Aquila harus banyak-banyak berterima kasih kepada Alken!
Walaupun terkadang menyebalkan, nyatanya cowok itu sudah banyak sekali membantu Aquila.
Seperti saat belajar bersama kemarin, dapat Aquila lihat, Alken memiliki wawasan yang begitu luas, bahasanya pun mudah dipahami.
"Nona Aquila," Ahn memanggil, "para dayang anda telah tiba."
Aquila mengangguk, ia bangkit dari tempatnya lalu berjalan menuju ruang tamunya.
Di sana, ada tiga orang perempuan yang menunggu Aquila. Hanya satu dari mereka yang pernah Aquila lihat, dan sialnya, itu adalah putri dari Count Theta!
Sialan.
Kenapa harus dia yang menjadi dayang Aquila?
"Salam hormat kami, nona Charles." ujar ketiganya kompak.
Aquila berusaha tersenyum, jelas sekali ekspresi wajah Nona Theta yang terlihat tidak menyukainya.
Aquila merasa, nona Theta adalah pendukung Zeline nomor satu! Seperti saat di pesta
"Ada hal apa nona Aquila menahan saya di sini?" Nona Theta bertanya, dengan intonasi ramah yang nampaknya sangat dipaksakan. "Apa anda ingin mengerjai saya seperti yang anda lakukan pada nona Rose?" Aquila menghela napas, ia mengusap wajahnya lelah, "hei, tenanglah." ujarnya. "Kenapa kau selalu saja berprasangka buruk terhadapku?" ia bertanya dengan nada heran. "Bagaimana bisa kau ingin aku berprasangka baik terhadapmu, padahal kau sendiri memiliki sifat yang sangat buruk?" balas Nona Theta. "Kalau begitu..." dengan tatapan yakin Aquila menyodorkan tangannya. "Bisakah kau percaya padaku kali ini saja?" gadis itu tersenyum yakin. Rencana Aquila selanjutnya telah dimulai, dan nona Theta adalah pion penting dalam rencananya kali ini. *** "Pada pesta esok hari, aku ingin menjadi pusat perhatian!" Aquila bangkit dari tempatnya, ia berkata dengan suara lantang sambil menatap para dayangnya satu-persatu.
Di satu sisi, Zeline sedang memilah gaun-gaunnya. Sebenarnya, sejak jauh-jauh hari Zeline sudah menyiapkan sebuah gaun indah berwarna biru yang akan digunakannya untuk pesta musim dingin. Namun, mengetahui kalau ternyata Zero telah sepakat memakai pakaian berwarna senada dengan Aquila, membuat Zeline mengubah pilihannya. Ia batal mengenakan gaun biru itu, sebaliknya, ia tengah mengumpulkan para dayangnya, berunding mengenai gaun untuk pesta nanti malam. "Apa-apaan ini?!" Charelle yang pertama menolak ide Zeline. "Kenapa mendadak sekali?! Kau pikir, gaun yang dipesan pada butik akan langsung jadi dalam waktu sehari?" Lily, salah satu dayang Zeline yang berasal dari rakyat biasa ikut mengangguk, setuju dengan opini Charelle. Mana mungkin sebuah gaun akan selesai dalam waktu secepat itu? "Tapi aku begitu menginginkan gaun berwarna merah muda," pupil Zeline membesar, wajahnya memelas. "Tidak apa-
Merasa tidak enak apanya, sialan! Bagaimana mungkin Aquila merasa tidak enak pada Zeline, padahal ia sendiri juga tahu kalau Zeline begitu pandai memutarbalikkan keadaan?! Seperti saat ini. Tiba-tiba saja beredar rumor kalau Aquila memiliki hubungan gelap dengan Pangeran Iluka. Bagaimana bisa rumor menyebar secepat ini? Lagipula, rumor yang beredar begitu absurd. Maksudnya, hubungan gelap antara dirinya dengan Pangeran Iluka? Aquila sih tidak masalah, tapi sepertinya Pangeran Iluka yang tidak mau dengannya. Tapi, serius, Aquila saat ini sedang berjalan cepat dengan gaun yang diangkat. Dengan keringat yang bercucuran serta degup jantung yang tidak karuan. Aquila harus berbuat sesuatu! Aquila harus menghentikan rumor ini dari sumbernya, yakni, Zeline. Karena apa yang saat ini terjadi tidak bisa dianggap remeh. Bagaimana ini? Semua bangsawan menganggap Aquila me
"Anneth de Theta." ujarnya sambil mengulurkan tangan. "Apa?" Aquila menatap uluran tangan tersebut dengan raut wajah bingung. "Anneth de Theta adalah nama lengkapku." Nona Theta tersenyum. "Mulai sekarang kau bisa memanggilku langsung dengan nama depanku, tidak perlu terlalu formal." Aquila menjabat tangan Nona Theta, tidak, Anneth yang sejak tadi terulur. "Ada apa ini... Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?" "Yah... Harus kuakui kau tidak seburuk yang aku kira," Anneth mengulas senyuman canggung. "Aku dulu begitu membencimu tanpa alasan yang jelas, menyimpulkanmu hanya berdasarkan dari rumor yang beredar, aku bahkan sempat menghasut teman-temanku untuk turut membencimu." "Tapi setelah aku mengenalmu secara langsung, aku berani berkata kalau kau berbeda dengan yang dibicarakan orang-orang." Mendengarnya, Aquila diam seribu bahasa, otaknya masih belum dapat mencerna sepenuhnya perkataan Anneth. "Aku malu men
"Naskahmu kurang konsisten." "Apa?" alis Alken terangkat mendengar celetukan Aquila barusan. "Ceritamu seakan menyudutkan para penyihir tersebut, tapi barusan kau bilang kalau Sang Kaisar yang mengkhianati mereka duluan. Bukankah Sang Kaisar adalah penjahat yang sebenarnya?" "Sang Kaisar melakukan hal itu hanya sebagai tindak pencegahan kalau saja ketua penyihir tersebut menggunakan kekuatannya untuk mengkudeta Kekaisaran." Aquila masih merasa itu bukan alasan yang tepat untuk memburu para penyihir dan semua keturunannya. "Tapi bukankah hal itu terlalu berlebihan? Maksudku, Sang Kaisar memanfaatkan, mengkhianati, memburu seluruh keturunan penyihir, serta membuat seolah-olah para penyihir hitam-lah penjahatnya." "Kau terlalu naif, Nona." pria berambut putih itu menyahuti. "Apa?" kali ini giliran Aquila yang bertanya. "Seandainya Sang Kaisar saat itu memberikan separuh kekuasaannya, bisa saja kali ini para penyi
Waktu berlalu begitu cepat, ya? Sepertinya baru kemarin Zero mengunjungi Aquila untuk acara makan malam rutin. Dan sekarang, putaran baru telah dimulai lagi, malam ini waktunya ia kembali bertemu dengan Zero. Sebenarnya, Aquila belum benar-benar merasa pulih, kulitnya bahkan masih terlihat begitu pucat, tetapi menolak seorang Putra Mahkota adalah tindakan yang tidak sopan. "Selamat malam, Yang Mulia." Aquila menyapa, basa-basi. "Aquila?!" Zero bangkit dari tempatnya, menghampiri Aquila yang kini merasa terkejut atas seruan Zero tadi. "Iya... Yang Mulia?" Aquila menatap bingung. "Aku dengar, tadi kau memuntahkan darah?" Zero bertanya panik. "Apa sekarang kau sudah merasa lebih baik?" "Eh?" Aquila tersenyum canggung, pasti Ahn yang memberi tahu! "Aku sudah merasa lebih baik." "Benarkah?" Zero menghela napas lega, "syukurlah kalau begitu." Canggung. Baik Aquila maupun Zer
"Ahn, apa kau pernah merasakan, saat kau terlalu banyak bercerita, atau terlalu banyak mengekspresikan perasaanmu, lalu kau langsung merasa menyesal di detik berikutnya?" Ahn hanya memandang Aquila dengan bingung, "Apa kau sedang merasakannya, Nona?" Aquila mengangguk. Semalam, ia terlalu banyak bercerita. Rentetan kalimatnya pada tadi malam, seketika Aquila menyesali semuanya. Rasanya, lebih baik menyimpan segala pemikirannya untuk diri sendiri. "Terkadang aku merasakannya." jawab Ahn. "Setelah banyak bercerita mengenai diriku, aku kerap berpikir, kenapa aku menceritakan semua itu?" Aquila senang, Ahn memahaminya. "Itu yang kini aku rasakan." "Tapi, lebih dari itu, aku juga merasa lega," "Lega?" "Iya." Ahn menganggukkan kepalanya. "Karena, cerita itu mengalir dengan sendirinya. Biasanya, cerita seperti itu adalah hal yang sangat ingin aku utarakan, tetapi aku tidak tahu harus memulainya dari mana?"&nb
"Aquila, maafkan aku." Mendengarnya, tubuh Aquila menegang, matanya membulat memastikan apa yang baru didengarnya itu benar. "Aku..." Aquila tak dapat berkata-kata, tubuhnya terasa begitu kaku. Tanpa disadari, ia meneteskan air mata. "Ah, maafkan aku!" Aquila segera menarik tangannya dari genggaman Zero, ia menyeka air matanya. "Aquila, kau menangis!" Zero berseru panik, ia hendak menghapus air mata cewek itu—namun tangannya ditepis. "Aku tidak apa-apa." Aquila berujar dengan air mata berderai. "A—air mataku turun sendiri..." lirihnya sambil menghapus jejak air matanya dengan kedua tangan. "Ma—af Yang Mulia," Aquila membungkuk hormat, "aku pamit dulu," ujarnya sebelum berbalik tanpa menunggu reaksi Zero. Aquila berlari kecil, dengan gaun yang ia angkat. Sebenarnya, ia juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Air matanya turun begitu saja? Lalu,
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya
Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem
“Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam
“Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i