan lupakan bagian kanan dan kiri yang diteduhi dengan gapura krisan putih yang cantik.
"Yeo Bin ... Nak Jihoon ...." Ibu Jung yang memakai hanbok pastel itu menghampiri keduanya dengan senyuman lebar.
"Ibu Jung." Sedikit membungkuk, Ibu Jihoon membalas sapaan Ibu Jung.
"Apa kabar engkau? Lama tak bertemu," ujar Ibu Jung sembari menatap ke arahnya dengan sorot lembut.
"Baik, Bu Jung."
"Anda terlihat cantik sekali."
"Ahaha. Terima kasih." Ibu Jihoon menarik sudut bibirnya kegirangan.
"Saya senang sekali Yeo bisa datang ke acara ini. Terima kasih banyak."
"Ah, Ibu Jung. Kita sudah lama saling mengenal. Ibu Jung orang baik. Jihoon, Hyuk, dan Hyun juga tumbuh bersama. Ini adalah hari yang spesial untuk Bo Hyuk. Kita berdua tentu harus hadir," jelas Ibu Jihoon masih dengan senyuman.
"Setelah ayah Jihoon meninggal, kalian memutuskan untuk pindah. Itu membuat saya khawatir. Apakah saya berbuat sesuatu yang menyakiti hati Yeo?"
"Tidak, Bu Jung. Tidak. Kami hanya ingin mengganti suasana. Kami merasa hati kami perlu itu."
"Jihoon-a!" Bo Hyun tiba-tiba memanggil Jihoon. Dia tampak tampan dengan tuxedo hitam yang membalut tubuh gagahnya. Kyung Soo dan Hyuk juga memakai tuxedo hitam.
"Hei lihat, kau melokal sekali," ujar Kyung Soo ketika melihat baju batik yang melekat di tubuh Jihoon.
"Well, nanti dia akan menikah dengan orang Bali." Hyuk mengedipkan mata ke Kyung Soo, memberikan kode tanpa bicara.
"Ooh...." Kyung Soo yang menyadari maksud Hyuk ikut tertawa bersama pemuda itu.
Muka Jihoon mulai bersemu kemerahan namun anehnya, dia baru menyadari jika muka Bo Hyun berubah menjadi pucat.
"Hei, kau tak apa?" Jihoon memegang bahu Bo Hyun, menggoyangkannya perlahan agar pemuda itu menjawab pertanyaannya.
"Aku gugup sekali. Sebenarnya aku memakai sarung tangan ini karena aku berkeringat. Aku berharap aku tak berbuat kesalahan."
"Jihoon, kau sudah melihat putri keluarga Park?" tanya Kyung Soo. "Calonnya Hyun."
Jihoon menggeleng.
"Itu yang rambut pendek dengan Hanbok. Dia sendirian di podium." Kyung Soo menunjuk sosok gadis yang terlihat begitu cantik di podium yang tak kalah indah.
"Oh, pantas saja kau gugup. Kau beruntung Hyun." Jihoon menarik seulas senyum sembari menepuk-nepuk bahu pemuda itu.
"Iya, aku tahu." Bo Hyun menunduk, mulai merasakan perasaan gugupnya kembali datang.
"Haih ... gimana kau ... pertunangan saja sudah gugup, gimana pernikahan." Hyuk berkata ketus, mendekatkan wajahnya ke arah telinga Hyun lalu melanjutkan dengan bisikan, "Gimana malam pertama."
Kyung, Jihoon dan Hyuk yang mendengar itu sontak tertawa terbahak.
Tiba-tiba suara mendenging terdengar dari pengeras suara yang tersebar di sepenjuru hall. Suara itu terdengar lantaran mic baru saja dinyalakan.
"Para hadirin sekalian, sebelum acara pertunangan resmi dimulai, mari kita saksikan persembahan untuk Anda sekalian. Tarian Bali. Selamat menyaksikan." MC membuka acara pertunangan Hyun dengan diiringi musik tradisional yang mulai mengalun dengan begitu indah.
Dita yang terbalut kemben keemasan dan riasan wajah yang kontras itu mulai berlenggak-lenggok mengikuti tempo musik sembari membawa baki berisi bebungaan dan daun lontar yang telah dianyam.
Saat musik mendadak berubah, Dita melentikkan jarinya, mencondongkan tubuhnya ke samping sementara netranya melirik ke kiri dan ke kanan dengan begitu elok.
Saat musik kembali berubah, Dita mengambil sejumput bunga yang sudah dipersiapkan sebelumnya lalu menebarkannya.
Ini adalah yang kesekian kalinya bagi Jihoon melihat Tarian Bali dibawakan dengan begitu indah. Tapi tidak pernah sekali pun hatinya berdebar sekeras ini.
Setelah musik berakhir dan tarian diakhiri, para tamu undangan mulai berebut tempat agar bisa berfoto dengan Dita yang tengah tersenyum lebar.
Kyung Soo dan Sang Hyuk didatangi seorang Ibu yang berniat mengenalkan kedua putrinya kepada mereka. Samar-samar, Jihoon mendengar jika satu putrinya kuliah di Priceton dan yang satunya di Oxford.
Jihoon sejujurnya tidak peduli. Dia memutuskan untuk berbicara kepada Dita dan meminta maaf atas kelakuan teman-temannya tempo hari.
"Hai." Lidah Jihoon mendadak terasa kelu ketika berhadapan dengan Dita. "Aku—"
"Dita!" Seorang pria mendadak memanggil namanya, membuat Dita menoleh mencari keberadaan pria itu.
"Dika! Kau lewat mana? Permisi, maaf." Dita bergegas pamit kepada Jihoon lalu beranjak menghampiri Dika. Meninggalkan Jihoon yang merasa malu dan bodoh karenanya.
"Eh, siapa itu?" Dika yang memang belum pernah bertemu dengan Jihoon bertanya dengan kening berkerut dalam.
"Tamu. Dia cuma mau minta foto bareng," jawab Dita yang jelas tengah berbohong kepada Dika.
"Beneran?" tanya Dika, keningnya kembali berkerut karena dia tidak yakin dengan jawaban Dita.
"Beneran lah," jawab Dita.
"Bukan nanya toilet sebelah mana?" Pertanyaan Dika yang benar-benar di luar dugaan itu membuat Dita menole bingung.
"Hah?" Dita yang memperkirakan ini akan jadi lawakan garing memaksakan sebuah tawa.
"Soalnya liat kamu, aku kok sakit perut ya?" Sayangnya Dita salah karena Dika justru tidak berniat melawak. Dia benar-benar sakit perut.
"Ih, toiletnya di sana, terus mentok kanan."
"Nggak ngerti, tunjukin!" Dika mencengkram pergelangan tangan Dita kemudian menariknya berlari.
Di lain tempat tidak jauh dari sana, Jihoon sangat tidak menyukai apa yang dia lihat.
***
Sambil memegang mic, Bo Hyun mulai membacakan pidato pertunangan sementara tangan kirinya yang bebas menggenggam tangan tunangannya. Di pidato dia bercerita tentang bagaimana pertemuan pertama mereka dan bagaimana mereka jatuh cinta setelahnya.
Penerjemah membantu menerjemahkannya dalam bahasa Inggris.
Terlihat dari para tamu hadirin, banyak yang mempercayainya. Tentu saja ada yang skeptis. Akan tetapi, Hyuk yang lebih tahu dari sebagian besar orang jika semua itu hanya omong kosong.
Kyung Soo sejak tadi sibuk memainkan smartphone-nya, sedangkan Jihoon lebih memilih memandang ke suatu arah. Raut wajahnya jelas menunjukan jika dia kesal.
Oh, rupanya sang pujaan hati tengah bersama pria lain yang bukan dirinya. Pasangan itu termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang percaya pidato Bo Hyun. Semua terlihat dari cara pria itu bermanja-manja pada Dita.
"Jihoon-a." Hyuk mencoba mengalihkan perhatian pria itu.
"Hmm." Namun pandangan Jihoon nyatanya masih terpaku ke arah yang sama.
"Jihoon-a!"
Jihoon yang tersentak kaget akhirnya menengok dengan kening berkerut dalam.
Hyuk mengembuskan napas, meletakkan sebuah tablet di hadapan Jihoon. "Dengan ini kau tidak akan kesal lagi."
Jihoon tidak menyentuhnya sama sekali sampai akhirnya Hyuk memasukkannya kembali ke kantongnya.
"Kalau kau mau bilang saja," saran Hyuk, memberikan seringai tipis tanpa ragu.
***
"Dit," panggil Dika sejak tadi menikmati es krim miliknya di samping kolam renang. Dita juga melakukan hal yang sama, sibuk dengan es krim di tangannya. Sejak acara baru berlangsung sampai sekarang, Dita masih memakai kostum dan make up tarinya.
"Hmm."
"Aku ada gift spesial kedua."
"Hmm, apa?" Dita menoleh dengan antusias. Matanya kembali menatap Dika berbinar.
Dari kantongnya, Dika mengeluarkan sebuah box kecil. Tanpa banyak kat, ia membukanya secara perlahan. Tampak sebuah cincin dengan ukiran namanya di bagian dalamnya.
Dita yang melihat itu tidak bisa berhenti menganga dengan mulut penuh es krim.
"Aku tahu aku tak patut. Kamu pasti berkata buat apa begini nanti menghabiskan banyak uang ... atau ... yang terpenting seremoninya ... atau ... Di Indonesia nggak ada hal-hal seperti ini. Tapi Dit, aku hanya sangat ingin melakukan ini."
Pria itu berlutut di hadapan Dita yang masih terpaku di tempat. "Kadita Prameswari, will you marry me?"
Dita mengerjap sebelum akhirnya berkata, "Hei tentu saja kita akan menikah, 'kan?"
Reaksinya terdengar begitu hambar hingga Dika mengembuskan napas sebal. "Aduh Dit, masa gitu doang..."
"Oh, ok-ok. Ehmm..." Dita segera menyimpan es krim miliknya di atas permukaan meja. "Yes, I will."
Dan sekejap kemudian, mereka berpelukan dengan begitu erat. Tentu saja mereka tidak sadar jika di dalam hall ada yang sosok melihat dengan hati yang hancur seketika.
"Setelah ini kita ke Jimbaran ya. Aku nggak ada kupon jadi nggak boleh ikut makan."
Dita tertawa kecil mendengarnya. "Iya-iya, tapi aku bantu ayah beres-beres ini dulu ya setelah acara selesai."
Dika mengembuskan napas. "'Kan ada tukang, Dit."
"Nggak akan lama kok, 'kan banyak yang bantu."
***
Dita meletakkan cincinnya di dalam tas dengan hati-hati.
Tangannya dengan telaten mulai menghapus riasan wajah, melepas hiasan rambut, dan akhirnya pergi untuk berganti pakaian.
Tiba-tiba seseorang melangkah masuk ketika vanity room dalam keadaan kosong. Dia menggali ke dalam tas Dita mendapatkan sebuah cincin dan smartphone di dalamnya.
Ketika Dita kembali ke vanity room setelah berganti pakaian, dia memergoki orang tersebut. Matanya melebar ketika Dita akhirnya berteriak panik, "Pencuri!"
Orang itu tersentak, langsung melesat berlari karena teriakan Dita. Dengan tidak perduli, dia menyenggol Dita sampai wanita itu terjatuh. Namun tanpa menunggu waktu lama, Dita bangkit lalu mengejar pencuri tersebut.
Sesampainya di bagian luar hall, Dita mendapati pencuri itu menghilang tanpa jejak. Hampir menyerah, Dita kembali masuk ke dalam Hall dan saat itu juga dia melihat pencuri itu mengendarai motor ke luar dari parkiran.
Tanpa menyerah, Dita meminjam motor pada satpam yang mengenalnya. Dia yakin pencuri itu belum pergi terlalu jauh karena jalanan akan macet di jam malam seperti ini.
Dugaannya tepat sasaran. Dita melihatnya berhenti di perempatan, menunggu lampu berubah warna menjadi hijau. Tak lama kemudian, motor itu berhenti di tepi pantai. Pencuri itu turun dan berjalan santai menjauhi motornya. Dita yang melihat itu pun segera menghentikan motornya kemudian berteriak, "Hei!"
Orang itu kembali berlari dan Dita dengan sigap mengejar langkahnya. Dalam sekejap, Dita berhasil menangkap orang itu. Namun tanpa disangka, sang pencuri justru membuang cincin dan smartphone milik Dita kemudian berlari lagi.
Dita bergerak panik, mencoba mencari kedua barangnya di kegelapan malam. "Ahh!" Wanita mengacak rambutnya, berteriak frustasi.
***
Jihoon, Kyung Soo, Bo Hyun dan Hyuk sejak tadi berbaring santai di pinggir pantai. Beberapa botol minuman keras terlihat berada di dekat mereka. Keempatnya juga sudah mulai merasakan efek tablet milik Hyuk yang mereka minum secara bersamaan.
Bo Hyun tertawa-tawa riang ketika melihat cincin yang melingkari jari manisnya. "Aku harusnya senang ya. Tetapi mengapa aku merasa hampa? Aku yang paling tidak tampan di antara kalian akan menikah duluan."
"Dasar sombong kau." Hyuk memukul puncak kepala Hyun hingga pria itu tertawa. Lalu dalam sekejap, wajahnya kembali berubah menjadi serius lagi.
"Aku tau di balik senyuman Shin Ah yang palsu. Di dalam hatinya pasti berkata, mengapa aku akan menikah dengan pria tambun, bodoh, pengangguran, dan kurang percaya diri ini."
"Hei Bo Hyun! " Kyung Soo berteriak nyaring dengan matanya yang sayu. "Kau pikir kau bodoh hah?! Aku lebih bodoh dari kau! Aku mau saja diperintah oleh si bedebah Han Se Sang untuk menuruti semua ambisinya!"
Kyung Soo kemudian berdiri dan membanting botol keras-keras. "Apa kau pernah bertanya apa keinginanku hah? Dasar setan!"
Jihoon tertawa melihat tingkah laku temannya namun dalam sekejap, raut wajahnya mendadak berubah. Tanpa alasan, dia mulai menangis. "Huhuhu...."
"Hei, hei kau kenapa?" Ketiga temannya yang lain merasa khawatir melihat Jihoon yang bertingkah seperti ini.
"Bonekaku ... Huwaa!!" Tangis Jihoon mendadak berubah menjadi makin kencang.
"Ha, boneka?" Bo Hyun mengerjap bingung, jelas tak mengerti maksud ucapan Jihoon.
"Sudah sudah nanti aku carikan lagi wanita cantik yang lebih cantik dari Dita. Sudah ... sudah ... cup cup." Hyuk berusaha menenangkan Jihoon, menepuk-nepu bahu pria itu.
"Hyuk, kau tampaknya tak punya masalah ya?" tanya Kyung setelah menyadari jika Hyuk hanya menegak minumannya dengan tenang.
"Oh, aku bukannya tak punya masalah," jawab Hyuk, mengerjapkan mata sayunya agar dia bisa melihat jauh lebih jelas. "Aku yang bermasalah."
Mereka semua sontak tertawa mendengar jawaban pria itu.
"Iya, kau membuat kita nge-drugs." sahut Kyung Soo, memutar bola matanya jengah namun terkekeh kegirangan di waktu yang bersamaan.
Tiba-tiba mereka bisa mendengar jelas teriakan melengking seorang wanita. Hyuk mendadak berlari ke arah sumber suara dan yang lain sontak mengikuti dari belakang.
"Hei Jihoon, bonekamu ada di sini!" teriak Hyuk setelah menyadari siapa wanita yang berteriak itu.
Dita yang melihat kedatangan empat pria itu berusaha berlari mengitari mereka, namun sayangnya Jihoon berhasil mendapatkan pergelangan tangannya. "Lepaskan!"
Jihoon urung melakukannya. Dia malah memandangi wajah Dita hingga wanita itu akhirnya menggigit lengannya.
"Aaah!" Jihoon mengibaskan tangannya sembari berteriak kesakitan akibat gigitan Dita.
Melihat kesempatan yang datang, Dita segera berlari namun sayangnya, Kyung Soo berhasil mendapatkannya lagi. Dia mengangkat tubuh Dita kemudian melangkah mendekati Hyuk, sementara tangannya tetap mengunci tubuh Dita dari belakang
"Do you know you have dissapointed my friend," tukas Hyuk, mendekatnya wajahnya sendiri ke arah wajah Dita yang menunjukan raut ketakutan sementara yang lainnya hanya mengangguk mengiyakan.
"Let me go!"
"Oo, you know English? Ah yeah I forget." Hyuk menepuk-nepuk puncak kepala Dita dengan seringai di wajahnya. "Hyun, ambil 'kan minuman!"
Bo Hyun tergopoh-gopoh, berlari zig-zag tak tentu arah karena pengaruh obat dan minuman keras yang diminumnya. Sekejap kemudian, dia berhasil memberikan sebotol minuman pada Hyuk.
"Cocky girl! Do you think you are pretty? Do you think all guys want you, huh?!" Tanpa aba-aba, Hyuk menyiramkan air dalam botol yang berada dalam genggamannya ke puncak kepala Dita.
Dengan berlinang air mata, Dita mulai menangis terisak dan berkata, "Please release me."
"I won't. I just wanna see what's you got." Bukannya melepaskan Dita, Hyuk justru menurunkan resleting di punggung baju Dita dengan perlahan dan jemarinya justru melepas pengait bra wanita itu.
"No ... Please ... I have fiance." Dita kembali terisak, wajahnya yang memerah karena takut sudah basah oleh air matanya.
Hyuk yang tidak peduli itu justru menakupkan tangannya di pipi Dita hingga bibir mungilnya menyembul.
"I'm sure he won't mind to share."
***
Bersambung ke Chapter 3
I'll make it through itAnd I cannot competeMy inner voice's singingNoNoNoNoIsyana Sarasvati(Winter Song) ***Rasa sakit terasa menusuk-nusuk seiring ritme pria di atas tubuhnya yang semakin cepat. Yang ingin Dita lakukan hanya mengosongkan pikirannya, namun suara desahan berat Hyuk terdengar terlalu dekat di daun telinganya. Tangannya mulai terasa mati rasa karena cengkraman kuat Kyung Soo dan Bo Hyun yang berada di dekatnya. Yang bisa wanita itu lakukan hanya me
"Saya ingin lapor anak saya hilang, Pak."Sementara Pak Nyoman melapor, Gayatri dan Pak Joko lebih memilih duduk di kursi tunggu tak jauh dari ruang laporan.Polisi mengambil kertas yang tergeletak di atas permukaan meja dan mulai mengetik di komputer."Nama bapak?""Nyoman Prameswara."Tiba-tiba Pak Joko menginterupsi dengan suara menggebu-gebu. "Aa ... Saya juga, Pak. Saya Joko. Motor saya hilang.""Bapak bisa tunggu dulu. Setelah bapak ini ya pak." Polisi meliriknya agak kesal.
I can't take my eyes off youI can't take my eyes off youDid I say that I loathe you?Did I say that I want to leave it all behind?I can't take my mind off youI can't take my mind off youDamien Rice(The Blower's Daughter)
I see a red door and I want it painted blackNo colors anymore, I want them to turn blackI see the girls walk by dressed in their summer clothesI have to turn my head until my darkness goesI see a line of cars and they're all painted blackWith flowers and my love, both never to come
My baby good baby Fall asleepHeavenly Baby I fall asleep in my mother's arms Sleeping baby Pretty baby Korean Lullaby***Plafon telah dilubangi sejak dari hari yang lalu. Walau waktu itu masih ragu, namun sekarang niatnya telah kuat. Walau air mata telah banyak tumpah di wajahnya, tapi apa gunanya?Siapa yang akan percaya?
"Kenapa dahinya diplester? ... Oh gak papa cuma kebentur." Gadis bergaun putih lengan panjang itu tersenyum setelah membacakan komentar di IG livenya."Kok suka pakai baju itu? Kulihat sudah pakai dua kali ... Eh iya ini pemberian ulang tahun dari kakak aku ..." jawabnya sendiri.Setelah menekan tombol pause, titik waktu digeser lagi ke posisi semula. Lalu kursor ditekan di tengah layar, adegan itu terulang."Kok suka pakai baju itu? Kulihat sudah pakai dua kali ... Eh iya ini pemberian ulang tahun dari kakak aku ..."Video itu sudah dia ulang dan ulang entah ke berapa kali. Tidak ada tujuan. Dia hanya ingin melihat sang adik tersayang di video terakhir yang sang adik buat sepanjang masa hidupnya.Sedari kecil mereka hanya berdua. Mereka
I'm gonna fight 'em allA seven nation army couldn't hold me backThey're gonna rip it offTaking their time right behind my backAnd I'm talking to myself at nightBecause I can't forgetBack and forth through my mindBehind a cigaretteThe White Stripes(Seven Nations Army) ***Rumah itu terlihat buruk. Seperti tidak ad
Everything's so blurry and everyone's so fakeAnd everybody's empty and everything is so messed upPre-occupied without you I cannot live at allMy whole world surrounds you I stumble then I crawlYou could be my someone you could be my sceneYou know that I'll protect you from all of the obsceneI wonder what you're doing imagine
You musteraseyour memories of me, I'mpoisonI know I can't take it no moreEven though Icouldn'tget past this,loveme as I amThe way Ilove, the way IloveSeventeen(Fear)
"You can not contacther at all?"Heol bertanya kepada Pak Nyoman yang sedari tadi memandangi permukaan meja."Itu sudah sangat jelas," sahut Gong Tae. "Penjagaan di rumahnya sangat ketat. Mereka benar-benar tidak menerima orang baru."Gong Tae pernah berusaha memasukkan mata-mata ke dalam rumah Sang Hyuk. Akan tetapi ditolak dengan alasan tidak menerima lowongan."Satu-satunya jalan adalah melaluiSparks Entertainmentkarena Dita dan Suci sekarang rutin kesana." Gong Tae membeberkan hasil penyelidikannya.
Manik mata Meredith melihat ke sekeliling. Kakinya sangat pegal. Sudah sejam dia berdiri. Tanah di bawah kakinya juga berlumpur menjijikan. Tercium samar bau bangkai ditambah dengan bau karat dan bau lain yang dia tidak mau tahu.Mungkin ada yang memelihara anjing di sekitar sini tapi lupa memberinya makan.Meredith sangat tidak nyaman di sana akan tetapi ini adalah pertemuan penting. Penjual senjata itu memilih tempat busuk itu untuk bertemu.Lahan berisi sampah dan barang bekas. Timbunan tinggi kasur bekas dan barang-barang elektronik yang sudah berkarat terlihat di belakang pagar besi kawat yang malang-melintang.Walau lelah Meredith tetap berdiri. Dia tidak punya pilihan karena semua tempat terlihat menjijikan untuk menaruh bokongnya.Dari kejauhan dia melihat sebuah mobil pickup yang membawa televisi tabung bekas.Meredith bersikap waspada karen
Semenjak pintu pagar dibuka. Dia, seorang dari Asia Tenggara dan hanya bisa berbicara bahasa Inggris, mencari Kapten Gong Tae.Karena sang kapten belum datang, lelaki tua itu memutuskan duduk di tangga teras. Kakinya digetar-getarkan tak tenang, sesekali melihat wajah, berusaha mengenali penyidik Gong dari orang-orang yang datang.Selesai memarkirkan mobil dan berjalan menuju kantor. Gong Tae tersentak, menyipitkan mata dan melihat sosok itu dari kejauhan.Ahh ... Gawat. Menghela nafas kemudian Gong Tae berinisiatif menghubungi Heon."Ya Halo Heon kumohon cepat ke kantor polisi sekarang.""Kenapa?""Pak Nyoman ada disini. Kumohon jemput dia. Kau tahu situasinya lagi memanas. Aku tak dapat terlihat bersamanya di depan umum.""Baiklah. Setengah jam kemungkinan.""Tak bisakah kau lebih cepat.""Tidak
"Aku pulang Bu ..." Jihoon menatap wajah kaku membeku Ibu Yeo Bin. Semua terasa tak nyata baginya. Kedua telapak kakinya terasa tidak menapak pada lantai. Kata dokter yang menangani, Ibu Yeo Bin meninggal tak lama setelah pedagang abalone membawa tubuhnya yang tak sadarkan diri ke rumah sakit. Serangan jantung.Jihoon sudah mengira, tapi seharusnya tidak sekarang atau tidak sama sekali. Jihoon menggeleng. Kabut uap keluar dari nafasnya yang sesak.Dinginnya ruang jenazah tidak mampu mengalihkannya dari rasa sakit. "Ibu mau masak abalone untuk Jihoon? Pasti enak ya bu?" Tak ada respon dari bibir Ibu Yeo Bin yang pucat. "Dengan kimchi-" Jihoon tercekat.
Shadows fall over my heartI blackout the moonI wait for you to come aroundYou got me dancing in the dark Baby, you Should come with meI'll take you to the dark sideMe and you, You and me And we can kill the lights, hit the lights With a blackoutBlack bird, black moonBlack sky, black lightBlack, everything black *** Di
Shin Ah berdiam di depan kantor polisi. Matanya berusaha mengintip setiap kali pintu terbuka saat orang masuk dan keluar dari dalam.Memberanikan diri Shin Ah mulai melangkah menaiki tangga. Logo burung rajawali bertameng yin dan yang menyambutnya di sekat kaca. Shin Ah lalu mendorong pintu kaca itu dengan tubuhnya.Keadaan di dalam cukup lengang. Beberapa orang menunggu di kursi tunggu di tengah. Papan monitor menunjukkan nomor dan seseorang menuju meja tinggi untuk membuat laporan. Terlihat pucuk kepala polisi sedang mengetik di balik monitor.Seseorang pria berseragam mendekati Shin Ah. "Apa yang perlu dibantu?""Saya ingin melaporkan kejahatan.""Ok ikut saya."
Guys.Ada perbaikan pada Episode 19 jadi kubagi 2 dan sebagian kutaruh sini. Akan tetapi lanjutannya juga di bagian ini juga kok. Jadi jangan diskip.Oke selamat membaca. *** Dita diam-diam mengikuti Sang Hyuk dari jauh sampai dia masuk ke dalam mobil. Dita menghapalkan nomor plat mobil itu, lalu membukasmartphone. Mudah-mudahan masih ada saldo di dalam aplikasi taxi online milik Sun Woo.Dan iya ternyata masih. Dengan segera Dita memesannya. Dita
Guntur dan angin mengiringi derasnya hujan di luar rumah. Dita duduk di depan cermin yang tertempel pada pintu lemari kamarnya. Posisi tubuhnya seperti janin Meringkuk memeluk kedua tempurung lututnya. Kedua bola mata berkantung dan sembab yang Dita lihat sekarang.Dita belum pernah menatap keduanya selama ini. Tidak semenjak kejadian itu. Dita harus berbicara kepada pemilik bola mata itu. Dia sudah lelah. Dita berkata kepada dirinya sendiri. Memandangi wajahnya yang lelah. Kau ... Sampai kapan kau seperti ini. Bibir mungilnya dia katupkan erat.Pipinya memerah.Rasa sakit di hatinya tergambarkan jelas di wajahnya. Mereka mengambilnya darimu ...