"ALASTER?!"
Alaster langsung keluar dari tempat persembunyiannya, ia mendekatkan telunjuknya ke bibirnya, memberi isyarat kepada Aquila untuk diam.
"Hey, adikku, kau tidak mau para prajurit itu menangkapku, 'kan?" Alaster bertanya. "Maka dari itu, jangan berisik."
Aquila mengangguk-angguk.
"Kau, ada keperluan apa di sini?" Tanya Aquila berbisik.
"Untuk bertemu denganmu, tentu saja," Sahut Alaster. "Memangnya apa lagi?"
"Tapi kenapa harus bersembunyi di semak-semak? Memangnya tidak ada tempat lain?" Aquila bertanya keheranan. Tidak bisakah Alaster sedikit menjaga kewibawaannya sebagai seorang bangsawan?
"Adikku, asal kau tahu, itu adalah tempat yang paling aman." Sahut Alaster. "Oh iya, tujuanku ke sini adalah..."
Tangan Alaster terlihat merogoh isi dari tas jerami yang ia bawa. "Ta-da!" Ujarnya bangga seolah memperlihatkan sesuatu paling berharga yang ia punya.
Aquila mengernyit, tapi sesuatu yang ditunjuk
"Nona Zeline," kali ini Aquila balas menatap sinis. "Menurut pendapat saya, orang yang mendekati Putra Mahkota karena mengincar hartanya, itulah yang lebih palsu." Kali ini Zeline yang terdiam. Aquila tersenyum penuh kemenangan. "Saya tahu apa yang anda rencanakan dengan Baron Aideos." Sambungnya. Zeline tak berkutik lagi. Apakah ini bisa dibilang skakmat? ... Zeline tak menjawab apa-apa? Aquila yakin, Zeline saat ini sedang terkejut dan bertanya-tanya, dari mana Aquila mengetahuinya? Tapi reaksi Zeline sungguh di luar perkiraan. "Apa? Pfffttt," Zeline menutup mulutnya, berusaha menahan tawanya. "Ah, maaf, Nona Aquila, tapi anda benar-benar lucu!" "Apa?" Tanya Aquila tidak senang. "Nona, anda tidak menganggap saya akan merasa terancam karena hal itu, kan?" Tanya Zeline. "Lucu sekali menatap wajah penuh percaya diri anda saat mengatakan hal tadi." Zeline menyeka air matanya, "ah, biar saya
Bagaimana ini, sepertinya Aquila telah tersasar?! Aquila menoleh ke arah kanan dan kirinya, tadi ia sedang berjalan-jalan santai di sekeliling istana. Tapi nampaknya ia tak dapat mengingat jalan mana yang harus ditempuh, alhasil ia justru tersesat di area ini. Tidak, bukan salahnya, salah istana ini yang terlalu luas. Mata Aquila menatap salah satu kereta kerajaan yang bergerak mendekatinya. Kereta itu berhenti, turun seseorang dari dalamnya. Aquila terpaku. Orang itu ... Rambutnya yang berwarna biru muda terang serta bola mata yang berwarna biru laut. Orang itu ... Aquila tidak tahu siapa dia. Ah, ia baru tahu setelah mencarinya di dalam ingatan. Orang itu adalah Iluka de Athanasius, salah satu pangeran di kerjaan ini. Ia adalah adik dari Zero! Iluka yang menangkap keberadaan Aquila berjalan mendekat, ia mengusap rambut birunya. "Selamat pagi, kak Aquila." Iluka ter
"Bagaimana Aquila, kau melihatnya, kan?" Zero tersenyum puas, merasa bangga karena berhasil memperlihatkan kemampuannya di depan Aquila. Aquila mengernyit, kalau boleh jujur, sebenarnya ia tidak peduli. "Iya, Yang Mulia." Aquila memasang senyum palsu. Kalau orang di depannya ini bukan pewaris resmi kekaisaran, Aquila pasti sudah mengumpat di depan wajahnya. "Ah, ternyata sejak tadi nona Aquila menonton," Iluka menggaruk tengkuknya. "Aku jadi merasa malu karena belum bisa menunjukkan yang terbaik di depanmu." "Kau tenang saja, tidak perlu merasa seperti itu!" Aquila merasa tidak enak, ia tak mau tokoh favoritnya merasa rendah diri. Zero mendengus tidak senang, ia merasa bahwa sikap Aquila terhadap dirinya dan terhadap Iluka benar-benar berbeda! "Kau," Zero berucap kesal, tangannya memainkan rambut bergelombang Aquila. "Tadi kau bilang, kan, kalau aku berhasil mengalahkan adikku, kau akan memberikanku hadiah
"Nikahi Aquila supaya posisimu menjadi kuat, lalu jadikan Zeline sebagai selir setelahnya." Zero mengusap rambutnya kasar. Sejak tadi, kata-kata ayahnya itu terus saja terngiang. Zero bahkan sampai tak dapat fokus pada kegiatannya saat ini. "Kakakku, kalau kau terus melamun seperti tadi, kau bisa-bisa kalah dariku." Ucap Iluka yang sedang membidik panahnya. Cowok itu mengerahkan segala fokusnya, ia melesatkan satu anak panah. Bam! Anak panahnya mengenai angka delapan. Di sebelahnya, Zero sudah bersedia melakukan hal yang sama. Ia menarik panahnya, lalu melepaskannya. Bingo! Anak panah itu mengenai angka sepuluh! Zero tersenyum, merasa puas dengan hasil bidikannya yang akurat. "Kemampuanmu cukup mengagumkan, adikku, tapi masih belum bisa jika dibandingkan denganku," Zero menatap Iluka. Iluka tersenyum tipis, ia mengangguk. "Mari kita lanjutkan lagi permainannya." Zero meletakkan panahn
"Yang Mulia, nona Aquila menamparku!" Tubuh Aquila seketika membeku, pantas saja Zeline tiba-tiba terjatuh, Zeline sengaja membuat keadaan seakan Aquila tengah merisaknya. Aquila menatap sinis Zeline yang sedang bersembunyi di balik punggung Zero. Dasar cewek licik! "Aquila ... Benarkah itu?" tanya Zero setenang mungkin. "Tidak, Yang Mulia! Aku sungguh tidak melakukannya!" Aquila menyangkal, tentu saja, karena ia tidak melakukannya. Zeline muncul dari balik punggung Zero, "Yang Mulia, tentu saja nona Aquila tidak mungkin mengakui perbuatannya," air mata Zeline turun. Melihat sandiwara Zeline, membuat Aquila benar-benar merasa geram. "Untuk apa aku melakukannya?!" ia berseru. "Nona ... Nona marah karena Yang Mulia lebih menyukaiku, oleh karena itu nona melampiaskan semua amarahmu padaku." Zeline memiliki imajinasi yang luas, ya? "Uhm... Yang Mulia..." seseorang menginteru
Aquila sungguh tidak ingat apa yang terjadi semalam. Yang jelas, kepalanya masih terasa sangat sakit. Ahn bilang, semalam putra mahkota yang membawa Aquila ke sini, saat itu Aquila sedang dalam posisi tak sadarkan diri. Tapi tidak mungkin, kan, Zero melakukan itu? "Nona, jangan banyak bergerak," ujar Ahn yang sedang memasang anting mutiara kepada daun telinga Aquila. Aquila menurut, setelah Ahn selesai melakukan tugasnya, Aquila langsung berdiri. "Ahn, saat ini aku sedang ingin sendiri. Aku akan menuju perpustakaan untuk belajar, kalau terjadi apa-apa temui aku di sana." Tanpa menunggu jawaban Ahn, Aquila langsung keluar dari ruangannya. Cewek itu mencengkram kepalanya yang terasa berat. Aquila baru teringat sesuatu ... Ia ingat semalam mengatakan kalau ia membenci Zero. Aquila menepuk jidat. Bodohnya... Sialan, tak seharusnya ia mengatakan hal-hal semacam itu! Bag
Aquila harus banyak-banyak berterima kasih kepada Alken! Walaupun terkadang menyebalkan, nyatanya cowok itu sudah banyak sekali membantu Aquila. Seperti saat belajar bersama kemarin, dapat Aquila lihat, Alken memiliki wawasan yang begitu luas, bahasanya pun mudah dipahami. "Nona Aquila," Ahn memanggil, "para dayang anda telah tiba." Aquila mengangguk, ia bangkit dari tempatnya lalu berjalan menuju ruang tamunya. Di sana, ada tiga orang perempuan yang menunggu Aquila. Hanya satu dari mereka yang pernah Aquila lihat, dan sialnya, itu adalah putri dari Count Theta! Sialan. Kenapa harus dia yang menjadi dayang Aquila? "Salam hormat kami, nona Charles." ujar ketiganya kompak. Aquila berusaha tersenyum, jelas sekali ekspresi wajah Nona Theta yang terlihat tidak menyukainya. Aquila merasa, nona Theta adalah pendukung Zeline nomor satu! Seperti saat di pesta
"Ada hal apa nona Aquila menahan saya di sini?" Nona Theta bertanya, dengan intonasi ramah yang nampaknya sangat dipaksakan. "Apa anda ingin mengerjai saya seperti yang anda lakukan pada nona Rose?" Aquila menghela napas, ia mengusap wajahnya lelah, "hei, tenanglah." ujarnya. "Kenapa kau selalu saja berprasangka buruk terhadapku?" ia bertanya dengan nada heran. "Bagaimana bisa kau ingin aku berprasangka baik terhadapmu, padahal kau sendiri memiliki sifat yang sangat buruk?" balas Nona Theta. "Kalau begitu..." dengan tatapan yakin Aquila menyodorkan tangannya. "Bisakah kau percaya padaku kali ini saja?" gadis itu tersenyum yakin. Rencana Aquila selanjutnya telah dimulai, dan nona Theta adalah pion penting dalam rencananya kali ini. *** "Pada pesta esok hari, aku ingin menjadi pusat perhatian!" Aquila bangkit dari tempatnya, ia berkata dengan suara lantang sambil menatap para dayangnya satu-persatu.
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya
Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem
“Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam
“Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i