"Zeline!"
Zeline tersenyum lemah, menatap ekspresi khawatir putra mahkota. Tangannya bergerak mengelus pucuk kepala kekasih protektifnya itu.
"Aku tidak apa-apa." Seolah tahu kekhawatiran Zero, Zeline menjawab sebelum ditanya.
Zero langsung memeluk Zeline erat, seakan takut kehilangan. "Orang yang jahatin kamu ... Semuanya bakal aku habisi," bisiknya tepat di telinga Zeline.
Zeline merasa sekujur tubuhnya merinding, ia menggeleng kuat-kuat, "jangan, yang mulia." Meski tak yakin, sepertinya ia dapat menebak siapa yang menuangkan racun pada minumannya.
Zero menatap mata Zeline, ia benar-benar tak mengerti mengapa Zeline bisa sebaik ini?
Zeline tersenyum manis, membuat kedua lesung pipitnya terlihat jelas. Zeline tak ingin Zero menghukum Aquila karena ia sendiri memiliki rencana yang jauh lebih baik.
***
Terdengar suara dari goresan tinta yang beradu dengan secarik kertas.
Aquila, lagi-lagi tengah membuat teori dan rencana untuk kedepannya.
Sedari tadi, ia berusaha memikirkan apa yang membuat alurnya berubah, beruntung, ia telah dianugerahi otak yang cerdas dari kehidupan sebelumnya.
Ada satu teori yang menurutnya masuk akal ;
Yang membuat alurnya berubah adalah diri Aquila itu sendiri. Saat proses transmigrasi dari dunia nyata ke dalam novel, itu membuat Aquila tak sadarkan diri. Hal itu pula yang membuat Alaster— sang kakak tidak dapat menemukan penyebab tak sadarnya Aquila.
Singkatnya, Aquila pingsan secara mendadak di pesta, hal itu pula yang membuat kehebohan sehingga putra mahkota lengah dan tak dapat menyadari kalau kekasihnya meminum racun.
Itu yang paling masuk akal.
Tapi bagaimana kalau ada faktor lain?
Tiba-tiba ada suara ketukan pintu, Ahn langsung masuk secara terburu-buru. "Nona, Nona!" Ia memanggil.
"Ahn, ada apa?"
"Nona, Yang Mulia Putra Mahkota dan kekasihnya, Putri Zeline, datang berkunjung!" Ahn berseru.
APA?!
Aquila tidak salah dengar, kan?
Hal ini tidak terjadi di dalam novel, apa lagi-lagi alurnya terpelintir?!
Yang terpenting, mengapa Zeline mengunjunginya? Apa lagi yang akan terjadi?!
Aquila mondar-mandir, otaknya masih terlalu terkejut untuk mencerna semua ini. "Ahn... Bilang pada mereka, aku tidak bisa bertemu sekarang." Ujarnya lemah.
Ahn menunduk, "maaf nona, nona tahu sendiri, menolak bertemu dengan anggota kerajaan adalah sebuah pelanggaran."
Aquila menggigit jari. Benar juga.
Ia mengedarkan pandangannya lagi, berusaha mencari ide.
Arah pandangnya tertuju pada sebuah balkon, kalau ia berpura-pura lompat dari situ dan mengaku kalau kakinya patah, ia bisa menghindari pertemuan dengan kedua Protagonis itu, 'kan?
Melihat majikannya senyum-senyum sendiri, membuat firasat Ahn jadi tidak enak. Apa yang Aquila rencanakan?
"Ahn, ikuti aku!" Aquila berlari kecil menuju balkon. Ia menimbang-nimbang rencana selanjutnya.
Matanya mengukur jarak dari tempatnya berpijak, hingga ke tanah.
Tangannya ia jadikan tumpuan, Aquila mengangkat sebelah kakinya, keluar dari besi pembatas.
"NONA!" Ahn panik luar biasa melihat majikannya hampir melompat, ia memegangi tangan Aquila kuat-kuat. "Apa yang sedang nona lakukan?!" Ia bertanya panik.
"Aku sedang..."
Ucapannya terputus saat maniknya bertemu dengan tatapan tajam Zero. Ternyata sedari tadi Zero ada di bawah, sedang memerhatikan 'percobaan bunuh diri' Aquila.
Zero masih menatap dengan tajam, membuat tubuh Aquila kaku seketika, Ahn tanpa basa-basi langsung menarik kembali tubuh majikannya itu supaya tidak terjatuh.
"Nona, tolong jangan lakukan hal-hal yang berbahaya!" Ahn masih merasa takut, sekaligus lega karena tidak terjadi apa-apa terhadap Aquila.
"Lebih baik nona bersiap." Ucapan Ahn lagi-lagi memecah lamunan Aquila.
Aquila hanya bisa mengangguk pasrah, sepertinya tidak ada cara untuk menghindari putra mahkota dan kekasihnya.
***
Pada akhirnya...
"Sebuah kehormatan Yang Mulia dan tuan putri mengunjungi saya, ada keperluan apa?" Seperti biasa, Aquila mengulas senyuman palsu. Dalam hati ia berharap agar kedua orang ini cepat pulang.
"Sebuah kehormatan juga Nona Charles mau menerima kehadiran saya." Zeline balas tersenyum, senyum yang benar-benar manis! Aquila terkesima, ia bahkan tak dapat berkata-kata.
Benar-benar pesona luar biasa dari Protagonis!
Aquila masih sibuk memerhatikan Zeline, warna rambut cokelat, mirip seperti putra mahkota, hanya saja rambut Zeline lebih terang, bola mata yang selaras dengan warna rambutnya, tahi lalat kecil di pipi, serta lesung pipit yang muncul saat ia tersenyum. Zeline benar-benar manis!
HIDUP PROTAGONIS!
Lagi-lagi, Aquila tersenyum sendiri. Mereka benar-benar pasangan yang cocok. Seandainya posisinya disini bukan sebagai penjahat, seandainya mereka kesini bukan karena ingin membalas Aquila, pasti dengan senang hati Aquila akan menerima mereka dengan baik.
Menyadari tatapan intens Aquila, Zeline jadi merasa tidak enak. Zeline menyodorkan tangannya, ada sebuah kotak kecil dengan pita kecil diatasnya. "Saya sebenarnya sudah lama ingin menjalin persahabatan dengan Nona, ini ada hadiah kecil yang sudah saya siapkan." Zeline tersenyum, lagi-lagi lekukan pada pipinya membuat Aquila terkesima.
"Wah..." Aquila bergumam pelan, ia mengambil kotak itu dan membukanya.
Sebuah cincin!
Ini seperti cincin pertunangan, dan ada hiasan batu permata diatasnya. Cincin itu berkilauan dengan indahnya.
Sungguh sangat indah!
Aquila memasangkan cincin itu di jari manisnya, ia benar-benar menyukainya! "Terimakasih, Nona Zeline!" Ucapnya dengan wajah sumringah.
Aneh, Zeline tidak langsung membalas ucapan itu, ia hanya terpaku beberapa saat menatap ekspresi wajah Aquila. Menyadari keheningan itu, Zeline langsung membuka suara, "sama-sama," ujarnya canggung, "saya harap anda menyukainya."
Aquila mengangguk antusias, tentu saja ia sangat menyukai ini.
Tapi aneh rasanya ... Mengapa Zeline sebaik ini padanya? Bukankah selama ini Aquila selalu bertindak seenaknya padanya. Benar-benar kekuatan peran utama, seperti di novel, Zeline begitu baik dan manis.
Aquila semakin merasa tidak enak.
Mata Aquila menatap Zero yang duduk di sebelah Zeline, ekspresi Zero benar-benar sinis, membuat Aquila buru-buru mengalihkan pandangan.
Aquila bisa menebak, Zero pasti merasa kesal akan sikap 'terlalu baik' yang dimiliki Zeline. Jujur saja Aquila setuju pada Zero, saat dulu membaca novelnya, Aquila seringkali merasa gregetan sendiri dengan kebaikan Zeline.
Suasana semakin canggung, yang ada hanya keheningan.
Tidak bisa begini. Aquila harus memecah keheningan.
"Uhm... Nona Zeline bagaimana kabarnya? Saya dengar anda tidak sadarkan diri karena seseorang meracuni anda?" Aquila bertanya basa-basi.
Zeline dan Zero kompak menatap Aquila dengan tatapan terkejut. Aquila panik sendiri, ada apa? Apakah ia salah bicara?
Zero membanting pelan cangkir teh yang tadi ia minum, tatapannya semakin menusuk. Bagi Zero, Aquila sungguh bermuka tebal dan tidak tahu diri! Bagaimana bisa ia bertanya dengan polosnya seperti itu? Padahal jelas-jelas Aquila adalah pelakunya.
Zeline yang menyadari perubahan mood kekasihnya langsung menyahut, "kabar saya baik, nona Charles, terimakasih sudah bertanya." Zeline tersenyum manis dan untuk kesekian kalinya, Aquila terkesima.
"Untuk racun yang terdapat dalam minuman saya masih dalam tahap penyelidikan, tapi saya yakin sekali ini pasti hanya salah paham. Memangnya manusia jahat mana yang tega meracuni manusia lainnya?" Zeline berkaca-kaca.
Aquila refleks menganggukkan kepalanya. "Saya setuju." Ya, manusia jahat mana yang berani meracuni protagonis kesayangannya ini?
Tapi kalau dipikir bagaimana pun, Zeline terlalu naif. Pemikirannya terlalu murni jika harus dijadikan lawan sang penjahat 'Aquila Sapphire de Charles'. Untungnya ada sang putra mahkota Zero yang selalu melindungi sang putri.
"Seburuk-buruknya manusia, tidak mungkin kan ia mencoba untuk membunuh calon ratu selanjutnya? Nona Aquila, kau setuju, kan?" Zeline berucap lagi.
Aquila mengangguk mantap. "Tentu saja aku setuju, apalagi kau adalah sang protagonis."
Aquila terharu. Zeline benar-benar manusia yang baik. Tapi Aquila berharap bahwa Zeline bisa menjadi lebih pintar untuk menyadari kalau ada banyak sekali orang jahat disekitarnya, supaya Zeline bisa lebih berhati-hati.
Aquila tidak mengerti mengapa sang author menciptakan sebuah tokoh yang terlalu baik tanpa celah. Bukannya Aquila tidak suka, hanya saja ia takut kebaikan Zeline akan menjadi bumerang untuk dirinya.
Zero menghela napas berat, ia bangkit. "Zeline, kita pulang sekarang." Ia menarik tangan Zeline supaya ia segara berdiri.
Zeline merasa canggung, ia segara tersenyum kepada Aquila, "maaf, nona, sepertinya pertemuan kita hanya sampai disini saja. Saya senang bisa menghabiskan waktu—"
"Cepatlah, Zeline!" Zero berjalan duluan. Zero benar-benar merasa muak. Ia muak dengan sandiwara Aquila yang entah mengapa semakin terasa handal.
Kedua tokoh utama itu meninggalkan Aquila begitu saja. Aquila bahkan masih belum bisa mencerna apa-apa. Ia masih mabuk akan pesona kedua tokoh utama.
Mereka benar-benar cocok. Ditambah lagi sang author dengan sengaja membuat mereka memiliki banyak kesamaan, seperti warna rambut, lesung pipit, serta huruf depan nama yang sama.
Pesona mereka benar-benar luar biasa. Aquila bahkan melupakan rencananya untuk menjauhi mereka.
***
Masih di hari yang sama. Aquila tengah berjalan-jalan di taman dengan sebuah roti di tangannya. Sebenarnya makan sambil berjalan itu tidak sesuai dengan etika yang diajarkan disini, hanya saja Aquila sudah terbiasa melakukan itu di kehidupan sebelumnya. Aquila merasa semakin betah disini. Benar-benar dunia yang begitu indah. Ia menghirup udara segar, rasanya sungguh berbeda dengan udara di tempatnya dulu. Matanya dimanjakan dengan banyak sekali tanaman dan bunga-bunga yang indah dan berwarna-warni. Suasananya benar-benar indah, sepertinya tak akan ada hal yang bisa merusak moodnya. "ADIKKU SAYANG~" Atau mungkin ada. Alaster, berlari kecil ke arah adiknya, di tangannya ada sebuah kotak besar. Apa lagi yang akan dilakukan orang berisik ini? "Adikku, tebak apa yang kubawa?" Alaster menunjukkan kotak itu dengan perasaan bangga. Jangan menyuruhku menebaknya! Aku tidak tau! Aq
Di dalam novel, Charelle Eora Varen adalah tokoh yang sangat berpengaruh terhadap jalan cerita. Aslinya, Charelle lah yang pertama kali menyebarkan rumor tentang rencana pembunuhan yang dilakukan oleh Aquila. Saat itu, rumor menyebar dengan begitu cepat. Baik di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa. Hanya saja, di latar waktu yang sekarang, rumor telah menyebar lebih cepat dari aslinya, Aquila tak tahu darimana asalnya. Saat ini, Aquila akan berencana menggunakan Charelle sebagai alat supaya rumor buruk ini cepat mereda. Charelle adalah orang yang paling tepat untuk itu, karena sifatnya yang sangat supel dan memiliki banyak koneksi, rumor dapat menyebar dengan begitu cepatnya jika Charelle yang memulainya. Maka disinilah Aquila. Aquila turun dari kereta kudanya, ia kini telah sampai di kediaman Marquis Varen. Saat Aquila menapakkan kakinya, ia langsung disambut dengan hangat oleh beberapa pengawal di sana.
Lega sekali rasanya. Pada pagi hari ini, Aquila bangun dengan perasaan berbunga-bunga serta semangat yang meluap. Ia masih tak percaya ia telah berhasil mengatakannya. Terserah kalau ada yang berpikir dirinya berlebihan, tapi bagi Aquila ini adalah salah satu pencapaian yang besar. Pada kehidupan sebelumnya, saat ia masih menjadi seorang 'Alena' begitu sulit rasanya untuk mengemukakan pendapatnya, ia selalu takut akan reaksi orang lain atau kalau pendapatnya tidak sesuai dengan opini orang lain. Tapi kini, ia berhasil mengatakan semua unek-uneknya di depan Yang Mulia. Sekali lagi, rasanya begitu lega. "Nona, hari ini kau terlihat begitu bahagia." Komentar Ahn, yang kini tengah menata rambut Aquila, seperti biasanya. "Eh, begitukah?" Aquila tersenyum, ia tidak dapat menahan senyumnya. "Nona Ahn, apakah hari ini ada jadwal yang harus aku hadiri?" Ahn, yang kali ini sedang sibuk berkutat dengan pengait pada kalung perm
Revel Rex Alucio. Sedikit latar belakang tentangnya. Grand Duke Alucio adalah anak resmi dari raja dan ratu terdahulu. Beberapa puluh tahun yang lalu, saat kekaisaran ini masih dipimpin oleh raja terdahulu, saat itu raja memiliki seorang anak dari permaisuri yang resmi serta seorang anak dari selir. Kekacauan dimulai saat sang raja meninggal, tentu saja, sebagai pewaris tahta yang resmi, anak dari sang permaisuri akan dinobatkan menjadi raja berikutnya. Namun saat itu terjadi kudeta kekuasaan yang dilakukan oleh anak sang selir yang iri. Alhasil, anak dari permaisuri, sang pewaris resmi, berhasil diasingkan ke tempat yang tak seorangpun tahu. Sedangkan kini, anak dari sang selir berhasil dinobatkan sebagai raja saat ini. Tanpa ada yang tahu, anak dari sang pewaris resmi ternyata telah memiliki keturunan, ia bernama Revel Rex Alucio— seorang pria dengan aura menyeramkan yang sedang berada dihadapan Aquila saat ini. S
"Yang Mulia, ini uang yang kau hilangkan." Zero yang saat itu tengah merasa linglung karena tidak sengaja menghilangkan sejumlah dana yang nantinya akan digunakan untuk menyelenggarakan sebuah acara langsung merasa senang saat Aquila menyerahkan sejumlah uang dari dalam kotak kecil. "Kau menemukannya?" Zero kecil bertanya dengan sumringah. Aquila kecil yang saat itu memakai dress berwarna merah muda hanya menggeleng. "Tidak, ini tabunganku." Aquila tersenyum lebar, memamerkan gigi-gigi susunya. "Tunggu. Tapi kenapa kau memberikannya padaku?" Tanya Zero keheranan. "Aku tidak ingin kau dimarahi ibunda ratu." Balas Aquila tulus. *** Zero memijat pelipisnya, entah mengapa secara tiba-tiba ia teringat salah satu kenangan masa kecilnya bersama Aquila. "Yang Mulia, kau sedang memikirkan apa?" Tanya Zeline yang berada di sampingnya. Zero tak menggubris. Ia bahkan tak menyadari kehadiran perempuan itu di sampingnya
Aquila baru teringat sesuatu. Status kebangsawanan dibagi menjadi beberapa tingkat. Tingkat tertinggi adalah status bangsawan keluarganya, yakni seorang Duke. Sedangkan status bangsawan terendah adalah milik keluarga Zeline, yakni Baron. Mungkin hal itu pula yang menjadi pemicu Aquila yang dulu bertingkah semena-mena terhadap Zeline. Serta hal itu pula yang membuat Aquila merasa harga dirinya begitu terluka saat putra mahkota lebih memilih Zeline dibanding dirinya. Kalau dipikir-pikir, dosa serta tindakan jahat yang dilakukan Aquila yang dulu terhadap Zeline sudah terlalu banyak. Dulu, Aquila selalu berusaha membuat Zeline celaka di setiap kesempatan yang ada. Sialnya, Aquila yang sekarang lah yang harus menanggung konsekuensi dari kejahatan Aquila di novel. Maka dari itu. Saat ini Aquila berinisiatif untuk mengibarkan bendera damai. Ia berniat untuk berdamai dengan tulus, ia juga sudah menyiapkan sekotak hadiah untuk Zeline.
Penulis gila mana yang menciptakan peran utama yang kebaikannya tidak masuk akal seperti Zeline serta antagonis tanpa hati nurani yang tak segan melakukan apapun seperti Aquila? Setidaknya itu yang ada dipikiran Alena sebelum mulai mendapatkan ingatan dari Aquila yang asli. Benar-benar. Mulai dari kenangan masa kecil, nama-nama juga wajah orang-orang disekitarnya, serta peristiwa-peristiwa yang lainnya. Ingatan Aquila dalam novel itu, diterimanya secara bertahap. 'Alena' kini paham tentang perasaan serta pola pikir milik 'Aquila yang ada di dalam novel.' Sejak kecil, Aquila sudah bersahabat dengan putra mahkota, ia juga seringkali berkorban dalam hal-hal tertentu demi putra mahkota. Sudah banyak sekali suka dan duka yang mereka lalui. Aquila mulai memiliki rasa suka kepada putra mahkota. Tapi itu bukan masalah, karena ia tahu kalau akhirnya ia akan menikah dengan sang putra mahkota. Sebab, hanya keluarganya lah yang paling setia dan mamp
"Nona! Kereta kuda kerajaan sedang menuju kesini!" Seruan Ahn membuat Aquila langsung mengalihkan perhatiannya. Cewek berambut pirang itu langsung mengikuti arah pandangan Ahn. Apa? Eh, Ada apa ini? Aquila langsung bangkit dari tempatnya, ia meninggalkan sepotong kue berperisa stroberi yang bahkan masih belum ia sentuh. Aquila berlari keluar menuju perkarangan rumahnya yang luas. Dan benar saja, begitu gerbang besar dibuka, datang sebuah kereta kuda kerajaan dengan lambang khas istana tertera di bagian depannya. Sebenarnya ada apa ini? Apakah Zero ke sini karena sedang ada urusan dengan Duke Charles? Tapi, ayah Aquila tersebut sedang tidak ada di kediaman ini. Atau mungkin Zero ada urusan dengan Alaster? "Adikku sayang~" Ah, Aquila mendadak merasa menyesal telah menyebut nama Alaster dalam hati, kakaknya itu, tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya. "Adikku, mengapa putra mahkota ke sini? Ap
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya
Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem
“Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam
“Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i