Ada yang mengganjal dalam pikiran Niswah. Dulu, pernah ada wanita yang mendatangi apartemen dan menemui Deka. Wanita yang sempat dia kira sebagai mamanya Deka. Namun, kemana wanita itu? Sudah lama sekali dia tidak melihat kehadiran wanita itu. Bahkan, semenjak dia menikah dengan Arjun pun, wanita itu tidak muncul sama sekali. Aneh sekali.
"Apa yang kamu lamunkan, hmm?"Gadis tapi sudah menikah itu mendongak. Mendesah pelan. Terang saja, dia melamun padahal ada Arjun di kamar juga. Pria itu tengah berkutat dengan laptopnya. Keseharian yang sudah dihapal Niswah. Ya maklum saja sih, pak dosen itu lebih sibuk dibandingkan dengan dirinya yang berstatus mahasiswi."Pak, bapak dulu cerai karena apa?"Arjun sontak mengangkat wajahnya dari layar. Dahinya berkerut demi mendengar pertanyaan ceplosan dari Niswah."Kenapa?""Ya gak papa sih. Penasaran aja. Bapak ini kan orangnya gak romantis. Tapi kok bisa nikah ya? Sampek punya anak lagi. Emang bapak ...."Niswah menggeleng cepat. Menarik selimutnya dan berbaring membelakangi Arjun. Pikirannya sudah kemana-mana. Kalau pria itu belum pernah menikah, berarti Deka adalah hasil dari ... Wah! Ini sangat mengejutkan, sekaligus mengerikan. Abangnya, kenapa tega sekali menikahkan dirinya dengan pria yang mempunyai anak di luar nikah. Apa kabar dirinya nanti? Hiks...Gara-gara pikirannya semalam, Niswah tak bisa tidur. Dia was-was, takut Arjun akan melakukan yang tidak-tidak padanya. Apalagi, mengingat masalalu Arjun yang ternyata mengerikan itu. Hiiy ....Sebenarnya, Arjun juga tahu kalau Niswah belum tidur. Dia tahu dari gerak gerik gelisah gadis itu. Tapi, Arjun hanya mengulum senyum tipis. Membiarkan gadis itu larut dalam praduganya sendiri. Arjun hanya belum ingin mengatakannya. Lagipula, memang benar. Pernikahannya dengan Niswah adalah pernikahan pertamanya. Dan, kakak gadis itu, alias Haidar juga tahu akan hal itu. Mengenai Deka, biarlah .... Itu menjadi rahasia y
"Kamu ini kenapa, hmm? Masih berfikir yang tidak-tidak tentang saya."Lama-lama Arjun risih juga dengan cara Niswah menyikapinya. Seakan dirinya makhluk yang patut dijauhi."Saya? Saya tidak mikir apa-apa tentang bapak," kilahnya gugup. Berpura mengusak rambut Deka yang tertidur di pangkuannya. Mereka memang tadi sedang bercengkrama di ruang tengah. Bukan mereka ding, lebih tepatnya Deka dan Arjun. Kalau dirinya mah, cuma nungguin. Dan, karena capek, Deka tertidur di pahanya. "Lalu, kalau tidak, kenapa akhir-akhir ini kamu seperti menghindariku? Kamu juga tidur di kamar Deka?""Me-memangnya kenapa kalau aku tidur disana? Salah?" Arjun mengela napas. Awalnya dia kira, lebih baik membiarkan Niswah dengan prasangkanya. Namun, lama-lama, dia kesal juga. Niswah seolah menghindarinya. Sejak pernyataan sepihaknya itu, Niswah malah tidur di kamar Deka terus. Yah, bukan maksud kehilangan atau apa, Arjun hanya merasa sepi. Tidak ada yang mengoceh seti
Pria muda itu mendesah pelan. Dasar perempuan. Suka sekali membuat asumsi sendiri. Pantas saja, rata-rata wanita suka sakit sendiri. Ya begitulah. Mereka suka menyimpulkan sesuatu berdasar apa yang dilihat atau didengarnya selintas."Ah! Sebenarnya aku malas membahasnya. Tapi, melihatmu memandang rendah saya, saya jadi kesal," tambahnya lagi. "Sebelumnya, saya tanya, apa yang membuatmu menanyakan tentang Deka?" selidiknya."Ya penasaran aja sih, pak. Bapak kan gak pernah cerita apa-apa sama saya.""Itu saja, bukan karena hal lain?" sorot Arjun membuat Niswah terintimidasi. "Em, sebenarnya, dulu, sebelum saya menikah dengan bapak, ada wanita yang kesini."Alis Arjun bertaut. Sebelum menikah, berarti sudah lama."Lalu?""Ya saya pikir, dia pasti mamanya Deka. Tapi herannya, cuma sekali itu saja sih. Selepas itu, sampai sekarang gak pernah kesini lagi.""Kamu tidak mengenalnya?" Arjun bertanya heran. Sedang Niswah menggeleng."Jelas enggak toh,
Niswah pikir Arjun sudah pergi. Nyatanya, ini masih setengah tujuh. Salah sendiri yang sembrono tidak melihat jam dulu, atau setidaknya mengunci pintu. Karena ternyata tadi Arjun sedang memasak di dapur. Dan pria itu kembali ke kamar untuk membangunkannya lagi karena takut kesiangan. Tapi, yang terjadi diluar dugaan. Kalau sudah begini, kepalang malu jadinya.Ruang makan terasa aneh. Lebih tepatnya, dua manusia dewasa itu menyantap makanan dengan saling gugup. Berbeda dengan Deka yang tak tahu apa-apa. Anak itu terus saja mengoceh. "Papa sama tante mama kenapa sih? Kok diam saja dari tadi?" Akhirnya anak itu tersulut juga rasa penasarannya."Papa ....""A ... Enggak ada apa-apa, kok, sayang. Tante cuma masih mengantuk. Hoam." Niswah berpura menguap. Lalu tersenyum canggung."Memang tante mama sama papa tadi malam tidur jam berapa?""Kita ... Em, malam. Hehe. Soalnya ngerjain tugas. Kuliah itu tugasnya banyak. Jadi, harus selesai. Kalau tidak, ya na
"Zul sudah ketemu Della."Dinda yang sedang menyiapkan makan siang, menoleh."Syukurlah kalau begitu. Della dimana sekarang?" "Dia ikut pamannya. Dan tidak tahunya, ternyata Zul dipindah tugas disana. Haha. Lucunya lagi, mereka tetangga. Seperti sinetron saja." Haidar menggelengkan kepalanya, mengulum tawa lebarnya."Tapi, kasihan juga Dellanya. Mas ngerasa enggak, Della sepertinya sudah lelah dengan mas Zul. Mungkin dia ingin menenangkan diri dengan cara menjauh. Tapi, usahanya justru gagal karena bertemu mas Zul lagi."Haidar manggut-manggut. Menerima suapan dari sang istri. Sebenarnya Haidar sudah melarang Dinda ke kantor. Bukan apa-apa, dia hanya takut istrinya kelelahan, sedangkan Dinda sedang hamil muda. Tapi perempuan itu bilang, justru dia yang tidak mau jauh-jauh dari suaminya. Entah bawaan bayi, atau hanya alasan saja. Apapun itu, akhirnya Haidar mengiyakan. Tapi, bukan untuk mengirim bekal makan siang seperti biasanya. Melainkan mereka berangkat
Arjun memeriksa ponselnya. Berkutat dengan benda pipih itu seraya bersandar di headboard. Rencananya sih tiduran sebentar, masih ada beberapa jam lagi sebelum sore. Namun, rupanya atensi Arjun terus tertarik ke arah kamar mandi. Dia penasaran. Kalau memang Niswah ada di dalam, kenapa tidak keluar-keluar juga? Bahkan tidak ada sekedar gemericik air. Dahi pria itu mengerut tipis. Ini bahkan sudah lebih dari lima belas menit sejak dia kembali ke kamar. Atau jangan-jangan ....Arjun terlonjak dari ranjangnya. Bergegas ke kamar mandi. Mendorong pintunya, yang ternyata terkunci."Nis! Nis! Kamu di dalam?" Tak ada sahutan.Dogh! Dogh! Dogh! "Niswah .... Kamu gak papa kan?" gedor Arjun panik. "Niswah, kamu ..."Dog!"Aw!" Arjun mematung. Mengerjapkan matanya seraya memandangi tangannya dan juga gadis di depannya yang meringis kesakitan karena kena getokannya. Ya, tepat sekali. Saat Arjun menggedor pintu, saat itu juga Niswah membuka pintunya. Akibatnya, di
"Kan ... Apa aku bilang ... Kamu sih, ngeyel," ujar Dinda, berbisik. Terang saja dia malu. Apalagi dengan posisi mereka yang kelewat dekat tadi. Haidar malah tertawa. Seakan bukan masalah besar baginya. Menyambut pasangan yang entah sejak kapan datang itu. "Wah, romantis sekali pasangan lama ini," celetuk Arjun. Dia menggandeng tangan Niswah, meski mendapat tatapan kaget dari sang gadis. "Haha. Pastinya dong. Kalian sendiri bagaimana? Pasangan muda, pastinya lebih romantis 'kan?" Arjun tertawa kecil. Meletakkan plastik berisi kotak pizza ke atas meja. Huh! Pembahasan macam apa ini? Niswah langsung melepas tautan jemari Arjun. Mengambil tempat duduk paling pojok, bersama Deka."Maaf, Mas. Bukannya bertamu ke rumah, malah ke kantor," basa basinya."Iya, kalian ini memang sok sibuk sekali. Lupa ya, kalau punya kakak?"Niswah memalingkan wajahnya. Dia tahu, Haidar menyindirnya. Tapi, yah memang begitulah. Niswah masih ngambek perkara perjodohan paksa itu. Dia
Nasib sial bagi Della. Pamannya meminta padanya supaya numpang pada Zul setiap berangkat kerja. Dan Zul juga iya-iya saja. Setuju tanpa penolakan. Ini gara-gara Della pernah jatuh dari motor, dia trauma. Sampai sekarang tidak berani naik motor. Berangkat kerja pun dia memilih memesan grab atau dengan Kevin, kalau kebetulan anak itu menjemputnya tiba-tiba. Dan, gara-gara itu pula pamannya, menceletukkan permintaan konyol itu. Ah, tahu begini, mobilnya tidak dia jual. Tapi sudah terlanjur. Mau tak mau, terpaksa harus mau."Kenapa sih, lo kudu muncul lagi," decaknya kesal. Mereka dalam perjalanan ke tempat kerja. Della dengan seragam kerjanya, sedangkan Zul, menutupi seragamnya dengan jaket. Itulah kenapa di rumah makan kemarin tidak ada yang tahu kalau dia anggota polisi.Zul menoleh tipis, tersenyum."Aku dipindah tugaskan disini."Della mendengkus. Sayangnya, itu benar. Pertanyaannya yang konyol. "Lagipula, aku tidak pernah pergi. Jadi, rasanya kurang pas k