Yang terjadi sebelum sistem diaktifkan....
****************Bang Angga,Abang harus siap berhadapan dengan Pak Liem ketika pulang nanti.Beliau menggerutu sejak pagi, deposit Abang sudah habis 2 hari yang lalu, kamar yang Abang sewa mau dikembalikan menjadi gudang, begitu katanya.Angga baru saja menyelesaikan operasi hernia dan bersiap melakukan operasi selanjutnya. Di masa tunggu sebelum dia kembali harus mencuci tangan ini, dia menyempatkan diri memeriksa ponselnya.Namun ternyata kabar buruklah yang diterimanya. Angga hanya dapat menghela napas kasar karena dia juga memahami keputusan Pak Liem.Segala persiapan terus berlanjut tapi dijeda oleh seorang perawat senior."Dokter Angga, pasien yang bernama Sarah akan ditangani Dokter Billy, sedangkan pasien yang bernama John akan ditangani Dokter Angga. Dokter Billy mengatakan, kedua pasien sama-sama mengalami usus buntu, jadi tidak perlu repot berganti ruangan."Kemudian perawat memberikan dokumen pemeriksaan pasien dan berkas yang harus ditandatangani dokter bedah.Sama. Sama dari segi apa?!Jenis kelamin, usia, dan tipe usus buntunya semua berbeda. John adalah lelaki paruh baya obesitas, sedangkan Sarah merupakan gadis yang masih sangat muda dan sehat.John memilih bius lokal, sedangkan Sarah memilih bius total. Tingkat kesulitannya bagaikan bumi dan langit, tapi Angga hanya bisa patuh.Tatapan perawat tampak risih dengan perilaku Dokter Billy yang tidak sesuai aturan, namun karena yang dihadapinya adalah Angga, wajahnya juga menampilkan raut mencemooh.Angga sudah terbiasa dengan sikap para perawat yang menghina dan kelakuan Billy yang selalu mengacaukan pekerjaannya atau merebut pasiennya.Angga yang sudah kebal dan mati rasa hanya menjawab, "Baiklah, terimakasih telah memberitahu. Maaf merepotkan."................Angga memasuki ruang operasi dengan langkah pasti dan tenang. Ruangan yang sejuk dan steril dipenuhi dengan cahaya lampu operasi yang terang, menciptakan atmosfer yang cocok untuk tugas yang akan dilakukannya. Ia berpakaian lengkap dalam gaun steril, sarung tangan karet, dan masker wajah, semuanya sesuai dengan protokol keamanan.Di tengah ruangan terletak pasien bernama John, seorang pria paruh baya yang telah merasakan nyeri akut di perutnya. John tampak cemas namun berusaha menenangkan diri saat Angga dan tim medisnya mengelilingi meja operasi.Dengan suara lembut, Angga berbicara kepada pasien, "John, Anda dalam perawatan yang baik. Kami akan segera mengatasi masalah pada usus buntu Anda." Ia mencoba memberikan sedikit kelegaan kepada pasien yang khawatir.Kemudian, perawat mulai membersihkan area sekitar luka operasi yang akan dilakukan dengan larutan antiseptik, menciptakan daerah steril. Angga mendekati pasien dan memeriksa dengan seksama catatan medis John dan gambar-gambar pemindaian yang sudah dilakukan sebelumnya.Dengan hati-hati, Angga membuat sayatan kecil di perut John, mengungkapkan area yang terkena usus buntu. Dia menggambarkan organ-organ di sekitar usus buntu, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. "Kami akan mengeluarkan usus buntu yang meradang, John. Ini akan membantu menghilangkan rasa sakit Anda."Angga kemudian memerintahkan perawat untuk memberikan alat dan instrumen yang diperlukan, termasuk pisau bedah yang tajam dan perangkat khusus untuk mengatasi usus buntu yang meradang. Ia beroperasi dengan cermat, memotong dan memisahkan usus buntu yang meradang dari organ sekitarnya. Setiap gerakan instrumennya dipantau dengan teliti, memastikan tidak ada komplikasi yang timbul.Proses operasi berlangsung sekitar setengah jam, di mana Angga dan timnya bekerja dengan cermat untuk menghilangkan usus buntu yang meradang tanpa menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Setelah selesai, Angga dengan hati-hati menjahit luka operasi dengan benang bedah steril.Saat operasi selesai, Angga memeriksa kembali hasil pekerjaannya dan memastikan bahwa semuanya berjalan dengan baik. Dia kemudian mengganti sarung tangan dan topengnya, lalu berbicara lagi kepada pasien dengan senyum lembut. "John, operasi telah selesai. Anda sekarang dalam tahap pemulihan. Kami akan memastikan Anda mendapatkan perawatan terbaik selama proses ini."Angga baru saja akan menambahkan penjelasan perawatan pasca operasi ketika seorang kepala perawat paruh baya berjalan terburu kearahnya.Melihat operasi telah selesai, wajah kepala perawat yang tadinya nampak cemas kini sedikit lega.Kepala perawat menghampiri Angga dan membisikkan sesuatu yang membuat raut wajah Angga berkerut."Ada keadaan darurat, maafkan aku John. Situasi selanjutnya akan dijelaskan kepala perawat."Dengan senyum profesional, Angga meminta maaf pada pasien khususnya ini.Mengibaskan tangannya, John memahami situasi mendesak yang tengah terjadi lalu berkata, "Dokter Angga sudah pasti sibuk, sama sekali tidak masalah. Lihat, aku sudah baik-baik saja."John hampir memberikan tawa terbahak khasnya saat Angga memberi isyarat agar John bersikap lebih tenang agar tidak merusak jahitan yang masih sangat baru di sisi perutnya.John memahami isyaratnya dan menutupi mulutnya dengan satu tangan dan mengacungkan jempol dengan tangan lainya.Melihat segalanya terkendali, Angga langsung berlari melesat ke ruang operasi lain.................Dokter Billy tidak dapat menemukan lokasi usus buntu setelah mencari hampir setengah jam. Sayatan pasien saat ini telah mengalami pendarahan yang tidak wajar.Itulah kata-kata yang dibisikkan kepala perawat kepada Angga.Saat Dokter Billy, seorang dokter yang memiliki status tinggi sebagai putra Direktur sebuah departemen di Rumah Sakit namun tidak memiliki bakat dan pengalaman, memulai operasi usus buntu pada pasien bernama Sarah, kondisi kritis pasien mulai terungkap. Meskipun berusaha dengan sebaik mungkin, tangan Dokter Billy gemetar saat dia melakukan insisi di perut Sarah.Kejadian berikutnya membuat kondisi kritis Sarah semakin nyata. Dokter Billy kesulitan menavigasi jaringan dalam perut yang rumit, terutama saat mencari usus buntu yang meradang. Dia kelihatan bingung dan tidak yakin tentang apa yang seharusnya dia lakukan selanjutnya.Ketika mencoba mengeluarkan usus buntu, Dokter Billy terlihat berjuang dan membuat beberapa kesalahan yang meningkatkan risiko komplikasi. Darah mulai keluar lebih banyak dari yang seharusnya, dan tekanan darah Sarah turun tajam. Alarm monitor jantung berdering keras di latar belakang, menciptakan atmosfer ketegangan di ruang operasi.Operasi usus buntu yang tampaknya hanya hal kecil dan sepele, kini menjadi kondisi kritis yang mengancam jiwa.Situasi semakin buruk saat Dokter Billy mengalami kebingungan dan tidak dapat mengendalikan pendarahan yang semakin parah. Tim perawat dan asisten dokter yang ada di ruangan mulai merasa gelisah, dan suasana panik mulai terasa di sekitar meja operasi.Hanya ketika Angga, seorang ahli bedah berpengalaman, tiba di ruang operasi dan mengambil alih prosedur tersebut, situasi mulai membaik."Saya perlu alat hemostat segera. Segera berikan tekanan pada arteri mesenterika yang mengalirkan darah ke area ini."Dengan keahliannya yang terampil, Angga segera mengidentifikasi sumber pendarahan dan menghentikannya dengan cepat. Dia juga berhasil mengeluarkan usus buntu dengan lebih efisien, mengurangi risiko lebih lanjut.Namun, karena keterlambatan dalam menangani masalah, kondisi kritis Sarah menjadi semakin serius."Perawat Chang, persiapkan paket darah untuk transfusi segera. Kami butuh itu untuk mengganti volume darah yang hilang."Perawat Chang mengangguk dan bergegas untuk menyiapkan transfusi darah sesuai perintah dokter. Sementara itu, Angga terus bekerja dengan cermat untuk memeriksa organ internal yang mungkin mengalami kerusakan selama operasi yang dilakukan sebelumnya.Pasien mengalami kehilangan darah yang signifikan dan harus segera mendapatkan transfusi darah.Angga, yang akhirnya mengambil alih operasi, harus berjuang keras untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi selama prosedur yang dilakukan oleh Dokter Billy.Kepada Billy yang tampak mematung, Angga memerintahkan, "Dokter Billy, bantu saya memeriksa usus buntu yang telah diekstraksi. Kita perlu memastikan tidak ada kerusakan tambahan."Dokter Billy, yang sebelumnya berjuang dengan tangan gemetarnya, kini dengan hati-hati membantu Angga dalam pemeriksaan tersebut. Mereka bekerja sebagai tim untuk memastikan bahwa semua potensi masalah telah diatasi.Dalam situasi yang semakin kritis, perintah teknis yang tepat dan koordinasi yang baik antara tim medis sangat penting untuk mengatasi masalah dengan efisien dan menghindari komplikasi yang lebih lanjut.Angga menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan keahlian klinis yang mendalam saat mengatasi kondisi yang mengancam jiwa ini.Juga, ini menunjukkan betapa pentingnya memiliki tim medis yang terlatih dan ahli dalam menangani kondisi kritis dan tidak terduga.Kesalahan atau ketidakmampuan seorang dokter dapat berdampak serius pada pasien, dan dalam kasus ini, perbedaan antara dokter yang berpengalaman dan yang kurang berpengalaman membuat perbedaan antara hidup dan mati.Kini kondisi pasien telah stabil, semua orang tampak jauh lebih lega, operasi terus dilanjutkan. Namun tiba-tiba terdengar suara Billy yang menggeram."Angga, jangan berbangga hati. Kau sebaiknya tidak berpikir aku telah kalah darimu!!"----------------Kini kondisi pasien telah stabil, semua orang tampak jauh lebih lega, operasi terus dilanjutkan.Dokter Angga memandang sayatan di perut Sarah dengan cermat. Sayatan tersebut harus dijahit dengan sempurna, bukan hanya sekedar penyembuhan, namun juga agar bekas luka nantinya terlihat sekecil mungkin. Sarah, seorang gadis muda, pantas mendapatkan perawatan sekelas bedah plastik.Dengan hati-hati, Angga mulai membersihkan luka operasi dengan larutan antiseptik untuk memastikan tidak ada kuman yang tersisa. Proses membersihkan ini sangat penting untuk mencegah infeksi selama proses penyembuhan. Ia menggunakan cairan antiseptik khusus yang meredakan potensi iritasi pada kulit sensitif.Setelah membersihkan luka, Angga mempersiapkan benang bedah yang akan digunakan untuk menjahit sayatan. Benang ini adalah benang bedah heksafluorida, sebuah jenis benang yang sangat tahan terhadap reaksi tubuh dan dapat meningkatkan penyembuhan luka. Ini adalah teknik bedah modern yang memastikan bekas luka
Ding! Ding! Ding!Tiga notifikasi pesan masuk kedalam ponsel Angga secara beriringan. Tangan Angga mulai gemetar karena merasa ponselnya tidak membawa kabar baik sepanjang hari ini.Angga bahkan ingin melempar ponsel tersebut keluar jendela taksi, andai saja ia punya uang lebih untuk membeli yang baru. Getar ketegangan memilin sarafnya, menawarkan kilatan kebebasan dalam tindakan drastis tersebut.Namun, realitas pahit kemiskinan finansial memaksanya menahan diri, mengikatnya dalam kebingungan. Perang batin antara emosi dan keterbatasan ekonomi memuncak, meninggalkan Angga terperangkap dalam situasi yang semakin mencekik.Setelah melakukan persiapan psikologis, membuka kunci layar, Angga mengintip siapa kiranya yang mengirim pesan kali ini. Apakah Joshua yang merasa bersalah atau Pak Liem yang memburu dirinya agar berkemas secepat mungkin.Terlihat sebaris nama yang sama adalah pengirim tiga pesan yang mengacaukan pikirannya barusan.Nona Agatha, begitulah Angga menyimpan namanya dalam
Kembali ke kejadian setelah pingsan...***************Dengan langkah mantap yang menggema di lorong rumah sakit, Angga memasuki pintu ruang HRD.Angga melangkah dengan mantap menuju meja HRD yang berada di ujung ruangan. Ruangan itu diterangi oleh cahaya tenang yang meresap dari jendela besar, menciptakan kontras dengan ketegangan yang mengisi udara. Sekretaris HRD, seorang wanita dengan tumpukan berkas yang teratur di meja kerjanya, mengangkat kepala dan menyambut Angga dengan senyum profesional yang berusaha menyembunyikan ketidakpastian dalam dirinya."Apakah ada yang bisa dibantu?" tanyanya dengan ramah, meski ia bisa merasakan ada sesuatu yang tak biasa.Angga, tanpa menjawab pertanyaan sekretaris itu, menatap dengan tegas ke arah pintu ruangan kepala personalia. Cahaya lampu di depannya telah menyala, dan itu adalah sinyal bahwa saatnya untuk menghadapi keputusannya.Sang sekretaris memulai, "Maaf dokter, apakah Anda sudah
Tangan Angga yang memegang ponsel seketika bergetar ketika melihat gambar yang dikirim oleh Agatha. Mata Angga memfokus pada gambar itu, detik-detik yang terasa begitu lama. Namun kata penutup dari pesan Agatha adalah yang membuatnya pusing hingga merasa dunia berputar.Apa maksudnya? Tuan Suami? pikir Angga, tak tahu apa yang harus ia pikirkan selanjutnya.Agatha, ini tidak lucu, leluconmu membuatku takut.Kirim.Gambar yang dikirim Agatha dan membuat Angga ketakutan adalah selembar akta nikah. Lengkap dengan foto keduanya yang bersanding dengan latar sewarna.Angga bahkan tidak ingat ia pernah berfoto seperti itu, tapi tampaknya akta itu tidak palsu.Ding!Jangan bilang kau menarik kata-katamu Angga /angry//angry/Kau sendiri yang kemarin menyetujuinya dan baru saja memintaku bertanggung jawab. Mengapa sekarang kau berpura-pura amnesia.Angga berpikir berulang kali, kapan dia menyetujuinya.A
Angga merasa frustasi yang tak berdaya, hampir seperti terjebak dalam sebuah permainan yang tidak ia mengerti. Dirinya kini merasa sepenuhnya terombang-ambing dalam situasi yang tak ia mengerti sepenuhnya. Matanya berusaha memahami dinamika di hadapannya.Sekarang, Agatha dan neneknya tampak begitu kompak, seolah mereka berdua telah membentuk aliansi yang mengambil peran tersendiri di dalam skenario yang tak terduga ini. Tingkah lembut dan senyum penuh kasih yang mereka tukarkan menambah kompleksitas situasi yang sudah rumit. Seiring keringat dingin yang menetes, Angga hanya bisa pasrah pada kedua wanita yang sedang bekerjasama dalam sesuatu yang ia tidak tahu apa-apa.Neneknya, yang selalu menjadi sosok yang bijak dan lembut, kini juga menampilkan sisi kuat yang mungkin jarang Angga lihat. Sorot matanya memancarkan kebijakan yang dalam, dan senyumnya menandakan bahwa dia memiliki suatu rencana atau pemahaman yang lebih luas.Namun, Angga merasa tidak memi
Sejak mengakhiri sarapan bersama Angga, segalanya di rumah sakit telah berjalan buruk. Dia merasa seperti semua yang bisa salah, telah salah.Ditegur karena hal-hal kecil yang biasanya tidak menjadi masalah, ia harus menanggung kemarahan kekasihnya, Siska. Bahkan, ia dibuat berkeliling mencari bingkisan untuk Angga dari simposium kemarin, namun hasilnya nihil.Joshua benar-benar tidak mengerti. Ia merasa rumah sakit ini tidak adil. Dokter-dokter di sini seperti lebih dihargai dibandingkan Angga, yang sebenarnya mengambil alih operasi penting tanpa hambatan. Bahkan dokter tak dikenal yang hanya muncul sebentar saja, memperoleh stetoskop dan laptop sebagai merchandise, sedangkan Angga tidak mendapatkan apapun. Ini tidak adil."Kenapa selalu begitu?" gumam Joshua dalam hati, sambil mencoba mencari pemahaman atas ketidakadilan ini. "Angga pantas mendapat penghargaan dan pengakuan yang lebih besar. Rumah sakit ini... benar-benar menyakitkan."Angga ada
[Dokter Ajaib katanya, bah bah bah. Siapa yang memberimu keberanian sehingga bisa begitu tak tahu malu seperti itu][Harus ku akui teknik jahitannya sangat bagus. Bahkan lebih baik dari dokter pusat perawatan darurat yang berpengalaman lebih dari 10 tahun di rumah sakit ku. Tapi berlebihan bagimu menyebut Dokter Ajaib hanya karena itu][Lantai atas, jangan hanya melihat video gratis. Ada operasi yang lebih rumit yang bisa kau lihat jika kau ikut berlangganan][Apakah masa pubertas mu datang terlambat? Mengapa nama akunmu tampak seperti otaku?]Dalam keramaian komentar miring dan candaan, Angga merenung sejenak. Mungkin ia perlu mempertimbangkan untuk mengganti nama pengguna tersebut jika ingin serius berbagi ilmu kedokteran di platform ini.Namun, satu hal yang pasti, ia telah memulai perjalanan baru, menunjukkan kepada dunia keahliannya, meskipun di bawah nama "Dokter Ajaib." Dengan sedikit senyuman pahit di bibirnya, Angga kembali melanjutkan eksplorasi platform siaran langsung ini,
Orang-orang yang terhubung dengan platform siaran langsung terus membahas Dokter Ajaib. Topik pemilihan nama mulai mengalami trend menurun. Kini, para penonton mulai membahas level akun Dokter Ajaib.[Pendidikan formal kedokteran umum berarti dalam level perunggu, saat ini aku sebagai mahasiswa kedokteran masih dalam level tembaga /shy/. Apakah Dokter Ajaib hanya lulusan Master sehingga levelnya ada di level perak?][Pertanyaan menarik, aku juga mulai memikirkannya. Tapi sepertinya level sesungguhnya dari Dokter Ajaib adalah lebih dari itu. Mungkin ia mendaftar dengan kualifikasi lamanya dan tidak pernah berniat membarui?][Mungkin saja benar. Tapi memang ada alternatif lain untuk mendaftar akun selain menggunakan identitas formal dan izin kedokteran][Ehh? Sungguh? Bagaimana caranya, aku belum pernah mendengarnya][+1 Aku juga baru tahu ada cara lain][Berikan aku waktu untuk mengetik][...][Cara lain untuk me
Tuan Alan duduk di kursi dekat Billy dengan wajah yang mencerminkan kekhawatiran dan ketidaksetujuan. Rambut putihnya yang berantakan memberikan kesan kelelahan, seolah mencerminkan beban yang diemban oleh lelaki tua tersebut. Dengan tatapan tajam, ia mengamati cucunya yang masih terguncang oleh ledakan emosi.Menghela napas lelah, lelaki tua berambut putih bertanya, "Ada yang salah dengan fokusmu, Nak. Apa urusan operasi ilegal bocah itu dengan pertumbuhan kemampuan bedahmu?"Suara Tuan Alan terdengar lembut, namun terdapat kelelahan yang mendalam di dalamnya. Pertanyaannya mencerminkan kebingungan dan keprihatinan terhadap perasaan Billy yang begitu terpolarisasi terhadap Angga.Walaupun merasa tidak menyenangkan, Tuan Alan tetap mengatakan penilaiannya, "Selalu menyalahkan orang lain membuktikan bahwa kau tidak sehat secara mental, Billy.” Tuan Alan menghisap udara malam dan berkata dengan tenang.Meski Billy tengah terombang-ambing dalam gejolak emosional, kehadiran dan kata-kata
"Apakah kau merasa lebih baik dari Ayahmu atau penanganan bedah yang tidak kompeten, aku tidak akan mengatakan banyak hal. Tapi setidaknya kau tau, kau memang tidak lebih baik dari bocah miskin yang kau ganggu itu."Ketika kata-kata keras dari kakeknya mencapai telinga Billy, suasana hatinya terasa hancur. Dengungan tumpul yang mengiringi pernyataan itu membuatnya merasa seperti terdampar di samudra keputusasaan. Semua ambisi dan tekadnya seakan-akan menguap begitu saja. Perasaan hampa dan keputusasaan merayapi pikirannya, membuatnya meragukan dirinya sendiri.Seperti telah terkena vonis mati, semua ambisi dan tekadnya untuk belajar hampir habis.Dengan bayangan Angga yang semakin menghantuinya, Billy merasa kehilangan semangat dan ambisinya. Apakah selama ini usahanya hanya sia-sia? Apakah benar bahwa dia tak lebih baik dari "bocah miskin" yang kini memenangkan persaingan?Berarti level diriku tidak sebaik Angga, apakah aku akan tetap berkompetisi di masa depan? Bersaing tanpa hasil!
Sebelum berpisah setelah melakukan operasi usus buntu secara simultan, Akademi Ling memberi pesan pada Angga untuk tidak hanya berfokus pada kemampuan bedah. Berulang-ulang Sang Guru mengingatkan akar mempelajari biokimia darah dan ion.Karena beberapa faktor, Angga mengira mungkin karena permasalahan adik Agatha sehingga gurunya lebih perhatian.Tapi ternyata tuntutan Sistem bahkan lebih ekstrem!kini bukan hanya masalah biokimia darah dan ion saja, perubahan hormon dan berbagai reaksi ikut dijejalkan Sistem kepada Angga.Angga merasa aneh, tapi ia yakin Sistem pasti tidak berniat buruk.pada akhirnya lagi-lagi ia terlalu dalam ritme pembelajaran yang akan menembus dimensi baru yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya...........Angga, yang tenggelam dalam fokusnya pada bidang baru, tidak menyadari dampak besar siaran langsungnya. Di seluruh negeri, banyak dokter muda terinspirasi oleh siaran tersebut. Materi pembelajaran yang disajikan begitu komprehensif dan detail, tanpa disadar
Dengan langkah mantap, Angga mengambil pesan antar dengan cermat, memilih koridor jalanan dengan terampil tanpa kendala berarti. Segera setelah dia tiba di apartemen mereka yang nyaman, dia merasakan ketenangan yang akrab dari rutinitas sehari-hari.Namun, saat pintu apartemen terbuka, keheningan yang menenangkan itu terasa agak mencurigakan. Angga meniti langkahnya dengan hati-hati di sepanjang lorong, matanya mencari tanda-tanda keberadaan Agatha. Namun, tidak ditemukan bayangan Agatha. Sekilas, pandangannya tertuju pada sepatu dengan hak 3 inci yang tergeletak dengan anggun di lantai. Sentuhan feminitas yang khas dari sepatu itu tak dapat disangkal. Sebuah bukti yang tak terbantahkan: Agatha telah kembali."Mungkin Agatha sedang mandi atau berganti pakaian?" gumam Angga dengan suara yang hampir terdengar samar di tengah keheningan apartemen yang sepi, membenamkan dirinya dalam spekulasi sederhana. Dengan gerakan ringan dan teratur, Angga menempatkan kantong-kantong dari kotak maka
Suara yang terdengar di telinga Joshua semakin buruk."Hey Angga, kau bukan anjing, berhenti menggigit! Berhenti, ah~"Yang menanggapi teriakan Agatha hanya suara geraman.Di saluran lain, Joshua sudah kembali dari rasa keterkejutannya, kini ia sedang memikirkan Angga yang sedang membuat Agatha kewalahan.Tingkah laku temannya itu sangat kekanakan-kanakan, namun berpikir lebih jauh, sepertinya wajar karena ini pengalaman baru untuknya.Joshua terus membatin, Tapi, apakah awalnya Angga ingin pamer ketika mengirim pesan?Sampai pada kesimpulan ini, Joshua berkeringat dingin. Dengan wajah seperti apa dia akan menghadapi Angga dimasa depan?Setelah jebakan hormon ini berlalu, semuanya akan menjadi canggung.Joshua benar-benar menyesali provokasinya kepada Angga di masa lalu yang menggodanya karena telah melajang sejak lahir. Hal ini mungkin menyebabkan temannya itu sekarang menjelma menjadi seperti remaja impulsif ketika memiliki pasangan. Tidak sabar untuk pamer.Mengusap wajahnya kasar,
"Jika kau menganggap aku melakukan semuanya untuk pertunjukan, akan ku buktikan padamu, disini, tanpa orang lain menonton, sejauh apa aku bisa melakukannya!"Tak terduga, suasana di mobil menjadi tegang ketika Agatha, dengan tangan gemetar, mencoba melepas gesper sabuk pengaman Angga. Sesuatu yang seharusnya menjadi tindakan sederhana berubah menjadi momen yang menyulitkan. Entah bagaimana kejadiannya, tombol buckle yang seharusnya mudah dilepaskan menjadi macet, menghancurkan momen Agatha yang baru saja mendominasi di dalam kendaraan.Gesekan kecil dari gesper sabuk seolah memperbesar ketegangan di dalam mobil. Angga memandang Agatha dengan linglung. Sementara itu, Agatha berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan situasi yang tiba-tiba memalukan ini, tetapi setiap usaha tampaknya hanya membuat gesper semakin terjebak.Dihadapkan dengan mata Angga yang tak fokus dan posisi mereka yang cukup ambigu, Agatha yang ingin menghilangkan rasa malunya, mendapat kilasan inspirasi, "Ang
Tangan Joshua merespons secara refleks, menggeser layar ponselnya untuk membuka kotak pesan. Namun, ekspresi kekecewaan hampir terlontar dari bibirnya ketika ia menemukan bahwa isi pesan hanya berupa elipsis, meninggalkan ketidakpastian yang mengganggu pikirannya.Ada apa dengan Angga?Tanpa ragu, Joshua segera mengetuk ikon telepon dan memulai panggilan. Antisipasi dan keingintahuannya menciptakan kegelisahan di dalam dirinya.Diluar perkiraan, sambungan mati.Sial Angga! Perasaan ketidaknyamanan mulai melandanya, membuatnya tak bisa menyembunyikan kekesalan. Ia merasa Angga dengan sengaja menciptakan rasa penasaran, dan itu membuatnya berpikir berlebihan.Suasana ruang di sekitarnya bertekanan rendah, dan Joshua merenung sejenak sebelum mencoba lagi menghubungi Angga, kali ini dengan sedikit ketidakpastian yang mengiringi kegelisahannya.Dalam tiga kali dering, kali ini panggilannya dijawab. Hatinya berdebar cepat, tetapi ketika suara di seberang saluran terdengar, bukanlah suara Ang
"Menangislah jika kau ingin menangis, sakit hati jangka pendek seperti ini lebih baik daripada berlarut-larut." Joshua memeluk sepupunya yang terduduk di lantai yang dingin. Sentuhan hangatnya mencoba memberikan sedikit kenyamanan di tengah kehampaan emosional yang tengah dirasakan Jessica. Tangisan Jessica semakin terasa sedih, dan kali ini, Joshua memilih untuk tidak membujuk lagi. Ia membiarkan Jessica meluapkan perasaan sedihnya tanpa intervensi lebih lanjut.Wajar jika Jessica sedih. Baru saja memahami perasaannya sendiri, namun ternyata orang yang membuatnya naksir kini telah memiliki istri. Emosi bercampur-baur, dan Jessica merasakan patah hati yang mendalam.Setelah beberapa saat, Jessica menegakkan punggungnya, berusaha berdiri. Dengan langkah yang ragu, ia berjalan pelan ke arah sofa di dekatnya. Duduk di sana, Jessica mulai mengatur napasnya yang tersengal karena naik turunnya emosi yang memenuhi dirinya."Joshua, kau harus memberitahuku. Gadis seperti apa yang bisa menculi
Justin akhirnya diseret Professor Li untuk memahami lebih dalam mengenai pemosisian karir di industri ini. Setiap langkah yang diambil dalam kegelapan ruang kantor Professor Li terasa seperti langkah yang membuka jendela menuju dunia yang lebih luas. Cahaya lembut dari lampu meja menyinari wajah mereka, menciptakan aura serius dan penuh tujuan."Justin, kau harus memperhatikan apa yang dibutuhkan Dokter Ajaib, meskipun dia mungkin bukan yang terbaik karena usia mudanya, akan sangat sulit menemukan orang yang berada di atas levelnya untuk bersedia melakukan operasi siaran langsung. Kau tahu alasannya?" tanya Professor Li dengan penuh minat menantikan jawaban dari CEO muda itu.Ekspresi Justin menjadi lebih bermartabat ketika hal yang menjadi beban pikirannya ini ditanyakan secara lugas, namun ia tidak menghindari pertanyaan tersebut dan menjawabnya, "Karena tidak ada jaminan para ahli tidak melakukan kesalahan. Jika itu disiarkan secara langsung..."Justin menghela napas karena tidak be