Ding! Ding! Ding!
Tiga notifikasi pesan masuk kedalam ponsel Angga secara beriringan. Tangan Angga mulai gemetar karena merasa ponselnya tidak membawa kabar baik sepanjang hari ini.Angga bahkan ingin melempar ponsel tersebut keluar jendela taksi, andai saja ia punya uang lebih untuk membeli yang baru. Getar ketegangan memilin sarafnya, menawarkan kilatan kebebasan dalam tindakan drastis tersebut.Namun, realitas pahit kemiskinan finansial memaksanya menahan diri, mengikatnya dalam kebingungan. Perang batin antara emosi dan keterbatasan ekonomi memuncak, meninggalkan Angga terperangkap dalam situasi yang semakin mencekik.Setelah melakukan persiapan psikologis, membuka kunci layar, Angga mengintip siapa kiranya yang mengirim pesan kali ini. Apakah Joshua yang merasa bersalah atau Pak Liem yang memburu dirinya agar berkemas secepat mungkin.Terlihat sebaris nama yang sama adalah pengirim tiga pesan yang mengacaukan pikirannya barusan.Nona Agatha, begitulah Angga menyimpan namanya dalam kontak ponsel.Meski tebakannya meleset, Angga masih tidak bisa berbahagia. Nona Agatha ini sudah menjadi bagian paling mencolok dalam kehidupannya setahun belakangan ini.Bagaimana tidak, berbagai latar belakangnya dikupas habis oleh sang gadis demi memaksanya mengambil pendidikan ulang untuk menjadi dokter ortopedi.Rasa kesal membakar dalam dirinya, menggelitiknya dengan lelucon kejam kehidupan.Sungguh ironis, Angga merasa seolah-olah semua kerja keras dan waktu yang ia dedikasikan di bedah umum menjadi tak berarti di mata sang nona sombong ini.Ya, di dalam benak Angga, nama Agatha dan kesombongan akan selalu beriringan. Setidaknya itu yang dipikirkannya sebelum hari ini.Nona Agatha sombong, tapi dia tidak pernah membuat keputusan sepihak. Juga, setidaknya dia mengakui kerja keras dan keterampilan bedahnya. Tidak seperti para rekan sejawat, perawat dan bahkan pasien yang terkadang mencemooh diagnosanya hanya karena latar belakangnya.Pesan pertamaIMG 0007819.jpgSebuah foto selfienya dengan seorang wanita tua. Wanita tua itu tersenyum memandang wajah sang gadis yang tatapannya mengarah ke kamera.Wanita tua itu adalah neneknya!! Satu-satunya keluarga terhubung dengan darah yang masih tersisa.Neneknya tidak pernah tersenyum seperti itu sebelumnya. Nenek pasti sangat menyukai Nona Agatha. Tanpa sadar matanya memerah saat melihat foto itu.Menutup tampilan foto, Angga membuka pesan kedua.Angga, maafkan aku yang lancang. Tapi aku sudah menghubungi dan membujuk Akademisi Ling.Beliau akhirnya membuat konsesi dan mengizinkanmu meneruskan bedah umum dengan syarat kau mampu mewarisi jubahnya dalam spine orthopedic terlebih dahulu.Jadi, aku mohon agar kau juga membuat konsesi. Aku tau ini akan menjadi kerja keras bagimu. Tapi kau akan menjalani kehidupan yang lebih keras sebagai dokter bedah tanpa seorang mentor yang membimbing mu.Saat ini, sejujurnya Angga sangat terharu dengan usaha dan kegigihan gadis itu. Tidak hanya membujuk dirinya, tapi juga membujuk sosok elit setingkat akademisi senior yang duduk di takhta para ahli untuk membuat sebuah konsesi.Tanpa perlu membaca pesan ketiga, Angga sudah memutuskan untuk menerima tawaran Nona Agatha kali ini dan mulai mengetik pesan balasan.Terima kasih Nona Agatha atas kerja kerasmu. Baiklah, aku memutuskan menerima semua tawaranmu dengan segala persyaratannya.Cheers, untuk kerjasama kita di masa depan. Semoga segalanya akan menjadi lebih baik untuk kita.Selesai mengetik, Angga memeriksa ulang kata-katanya apakah ada kesalahan ketik sebelum mengirimnya. Terlihat tidak ada masalah, kirim.Kurang dari lima detik pesan terkirim, terdapat kiriman balasan.Serahkan semuanya padaku, aku akan mengurusnya untukmu./cheers//cheers/ Terimakasih Angga.Pesan singkat disertai dua emoticon gelas bersulang tampak lucu bagi Angga. Tanpa sadar dia terkekeh dan membalas lagi./cheers//cheers/ Terimakasih Agatha.Mungkin karena kelegaan mendapat mentor untuk karir masa depan dan mimpinya atau karena kemampuannya telah diakui seseorang, suasana hati Angga kini melambung bahagia.Tak terasa taksi telah sampai ke tempat tujuan, Angga bergegas turun dan membayar. Namun dia tersadar, wilayah ini tidak dilalui taksi dan kendaraan umum. Akan menunda waktu jika mencari taksi lain.Jadi, Angga memutuskan untuk meminta sopir taksi menunggu sekitar setengah jam dan akan membayar waktu tunggunya. Dia menyampaikannya dengan terburu lalu langsung melesat menuju klinik tanpa menunggu respon sang sopir.Yang tidak diketahui Angga, sopir taksi sedang berbangga hati karena akhirnya dia mengalami kembali sensasi menjadi pahlawan penyelamat, meski dirinya hanyalah sopir, tapi dia juga mengantarkan pahlawan menyelamatkan medan perang.Perasaan penuh kepahlawanan adalah mimpi yang menjadi candu bagi sang sopir yang telah mengemudi di jalan lebih dari dua dekade. Baginya, perasaan seperti ini lebih berharga daripada uang tips. Jadi, sang sopir menunggu Angga dengan kebahagiaan sambil menikmati mimpi pahlawannya yang memabukkan....Semua persiapan telah dimulai oleh Jessica dan para staffnya. Saat Angga tiba di ruang operasi, seekor Golden Retriever telah dibius dan tertidur dengan lidah terjulur miring ke sisi wajahnya. Operasi yang akan dilakukan adalah C-Section.Proses operasi caesar pada anjing Golden Retriever dimulai dengan mempersiapkan pasien dan ruang operasi. Anjing Golden Retriever tersebut diletakkan pada meja operasi dengan posisi terlentang. Tim bedah hewan memastikan anestesi yang tepat diberikan untuk memastikan keadaan anjing dalam kondisi tenang dan tidak merasa sakit selama operasi.Setelah anestesi bekerja, area sekitar perut di cukur dan dibersihkan dengan antiseptik untuk mengurangi risiko infeksi. Kemudian, tim bedah melakukan insisi pada perut anjing di sekitar area rahim (uterus) dan ovarium. Angga memilih insisi midline, insisi ini adalah sayatan vertikal yang dibuat dengan hati-hati untuk meminimalkan trauma dan memfasilitasi proses operasi.Setelah mencapai rahim dan ovarium, bedah melakukan pengeluaran rahim dan ovarium dengan hati-hati melalui insisi yang sudah dibuat. Hal ini diperlukan untuk menghindari cedera pada organ-organ di sekitarnya. Proses ini membutuhkan keahlian khusus dalam menangani jaringan dan organ-organ internal.Setelah operasi selesai, anjing Golden Retriever akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Di sini, mereka, induk anjing dan bayi-bayinya akan dipantau dengan cermat. Obat penghilang rasa sakit dan perawatan pasca operasi diberikan untuk memastikan pemulihan yang baik.Angga tidak banyak bicara selama proses ini yang sebenernya cukup membuat Jessica heran.Seusai operasi, Jessica berniat menyapa Angga, namun Angga lebih dulu bertanya, "Jessica, jam berapa sekarang?"Jessica secara reflek menjawab, "Jam 14.43, anggap saja seperempat jam kurang dari jam 3 sore, Ada apa Angga?"Angga menjawab dengan gelisah, "Aku harus cepat kembali ke rumah sakit, aku ada urusan penting. Maaf Jess, aku terburu-buru. Sampai jumpa."Angga, dengan wajah yang terpancar ketegangan dan tekad, tiba-tiba meluncur pergi tanpa memberi kesempatan pada Jessica untuk berkata-kata.Ia bergerak cepat, langkah-langkahnya seolah-olah dipicu oleh suatu dorongan mendesak.Perilakunya yang begitu tiba-tiba meninggalkan Jessica dengan rasa keterkejutan yang terpahat di wajahnya, dan ia hanya bisa menyaksikan sosok Angga yang semakin menjauh, bergerak dengan terburu-buru seperti sosok yang membawa misi penting yang harus diemban.Memikirkan perilaku Angga yang lebih pendiam dari biasanya dan ketergesaannya ketika pergi, Jessica memiliki tebakan dalam hatinya.Sepupunya, Joshua, pasti mengganggu urusan Angga demi membantunya di klinik. Jadi, apakah dirinya yang berhutang budi pada Angga, atau sepupunya?....Saat Angga melangkah keluar dari pintu klinik yang bersih, menghirup aroma antiseptik yang khas di udara, matanya langsung mencari taksi yang dengan setia menunggunya di luar. Setiap langkah yang diambilnya terasa ringan, dan rasa lega mengalir dalam dirinya.Cahaya matahari yang menyinari langit biru membuat rambutnya berkilau, dan embusan angin sejuk seakan memberi nafas baru. Ia menghampiri taksi dengan hati yang lega, mengingatkan dirinya pada rasa kesederhanaan yang datang setelah momen yang tegang di dalam klinik.Sang sopir pun sangat cekatan, tanpa komando dari Angga pun, ia langsung menunjukkan keahlian dan pengalamannya dalam mengemudi. Sepertinya ada pemahaman diam-diam diantara keduanya.Setelah merilekskan tubuhnya, terdengar suara yang tiba-tiba menggema di telinga Angga.Ding!Ding!!Daaang!!! Drrszztttt.... rsszzttNgiiiing.....Sistem Dokter Ajaib telah menemukan Host potensial!!Aktivasi sistem!! Mulai!!Ngiiiiiiiiiing....Suara mekanis datang dan pergi begitu tiba-tiba. Meninggalkan Angga yang masih kebingungan, telinganya berdenging di antara keheningan. Pertanyaan besar masih menggantung di udara, seperti kabut yang belum tercerahkan.Apa sebenarnya yang terjadi? Bisakah suara misterius ini menjadi petunjuk atau awal dari sesuatu yang lebih kompleks?----------------Kembali ke kejadian setelah pingsan...***************Dengan langkah mantap yang menggema di lorong rumah sakit, Angga memasuki pintu ruang HRD.Angga melangkah dengan mantap menuju meja HRD yang berada di ujung ruangan. Ruangan itu diterangi oleh cahaya tenang yang meresap dari jendela besar, menciptakan kontras dengan ketegangan yang mengisi udara. Sekretaris HRD, seorang wanita dengan tumpukan berkas yang teratur di meja kerjanya, mengangkat kepala dan menyambut Angga dengan senyum profesional yang berusaha menyembunyikan ketidakpastian dalam dirinya."Apakah ada yang bisa dibantu?" tanyanya dengan ramah, meski ia bisa merasakan ada sesuatu yang tak biasa.Angga, tanpa menjawab pertanyaan sekretaris itu, menatap dengan tegas ke arah pintu ruangan kepala personalia. Cahaya lampu di depannya telah menyala, dan itu adalah sinyal bahwa saatnya untuk menghadapi keputusannya.Sang sekretaris memulai, "Maaf dokter, apakah Anda sudah
Tangan Angga yang memegang ponsel seketika bergetar ketika melihat gambar yang dikirim oleh Agatha. Mata Angga memfokus pada gambar itu, detik-detik yang terasa begitu lama. Namun kata penutup dari pesan Agatha adalah yang membuatnya pusing hingga merasa dunia berputar.Apa maksudnya? Tuan Suami? pikir Angga, tak tahu apa yang harus ia pikirkan selanjutnya.Agatha, ini tidak lucu, leluconmu membuatku takut.Kirim.Gambar yang dikirim Agatha dan membuat Angga ketakutan adalah selembar akta nikah. Lengkap dengan foto keduanya yang bersanding dengan latar sewarna.Angga bahkan tidak ingat ia pernah berfoto seperti itu, tapi tampaknya akta itu tidak palsu.Ding!Jangan bilang kau menarik kata-katamu Angga /angry//angry/Kau sendiri yang kemarin menyetujuinya dan baru saja memintaku bertanggung jawab. Mengapa sekarang kau berpura-pura amnesia.Angga berpikir berulang kali, kapan dia menyetujuinya.A
Angga merasa frustasi yang tak berdaya, hampir seperti terjebak dalam sebuah permainan yang tidak ia mengerti. Dirinya kini merasa sepenuhnya terombang-ambing dalam situasi yang tak ia mengerti sepenuhnya. Matanya berusaha memahami dinamika di hadapannya.Sekarang, Agatha dan neneknya tampak begitu kompak, seolah mereka berdua telah membentuk aliansi yang mengambil peran tersendiri di dalam skenario yang tak terduga ini. Tingkah lembut dan senyum penuh kasih yang mereka tukarkan menambah kompleksitas situasi yang sudah rumit. Seiring keringat dingin yang menetes, Angga hanya bisa pasrah pada kedua wanita yang sedang bekerjasama dalam sesuatu yang ia tidak tahu apa-apa.Neneknya, yang selalu menjadi sosok yang bijak dan lembut, kini juga menampilkan sisi kuat yang mungkin jarang Angga lihat. Sorot matanya memancarkan kebijakan yang dalam, dan senyumnya menandakan bahwa dia memiliki suatu rencana atau pemahaman yang lebih luas.Namun, Angga merasa tidak memi
Sejak mengakhiri sarapan bersama Angga, segalanya di rumah sakit telah berjalan buruk. Dia merasa seperti semua yang bisa salah, telah salah.Ditegur karena hal-hal kecil yang biasanya tidak menjadi masalah, ia harus menanggung kemarahan kekasihnya, Siska. Bahkan, ia dibuat berkeliling mencari bingkisan untuk Angga dari simposium kemarin, namun hasilnya nihil.Joshua benar-benar tidak mengerti. Ia merasa rumah sakit ini tidak adil. Dokter-dokter di sini seperti lebih dihargai dibandingkan Angga, yang sebenarnya mengambil alih operasi penting tanpa hambatan. Bahkan dokter tak dikenal yang hanya muncul sebentar saja, memperoleh stetoskop dan laptop sebagai merchandise, sedangkan Angga tidak mendapatkan apapun. Ini tidak adil."Kenapa selalu begitu?" gumam Joshua dalam hati, sambil mencoba mencari pemahaman atas ketidakadilan ini. "Angga pantas mendapat penghargaan dan pengakuan yang lebih besar. Rumah sakit ini... benar-benar menyakitkan."Angga ada
[Dokter Ajaib katanya, bah bah bah. Siapa yang memberimu keberanian sehingga bisa begitu tak tahu malu seperti itu][Harus ku akui teknik jahitannya sangat bagus. Bahkan lebih baik dari dokter pusat perawatan darurat yang berpengalaman lebih dari 10 tahun di rumah sakit ku. Tapi berlebihan bagimu menyebut Dokter Ajaib hanya karena itu][Lantai atas, jangan hanya melihat video gratis. Ada operasi yang lebih rumit yang bisa kau lihat jika kau ikut berlangganan][Apakah masa pubertas mu datang terlambat? Mengapa nama akunmu tampak seperti otaku?]Dalam keramaian komentar miring dan candaan, Angga merenung sejenak. Mungkin ia perlu mempertimbangkan untuk mengganti nama pengguna tersebut jika ingin serius berbagi ilmu kedokteran di platform ini.Namun, satu hal yang pasti, ia telah memulai perjalanan baru, menunjukkan kepada dunia keahliannya, meskipun di bawah nama "Dokter Ajaib." Dengan sedikit senyuman pahit di bibirnya, Angga kembali melanjutkan eksplorasi platform siaran langsung ini,
Orang-orang yang terhubung dengan platform siaran langsung terus membahas Dokter Ajaib. Topik pemilihan nama mulai mengalami trend menurun. Kini, para penonton mulai membahas level akun Dokter Ajaib.[Pendidikan formal kedokteran umum berarti dalam level perunggu, saat ini aku sebagai mahasiswa kedokteran masih dalam level tembaga /shy/. Apakah Dokter Ajaib hanya lulusan Master sehingga levelnya ada di level perak?][Pertanyaan menarik, aku juga mulai memikirkannya. Tapi sepertinya level sesungguhnya dari Dokter Ajaib adalah lebih dari itu. Mungkin ia mendaftar dengan kualifikasi lamanya dan tidak pernah berniat membarui?][Mungkin saja benar. Tapi memang ada alternatif lain untuk mendaftar akun selain menggunakan identitas formal dan izin kedokteran][Ehh? Sungguh? Bagaimana caranya, aku belum pernah mendengarnya][+1 Aku juga baru tahu ada cara lain][Berikan aku waktu untuk mengetik][...][Cara lain untuk me
Seorang Profesor sedang menunggu mahasiswa doktoralnya kembali karena ada sedikit gangguan. Sebelum ia pergi tadi, mahasiswa itu begitu terfokus dan kadang-kadang mengetik di ponselnya. Cahaya biru dari layar ponsel menerangi wajahnya yang tengah serius memerhatikan konten.Sesekali, ia melirik ke arah layar ponsel, tertarik dengan apa yang mahasiswanya tengah saksikan. Belum sempat Profesor bertanya apa yang sedang ditonton, muridnya diseret oleh perawat senior hingga tak sempat menyapanya. Untungnya ponsel murid barunya ini tertinggal, sehingga sang Profesor bisa mengintip apa topik yang menarik anak muda masa kini.Layar ponsel masih menyala, menampilkan video di sebuah platform siaran langsung. Profesor itu mengamati beberapa saat, kini benar-benar tertarik dengan kontennya, sehingga ia mulai mencari nama akun Dokter Ajaib di ponselnya sendiri.Sang Profesor tidak bereaksi seperti kebanyakan orang yang mungkin tercengang dengan nama "Dokter Ajaib". Bag
Angga sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai diskusi seputar operasi yang tengah dilakukannya ini.Ia mengambil pisau bedah dan meminta sepotong kain iodofor kepada manusia dummy dari Sistem. Setelah menyeka jari tengah kirinya dengan hati-hati, Angga memasukkan jari itu ke dalam sayatan yang sempit. Sementara itu, tangannya yang lain menggenggam erat sebuah scalpel besar.Meskipun penglihatan di bidang bedah kini menjadi nol, Angga tetap fokus pada tugasnya. Melihat gerakan jari-jari Angga yang cekatan hampir tak terlihat, serta tang scalpel yang besar yang melengkung. Para penonton di ruang siaran langsung terdiam pada saat yang bersamaan.Tidak ada yang menyangka bahwa situasi ini akan berubah sebegitu cepat.[Apakah yang aku pikirkan ini benar?][ Apakah Aku bermimpi?][Guru Quack, apakah ini operasi buta yang legendaris?][Adakah yang bisa memberitahuku apa yang sedang terjadi?][Operasinya benar-benar ar
Tuan Alan duduk di kursi dekat Billy dengan wajah yang mencerminkan kekhawatiran dan ketidaksetujuan. Rambut putihnya yang berantakan memberikan kesan kelelahan, seolah mencerminkan beban yang diemban oleh lelaki tua tersebut. Dengan tatapan tajam, ia mengamati cucunya yang masih terguncang oleh ledakan emosi.Menghela napas lelah, lelaki tua berambut putih bertanya, "Ada yang salah dengan fokusmu, Nak. Apa urusan operasi ilegal bocah itu dengan pertumbuhan kemampuan bedahmu?"Suara Tuan Alan terdengar lembut, namun terdapat kelelahan yang mendalam di dalamnya. Pertanyaannya mencerminkan kebingungan dan keprihatinan terhadap perasaan Billy yang begitu terpolarisasi terhadap Angga.Walaupun merasa tidak menyenangkan, Tuan Alan tetap mengatakan penilaiannya, "Selalu menyalahkan orang lain membuktikan bahwa kau tidak sehat secara mental, Billy.” Tuan Alan menghisap udara malam dan berkata dengan tenang.Meski Billy tengah terombang-ambing dalam gejolak emosional, kehadiran dan kata-kata
"Apakah kau merasa lebih baik dari Ayahmu atau penanganan bedah yang tidak kompeten, aku tidak akan mengatakan banyak hal. Tapi setidaknya kau tau, kau memang tidak lebih baik dari bocah miskin yang kau ganggu itu."Ketika kata-kata keras dari kakeknya mencapai telinga Billy, suasana hatinya terasa hancur. Dengungan tumpul yang mengiringi pernyataan itu membuatnya merasa seperti terdampar di samudra keputusasaan. Semua ambisi dan tekadnya seakan-akan menguap begitu saja. Perasaan hampa dan keputusasaan merayapi pikirannya, membuatnya meragukan dirinya sendiri.Seperti telah terkena vonis mati, semua ambisi dan tekadnya untuk belajar hampir habis.Dengan bayangan Angga yang semakin menghantuinya, Billy merasa kehilangan semangat dan ambisinya. Apakah selama ini usahanya hanya sia-sia? Apakah benar bahwa dia tak lebih baik dari "bocah miskin" yang kini memenangkan persaingan?Berarti level diriku tidak sebaik Angga, apakah aku akan tetap berkompetisi di masa depan? Bersaing tanpa hasil!
Sebelum berpisah setelah melakukan operasi usus buntu secara simultan, Akademi Ling memberi pesan pada Angga untuk tidak hanya berfokus pada kemampuan bedah. Berulang-ulang Sang Guru mengingatkan akar mempelajari biokimia darah dan ion.Karena beberapa faktor, Angga mengira mungkin karena permasalahan adik Agatha sehingga gurunya lebih perhatian.Tapi ternyata tuntutan Sistem bahkan lebih ekstrem!kini bukan hanya masalah biokimia darah dan ion saja, perubahan hormon dan berbagai reaksi ikut dijejalkan Sistem kepada Angga.Angga merasa aneh, tapi ia yakin Sistem pasti tidak berniat buruk.pada akhirnya lagi-lagi ia terlalu dalam ritme pembelajaran yang akan menembus dimensi baru yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya...........Angga, yang tenggelam dalam fokusnya pada bidang baru, tidak menyadari dampak besar siaran langsungnya. Di seluruh negeri, banyak dokter muda terinspirasi oleh siaran tersebut. Materi pembelajaran yang disajikan begitu komprehensif dan detail, tanpa disadar
Dengan langkah mantap, Angga mengambil pesan antar dengan cermat, memilih koridor jalanan dengan terampil tanpa kendala berarti. Segera setelah dia tiba di apartemen mereka yang nyaman, dia merasakan ketenangan yang akrab dari rutinitas sehari-hari.Namun, saat pintu apartemen terbuka, keheningan yang menenangkan itu terasa agak mencurigakan. Angga meniti langkahnya dengan hati-hati di sepanjang lorong, matanya mencari tanda-tanda keberadaan Agatha. Namun, tidak ditemukan bayangan Agatha. Sekilas, pandangannya tertuju pada sepatu dengan hak 3 inci yang tergeletak dengan anggun di lantai. Sentuhan feminitas yang khas dari sepatu itu tak dapat disangkal. Sebuah bukti yang tak terbantahkan: Agatha telah kembali."Mungkin Agatha sedang mandi atau berganti pakaian?" gumam Angga dengan suara yang hampir terdengar samar di tengah keheningan apartemen yang sepi, membenamkan dirinya dalam spekulasi sederhana. Dengan gerakan ringan dan teratur, Angga menempatkan kantong-kantong dari kotak maka
Suara yang terdengar di telinga Joshua semakin buruk."Hey Angga, kau bukan anjing, berhenti menggigit! Berhenti, ah~"Yang menanggapi teriakan Agatha hanya suara geraman.Di saluran lain, Joshua sudah kembali dari rasa keterkejutannya, kini ia sedang memikirkan Angga yang sedang membuat Agatha kewalahan.Tingkah laku temannya itu sangat kekanakan-kanakan, namun berpikir lebih jauh, sepertinya wajar karena ini pengalaman baru untuknya.Joshua terus membatin, Tapi, apakah awalnya Angga ingin pamer ketika mengirim pesan?Sampai pada kesimpulan ini, Joshua berkeringat dingin. Dengan wajah seperti apa dia akan menghadapi Angga dimasa depan?Setelah jebakan hormon ini berlalu, semuanya akan menjadi canggung.Joshua benar-benar menyesali provokasinya kepada Angga di masa lalu yang menggodanya karena telah melajang sejak lahir. Hal ini mungkin menyebabkan temannya itu sekarang menjelma menjadi seperti remaja impulsif ketika memiliki pasangan. Tidak sabar untuk pamer.Mengusap wajahnya kasar,
"Jika kau menganggap aku melakukan semuanya untuk pertunjukan, akan ku buktikan padamu, disini, tanpa orang lain menonton, sejauh apa aku bisa melakukannya!"Tak terduga, suasana di mobil menjadi tegang ketika Agatha, dengan tangan gemetar, mencoba melepas gesper sabuk pengaman Angga. Sesuatu yang seharusnya menjadi tindakan sederhana berubah menjadi momen yang menyulitkan. Entah bagaimana kejadiannya, tombol buckle yang seharusnya mudah dilepaskan menjadi macet, menghancurkan momen Agatha yang baru saja mendominasi di dalam kendaraan.Gesekan kecil dari gesper sabuk seolah memperbesar ketegangan di dalam mobil. Angga memandang Agatha dengan linglung. Sementara itu, Agatha berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan situasi yang tiba-tiba memalukan ini, tetapi setiap usaha tampaknya hanya membuat gesper semakin terjebak.Dihadapkan dengan mata Angga yang tak fokus dan posisi mereka yang cukup ambigu, Agatha yang ingin menghilangkan rasa malunya, mendapat kilasan inspirasi, "Ang
Tangan Joshua merespons secara refleks, menggeser layar ponselnya untuk membuka kotak pesan. Namun, ekspresi kekecewaan hampir terlontar dari bibirnya ketika ia menemukan bahwa isi pesan hanya berupa elipsis, meninggalkan ketidakpastian yang mengganggu pikirannya.Ada apa dengan Angga?Tanpa ragu, Joshua segera mengetuk ikon telepon dan memulai panggilan. Antisipasi dan keingintahuannya menciptakan kegelisahan di dalam dirinya.Diluar perkiraan, sambungan mati.Sial Angga! Perasaan ketidaknyamanan mulai melandanya, membuatnya tak bisa menyembunyikan kekesalan. Ia merasa Angga dengan sengaja menciptakan rasa penasaran, dan itu membuatnya berpikir berlebihan.Suasana ruang di sekitarnya bertekanan rendah, dan Joshua merenung sejenak sebelum mencoba lagi menghubungi Angga, kali ini dengan sedikit ketidakpastian yang mengiringi kegelisahannya.Dalam tiga kali dering, kali ini panggilannya dijawab. Hatinya berdebar cepat, tetapi ketika suara di seberang saluran terdengar, bukanlah suara Ang
"Menangislah jika kau ingin menangis, sakit hati jangka pendek seperti ini lebih baik daripada berlarut-larut." Joshua memeluk sepupunya yang terduduk di lantai yang dingin. Sentuhan hangatnya mencoba memberikan sedikit kenyamanan di tengah kehampaan emosional yang tengah dirasakan Jessica. Tangisan Jessica semakin terasa sedih, dan kali ini, Joshua memilih untuk tidak membujuk lagi. Ia membiarkan Jessica meluapkan perasaan sedihnya tanpa intervensi lebih lanjut.Wajar jika Jessica sedih. Baru saja memahami perasaannya sendiri, namun ternyata orang yang membuatnya naksir kini telah memiliki istri. Emosi bercampur-baur, dan Jessica merasakan patah hati yang mendalam.Setelah beberapa saat, Jessica menegakkan punggungnya, berusaha berdiri. Dengan langkah yang ragu, ia berjalan pelan ke arah sofa di dekatnya. Duduk di sana, Jessica mulai mengatur napasnya yang tersengal karena naik turunnya emosi yang memenuhi dirinya."Joshua, kau harus memberitahuku. Gadis seperti apa yang bisa menculi
Justin akhirnya diseret Professor Li untuk memahami lebih dalam mengenai pemosisian karir di industri ini. Setiap langkah yang diambil dalam kegelapan ruang kantor Professor Li terasa seperti langkah yang membuka jendela menuju dunia yang lebih luas. Cahaya lembut dari lampu meja menyinari wajah mereka, menciptakan aura serius dan penuh tujuan."Justin, kau harus memperhatikan apa yang dibutuhkan Dokter Ajaib, meskipun dia mungkin bukan yang terbaik karena usia mudanya, akan sangat sulit menemukan orang yang berada di atas levelnya untuk bersedia melakukan operasi siaran langsung. Kau tahu alasannya?" tanya Professor Li dengan penuh minat menantikan jawaban dari CEO muda itu.Ekspresi Justin menjadi lebih bermartabat ketika hal yang menjadi beban pikirannya ini ditanyakan secara lugas, namun ia tidak menghindari pertanyaan tersebut dan menjawabnya, "Karena tidak ada jaminan para ahli tidak melakukan kesalahan. Jika itu disiarkan secara langsung..."Justin menghela napas karena tidak be