Kini kondisi pasien telah stabil, semua orang tampak jauh lebih lega, operasi terus dilanjutkan.
Dokter Angga memandang sayatan di perut Sarah dengan cermat. Sayatan tersebut harus dijahit dengan sempurna, bukan hanya sekedar penyembuhan, namun juga agar bekas luka nantinya terlihat sekecil mungkin. Sarah, seorang gadis muda, pantas mendapatkan perawatan sekelas bedah plastik.Dengan hati-hati, Angga mulai membersihkan luka operasi dengan larutan antiseptik untuk memastikan tidak ada kuman yang tersisa. Proses membersihkan ini sangat penting untuk mencegah infeksi selama proses penyembuhan. Ia menggunakan cairan antiseptik khusus yang meredakan potensi iritasi pada kulit sensitif.Setelah membersihkan luka, Angga mempersiapkan benang bedah yang akan digunakan untuk menjahit sayatan. Benang ini adalah benang bedah heksafluorida, sebuah jenis benang yang sangat tahan terhadap reaksi tubuh dan dapat meningkatkan penyembuhan luka. Ini adalah teknik bedah modern yang memastikan bekas luka minimal dan proses penyembuhan yang lebih cepat.Tanpa sengaja pandangan Angga jatuh kepada asisten pertama yang merupakan dokter magang. Di wajah yang masih nampak muda dan hijau itu penuh dengan ekspresi ingin tahu dan ketegangan.Hal ini mengingatkannya pada dirinya dulu saat masih menjadi dokter muda. Ingin belajar, namun tidak punya guru.Hati Angga melembut dan memulai penjelasan atas tindakannya, "Baik, sekarang mari kita mulai menjahit sayatan ini. Ini adalah langkah penting dalam proses operasi. Pertama, pastikan jarum dan benang dalam keadaan steril. Ingat, sterilisasi adalah kunci."Dokter magang cukup terkejut, matanya menatap Angga dengan antusias dan penuh syukur, namun dia dengan cepat menstabilkan emosinya dan kembali fokus pada pada bidang operasi dan telinganya tegak mendengarkan penjelasan Angga.Dengan hati-hati, Angga memulai jahitan. Dia menggunakan jarum bedah steril dan sangat tajam untuk menjahit kulit dengan presisi."Pastikan jarum masuk dan keluar dengan sudut yang tepat, dan pastikan untuk menjaga jarak yang konsisten antara jahitan-jahitan. Selalu periksa hasil jahitan sebelum melanjutkan."Dokter magang terus mengangguk dan memperhatikan.Setiap jahitan dilakukan dengan sangat hati-hati, mengikuti tepi sayatan dengan ketelitian luar biasa. Ia memastikan benang melewati lapisan kulit yang tepat untuk memastikan penutupan yang optimal dan meminimalkan bekas luka."Yang terakhir adalah jahitan kulit luar. Kita akan menggunakan teknik sutura intrakutaneus untuk menghasilkan jahitan yang halus di permukaan kulit. Pastikan benangnya tidak terlalu ketat atau terlalu longgar. Dan yang paling penting, tetap konsentrasi dan teliti."Setelah menyelesaikan jahitan subkutan, Angga melanjutkan dengan jahitan kulit luar. Dia menggunakan teknik sutura intrakutaneus untuk menghasilkan tampilan yang sangat estetis. Jarum dan benangnya bergerak dengan gesit, menciptakan jahitan yang rapi dan minimalis.Ketika Angga menyelesaikan jahitan terakhir, dia dengan hati-hati memeriksa kembali seluruh area operasi untuk memastikan bahwa semuanya dalam kondisi optimal.Angga yakin bahwa bekas luka ini akan sembuh dengan baik dan menjadi semakin tidak terlihat seiring berjalannya waktu.Dia puas dengan pekerjaannya dan tahu bahwa hasil akhir akan memberikan kepuasan dan pemulihan yang optimal bagi pasiennya, Sarah.Melihat Angga dan dokter magang berkomunikasi dan menjadikan operasi ini sebagai bahan pembelajaran, Billy merasa murka.Apakah dirinya transparan? Sampai-sampai kehadirannya tidak dianggap dan pasiennya dijadikan contoh ajar.Apakah keduanya mengejek kemampuannya karena tidak bisa menemukan lokasi usus buntu? Apakah mereka semua menganggap dirinya tak kompeten?Pikiran Billy semakin kacau saat melihat tatapan memuja dokter magang kepada Angga. Akhirnya Billy tidak tahan lagi lalu menggeram marah."Angga, jangan berbangga hati. Kau sebaiknya tidak berpikir aku telah kalah darimu!!"Setelah menjatuhkan kata-katanya, Billy pergi dengan sombong tanpa menoleh sedikitpun pada platform operasi.Dokter magang dan para staff perawat beradu pandang dengan tatapan bingung, namun tidak ada yang berbicara.Hanya Angga yang terus menunduk dan menggelengkan kepalanya tak berdaya disertai senyumnya masam dibalik maskernya.Billy pasti akan melaporkannya lagi dan kembali membuat ulah.................Angga sudah mengatur jadwalnya dengan baik beberapa waktu terakhir demi menghadiri simposium sore hari ini.Namun tidak dapat dipungkiri, pikirannya tidak bisa rileks karena berbagai tekanan.Ketika akhirnya operasi Sarah berakhir, hanya tinggal sedikit lebih dari satu jam sebelum simposium dimulai, namun Angga belum memilah materi yang mungkin dijadikan kuis.Jangan berpikir Angga berpikiran tunggal dan hanya ingin menambah ilmu terbaru lewat seminar ini, Angga juga memiliki misi lain. Hadiah dari seminar bersponsor ini sangat menggiurkan bagi dokter miskin seperti Angga.Sebagai peserta, semua dokter yang berpartisipasi akan mendapatkan stetoskop keluaran terbaru dari sponsor, sebuah dealer peralatan kesehatan ternama, Siemens.Mengandalkan tabungan dari sisa gajinya, Angga tidak akan sanggup membelinya.Untuk peserta yang memiliki pertanyaan terbaik atau dapat menjawab pertanyaan dari moderator, kabarnya akan mendapat satu set peralatan bedah dengan kualitas terbaik sesuai spesialisasinya.Setiap kali membayangkannya, jantung Angga akan berdegup lebih keras dan bahkan beberapa kali dia mendapati ada cairan di sudut bibir ketika dia tanpa sadar mengusapnya.Singkatnya, kesempatan ini jarang terjadi dan dia tidak boleh melewatkannya.Setelah selesai operasi, seperti biasa Angga akan selalu memeriksa ponselnya.Kali ini, tidak ada pesan. Namun ada beberapa panggilan tak terjawab dari sahabatnya, Joshua.Angga memutuskan untuk menelpon balik tanpa tahu dia akan menyesali keputusannya ini."Halo Josh, ada apa meneleponku? Aku tadi masih di ruang operasi.""Oh halo, Angga. Tadinya Siska berkata operasi John sudah berakhir. Karena itulah aku menelpon mu. Tapi ternyata kau punya operasi lain."Hening beberapa saat, lalu Joshua kembali bertanya, "Apakah Billy mengganggumu lagi?"Angga tak bisa berkata-kata tentang kemampuan Josh menebak kebenaran dan kini dia hanya bisa menggaruk ujung hidungnya karena merasa tidak nyaman, "Hmm, begitulah. Terimakasih sudah peduli, Josh.""Omong kosong macam apa ini!! Tentu saja aku peduli padamu, kita adalah teman."Angga merasa tergerak karena kata-kata Josh, hidungnya bahkan terasa asam dan matanya menggenang. Lalu dia menjawab singkat, "Hmm.""Nah Angga, karena kita adalah teman maka kau harus membantuku."Tanpa banyak berpikir, Angga menjawab, "Jika aku mampu, pasti aku akan membantu."Suara Joshua tampak bersemangat ketika menjawab, "Mampu, kau sangat mampu Angga!!""Cepatlah kau pergi ke klinik Jessica, dokter senior di sana merajuk karena meminta kenaikan gaji dan melakukan mogok kerja. Sekarang pasiennya yang merupakan teman baik Jessica sedang menunggu operasi. Jessica akan kehilangan muka jika harus memindahkannya ke klinik lain. Angga, Aku mohon padamu, bantulah Jessica."Angga sempat terpana beberapa saat ketika mendengar penuturan Joshua yang menggebu, memikirkan akan kembali ke pekerjaan lamanya saat ini atau menghadiri simposium, batin Angga terasa begitu berkecamuk."Josh, Aku harus menghadiri simposium dalam satu jam lagi. Kau juga tahu, ini sangat penting bagiku." suara Angga terdengar begitu memelas.Disaluran lain, hanya ada suara keheningan. Sepertinya Joshua baru menyadari kesalahannya."Maafkan aku Angga, aku benar-benar lupa." suara Joshua begitu lirih dan penuh penyesalan.Namun tak lama kemudian, nada bersemangat Joshua kembali terdengar, "Ehh? Tapi kau tadi bilang satu jam lagi, kan? Masih ada waktu Angga.""Cepat cari taksi dan datang secepatnya ke klinik Jessica, pasiennya sudah lama menunggu. Aku akan memeras Jessica dan melipatgandakan biaya pisaumu. Oh, dan ya, aku akan memintanya mengganti biaya taksimu. Sebagai temanmu, aku akan memperjuangkan keuntungan untukmu, Angga."Suara Joshua terdengar begitu gigih dan pantang menyerah, membuat Angga kehabisan kata-kata namun juga merasa tidak enak hati.Angga ingin menjawab, namun sambungan telepon sudah terputus.Dduu dduu dduu...Memandang layar ponselnya tak percaya, Angga tidak punya kesempatan untuk memaki kelakuan temannya, Joshua.Oleh karena itu, Angga sebenarnya memiliki ritme mengepalkan tangan namun tidak tahu siapa yang harus dipukul.Dengan teman yang ahli dalam mengadu seperti Joshua, Angga benar-benar merasa dirinya tidak membutuhkan musuh.Rekan setim babi lebih membahayakan daripada musuh tingkat dewa."Harrghh...." Angga menghembuskan napas kasar dan mengacak rambutnya, tak lama kemudian dia berlari menuju taksi yang baru saja menurunkan penumpangnya.Memasuki taksi, Angga langsung menyebutkan tujuannya, "Tujuannya ke Paw Paw Clinic ya, Pak! Secepatnya! Ada keadaan darurat, tolong cari jalur tercepat."Angga yang mengatur napasnya yang terengah tidak menyadari sopir taksi kini dalam keadaan bingung.Seingat sang sopir, klinik tersebut adalah klinik dokter hewan. Sedangkan penumpangnya ini, yang berlari dari arah rumah sakit ternama dan masih menggantungkan identitas dokter bedah di pakaiannya adalah dokter sungguhan. Ehh, dokter manusia? Ehh?Maksudnya adalah bukan dokter hewan. Keadaan darurat seperti apa yang sedang terjadi di sana?Semua detail ini menjadi bahan bakar sang sopir taksi membuat skenario imajinatif. Tapi ia tetap profesional dan memaksimalkan kemampuannya dalam mempersingkat waktu kemudi.Ding! Ding! Ding!Firasat buruk kini menghantam batin Angga tatkala suara notifikasi pesan terdengar dari ponselnya.Tangannya gemetar saat membuka pesan tersebut, membawa Angga ke dalam kondisi pikiran yang tak terduga, merangkak di sudut gelap pikirannya.Apakah ini awal dari sesuatu yang lebih kompleks, atau hanya kebetulan semata?----------------Ding! Ding! Ding!Tiga notifikasi pesan masuk kedalam ponsel Angga secara beriringan. Tangan Angga mulai gemetar karena merasa ponselnya tidak membawa kabar baik sepanjang hari ini.Angga bahkan ingin melempar ponsel tersebut keluar jendela taksi, andai saja ia punya uang lebih untuk membeli yang baru. Getar ketegangan memilin sarafnya, menawarkan kilatan kebebasan dalam tindakan drastis tersebut.Namun, realitas pahit kemiskinan finansial memaksanya menahan diri, mengikatnya dalam kebingungan. Perang batin antara emosi dan keterbatasan ekonomi memuncak, meninggalkan Angga terperangkap dalam situasi yang semakin mencekik.Setelah melakukan persiapan psikologis, membuka kunci layar, Angga mengintip siapa kiranya yang mengirim pesan kali ini. Apakah Joshua yang merasa bersalah atau Pak Liem yang memburu dirinya agar berkemas secepat mungkin.Terlihat sebaris nama yang sama adalah pengirim tiga pesan yang mengacaukan pikirannya barusan.Nona Agatha, begitulah Angga menyimpan namanya dalam
Kembali ke kejadian setelah pingsan...***************Dengan langkah mantap yang menggema di lorong rumah sakit, Angga memasuki pintu ruang HRD.Angga melangkah dengan mantap menuju meja HRD yang berada di ujung ruangan. Ruangan itu diterangi oleh cahaya tenang yang meresap dari jendela besar, menciptakan kontras dengan ketegangan yang mengisi udara. Sekretaris HRD, seorang wanita dengan tumpukan berkas yang teratur di meja kerjanya, mengangkat kepala dan menyambut Angga dengan senyum profesional yang berusaha menyembunyikan ketidakpastian dalam dirinya."Apakah ada yang bisa dibantu?" tanyanya dengan ramah, meski ia bisa merasakan ada sesuatu yang tak biasa.Angga, tanpa menjawab pertanyaan sekretaris itu, menatap dengan tegas ke arah pintu ruangan kepala personalia. Cahaya lampu di depannya telah menyala, dan itu adalah sinyal bahwa saatnya untuk menghadapi keputusannya.Sang sekretaris memulai, "Maaf dokter, apakah Anda sudah
Tangan Angga yang memegang ponsel seketika bergetar ketika melihat gambar yang dikirim oleh Agatha. Mata Angga memfokus pada gambar itu, detik-detik yang terasa begitu lama. Namun kata penutup dari pesan Agatha adalah yang membuatnya pusing hingga merasa dunia berputar.Apa maksudnya? Tuan Suami? pikir Angga, tak tahu apa yang harus ia pikirkan selanjutnya.Agatha, ini tidak lucu, leluconmu membuatku takut.Kirim.Gambar yang dikirim Agatha dan membuat Angga ketakutan adalah selembar akta nikah. Lengkap dengan foto keduanya yang bersanding dengan latar sewarna.Angga bahkan tidak ingat ia pernah berfoto seperti itu, tapi tampaknya akta itu tidak palsu.Ding!Jangan bilang kau menarik kata-katamu Angga /angry//angry/Kau sendiri yang kemarin menyetujuinya dan baru saja memintaku bertanggung jawab. Mengapa sekarang kau berpura-pura amnesia.Angga berpikir berulang kali, kapan dia menyetujuinya.A
Angga merasa frustasi yang tak berdaya, hampir seperti terjebak dalam sebuah permainan yang tidak ia mengerti. Dirinya kini merasa sepenuhnya terombang-ambing dalam situasi yang tak ia mengerti sepenuhnya. Matanya berusaha memahami dinamika di hadapannya.Sekarang, Agatha dan neneknya tampak begitu kompak, seolah mereka berdua telah membentuk aliansi yang mengambil peran tersendiri di dalam skenario yang tak terduga ini. Tingkah lembut dan senyum penuh kasih yang mereka tukarkan menambah kompleksitas situasi yang sudah rumit. Seiring keringat dingin yang menetes, Angga hanya bisa pasrah pada kedua wanita yang sedang bekerjasama dalam sesuatu yang ia tidak tahu apa-apa.Neneknya, yang selalu menjadi sosok yang bijak dan lembut, kini juga menampilkan sisi kuat yang mungkin jarang Angga lihat. Sorot matanya memancarkan kebijakan yang dalam, dan senyumnya menandakan bahwa dia memiliki suatu rencana atau pemahaman yang lebih luas.Namun, Angga merasa tidak memi
Sejak mengakhiri sarapan bersama Angga, segalanya di rumah sakit telah berjalan buruk. Dia merasa seperti semua yang bisa salah, telah salah.Ditegur karena hal-hal kecil yang biasanya tidak menjadi masalah, ia harus menanggung kemarahan kekasihnya, Siska. Bahkan, ia dibuat berkeliling mencari bingkisan untuk Angga dari simposium kemarin, namun hasilnya nihil.Joshua benar-benar tidak mengerti. Ia merasa rumah sakit ini tidak adil. Dokter-dokter di sini seperti lebih dihargai dibandingkan Angga, yang sebenarnya mengambil alih operasi penting tanpa hambatan. Bahkan dokter tak dikenal yang hanya muncul sebentar saja, memperoleh stetoskop dan laptop sebagai merchandise, sedangkan Angga tidak mendapatkan apapun. Ini tidak adil."Kenapa selalu begitu?" gumam Joshua dalam hati, sambil mencoba mencari pemahaman atas ketidakadilan ini. "Angga pantas mendapat penghargaan dan pengakuan yang lebih besar. Rumah sakit ini... benar-benar menyakitkan."Angga ada
[Dokter Ajaib katanya, bah bah bah. Siapa yang memberimu keberanian sehingga bisa begitu tak tahu malu seperti itu][Harus ku akui teknik jahitannya sangat bagus. Bahkan lebih baik dari dokter pusat perawatan darurat yang berpengalaman lebih dari 10 tahun di rumah sakit ku. Tapi berlebihan bagimu menyebut Dokter Ajaib hanya karena itu][Lantai atas, jangan hanya melihat video gratis. Ada operasi yang lebih rumit yang bisa kau lihat jika kau ikut berlangganan][Apakah masa pubertas mu datang terlambat? Mengapa nama akunmu tampak seperti otaku?]Dalam keramaian komentar miring dan candaan, Angga merenung sejenak. Mungkin ia perlu mempertimbangkan untuk mengganti nama pengguna tersebut jika ingin serius berbagi ilmu kedokteran di platform ini.Namun, satu hal yang pasti, ia telah memulai perjalanan baru, menunjukkan kepada dunia keahliannya, meskipun di bawah nama "Dokter Ajaib." Dengan sedikit senyuman pahit di bibirnya, Angga kembali melanjutkan eksplorasi platform siaran langsung ini,
Orang-orang yang terhubung dengan platform siaran langsung terus membahas Dokter Ajaib. Topik pemilihan nama mulai mengalami trend menurun. Kini, para penonton mulai membahas level akun Dokter Ajaib.[Pendidikan formal kedokteran umum berarti dalam level perunggu, saat ini aku sebagai mahasiswa kedokteran masih dalam level tembaga /shy/. Apakah Dokter Ajaib hanya lulusan Master sehingga levelnya ada di level perak?][Pertanyaan menarik, aku juga mulai memikirkannya. Tapi sepertinya level sesungguhnya dari Dokter Ajaib adalah lebih dari itu. Mungkin ia mendaftar dengan kualifikasi lamanya dan tidak pernah berniat membarui?][Mungkin saja benar. Tapi memang ada alternatif lain untuk mendaftar akun selain menggunakan identitas formal dan izin kedokteran][Ehh? Sungguh? Bagaimana caranya, aku belum pernah mendengarnya][+1 Aku juga baru tahu ada cara lain][Berikan aku waktu untuk mengetik][...][Cara lain untuk me
Seorang Profesor sedang menunggu mahasiswa doktoralnya kembali karena ada sedikit gangguan. Sebelum ia pergi tadi, mahasiswa itu begitu terfokus dan kadang-kadang mengetik di ponselnya. Cahaya biru dari layar ponsel menerangi wajahnya yang tengah serius memerhatikan konten.Sesekali, ia melirik ke arah layar ponsel, tertarik dengan apa yang mahasiswanya tengah saksikan. Belum sempat Profesor bertanya apa yang sedang ditonton, muridnya diseret oleh perawat senior hingga tak sempat menyapanya. Untungnya ponsel murid barunya ini tertinggal, sehingga sang Profesor bisa mengintip apa topik yang menarik anak muda masa kini.Layar ponsel masih menyala, menampilkan video di sebuah platform siaran langsung. Profesor itu mengamati beberapa saat, kini benar-benar tertarik dengan kontennya, sehingga ia mulai mencari nama akun Dokter Ajaib di ponselnya sendiri.Sang Profesor tidak bereaksi seperti kebanyakan orang yang mungkin tercengang dengan nama "Dokter Ajaib". Bag
Tuan Alan duduk di kursi dekat Billy dengan wajah yang mencerminkan kekhawatiran dan ketidaksetujuan. Rambut putihnya yang berantakan memberikan kesan kelelahan, seolah mencerminkan beban yang diemban oleh lelaki tua tersebut. Dengan tatapan tajam, ia mengamati cucunya yang masih terguncang oleh ledakan emosi.Menghela napas lelah, lelaki tua berambut putih bertanya, "Ada yang salah dengan fokusmu, Nak. Apa urusan operasi ilegal bocah itu dengan pertumbuhan kemampuan bedahmu?"Suara Tuan Alan terdengar lembut, namun terdapat kelelahan yang mendalam di dalamnya. Pertanyaannya mencerminkan kebingungan dan keprihatinan terhadap perasaan Billy yang begitu terpolarisasi terhadap Angga.Walaupun merasa tidak menyenangkan, Tuan Alan tetap mengatakan penilaiannya, "Selalu menyalahkan orang lain membuktikan bahwa kau tidak sehat secara mental, Billy.” Tuan Alan menghisap udara malam dan berkata dengan tenang.Meski Billy tengah terombang-ambing dalam gejolak emosional, kehadiran dan kata-kata
"Apakah kau merasa lebih baik dari Ayahmu atau penanganan bedah yang tidak kompeten, aku tidak akan mengatakan banyak hal. Tapi setidaknya kau tau, kau memang tidak lebih baik dari bocah miskin yang kau ganggu itu."Ketika kata-kata keras dari kakeknya mencapai telinga Billy, suasana hatinya terasa hancur. Dengungan tumpul yang mengiringi pernyataan itu membuatnya merasa seperti terdampar di samudra keputusasaan. Semua ambisi dan tekadnya seakan-akan menguap begitu saja. Perasaan hampa dan keputusasaan merayapi pikirannya, membuatnya meragukan dirinya sendiri.Seperti telah terkena vonis mati, semua ambisi dan tekadnya untuk belajar hampir habis.Dengan bayangan Angga yang semakin menghantuinya, Billy merasa kehilangan semangat dan ambisinya. Apakah selama ini usahanya hanya sia-sia? Apakah benar bahwa dia tak lebih baik dari "bocah miskin" yang kini memenangkan persaingan?Berarti level diriku tidak sebaik Angga, apakah aku akan tetap berkompetisi di masa depan? Bersaing tanpa hasil!
Sebelum berpisah setelah melakukan operasi usus buntu secara simultan, Akademi Ling memberi pesan pada Angga untuk tidak hanya berfokus pada kemampuan bedah. Berulang-ulang Sang Guru mengingatkan akar mempelajari biokimia darah dan ion.Karena beberapa faktor, Angga mengira mungkin karena permasalahan adik Agatha sehingga gurunya lebih perhatian.Tapi ternyata tuntutan Sistem bahkan lebih ekstrem!kini bukan hanya masalah biokimia darah dan ion saja, perubahan hormon dan berbagai reaksi ikut dijejalkan Sistem kepada Angga.Angga merasa aneh, tapi ia yakin Sistem pasti tidak berniat buruk.pada akhirnya lagi-lagi ia terlalu dalam ritme pembelajaran yang akan menembus dimensi baru yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya...........Angga, yang tenggelam dalam fokusnya pada bidang baru, tidak menyadari dampak besar siaran langsungnya. Di seluruh negeri, banyak dokter muda terinspirasi oleh siaran tersebut. Materi pembelajaran yang disajikan begitu komprehensif dan detail, tanpa disadar
Dengan langkah mantap, Angga mengambil pesan antar dengan cermat, memilih koridor jalanan dengan terampil tanpa kendala berarti. Segera setelah dia tiba di apartemen mereka yang nyaman, dia merasakan ketenangan yang akrab dari rutinitas sehari-hari.Namun, saat pintu apartemen terbuka, keheningan yang menenangkan itu terasa agak mencurigakan. Angga meniti langkahnya dengan hati-hati di sepanjang lorong, matanya mencari tanda-tanda keberadaan Agatha. Namun, tidak ditemukan bayangan Agatha. Sekilas, pandangannya tertuju pada sepatu dengan hak 3 inci yang tergeletak dengan anggun di lantai. Sentuhan feminitas yang khas dari sepatu itu tak dapat disangkal. Sebuah bukti yang tak terbantahkan: Agatha telah kembali."Mungkin Agatha sedang mandi atau berganti pakaian?" gumam Angga dengan suara yang hampir terdengar samar di tengah keheningan apartemen yang sepi, membenamkan dirinya dalam spekulasi sederhana. Dengan gerakan ringan dan teratur, Angga menempatkan kantong-kantong dari kotak maka
Suara yang terdengar di telinga Joshua semakin buruk."Hey Angga, kau bukan anjing, berhenti menggigit! Berhenti, ah~"Yang menanggapi teriakan Agatha hanya suara geraman.Di saluran lain, Joshua sudah kembali dari rasa keterkejutannya, kini ia sedang memikirkan Angga yang sedang membuat Agatha kewalahan.Tingkah laku temannya itu sangat kekanakan-kanakan, namun berpikir lebih jauh, sepertinya wajar karena ini pengalaman baru untuknya.Joshua terus membatin, Tapi, apakah awalnya Angga ingin pamer ketika mengirim pesan?Sampai pada kesimpulan ini, Joshua berkeringat dingin. Dengan wajah seperti apa dia akan menghadapi Angga dimasa depan?Setelah jebakan hormon ini berlalu, semuanya akan menjadi canggung.Joshua benar-benar menyesali provokasinya kepada Angga di masa lalu yang menggodanya karena telah melajang sejak lahir. Hal ini mungkin menyebabkan temannya itu sekarang menjelma menjadi seperti remaja impulsif ketika memiliki pasangan. Tidak sabar untuk pamer.Mengusap wajahnya kasar,
"Jika kau menganggap aku melakukan semuanya untuk pertunjukan, akan ku buktikan padamu, disini, tanpa orang lain menonton, sejauh apa aku bisa melakukannya!"Tak terduga, suasana di mobil menjadi tegang ketika Agatha, dengan tangan gemetar, mencoba melepas gesper sabuk pengaman Angga. Sesuatu yang seharusnya menjadi tindakan sederhana berubah menjadi momen yang menyulitkan. Entah bagaimana kejadiannya, tombol buckle yang seharusnya mudah dilepaskan menjadi macet, menghancurkan momen Agatha yang baru saja mendominasi di dalam kendaraan.Gesekan kecil dari gesper sabuk seolah memperbesar ketegangan di dalam mobil. Angga memandang Agatha dengan linglung. Sementara itu, Agatha berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan situasi yang tiba-tiba memalukan ini, tetapi setiap usaha tampaknya hanya membuat gesper semakin terjebak.Dihadapkan dengan mata Angga yang tak fokus dan posisi mereka yang cukup ambigu, Agatha yang ingin menghilangkan rasa malunya, mendapat kilasan inspirasi, "Ang
Tangan Joshua merespons secara refleks, menggeser layar ponselnya untuk membuka kotak pesan. Namun, ekspresi kekecewaan hampir terlontar dari bibirnya ketika ia menemukan bahwa isi pesan hanya berupa elipsis, meninggalkan ketidakpastian yang mengganggu pikirannya.Ada apa dengan Angga?Tanpa ragu, Joshua segera mengetuk ikon telepon dan memulai panggilan. Antisipasi dan keingintahuannya menciptakan kegelisahan di dalam dirinya.Diluar perkiraan, sambungan mati.Sial Angga! Perasaan ketidaknyamanan mulai melandanya, membuatnya tak bisa menyembunyikan kekesalan. Ia merasa Angga dengan sengaja menciptakan rasa penasaran, dan itu membuatnya berpikir berlebihan.Suasana ruang di sekitarnya bertekanan rendah, dan Joshua merenung sejenak sebelum mencoba lagi menghubungi Angga, kali ini dengan sedikit ketidakpastian yang mengiringi kegelisahannya.Dalam tiga kali dering, kali ini panggilannya dijawab. Hatinya berdebar cepat, tetapi ketika suara di seberang saluran terdengar, bukanlah suara Ang
"Menangislah jika kau ingin menangis, sakit hati jangka pendek seperti ini lebih baik daripada berlarut-larut." Joshua memeluk sepupunya yang terduduk di lantai yang dingin. Sentuhan hangatnya mencoba memberikan sedikit kenyamanan di tengah kehampaan emosional yang tengah dirasakan Jessica. Tangisan Jessica semakin terasa sedih, dan kali ini, Joshua memilih untuk tidak membujuk lagi. Ia membiarkan Jessica meluapkan perasaan sedihnya tanpa intervensi lebih lanjut.Wajar jika Jessica sedih. Baru saja memahami perasaannya sendiri, namun ternyata orang yang membuatnya naksir kini telah memiliki istri. Emosi bercampur-baur, dan Jessica merasakan patah hati yang mendalam.Setelah beberapa saat, Jessica menegakkan punggungnya, berusaha berdiri. Dengan langkah yang ragu, ia berjalan pelan ke arah sofa di dekatnya. Duduk di sana, Jessica mulai mengatur napasnya yang tersengal karena naik turunnya emosi yang memenuhi dirinya."Joshua, kau harus memberitahuku. Gadis seperti apa yang bisa menculi
Justin akhirnya diseret Professor Li untuk memahami lebih dalam mengenai pemosisian karir di industri ini. Setiap langkah yang diambil dalam kegelapan ruang kantor Professor Li terasa seperti langkah yang membuka jendela menuju dunia yang lebih luas. Cahaya lembut dari lampu meja menyinari wajah mereka, menciptakan aura serius dan penuh tujuan."Justin, kau harus memperhatikan apa yang dibutuhkan Dokter Ajaib, meskipun dia mungkin bukan yang terbaik karena usia mudanya, akan sangat sulit menemukan orang yang berada di atas levelnya untuk bersedia melakukan operasi siaran langsung. Kau tahu alasannya?" tanya Professor Li dengan penuh minat menantikan jawaban dari CEO muda itu.Ekspresi Justin menjadi lebih bermartabat ketika hal yang menjadi beban pikirannya ini ditanyakan secara lugas, namun ia tidak menghindari pertanyaan tersebut dan menjawabnya, "Karena tidak ada jaminan para ahli tidak melakukan kesalahan. Jika itu disiarkan secara langsung..."Justin menghela napas karena tidak be