Beranda / Pernikahan / Misi Menggoda Hati / Aku Mau Punya Anak

Share

Aku Mau Punya Anak

Penulis: Fin Nabh
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Cassian punya solusi dan Aveline juga punya..

~~~

“Sudah sejauh mana hubungan kamu dengan Cassian?” Tanya Papa Vincent yang duduk dihadapanku, di sofa ruang keluarga. Belum selesai pesta ulang tahun Stella, Papa Vincent langsung menyuruhku untuk ikut pulang dengannya. Bukan untuk bertamu, melainkan untuk diinterogasi seperti saat ini.

“Maksudnya, Pa?” Tanyaku bingung, tidak paham kemana arah pertanyaan Papa Vincent.

Papa Vincent menatapku dengan pandangan serius, “Apa kalian sudah melakukan ‘itu’?” Tanya Papa Vincent dengan menggerakkan jari telunjuk dan jari tengahnya, membentuk tanda peace.

Wajahku memerah saat mendengar pertanyaan yang langsung mengarah ke hal yang sangat pribadi tersebut. Aku merasa canggung dan tidak nyaman menjawab pertanyaan Papa Vincent yang begitu terbuka.

“Ngapain Papa nanya begituan?” Jawabku dengan gugup.

Papa Vincent melipat tangannya dan bersandar di sofa ruang keluarga ini. “Yah, karena kamu belum hamil sampai sekarang, yang mana usia pernikahan kalian sudah delapan bulan,”

Aku diam. Aku tidak mungkin mengatakan kalau kami tidak pernah melakukannya. Bahkan tidak tidur di ranjang yang sama.

Papa Vincent meneliti keterdiamanku, “Jangan bilang kalian tidak satu kamar,” Tebak Papa Vincent langsung seakan bisa membaca pikiranku.

“Udahlah, Pa. itu privasi rumah tangga mereka. Kita jangan ikut campur,” Ujar Mama Natalia yang menjadi penolongku. Dia datang dari arah dapur sambil membawa dua cangkir minuman untuk menemani pembicaraan berkedok interogasi ini.

Aku bernafas lega karena pawang Papa Vincent sudah datang. “Nah tuh, bener banget. Itu privasi aku sama Kak Ian. Gak boleh diumbar sana-sini,” Ujarku sambil cengengesan.

“Alesan aja kamu,” Cibir Papa Vincent. “Kalau tebakan Papa benar, berarti kamu harus usaha lagi. Ikatan kalian akan lebih kuat kalau ada anak,”

“Pa, semua yang dipaksa bakal ngerugiin diri sendiri,” Ujarku mencoba memberi pengertian pada Papa Vincent.

“Ck, itu bukan memaksa. Kamunya aja yang gak usaha yang bener,” Kata Papa Vincent yang membuatku tertohok. “Pokoknya kamu harus hamil. Kalau perlu, kamu yang mulai duluan!” Ujarnya sambil berdiri dan berlalu hingga menghilang di tangga.

Aku menghembuskan nafas kasar. Permintaan Papa Vincent sungguh sulit. Bagaimana caranya agar aku bisa hamil, sedangkan Cassian sendiri enggan tidur di ranjang yang sama denganku?

Mama Natalia duduk disampingku dan memelukku. Dia sepertinya menyadari kalau aku sedang gundah saat ini. “Jangan dimasukin hati kata Papa yah, sayang. Dia itu cuma mau kamu dan Cassian terus sama-sama,” Kata Mama Natalia sambil mengelus lembut rambutku.

Aku mendongak, “Tapi gak perlu sampai segitunya, Ma. Aku bisa apa kalau Kak Ian yang gak suka sama aku?” Ujarku berusaha untuk bersikap tegar.

Mama Natalia menatapku dengan penuh kasih sayang dan memegang wajahku dengan lembut. “Sayang, percayalah bahwa pernikahan itu gak selalu mulus. Pasti ada cobaan dan halangan yang harus dihadapin. Cassian mungkin perlu waktu buat menerima pernikahan kalian.”

Aku menggigit bibirku, menahan air mata yang ingin keluar. “Doain aku, Ma. Doain rumah tangga aku juga supaya tetap kokoh.”

Mama Natalia tersenyum penuh pengertian. “Tentu, sayang. Mama selalu mendoakan kamu dan rumah tangga kalian supaya tetap kuat. Kamu harus percaya sama perasaan cinta dan tekad kamu untuk berjuang mempertahankan rumah tangga kalian. Kasih waktu buat Cassian sadar kalau ada perempuan dengan perasaan cinta yang besar untuknya dan ada disisinya.”

Aku mengangguk. Aku merasa tidak pernah menceritakan perasaanku pada siapapun, terlebih Mama Natalia. Namun aku paham kalau sebagai orang yang melahirkanku, dia pasti bisa merasakannya. The power of feeling ibu.

“Udah mau malam, nih. Kamu mau makan malam disini?” Tanya Mama Natalia saat merasa aku sudah lebih tenang.

Aku menggeleng, “Aku mau makan malam di rumah aja. Kasian suamiku makan sendiri nanti,” Ujarku dengan sedikit memainkan kedua alisku.

Mama Natalia mencubit hidungku, “Dasar. Yaudah sana pulang. Nanti keburu suami kamu yang sampe duluan.”

Aku mengangguk dan pamit pulang pada Mama Natalia.

Di dalam mobil, aku mengambil ponselku dan mengirimkan pesan pada Cassian.

Aku gak jadi pulang telat. Kita makan malam bareng di rumah, yah.. tulisku.

Aku mulai menyalakan mesin mobil dan bersiap untuk pulang. Namun aku merasakan ponselku yang bergetar.

Baguslah. Ada yang mau aku bicarain juga. Balas Cassian yang membuatku penasaran. Tak biasanya dia membalas pesan-pesanku yang tidak terlalu penting menurutnya.

Mobilku sampai di halaman rumah. Setelah memarkirkannya asal-asalan, aku memberikan kuncinya pada Pak Tomo selaku satpam untuk dibawa ke garasi. Selanjutnya, aku bergegas memasuki rumah untuk membersihkan diri dan bersiap menyambut kepulangan suamiku.

Aku baru saja mengecek masakan Bi Mina saat aku mendengar suara mobil Cassian di depan. Aku bergegas membuka pintu dan menunjukkan senyum termanisku padanya. Berharap Cassian akan terpesona.

Namun aku yang justru terkesiap dan terpesona melihatnya. Senyumku perlahan surut. Tatapanku penuh kagum. Rambut hitamnya tidak serapi tadi pagi. Jasnya dilepas dan dipegang bersama dengan tas kerjanya. Rompi hitam yang membungkus kemeja putihnya yang dua kancing atasnya dibuka. Dan… tatapan matanya yang membiusku.

Kami saling bertatapan sekitar lima detik. Setelahnya dia berjalan dengan anggun mendekat ke arahku.

“Aku mau masuk,” Ujarnya padaku yang menghalangi pintu masuk.

Aku gelagapan dan berusaha mengontrol diriku. Aku tersenyum padanya dan mengambil alih tas serta jasnya. Tanpa berkata apapun, dia berlalu melewatiku. Aku yang melihat itu mengikutinya. Dan seperti biasa, aku mengikuti langkahnya dari belakang.

“Aku udah nyiapin pakaian buat kamu di kamar. Aku tunggu di meja makan, yah,” Ujarku yang sama sekali tidak ditanggapi olehnya.

Aku menghela napas pelan, sudah terbiasa dengan sikapnya yang sering kali mengacuhkanku. Berusaha tetap tegar, aku tersenyum tipis dan meletakkan jas Cassian di Laundry room dan tasnya di ruang kerjanya yang berada di lantai dua. Setelahnya, aku kembali ke ruang makan untuk memastikan semuanya telah siap.

Beberapa saat kemudian, Cassian muncul di ruang makan. Aku mengambilkan nasi dan lauk untuknya serta untukku. Kami makan dengan diam dan tenang.

“Kamu mau bicara apa?” Tanyaku pada Cassian saat makanan kami sudah habis.

“Aku udah dapet cara buat bujuk Papa kamu,” Ujar Cassian sambil meneguk habis air di gelasnya.

Jantungku mencelos mendengar itu. “Caranya?” Ujarku sambil berusaha menelan saliva yang entah kenapa tiba-tiba aku lupa caranya.

“Aku punya teman. Dia punya perusahaan konstruksi. Kalau kamu menikah dengannya, bisa jadi dia bakal bantu kamu Kelola perusahaan Papa kamu,” Ujarnya dengan santai.

“Maksud kamu apa menyuruhku menikah, sementara aku masih istri kamu?” Ujarku dengan dingin. Rasa marah semakin menguasai hatiku karena keputusannya yang begitu tiba-tiba dan tanpa mempertimbangkan perasaanku.

Cassian tampak tenang. “Kalian bisa saling mengenal dulu. Kalau kontrak kita selesai, kalian bisa menikah,”

What? Saran macam apa itu?

Rasa marah menguasaiku. Detak jantungku semakin cepat dan napasku memberat. Tanganku menggenggam erat sendok makanku untuk mengendalikan emosiku yang akan meluap. Entah karena marah, dorongan kuat untuk mempertahankan pernikahan kami dengan meminta anak pada Cassian, tidak lagi terasa memalukan bagiku.

“Tapi aku punya cara lain,” Ujarku sambil memejamkan mata.

“Apa?”

“Anak,” ujarku sambil membuka mataku dan menatap dalam matany.

Cassian mengerutkan keningnya, “Anak?”

“Aku mau hamil dan punya anak,” Ujarku dengan tenang. Cassian terperangah. Terlihat kilatan keterkejutan di matanya.

Cassian memperbaiki duduknya yang tidak nyaman, “Kalian bisa memiliki anak kalau sudah menikah nanti,”

Pegangan tanganku di sendok mengerat. Rahangku menegang. “Aku mau hamil anak kamu,” Ujarku penuh penekanan.

“APA?” Cassian berdiri dan menggebrak meja. Dia berusaha mengintimidasiku. Tapi maaf, aku yang sekarang tidak mudah diintimidasi.

Aku bukannya percaya diri. Namun entah mengapa aku mempunyai aura yang menyeramkan dan akan balik mengintimidasi orang lain saat aku merasa sangat kesal seperti sekarang ini. Bahkan keluargaku mengakui hal itu.

"Kalau aku hamil sebelum kontrak pernikahan berakhir, kita bikin kontrak baru!" Ujarku tenang.

“Gila kamu,” Ujarnya berniat pergi meninggalkanku.

Oh tidak bisa, Cassian sayang. Kamu tidak bisa pergi begitu saja kali ini.

“Kak Ian,” Ujarku lembut namun penuh dengan peringatan. Nada ini sering digunakan oleh Mama Natalia untuk menaklukan Papa Vincent.

Cassian menghentikan langkahnya. Dia tidak berbalik dan hanya menungguku menghampirinya.

Aku mendongakkan kepalaku saat sudah berada dihadapannya. Mataku menatap dalam matanya. Aku tersenyum manis dan menautkan tangan kami. Saat aku merasa kalau dia sudah dibawah kendaliku, aku menariknya lembut ke atas, kamar kami.

Dan...

Brakkk….

Silahkan menebak sendiri apa yang terjadi….

Bab terkait

  • Misi Menggoda Hati   Rindu

    Hampir satu bulan Cassian menghindari untuk bertatap muka dengan Aveline akibat peristiwa malam itu.. ~~~ Engghh… Aku terbangun dengan perasaan yang tidak nyaman. Kepalaku pusing dan perutku terasa mual. Aku duduk dan terdiam saat rasa mual itu semakin menjadi-jadi. Aku memegang perutku dan berusaha untuk mencapai kamar mandi. Napasku terengah-engah saat mengeluarkan isi perutku yang semuanya hanyalah cairan. Setelah merasa lega dan membersihkan diri, aku keluar dari kamar mandi menghampiri ponselku yang tergeletak di sofa kamar. Aku mulai mengecek satu per satu notifikasi dimana aku berharap kalau salah satunya dari Cassian. Namun nihil. Aku menghembuskan napas lelah. Sejak kejadian malam itu, Cassian menghindariku. Dia memilih tidak sarapan dan pulang larut malam demi tidak berinteraksi denganku. Dan sudah hampir dua minggu ini dia tidak pulang. Awalnya dia hanya mengatakan kalau akan keluar kota dan tidak mengatakan alasan serta waktu kepulangannya. Membuatku frustasi karena me

  • Misi Menggoda Hati   Kontrak Pernikahan Kedua

    Aveline akhirnya hamil dan waktunya untuk menjalankan rencana berikutnya.. ~~~ “Saya tidak bisa pastikan, pak. Sebaiknya cek ke dokter kandungan langsung,” Aku terbangun saat mendengar suara-suara disekitarku. Aku perlahan membuka mata dan menemukan seorang Wanita yang menggunakan jas dokter, sedang duduk di sampingku. Melihatku bangun, dia kemudian membantuku duduk. “Bagaimana perasaan ibu sekarang?” Tanya Wanita itu. “Hanya pusing saja,” Ujarku lemah dan sedikit tersenyum. “Terimakasih, Riana. Bisa kalian tinggalkan saya dan istri saya?” Ujar sebuah suara berat yang berada di belakangku. Aku berbalik dan mendongak menatap orang yang sangat aku rindukan. Dia menyadari tatapanku dan duduk di sampingku tepat semua karyawannya meninggalkan kami berdua di ruangan ini. “Sepertinya kamu hamil,” Ujarnya tidak mau menatapku. “Hamil?” Gumamku pada diri sendiri. Pantas saja akhir-akhir ini aku sering merasa mual dan lemas. Ternyata ada keajaiban yang sedang terjadi di dalam tubuhku. Ak

  • Misi Menggoda Hati   Meremehkan Seorang Cassian

    Cassian : "Kayaknya kamu selalu anggap aku remeh.." ~~~ "Mana cucuku?" Ujar Papa Vincent antusias saat tiba di rumah. Mama Natalia yang melihat kelakuan Papa Vincent hanya menggelengkan kepalanya, memaklumi tingkah Papa Vincent. Aku terkekeh melihat itu. Aku dan Cassian saat ini tengah berdiri di pintu depan untuk menyambut kedua orang tuaku. Setelah perdebatanku dan Cassian tadi malam, orang tua kami satu persatu mulai menelfonku dengan antusias. Dan berjanji akan mengunjungiku dan Cassian. And here we are... Orang tuaku sampai menyempatkan waktunya sepagi ini untuk mengunjungi rumah kami. Sedangkan ibu Diana, mertuaku itu juga sama antusiasnya. Dia saat ini juga menuju kemari bersama orang suruhan Cassian yang menjemputnya. Kami memang berbeda kota. Karena dia yang menemani Adelia, adik Cassian, yang sedang berkuliah. “Masih bentuk kecebong kali, Pa.” Ujar Aurora yang menyusul di belakang Mama Natalia dan Papa Vincent. Papa Vincent mendelik menatap Aurora. “Enak aja cucu Pap

  • Misi Menggoda Hati   Dia Suamiku

    Aveline ke Rafael : "Cassian itu suami gue.." ~~~ “Kayaknya kamu selalu anggap aku remeh…” Ujar suara tajam di belakangku. Aku menatap Cassian lewat cermin. “Maksudnya?” Tanyaku pura-pura tidak mengerti maksudnya. Cassian terkekeh sinis. “Dasar manipulatif. Jangan pura-pura naif. Aku tau rencana kamu itu.” Aku berbalik menghadapnya dan menatapnya. “Aku gak ada rencana apa pun.” Cassian menatapku dengan tajam. “Kamu selalu tau cara untuk kendalikan situasi sesuai mau kamu. Pasti sekarang ini kamu lagi mikirin rencana supaya aku tetap tinggal dalam pernikahan ini, kan?” Aku merasa tertohok mendengar kata-kata Cassian. Aku mengepalkan tangan di samping tubuh, mencoba menahan emosi yang mulai meledak. “Kamu salah paham.” Cassian mendekatkan wajahnya ke telingaku dengan nada merendahkan, “Kamu pikir aku bodoh? Kamu tau kalau dengan kehamilanmu, aku akan merasa bertanggung jawab dan ragu buat ninggalin kamu. Trus kamu nyuruh ibu buat tinggal disini supaya kita selalu keliatan harmoni

  • Misi Menggoda Hati   Kesiangan

    Aveline berhasil tidur sekamar dengan Cassian. Tapi ... ~~~ Rafael menatapku dengan mulut terbuka. Terlihat keterkejutan di wajahnya. “Cassian suami lo?” Aku mengangguk. Heran dengan reaksinya. “Jadi lo putri pemilik Rinaldi Corp.?” Aku mengangguk ragu. “Ya. Kenapa?” “Astaga, Ave. Lo anak sultan ternyata. Padahal pas kuliah dulu kayak miskin banget. Alat gambar aja kadang minjem ke gue.” Ujarnya kembali mengenang masa lalu. Aku tertawa mendengar komentar Rafael. Memang dulu bisa dibilang aku hidup hemat. Bukannya Papa Vincent tidak menafkahiku, tapi aku berusaha menabung karena aku tau kalau Papa Vincent tidak akan memberikanku modal untuk membangun usaha jasaku. Kalau ada pertanyaan yang bilang, berarti aku juga bisa bisnis? Jawabannya ya. Tapi itu bukan minatku. Aku ingin mendesain tanpa mau dipusingkan dengan urusan bisnis. Lagipula Dreamweaver Interiors juga punya Sofia, kan, sebagai manajer. Dia mulai bergabung saat Dreamweaver Interiors sudah menerima jasa selama dua tahun

  • Misi Menggoda Hati   Istri yang Tidak Memiliki Pengaruh

    Aveline mengerti profesionalitas itu seperti apa. Tapi membiarkannya menunggu dan tidak diberi kepastian, bukannya keterlaluan? ~~~ Aku meringis kecil dan menyapa ibu mertuaku. “Pagi, bu..” Ibu Diana berbalik dan tersenyum hangat. “Pagi, Ave. sini sarapan, sayang.” Ujarnya sambil memberikanku jus yang dibuatnya tadi. Aku menerima itu. “Makasih, bu. Ehm maaf aku bangunnya kesiangan.” Ibu mertuaku mengangguk dengan senyum hangat. "Tidak apa-apa, sayang. Kamu lagi hamil. Jadi harus banyak istirahat.” Aku tersenyum mengangguk, merasa senang dengan pengertian ibu mertuaku. “Kak Ian udah berangkat?” Ibu Diana meletakkan salad dan nasi ayam goreng dihadapanku. Dia mengangguk kemudian duduk dihadapanku. “Iya udah dari tadi.” Aku mengangguk dan menatap makanan dihadapanku. Entah kenapa melihat penampakan salad membuatku mual. Tapi aku berusaha untuk menghargai apa yang disajikan oleh Ibu Diana untukku. Nasi ayam gorengku sudah habis setengahnya saat Ibu Diana menegurku. “Saladnya dimak

  • Misi Menggoda Hati   Ngidam

    Aveline mengalami ngidam di tengah malam dan ketahuan ibu mertuanya keluar rumah sendiri.. ~~~ “Halo, bu.” Ibu mertuaku menelfon saat aku mencoba mengalihkan rasa kecewaku dengan desain di tanganku. “Kamu jangan lupa makan siang, yah. Tadi sarapannya dikit karena muntah-muntah, kan.” Ujarnya diseberang sana dengan perhatian. Aku terharu. “Iya, bu.” “Ibu udah telfon Cassian juga tadi. Suruh dia ingetin kamu makan.” Aku tersenyum. “Iya, bu. Ini lagi nungguin Kak Ian buat makan siang bareng.” Bohongku. “Yaudah kalau gitu. Ibu cuma mau bilang itu aja.” “Iya, bu. Makasih banget.” “Iya,” Tuut Aku memandang ponselku dengan mata berkaca-kaca. Tidak pernah habis rasa syukurku bisa memiliki mertua yang sangat sayang padaku. Sayangnya, kedua anaknya membenciku. Cassian dan Adelia. Aku menghela napas panjang untuk mengurangi kesesakan di dadaku. Aku mulai kembali fokus pada desain untuk ruangan Cassian, dengan mulai menandai poin penting pada desain ruangannya ini. Aku berusaha memband

  • Misi Menggoda Hati   Rasa bersalah?

    Cassian merasa aneh, apa dia merasa bersalah? ~~~ “Trus Ian? Kenapa gak bangunin dia kalau memang gak enak bangunin, ibu?” Aku menggigit bibirku, berusaha untuk berpikir cepat atas pertanyaan ibu mertuaku. Pasalnya aku sudah berjanji tidak akan merepotkan Cassian selama masa kehamilanku. Dan itu berlaku pada kasus malam ini. “Kak Ian capek banget keliatannya, bu. Aku gak tega bangunin.” Ibu Diana duduk tepat di hadapanku, di meja makan. “Ave, Ian suami kamu. Kamu itu tanggung jawab dia. Dia juga punya kewajiban buat penuhi keinginan kamu pas kamu lagi ngidam.” Aku hanya menunduk, merasa tidak nyaman saat mendengar omelan dari ibu mertuaku. “Nanti ibu bilangin Ian. Masa istrinya di biarin berkeliaran di luar larut malam begini.” “Jangan, bu.” Ujarku cepat. Aku tidak mau dianggap pengadu oleh Cassian. Persepsinya tentangku sudah buruk. Aku tidak mau menambah daftar keburukan lagi di matanya. Tidak saat aku tetap ingin membuatnya tidak menceraikanku. “Loh, kenapa?” Ibu Diana meng

Bab terbaru

  • Misi Menggoda Hati   Just Wait and See!!

    Musik mengalun lembut di aula besar Rinaldi Corp, tempat pesta perkenalan Aveline sebagai pewaris resmi keluarga berlangsung. Lampu kristal menggantung megah di langit-langit, memancarkan kilauan yang memukau setiap tamu yang hadir.Para tamu berpakaian anggun dan bercakap-cakap dengan elegan, menikmati suasana malam yang mewah dan eksklusif. Sedang sang pemilik acara dan keluarga dekatnya berkumpul di satu meja yang sama, kecuali Aveline dan Cassian yang sudah berada di atas panggung. Ah dan juga Aurora. Entah berada dimana istri Nicholas itu.Aveline terlihat anggun dan menggemaskan secara bersamaan dengan perut buncitnya, berdiri di samping Cassian dengan senyum tipis di wajahnya. Tangannya yang halus berusaha tetap tenang, tetapi jari-jarinya sesekali meremas gaun biru elegannya. Matanya sesekali melirik ke arah kerumunan, mencari titik fokus untuk mengurangi rasa tak nyaman berada di lautan manusia di ruangan tertutup ini. Setiap senyum yang ia berikan terasa dipa

  • Misi Menggoda Hati   Biarkan Mengalir

    “Adelia.. dari tadi saya coba calling kenapa gak diangkat, hem?” suara Ryan terdengar dari belakang.Adelia dan ketiga teman perempuannya—minus Letta, sedang duduk bersantai di gazebo belakang fakultas sembari menunggu Staff TU menyelesaikan SK penetapan pembimbingnya. Tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan kedatangan Ryan Davis menghampiri mereka.“Eh, handphone saya lagi silent mode, pak.” Adelia meringis pelan. Matanya melirik teman-temannya yang mulai saling berbisik. Jujur, dia tidak nyaman dengan keadaan saat ini.Ryan mengeluarkan ponselnya dari saku. "Saya udah nge-chat kamu dari tadi. Kalau kamu udah selesai, kabari saya.”Adelia mengangguk cepat, merasa wajahnya memanas. "Baik, Pak. Saya akan cek dan langsung kabari."Teman-temannya mulai berbisik-bisik lebih heboh, membuat Adelia semakin tidak nyaman. Ryan tampak menyadari kegelisahan Adelia dan berkata, “Oke, ka

  • Misi Menggoda Hati   Gak Gila

    Tangan Aurora yang memang sudah terangkat itu mengepal, merasa gemas sekali dengan kalimat pedas sang suami. Ingin rasanya meremukkan mulut yang sedari tadi membalasnya dengan sinis.“Isshhh.. gemes aku sama kamu.”Nicholas menipiskan bibirnya, mencoba menahan tawa yang hampir saja lolos. Aurora terlihat seperti kucing galak yang sedang mengais dengan kaki depannya.“Yaudah, sini. Gue ada handuk kecil buat bersihin tangan lo.”Aurora menatap Nicholas dengan senyum kecil. "Kamu bawa handuk? Kok perhatian banget sih?" godanya.Nicholas mendengus, menyerahkan handuk kecil yang diambilnya dari tas. “Udah jangan GR. Gue bawa ini buat bersihin muka sendiri, bukan buat lo.”Aurora menerima handuk itu dengan mata berbinar. "Makasih, Hubby." Dia membersihkan tangannya dengan hati-hati, merasakan kehangatan dari handuk yang diberikan oleh suaminya.Yang orang lain tau, Nicholas adalah pria gila dengan obsesi

  • Misi Menggoda Hati   Over Menyebalkan

    "Lo lagi ngelindur, ya?" decih Nicholas sambil menatap Aurora dengan mata menyipit.Aurora duduk di tepi tempat tidur dengan posisi menghadap ke arah Nicholas yang duduk bersandar di headboard. Mata wanita yang mengenakan gaun tidur berwarna biru muda itu menatap Nicholas dengan penuh harap. Matanya berkilauan dengan semangat, dan senyum manis terukir di wajahnya.Aurora mendekatkan wajahnya sedikit ke Nicholas, membuat jarak di antara mereka semakin kecil. “Ayo dong, Hubby. Kita cuma duduk-duduk di pantai. Aku yang bakal nyiapin perlengkapannya, kamu nggak perlu khawatir hal lain,” bujuknya dengan suara lembut.“Fix lo emang masih ngantuk.” Nicholas melengos, memutus pandangan matanya pada Aurora. “Mikir gak sih, gue kesananya gimana? Tau sendiri pasir pantai gak cocok buat pengguna crutches kek gue, kursi roda apalagi,” jawabnya sambil menatap ke arah tirai tipis berwarna krem yang sedikit bergoyang tertiup angin dari jendela yang terbuka.Tak habis pikir dengan Aurora. Hari masih p

  • Misi Menggoda Hati   Goodbye Freedom

    “Laporan macam apa ini, Ran?”Seorang wanita yang tengah duduk di belakang meja besar di ruang kantor mewah mengangkat kepalanya dari tumpukan berkas yang hampir menutupi seluruh permukaan meja. Wajahnya menunjukkan kelelahan bercampur frustrasi. Di hadapannya, duduk seorang pria yang tengah sibuk mengetik di MacBook-nya.Randy—sekretaris Cassian yang sekarang tengah sibuknya membantu Aveline mempelajari segala hal tentang Rinaldi Corp, menghentikan sejenak aktivitasnya dan menatap Aveline dengan ringisan. “Itu laporan terbaru tentang Rinaldi Corp, Bu. Semua detail keuangan, proyek, dan investasi terbaru ada di dalamnya.”Aveline menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya ke kursi, mencoba meredakan ketegangan yang menjalar di tubuhnya. "Kenapa saya juga harus tau ini? Kan udah ada jajaran Manajer yang bakal handle ini.”“Memang benar, ada tim manajer yang kompeten. Tapi sebagai pewaris utama, anda perlu memahami semua aspek bisnis, termasuk detail laporan ini. Ini penting un

  • Misi Menggoda Hati   Pasangan Manipulatif

    “Dari mana lo?”Aurora melirik orang yang tengah bersantai di ruang TV itu dengan sinis ketika dirinya hendak ke kamarnya untuk beristirahat. Tanpa menghentikan langkahnya, wanita yang memiliki nama lengkap Aurora Sophia Rinaldi mengacuhkan suaminya itu."Lo denger gak gue nanya tadi?" suara Nicholas terdengar lebih tegas dan sedikit marah.Aurora berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Nicholas. "Aku capek. Aku mau istirahat."Tatapan Nicholas tajam, mencoba menahan amarahnya. "Gue cuma nanya, Aurora. Lo abis dari mana?"Aurora mengangkat alisnya, merasa tidak ada kewajiban untuk menjelaskan. "Kenapa? Apa kamu se-khawatir itu aku baru pulang?" tanyanya dengan ketus.“Cih.. gue cuma nanya.” Gantian Nicholas yang menatap dengan sinis ke arah Aurora.“Kepo banget.” Cibir Aurora, lalu melanjutkan langkahnya.Nicholas mendelik mendengar cibiran dari Aurora. Matanya men

  • Misi Menggoda Hati   Ternyata

    “Bisa jelaskan apa maksudnya ini, Hans?”Aurora memperlihatkan sebuah pesan yang masuk ke ponsel Nicholas kemarin yang sempat dipotretnya kepada Hans. Wanita yang mirip dengan istri Cassian itu berdiri di samping sebuah layar besar di ruangan kakak iparnya. Sedang sang empunya tengah duduk di kursi kebesarannya.Hans menelan ludah, jelas merasa tertekan oleh situasi ini. Semua pandangan mata tajam dan menuntut tertuju padanya, termasuk Samuel dan Max yang duduk dihadapannya.“S..saya udah bilang semuanya, Nya. Termasuk orang yang kerja sama Boss Nicho, kan?” suara Hans bergetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia telah jujur.“Iya kita tau..” Ujar Aurora. “Tapi ‘dia’ yang disebut dalam pesan ini ditujukan ke siapa sebenarnya?” tanyanya dengan nada menuntut.Hans menelan ludah sekali lagi, matanya berkedip cepat saat dia berusaha menemukan kata-kata yang tepat. Terlihat jelas kala

  • Misi Menggoda Hati   Anonymous Chat

    “Maksudnya, dek?” Kening Aveline berkerut saat mendengar ucapan Aurora yang penuh dengan penekanan.“Iya.. Gue mau buat perhitungan ama bang Ian karena udah bikin suami gue menderita.” Mata Aurora mulai berkaca-kaca. Itu adalah cerminan dari hatinya yang ikut tersiksa melihat Nicholas yang sedang berjuang sembuh. Dan semua itu karena Cassian. “Suami gue berjuang banget buat sembuh. Dia kadang kesakitan pas beraktivitas.” Aurora mulai terisak.Aveline memilih duduk di sebelah Aurora. Tangannya terangkat untuk menenangkan sang adik.Dia paham perasaan Aurora karena dia sendiri pun sudah merasakannya. Melihat orang yang dicintai menderita, juga membuat kita merasa sakit.Aurora menundukkan kepalanya, air mata mulai mengalir di pipinya. Aveline merangkulnya erat, mencoba memberikan dukungan sebisanya.“Abang turut prihatin dengan kamu, Ra. Tapi abang gak bakal minta maaf buat apa yang udah abang lakuin.”

  • Misi Menggoda Hati   Sakit

    “Arghhh…”Nicholas berusaha menggerakkan kakinya ke depan dan ke belakang, meskipun setiap gerakan memicu rasa sakit yang tajam. Bahkan teriakan tadi itu tak sengaja lepas dari tenggorokannya.“Heh.. lo santai aja kali.. Suami gue kesakitan bego!!”Seorang pria yang merupakan seorang therapist, mendelik kesal pada seorang Wanita yang mengatainya ‘bego’ hanya karena sedang membantu Nicholas untuk melatih kembali kakinya agar bisa berjalan kembali.“Maaf, yah, mbak. Saya tau kalau mbaknya cemas. Tapi saya harap mbak bisa paham kalau saya melakukan yang terbaik untuk membantu suami mbak pulih," ucapnya dengan suara tenang meskipun di dalam hatinya merasa tersinggung oleh kata-kata wanita tersebut. Dia berdiri di samping Nicholas yang sedang berjuang untuk berdiri, peluh mengucur di dahinya.Nicholas yang masih meringis kesakitan, memberi kode dengan tatapan mata kepada Hans, yang langsung dipah

DMCA.com Protection Status