Cassian tidak menyangka kalau Aveline sebegitu memperhatikannya.. ~~~ Cassian merasa sedikit kaget ketika dia terbangun dan menemukan wajah Aveline begitu dekat dengannya. Dia heran bagaimana bisa Aveline tidur dengan posisi duduk semalaman seperti itu. Tapi dia ingat kalau Wanita itu sudah tertidur di tempat tidurnya tepat saat dia masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Lalu mengapa dia justru berada di dekatnya? Cassian dengan cepat kembali memejamkan matanya saat merasakan Aveline akan bangun. Dia tidak tau harus merespon apa di saat posisi mereka seperti ini. Aveline perlahan membuka matanya dan tersenyum saat mendapati wajah Cassian begitu dekat dengannya. Dia terdiam sambil mengamati wajah tampan suaminya itu. Cup Aveline mengecup ringan kening Cassian dan mencoba untuk melepaskan tangannya yang masih terjepit dalam dekapan Cassian. Dia bergerak perlahan, berusaha agar tidak membuat Cassian terbangun. Aveline beranjak dari tempat duduknya. Namun, rasa pegal di punggungny
Sungguh sial, Aveline harus bertemu kembali dengan orang gila yang terobsesi padanya.. ~~~ “Bisa saya lihat?” Ujar Cassian kemudian. Sofia dan Fredi mengangguk. Fredi kemudian menyerahkan tabletnya yang menampilkan konsep desain ruangan Cassian. “Untuk konsepnya, kami tetap mengaplikasikan modern masculine, namun kami akan fokus mengurangi furniture agar lebih luas. Kami juga akan memasang cermin besar disini.” Tunjuk Fredi pada sisi samping meja kerja Cassian. “Jadi ketika orang masuk, ruangannya tidak kelihatan sempit..” Cassian mengangguk paham. Dia menyukai desain itu. “Kami juga ingin mengusulkan untuk merubah jendela di ruangan bapak dengan jendela besar.” Ujar Fredi, meminta persetujuan Cassian. Cassian mengangguk puas. “Saya serahkan semuanya pada kalian.” Sofia tersenyum senang. “Jadi bagaimana dengan desainnya, Pak?” “Saya suka sekali. Terimakasih.” Sofia dan Fredi hampir bersorak, namun mereka menahannya. “Desain ini karya Aveline, Pak, desainer kami yang lain.” U
Aveline senyum-senyum sendiri saat Cassian mulai sedikit memperhatikannya.. ~~~ Cassian melirik Aveline yang tampak ketakutan. “Kamu gak apa-apa?” Aveline menoleh sekilas pada Cassian dan memaksakan senyumnya. “Iya. Aku baik-baik aja. Makasih udah nolongin tadi.” Bohong. Aveline berbohong. Tentu dia tidak baik-baik saja bertemu lagi dengan Nicholas. Terlihat dari wajah pucat dan tangannya yang masih dingin. Cassian dengan cepat sadar akan hal itu. “Mau minum?” Tawarnya sambil menyodorkan botol kemasan air mineral pada Aveline. Aveline menerima itu dan mengucap terima kasih. Masih dengan tubuh yang bergetar, dia mulai membuka tutup botol dan meminum airnya. “Apa kata dokter tadi?” Tanya Cassian saat Aveline selesai minum. “Bukan masalah serius. Cuma masuk angin aja.” Ujar Aveline singkat lalu menatap pemandangan di sampingnya. Lidah Cassian terasa gatal ingin menanyakan tentang pria tadi. Dia sebenanrnya ingin mencoba mengalihkan pikiran Aveline dari kejadian tadi, karena Wanita
Entah mengapa, Cassian tidak bisa melepaskan pandangannya pada Aveline yang sibuk bekerja.. ~~~ “So, Your majesty! Anda sakit apa sampe ijin gak masuk kantor tadi, tapi sekarang malah lanjut kerja?” Tanya Sofia yang sekarang sudah berada di ruang desain bersama dengan Aveline yang tengah menggerakkan stylus pen-nya. Entah apa yang tengah digambar oleh Wanita itu. “Tadi pagi mau ngecek janin gue aja, karena pas gue bangun rasanya kram banget. Takut kenapa-kenapa dianya.” Ujar Aveline dengan santai. Masih berkutat dengan gambarnya. Mata Sofia membulat mendengar itu. “Jadi lo lagi hamil tapi gak ngabarin?” Ujarnya sambil berdiri dan berkacak pinggang. Aveline meringis dan mendongak menatap Sofia yang tengah mengembungkan pipinya. Wanita itu terlihat kesal karena kabar bahagia yang seharusnya disebar oleh Aveline. “Lupa. Hehe.. Gue juga baru tau pas ngerjain desain ruangan suami gue. Trus kerjaan hectic, jadi gak ngabarin deh.” Ujar Aveline sambil mengedikkan bahu. “Ck.. tapi kan it
Bukannya Cassian yang membuat Aveline berjanji untuk tak merepotkannya? ~~~ “Loh, Kak Ian?” suara lembut itu terdengar dari belakang punggung Cassian, membuat Samuel tersenyum lebar dan melongokkan kepalanya menatap ke sumber suara. Aveline balas tersenyum pada pria dihadapan Cassian. Dia sudah selesai mengecat, tinggal beberapa bagian yang perlu di finishing. Namun saat menoleh, dia melihat sosok yang dikenalinya meskipun tampak bagian belakangnya saja, Cassian, suaminya. Aveline mengalungkan headphone-nya dan meletakkan kuas beserta paletnya di atas kaleng cat. Setelahnya, dia mendekati mereka berdua. Samuel melewati tubuh Cassian dengan santai dan menyapa Aveline, membuat Cassian mendengus dan ikut berbalik kemudian. “Hai, Ave. Cassian tuh possessive banget. Masa ngeliatin lo aja dilarang ama dia.” Aveline mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan dari pria yang sekarang ini ada dihadapannya. Apa dia tidak salah dengar? Bisakah dia menyimpulkan kalau Cassian cemburu dari pe
Sebegitu tidak nyamannya kah seorang Cassian mengobrol dengan Aveline? ~~~ "Bu, weekend minggu depan aku ada acara sama anak-anak kantor. Dan bakal nginep." Ujar Cassian saat menyelesaikan makannya. Mereka bertiga, Cassian, Ibu Diana, dan Aveline tengah makan malam bersama saat ini. "Dimana? Harus nginep, yah, emangnya?" Bukan Ibu Diana yang berkomentar, melainkan Aveline. Dia tidak rela harus berpisah dari Cassian walaupun hanya dua hari saja. Hubungannya dengan Cassian menunjukkan perkembangan yang bagus. Meskipun belum sampai pada tahap seperti pasangan suami istri lain yang saling mencintai, tatapan Cassian padanya tidak sedingin dulu. Bahkan dia bisa tersenyum sesekali pada Aveline saat mereka sedang berbicara. Bukankah itu hal yang sangat membahagiakan untuk Aveline? Misinya untuk menaklukan Cassian berarti sedikit lagi berhasil, kan? Cassian mengangguk. “Anak-anak Pawsome pengen ngadain outbond di pantai selama dua hari. Gimana gak harus nginep?” “Yaudah.” Ujar Aveline den
Cassian akan dipanggil ayah, Aveline akan dipanggil bunda.. ~~~ Cassian melirik Aveline yang terdiam di sampingnya dengan kepala yang menghadap ke jendela mobil. ‘Apa dia benaran tidur?’ Pikirnya. Ekhemm.. Cassian pura-pura terbatuk untuk menarik perhatian Aveline. Namun tidak ada pergerakan dari Wanita itu. Mungkin benar dugaannya kalau Aveline tertidur. Cassian jadi menyesal karena tidak mengindahkan ucapan Aveline tadi yang akan menemaninya sambil mengobrol, agar dia tidak merasakan kantuk. Anehnya suara musik tidak membantunya sama sekali. Justru membuatnya bertambah mengantuk karena suara penyanyinya yang mendayu-dayu. Ya, Cassian mengantuk saat ini. Perjalanan menuju lokasi hanya memerlukan waktu dua jam, dan sekarang baru pukul sebelas siang. Sedang mereka meninggalkan rumah di jam setengah sebelas. Sangat aneh Cassian merasakan kantuk di saat mereka baru duduk di mobil sekitar tiga puluh menit yang lalu. Karena tidak ingin membiarkan kantuknya akan mencelakakan mereka,
Cassian said, "ini semua gara-gara kamar yang dekornya romantis!!" ~~~ “Ini kunci villa buat boss..” Ujar Samuel sambil menyerahkan sebuah kunci pada Cassian. Cassian menatap kunci yang berbentuk kartu itu dengan heran. Kunci itu terlihat berbeda dengan yang dimiliki oleh karyawan lain dan milik Samuel sendiri. “Kok beda?” Tanyanya. “Itu villa khusus buat boss sama istrinya. Kali aja pengen honeymoon yang kedua.” Ujar Samuel sambil mengedipkan sebelah matanya pada Aveline. Aveline bersemu. “Kali aja lo gak pengen diganggu.” Lanjut Samuel. “Katanya mau ningkatin keakraban. Kalau pisah gini gimana caranya?” Dengus Cassian. “Ini buat kenyamanan bersama, yah.. pasutri yang ikut kesini cuma kalian doang. Kita gak bisa jamin kalau kalian gak bakal ganggu dengan suara berisik kalian pas malam nanti.” Samuel mendelik. Dia menyewa lima villa untuk kegiatan ini, empat villa besar untuk pegawai laki-laki dan perempuan masing-masing dua, dan satunya lagi villa dengan satu kamar untuk bos
Musik mengalun lembut di aula besar Rinaldi Corp, tempat pesta perkenalan Aveline sebagai pewaris resmi keluarga berlangsung. Lampu kristal menggantung megah di langit-langit, memancarkan kilauan yang memukau setiap tamu yang hadir.Para tamu berpakaian anggun dan bercakap-cakap dengan elegan, menikmati suasana malam yang mewah dan eksklusif. Sedang sang pemilik acara dan keluarga dekatnya berkumpul di satu meja yang sama, kecuali Aveline dan Cassian yang sudah berada di atas panggung. Ah dan juga Aurora. Entah berada dimana istri Nicholas itu.Aveline terlihat anggun dan menggemaskan secara bersamaan dengan perut buncitnya, berdiri di samping Cassian dengan senyum tipis di wajahnya. Tangannya yang halus berusaha tetap tenang, tetapi jari-jarinya sesekali meremas gaun biru elegannya. Matanya sesekali melirik ke arah kerumunan, mencari titik fokus untuk mengurangi rasa tak nyaman berada di lautan manusia di ruangan tertutup ini. Setiap senyum yang ia berikan terasa dipa
“Adelia.. dari tadi saya coba calling kenapa gak diangkat, hem?” suara Ryan terdengar dari belakang.Adelia dan ketiga teman perempuannya—minus Letta, sedang duduk bersantai di gazebo belakang fakultas sembari menunggu Staff TU menyelesaikan SK penetapan pembimbingnya. Tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan kedatangan Ryan Davis menghampiri mereka.“Eh, handphone saya lagi silent mode, pak.” Adelia meringis pelan. Matanya melirik teman-temannya yang mulai saling berbisik. Jujur, dia tidak nyaman dengan keadaan saat ini.Ryan mengeluarkan ponselnya dari saku. "Saya udah nge-chat kamu dari tadi. Kalau kamu udah selesai, kabari saya.”Adelia mengangguk cepat, merasa wajahnya memanas. "Baik, Pak. Saya akan cek dan langsung kabari."Teman-temannya mulai berbisik-bisik lebih heboh, membuat Adelia semakin tidak nyaman. Ryan tampak menyadari kegelisahan Adelia dan berkata, “Oke, ka
Tangan Aurora yang memang sudah terangkat itu mengepal, merasa gemas sekali dengan kalimat pedas sang suami. Ingin rasanya meremukkan mulut yang sedari tadi membalasnya dengan sinis.“Isshhh.. gemes aku sama kamu.”Nicholas menipiskan bibirnya, mencoba menahan tawa yang hampir saja lolos. Aurora terlihat seperti kucing galak yang sedang mengais dengan kaki depannya.“Yaudah, sini. Gue ada handuk kecil buat bersihin tangan lo.”Aurora menatap Nicholas dengan senyum kecil. "Kamu bawa handuk? Kok perhatian banget sih?" godanya.Nicholas mendengus, menyerahkan handuk kecil yang diambilnya dari tas. “Udah jangan GR. Gue bawa ini buat bersihin muka sendiri, bukan buat lo.”Aurora menerima handuk itu dengan mata berbinar. "Makasih, Hubby." Dia membersihkan tangannya dengan hati-hati, merasakan kehangatan dari handuk yang diberikan oleh suaminya.Yang orang lain tau, Nicholas adalah pria gila dengan obsesi
"Lo lagi ngelindur, ya?" decih Nicholas sambil menatap Aurora dengan mata menyipit.Aurora duduk di tepi tempat tidur dengan posisi menghadap ke arah Nicholas yang duduk bersandar di headboard. Mata wanita yang mengenakan gaun tidur berwarna biru muda itu menatap Nicholas dengan penuh harap. Matanya berkilauan dengan semangat, dan senyum manis terukir di wajahnya.Aurora mendekatkan wajahnya sedikit ke Nicholas, membuat jarak di antara mereka semakin kecil. “Ayo dong, Hubby. Kita cuma duduk-duduk di pantai. Aku yang bakal nyiapin perlengkapannya, kamu nggak perlu khawatir hal lain,” bujuknya dengan suara lembut.“Fix lo emang masih ngantuk.” Nicholas melengos, memutus pandangan matanya pada Aurora. “Mikir gak sih, gue kesananya gimana? Tau sendiri pasir pantai gak cocok buat pengguna crutches kek gue, kursi roda apalagi,” jawabnya sambil menatap ke arah tirai tipis berwarna krem yang sedikit bergoyang tertiup angin dari jendela yang terbuka.Tak habis pikir dengan Aurora. Hari masih p
“Laporan macam apa ini, Ran?”Seorang wanita yang tengah duduk di belakang meja besar di ruang kantor mewah mengangkat kepalanya dari tumpukan berkas yang hampir menutupi seluruh permukaan meja. Wajahnya menunjukkan kelelahan bercampur frustrasi. Di hadapannya, duduk seorang pria yang tengah sibuk mengetik di MacBook-nya.Randy—sekretaris Cassian yang sekarang tengah sibuknya membantu Aveline mempelajari segala hal tentang Rinaldi Corp, menghentikan sejenak aktivitasnya dan menatap Aveline dengan ringisan. “Itu laporan terbaru tentang Rinaldi Corp, Bu. Semua detail keuangan, proyek, dan investasi terbaru ada di dalamnya.”Aveline menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya ke kursi, mencoba meredakan ketegangan yang menjalar di tubuhnya. "Kenapa saya juga harus tau ini? Kan udah ada jajaran Manajer yang bakal handle ini.”“Memang benar, ada tim manajer yang kompeten. Tapi sebagai pewaris utama, anda perlu memahami semua aspek bisnis, termasuk detail laporan ini. Ini penting un
“Dari mana lo?”Aurora melirik orang yang tengah bersantai di ruang TV itu dengan sinis ketika dirinya hendak ke kamarnya untuk beristirahat. Tanpa menghentikan langkahnya, wanita yang memiliki nama lengkap Aurora Sophia Rinaldi mengacuhkan suaminya itu."Lo denger gak gue nanya tadi?" suara Nicholas terdengar lebih tegas dan sedikit marah.Aurora berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Nicholas. "Aku capek. Aku mau istirahat."Tatapan Nicholas tajam, mencoba menahan amarahnya. "Gue cuma nanya, Aurora. Lo abis dari mana?"Aurora mengangkat alisnya, merasa tidak ada kewajiban untuk menjelaskan. "Kenapa? Apa kamu se-khawatir itu aku baru pulang?" tanyanya dengan ketus.“Cih.. gue cuma nanya.” Gantian Nicholas yang menatap dengan sinis ke arah Aurora.“Kepo banget.” Cibir Aurora, lalu melanjutkan langkahnya.Nicholas mendelik mendengar cibiran dari Aurora. Matanya men
“Bisa jelaskan apa maksudnya ini, Hans?”Aurora memperlihatkan sebuah pesan yang masuk ke ponsel Nicholas kemarin yang sempat dipotretnya kepada Hans. Wanita yang mirip dengan istri Cassian itu berdiri di samping sebuah layar besar di ruangan kakak iparnya. Sedang sang empunya tengah duduk di kursi kebesarannya.Hans menelan ludah, jelas merasa tertekan oleh situasi ini. Semua pandangan mata tajam dan menuntut tertuju padanya, termasuk Samuel dan Max yang duduk dihadapannya.“S..saya udah bilang semuanya, Nya. Termasuk orang yang kerja sama Boss Nicho, kan?” suara Hans bergetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia telah jujur.“Iya kita tau..” Ujar Aurora. “Tapi ‘dia’ yang disebut dalam pesan ini ditujukan ke siapa sebenarnya?” tanyanya dengan nada menuntut.Hans menelan ludah sekali lagi, matanya berkedip cepat saat dia berusaha menemukan kata-kata yang tepat. Terlihat jelas kala
“Maksudnya, dek?” Kening Aveline berkerut saat mendengar ucapan Aurora yang penuh dengan penekanan.“Iya.. Gue mau buat perhitungan ama bang Ian karena udah bikin suami gue menderita.” Mata Aurora mulai berkaca-kaca. Itu adalah cerminan dari hatinya yang ikut tersiksa melihat Nicholas yang sedang berjuang sembuh. Dan semua itu karena Cassian. “Suami gue berjuang banget buat sembuh. Dia kadang kesakitan pas beraktivitas.” Aurora mulai terisak.Aveline memilih duduk di sebelah Aurora. Tangannya terangkat untuk menenangkan sang adik.Dia paham perasaan Aurora karena dia sendiri pun sudah merasakannya. Melihat orang yang dicintai menderita, juga membuat kita merasa sakit.Aurora menundukkan kepalanya, air mata mulai mengalir di pipinya. Aveline merangkulnya erat, mencoba memberikan dukungan sebisanya.“Abang turut prihatin dengan kamu, Ra. Tapi abang gak bakal minta maaf buat apa yang udah abang lakuin.”
“Arghhh…”Nicholas berusaha menggerakkan kakinya ke depan dan ke belakang, meskipun setiap gerakan memicu rasa sakit yang tajam. Bahkan teriakan tadi itu tak sengaja lepas dari tenggorokannya.“Heh.. lo santai aja kali.. Suami gue kesakitan bego!!”Seorang pria yang merupakan seorang therapist, mendelik kesal pada seorang Wanita yang mengatainya ‘bego’ hanya karena sedang membantu Nicholas untuk melatih kembali kakinya agar bisa berjalan kembali.“Maaf, yah, mbak. Saya tau kalau mbaknya cemas. Tapi saya harap mbak bisa paham kalau saya melakukan yang terbaik untuk membantu suami mbak pulih," ucapnya dengan suara tenang meskipun di dalam hatinya merasa tersinggung oleh kata-kata wanita tersebut. Dia berdiri di samping Nicholas yang sedang berjuang untuk berdiri, peluh mengucur di dahinya.Nicholas yang masih meringis kesakitan, memberi kode dengan tatapan mata kepada Hans, yang langsung dipah