Home / Fantasi / Miss Villain and the Protagonist / Chapter 12 — TIDAK ADA TOKOH YANG WARAS!

Share

Chapter 12 — TIDAK ADA TOKOH YANG WARAS!

Author: Scarlet Crown
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Nona! Kereta kuda kerajaan sedang menuju kesini!" Seruan Ahn membuat Aquila langsung mengalihkan perhatiannya. Cewek berambut pirang itu langsung mengikuti arah pandangan Ahn. 

Apa?

Eh, Ada apa ini?

Aquila langsung bangkit dari tempatnya, ia meninggalkan sepotong kue berperisa stroberi yang bahkan masih belum ia sentuh. 

Aquila berlari keluar menuju perkarangan rumahnya yang luas. Dan benar saja, begitu gerbang besar dibuka, datang sebuah kereta kuda kerajaan dengan lambang khas istana tertera di bagian depannya. 

Sebenarnya ada apa ini? Apakah Zero ke sini karena sedang ada urusan dengan Duke Charles? Tapi, ayah Aquila tersebut sedang tidak ada di kediaman ini.

Atau mungkin Zero ada urusan dengan Alaster?

"Adikku sayang~"

Ah, Aquila mendadak merasa menyesal telah menyebut nama Alaster dalam hati, kakaknya itu, tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya.

"Adikku, mengapa putra mahkota ke sini? Apa kau sedang ada urusan dengannya?" Alaster bertanya.

Aquila menggelengkan kepala. Aquila tidak tahu. Ia justru berpikir kalau Zero ke sini karena ada urusan dengan Alaster.

"Mhmm, ada hal apa, ya?" Alaster memegang dagunya.

Kereta kuda tersebut berhenti. Zero turun dengan gagahnya, benar-benar aura protagonis yang menyilaukan.

"Salam hormat kami, Yang Mulia Putra Mahkota." Alaster menunduk, Aquila juga mengikuti gerakan kakaknya itu. 

"Ada keperluan apa yang membuat Yang Mulia datang ke sini?" Alaster bertanya ramah.

Zero mengeluarkan sebuah buket bunga dari dalam jubah hitamnya. Ia sama sekali tak berbicara sepatah kata pun, ia hanya menyodorkan buket bunga tersebut ke hadapan Aquila. 

"Ooh~ Yang Mulia menyatakan perasaan kepada adikku!" Alaster memekik kegirangan. "Tapi bagaimana kalau kekasih anda cemburu?"

Aquila spontan menyikut Alaster, tidak bisakah makhluk aneh itu bertingkah sedikit lebih waras di hadapan Yang Mulia?

"Ambil." Zero berucap singkat, ia masih berupaya menahan amarahnya.

Aquila, yang mendengar ucapan dengan nada perintah itu tak mampu membantah. Ia mengambil kembali buket bunga tersebut.

Aquila ingat persis, ini adalah hadiah yang kemarin ia berikan untuk Zeline. Namun, mengapa benda ini bisa berada pada Zero?

"Hirup aroma bunga itu." Lanjut Zero. 

"Apa?" Balas Aquila tidak mengerti. 

"Hirup!" Sentak Zero tak sabaran.

"Tunggu dulu, Yang Mulia," Alaster berusaha menengahi, "bagaimana kalau anda masuk dulu? Kita bisa membicarakan maksud tujuan anda di dalam?"

"Kau diamlah." Zero menatap Alaster dengan tajam. "Aku belum mengizinkanmu untuk bicara."

Kali ini Zero kembali terfokus kepada Aquila. "Aquila, kau sungguh menjijikan." 

Aquila tersentak mendengar cemooh itu. Perlu diingat, dalam kehidupan sebelumnya, Aquila merupakan anak penakut yang begitu memedulikan pendapat orang disekitarnya tentang dirinya. 

Tentu saja ucapan dari Zero tadi sudah lebih dari cukup untuk melukai hatinya.

"Apa maksud Yang Mulia?" Tanya Aquila dengan suara bergetar.

"Hentikan sandiwaramu! Kau benar-benar memuakkan." Balas Zero dengan nada sinis. "Kau pikir, aku tidak tahu kalau kau lagi-lagi hendak mencelakai Zeline?" 

Aquila tak berani menatap wajah Zero yang kini terasa begitu mengintimidasi. 

"Kali ini kau sudah kelewatan." Ujar Zero lagi.

"Saya tidak mengerti..." Lirih Aquila.

"Bunga yang kau berikan untuk Zeline. Setelah menghirup bunga itu, Zeline langsung jatuh sakit." Zero berucap ketus. "Kau sengaja, 'kan?"

Aquila tak dapat berkutik. 

Ia berani bersumpah bukan ia pelakunya!

Tapi Aquila juga baru teringat sesuatu. Yang membuat buket bunga tersebut adalah Alaster, jadi, sudah pasti Alaster yang menaruh racun.

Pantas saja kemarin Alaster berpesan untuk menyuruh Zeline menyimpan bunganya di dalam kamar!

Dasar Alaster brengsek!

"Kenapa kau diam saja?" Cecar Zero. "Jadi benar, ya? Kau berniat membuat Zeline celaka?"

"Ti... Tidak, Yang Mulia," Aquila berucap patah-patah.

"Kau tahu, nyawa Zeline jadi terancam setelah ia menerima hadiah darimu!" Maki Zero, tentu saja ia tak terima jika ada yang berusaha mencelakai kekasihnya. 

"Sekarang, kau hirup bunga itu." Perintahnya, "kau harus merasakan rasa sakit yang Zeline rasakan." 

Aquila panik bukan main, ia tahu ia salah karena mempercayakan Alaster untuk membuat buket bunga ini. Tapi, tentu saja ia tak mau merasakan rasa sakit yang dirasakan oleh Zeline.

Aquila hanya tidak ingin mati ... Untuk yang kedua kalinya.

Tanpa sadar setetes air mata turun begitu saja dari mata Aquila. Tubuhnya gemetar karena rasa takut. Ia sungguh merasa ketakutan!

"Ini perintah." Zero berucap dengan penuh penekanan. 

Aquila menggerakkan buket bunga itu dekat dengan indra penciumannya. 

Aquila menghirup bunga tersebut dalam-dalam. 

Selamat tinggal dunia ...

...

LOH, KOK TIDAK TERJADI APA-APA?!

Aroma bunga itu sungguh harum. Aquila langsung menjauhkan buket bunga tersebut dari hidungnya. Sama sekali tidak terjadi apa-apa, Aquila merasa kebingungan sendiri.

Bukannya Aquila ingin terjadi sesuatu. Tapi ia hanya merasa heran?

Atau ternyata efek racunnya belum bekerja?

"Yang Mulia, saya tidak terima dengan penghinaan ini." Alaster kini angkat bicara, ia tak bisa membiarkan adik kesayangannya dibuat ketakutan seperti tadi!

"Adik saya sudah berbesar hati dengan meminta maaf terlebih dahulu serta memberikan hadiah untuk putri Baron tersebut." Alaster berucap dengan nada tegas. "Tapi anda justru menuduh adik saya berniat jahat terhadap kekasih anda? Saya sungguh merasa terhina."

Aquila mundur beberapa langkah, ia bersembunyi di balik tubuh Alaster. Aquila hanya bisa menunduk, berusaha menghentikan air mata yang kian bercucuran. 

Alaster ada gunanya juga. Aquila jadi merasa bersalah sering menghina kakaknya itu. 

"Sebenci itukah anda kepada adik saya?" Alaster melanjutkan. "Anda bahkan sama sekali tak memiliki bukti yang kuat kalau adik saya berniat jahat, anda hanya menyimpulkan sepihak."

Zero berdeham, ia mengalihkan pandangannya dari Alaster yang tiga tahun lebih tua darinya. 

"Saya punya seseorang yang sangat ingin saya lindungi." Zero kini membuka suaranya. "Saya hanya ingin keadilan untuk Zeline, jika seandainya Aquila pelakunya."

"Omong kosong!" Bentak Alaster. "Lalu, apa? Sudah terbukti, 'kan, kalau Aquila tidak bersalah?" 

"Kak Alaster, kau seharusnya mengerti posisiku." Zero mendadak jadi melankolis, ia bahkan tidak lagi menggunakan bahasa yang formal, itu adalah bahasa yang sering digunakannya kepada Alaster saat masih kecil dulu. "Aku hanya khawatir pada Zeline! Aku hanya ingin melindunginya!"

"Kau bisa melindungi kekasihmu tanpa harus menindas adikku." Alaster berucap dingin. 

Zero diam seketika.

"Kalau begitu, posisiku juga sama denganmu. Aku hanya ingin melindungi adikku, aku tak akan segan-segan untuk membalas siapapun yang hendak melukai adikku." Alaster berujar serius, "aku tidak peduli meskipun itu kau, Yang Mulia." Ujarnya memberi penekanan tersendiri pada kata 'Yang Mulia'.

"KAK—" Zero hendak berseru lagi, namun Alaster langsung memotong ucapan orang yang pernah ia anggap adik tersebut.

"Hentikanlah, Zero." Alaster berujar dengan tegas, "kau harus mengerti batasanmu." Kali ini giliran Alaster yang memberikan tatapan menusuk. "Saat ini keluargaku masih memihak kepadamu itu karena permintaan Aquila. Aku bisa saja berubah haluan dan jadi memihak pangeran yang lain jika kau terus-terusan menyakiti adikku."

"Jadi, jangan melewati batas." Alaster berbisik tepat di telinga Zero.

***

"Sebenarnya memang benar apa yang diduga Zero." Alaster kini sedang ada di salah satu bar kecil dekat gang sempit milik salah satu kenalannya. Bar ini sungguh terpencil sehingga jarang orang yang berdatangan.

"Aku memang menaruh racun dalam buket bunga itu." Gumamnya lirih. Ditangannya terdapat sebotol kecil bersisi cairan bening yang hanya tersisa setengahnya. 

Tangan Alaster bergerak, membuka tutup botol racun tersebut. Alaster tersenyum simpul. "Tapi racun ini tak akan bekerja jika tidak ada pemicunya." 

"Untungnya saja..." Kali ini Alaster menuangkan setetes racun tersebut di atas serpihan bubuk berwarna putih kekuningan. "Aku punya seseorang yang bisa dipercaya untuk meletakkan pemicunya." Bisa dilihat, tetesan racun tersebut mulai bekerja jika terkena serpihan bubuk putih yang disebut Alaster sebagai pemicu tersebut.

"Untungnya saja ... Kepala pelayan di kediaman Baron Aideos memihak padaku." Alaster kian menoleh, disampingnya ada seseorang yang tak asing baginya. 

"Ucapanku benar, kan?" Alaster menyeringai, menatap kepala pelayan di kediaman Baron Aideos yang kini telah menjadi sekutunya.

"Saya siap untuk tugas selanjutnya, tuan," jawab si kepala pelayan yang telah tunduk.

***

Related chapters

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 13 — Yang Mulia Kaisar : Lius de Athanasius

    Orang gila! Semua tokoh yang ada di dalam novel 'Cinta Sejati' adalah orang gila! Tidak ada satupun tokoh yang waras disini. Aquila jadi merasa, sebenarnya ia tidak terjebak di dalam dunia novel, melainkan ia terjebak di dalam perkumpulan orang yang tidak waras. Mulai dari peran utama laki-laki yang terlalu protektif terhadap pasangannya, lalu peran utama wanita yang terlalu baik hingga terasa tidak masuk akal. Lalu ada juga kakak si antagonis yang terlalu 'alay'. Ditambah lagi tokoh Grand Duke yang memiliki aura yang sangat menyeramkan. Bahkan tokoh antagonisnya sendiri 'Aquila yang ada di dalam novel' juga sungguh tidak masuk akal perilaku jahatnya, hingga terkesan kalau tokoh tersebut sama sekali tak memiliki sisi baik. Hanya Aquila yang waras disini. Entah apa yang ada di pikiran si pengarang novel 'Cinta Sejati' sehingga dapat menciptakan novel picisan dengan segelintir orang-orang tidak waras sebagai tokohnya.

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 14 — Putra Selir : Alken de Athanasius

    Alken de Athanasius. Ia adalah seorang putra dari Raja dan selirnya. Rambut Alken berwarna putih karena keturunan dari sang ibu. Kulitnya yang putih pucat juga merupakan keturunan dari sang ibunda. Usia Alken hanya terpaut beberapa bulan lebih muda dari Zero, tapi kemampuannya sudah bisa menyetarai atau bahkan melebihi putra mahkota tersebut dalam beberapa hal. Alken sadar, posisinya dalam istana hanyalah seorang anak dari selir. Kedudukannya tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan Zero yang seorang penerus resmi. Lagipula, Alken juga tidak berniat mengkudeta kekaisaran, ia hanya sengaja mempermainkan orang-orang disekitarnya. "Ah, kekasih dari kakakku sudah datang rupanya," Alken berkomentar saat Zeline telah sampai di lorong kerajaan. "Hormat saya, tuan," Zeline mengangguk sopan. Alken memperhatikan penampilan Zeline dari ujung kaki hingga kepala, "kakakku sedang tidak ada di sini. Ia sedang sibuk menguru

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 15 — Aquila dan Zeline, Siapa Yang Pantas Menjadi Putri Mahkota?

    Malam nanti, pesta pengenalan calon putri mahkota akan diadakan. Segala keperluan untuk pesta nanti malam telah disiapkan. Saat ini, meskipun masih pagi hari, Aquila sudah sampai di kediaman istana. Sesuai prosedur yang ada di sana, putri mahkota yang terpilih akan memperkenalkan dirinya terhadap sang putra mahkota. Ya, ini hanyalah formalitas belaka. Aquila yang ditemani Alaster, melangkahkan kakinya menuju aula besar dimana Baginda kaisar sudah menunggu di singgasananya. "Hormat kami, Yang Mulia Kaisar." Baik Aquila dan Alaster, keduanya menundukkan badan. "Saya merasa terhormat bisa menemui anda secara langsung, Yang Mulia." Alaster berucap dengan senyum hangat. Entah ucapannya tulus atau sekadar pencitraan belaka. Kali ini, dari sisi yang berseberangan masuk seorang lelaki berambut cokelat sambil menggenggam tangan seorang perempuan di sebelahnya. Itu Zero dan Zeline, protagonis kesayangan kita. "Hormat ka

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 16 — Mengapa Sikapmu Berubah? Apa Yang Kau Rencanakan?

    "Yang Mulia!" Zeline menghampiri kekasihnya yang sedang menyendiri di lorong atas, memperhatikan pesta dari kejauhan. Zero yang saat itu sedang meminum segelas wine-nya langsung beralih, menatap wajah Zeline. "Hai, Zeline," sapanya. Zeline tersenyum manis, biasanya, senyuman ini selalu sukses meluluhkan hati sang putra mahkota. "Anda tidak menikmati pestanya? Mengapa anda menyendiri di sini?" "Tidak, aku hanya sedang terpikirkan sesuatu." Zero kembali menatap kerumunan pesta. Sedari tadi, ada yang mengganjal di hati Zero. Yakni saat ia melihat saudaranya yang menyebalkan— Alken, sedang berdansa dengan teman masa kecilnya. Hal yang semakin mengganggu, saat Alken dan Aquila tertawa bersama-sama tatkala Aquila melakukan kesalahan dalam berdansa atau sesekali menginjak kaki Alken. Tidak. Zero yakin ini bukan perasaan cemburu. Ia hanya merasa aneh? Karena Aquila yang ia kenal sangat anti dengan cowok lain. Karena bagi Aquila,

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 17 — Dulu Kita Selalu Bersama, Namun Segalanya Berubah Saat Zeline Datang

    Ahn bilang ini bukan pertemuan resmi. Jadi Aquila tidak perlu repot-repot menggunakan korset yang menyesakkan ataupun menggunakan gaun dan sepatu hak tinggi. Ia hanya menggunakan baju sederhana yang biasa digunakannya saat santai— meskipun masih berbentuk dress tapi tidak sekompleks dress yang digunakan untuk pertemuan resmi. Aquila menguap. Ini sudah malam tapi Zero mengajaknya bertemu? Anak itu tidak punya etika, ya? Ditambah lagi, Zero benar-benar tidak jelas. Ia hanya mengatakan 'bertemu di tempat biasa' Aquila bahkan tidak tahu di mana tempat biasa yang dimaksud Zero? Aquila sudah berusaha mengingat-ingat melalui memori dari Aquila yang dulu. Tempat itu terang, banyak ditanami bunga-bunga serta ada sebuah air mancur besar. Aquila menebak, sepertinya itu kebun kerajaan? Yang menjadi masalah. Aquila tidak tahu dimana letak kebun itu! Ia bahkan tidak hafal denah kerajaan ini! ISTANA INI TERLALU LUAS! "Sialan k

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 18 — Ending Yang Mengandung Plot Twist?

    "Dulu kita selalu bersama, ya?" Zero menatap wajah Aquila, tangannya membelai rambut pirang teman masa kecilnya itu."Iya," Aquila menimpali. "Namun segalanya berubah saat Zeline datang." Ujarnya tanpa sadar....Tunggu.Seperti ada yang salah.EHHHH?!?!Mati! Aquila salah bicara.Bagaimana ini?!"Eh, tidak, maksudku," Aquila panik sendiri, Zero tidak akan marah, lalu mengeksekusinya karena ucapan Aquila tadi, 'kan? "Untung saja Zeline datang, jadi kau bisa bersama orang yang jauh lebih baik dariku."Aquila tersenyum kaku. Sejujurnya ia sendiri juga tidak tahu apa yang sedang ia bicarakan.Zero tidak bereaksi apa-apa, ia hanya menatap lurus ke arah Aquila. Ekspresinya datar.Apa Aquila salah bicara lagi?"Maksudku, kau beruntung sekali bisa menemukan Zeline. Wanita itu begitu manis dan baik hati, 'kan?" Aquila mengangkat kedua jempolnya. "Tidak sepertiku yang berwajah antagonis, kau jauh

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 19 — Kekasihku Terlalu Sering Memberi Hadiah, Jadi Aku Membaginya Padamu

    "Bagaimana, apa tidur anda semalam nyenyak?" Zeline bertanya khawatir. "Tidurku? Ah kau tenang saja—" "Nona, saya sungguh penasaran hadiah apa yang telah anda siapkan untuk para pelayan." Zeline tersenyum. Apa ini? Apakah Zeline sengaja memotong ucapannya? Lalu ... Hadiah apa yang dimaksud? "Hadiah...?" Zeline mengangguk antusias, "iya, maksudku, bukan hadiah yang mewah, tapi hadiah sebagai bentuk apresiasi untuk para pelayan karena sudah bekerja keras." Aquila tak dapat merespon. "Oh? Nona Aquila tidak menyiapkan apa-apa, ya?" Zeline merasa canggung, "maafkan saya karena sudah bertanya, nona," "Nona Aquila sudah menyiapkan sesuatu!" Kali ini Ahn yang menjawab. Ia tidak terima Aquila direndahkan begitu saja. "Oh, begitukah?" Wajah Zeline terlihat cerah. "Aku sungguh penasaran, apa itu?" "Yang jelas, hadiah yang disiapkan nona Aquila begitu bagus!" Ahn menyahut lagi. "Wah, sesuai dugaan, n

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 20 — Nona Aquila, Anda Terlihat Begitu Palsu

    "ALASTER?!" Alaster langsung keluar dari tempat persembunyiannya, ia mendekatkan telunjuknya ke bibirnya, memberi isyarat kepada Aquila untuk diam. "Hey, adikku, kau tidak mau para prajurit itu menangkapku, 'kan?" Alaster bertanya. "Maka dari itu, jangan berisik." Aquila mengangguk-angguk. "Kau, ada keperluan apa di sini?" Tanya Aquila berbisik. "Untuk bertemu denganmu, tentu saja," Sahut Alaster. "Memangnya apa lagi?" "Tapi kenapa harus bersembunyi di semak-semak? Memangnya tidak ada tempat lain?" Aquila bertanya keheranan. Tidak bisakah Alaster sedikit menjaga kewibawaannya sebagai seorang bangsawan? "Adikku, asal kau tahu, itu adalah tempat yang paling aman." Sahut Alaster. "Oh iya, tujuanku ke sini adalah..." Tangan Alaster terlihat merogoh isi dari tas jerami yang ia bawa. "Ta-da!" Ujarnya bangga seolah memperlihatkan sesuatu paling berharga yang ia punya. Aquila mengernyit, tapi sesuatu yang ditunjuk

Latest chapter

  • Miss Villain and the Protagonist   AFTERWORD

    Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 160 — Kembalinya Aquila Yang Asli (END)

    “Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 159 — Setelahnya...

    Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 158 — Paman dan Keponakan

    “Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 157 — Perpisahan

    “Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 156 — Dendam Seorang Anak Laki-laki

    “Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 155 — Kartu As Kaisar : Subjek Venatici

    Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 154 — Monster Yang Lepas Dari Segel

    “Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 153 — Bala Bantuan

    “Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i

DMCA.com Protection Status