Hari hari Randi di isi dengan aktifitasnya dilapangan dengan syuting, kali ini Randi sedang menggarap sebuah film thriller.
Kesuksesan demi kesuksesan diraih Randi."Ok Cut ! Break !! Terima kasih all tim untuk kerjasama baiknya." Ujar Randi mengakhiri sesi syuting hari terakhirnya itu. Seluruh tim bersuka cita dan bersalam salaman, tampak wajah mereka menunjukkan kepuasan.
Pimpinan Produksi menyalami Randi."Semoga film kita sukses dipasaran pak." Ujar Pimpinan Produksi.
"Ok Pak." Ujar Randi.
Randi anti memakai istilah istilah agama. Untuk itu Randi cuma menjawab Ok saja dengan tersenyum santai."Oh ya pak Jay, sebelum masuk ke studio editing, saya mau cuti dulu , nanti sepulang saya dari jawa kita lanjut ngedit nya." Ujar Randi pada Jay, Pimpinan Produksi.
"Baik Pak." Ujar Pimpinan Produksi.
Randi lalu melangkah menuju mobilnya, masuk kedalam mobil, menyalakan mesin mobil, kemudian pergi meninggalkan lokasi syuting.
Cafe Yana sudah berdiri dan berjalan, Cafe itu dinamakan "Dewi Sekar ", Nama kedua anaknya. Pengunjung Cafe itu biasa saja, tidak ramai, tidak juga sepi, hanya ada beberapa pelanggan yang sedang menikmati menu dari Cafe itu.
Karyawan karyawati yang berjumlah 4 orang sibuk dengan aktifitasnya masing masing, sementara tampak Yana duduk di sebelah meja kasir bersama Herry, pacarnya.
"Mudah mudahan semakin hari semakin lancar usaha kita ya Mas." Ujar Yana pada Herry.
" Aku yakin, pasti lancar ." Ujar Herry.
"Aku berani menjual asetku dengan menutup toko pakaian dan kios ekspedisi untuk modal membangun cafe ini, karena aku yakin kamu bisa menjalani bisnis kita ini mas." Ujar Yana , Herry tersenyum.
"Pastinya, jangan khawatir." Ujar Herry tersenyum pada Yana.
"Aku jemput Dewi pulang sekolah dulu mas." Ujar Yana.
"Iya. Yan, Udah waktunya Dewi pergi sekolah sendiri. biar kamu bisa lebih focus jalani bisnis." Ujar Herry.
"Maksudmu ?" Tanya Yana.
"Ya beliin Dewi motor, ajarin dia naik motor, jadi Dewi bisa berangkat dan pulang sekolah naik motor, kan udah SMA kelas satu toh." Jelas Herry.
"Nanti aku pikirin deh." Ujar Yana.
"Aku tinggal dulu ya Mas, nanti aku kesini lagi." Ujar Yana lalu pergi keluar dari cafe itu.
Mobil memasuki jalanan pasar yang ada di sudut kota Klaten, Mobil itu berhenti di depan sebuah kios ayam potong. Tak lama setelah mobil berhenti dan terparkir, Randi keluar dari Mobilnya.
Randi melangkah menuju kios ayam potong, Randi memakai kaca mata hitam dan topi hitam, hingga tak di kenali.
"Ayamnya 2 ekor ya mba." Ujar Randi.
"Baik pak, ditunggu ya." Ujar Mbaknya, lalu berjalan ke arah suaminya yang ada didalam kios ayam potong itu , Randi memperhatikan suami istri yang sedang berbicara itu. Si Mbaknya datang lagi menghampiri Randi.
"Duduk dulu pak, ngantri sedikit ya." Ujar nya pada Randi.
"Gak apa, saya sambil nunggu Marwan beres motong ayamnya." Ujar Randi , si Mbak kaget karena nama suaminya disebut.
Randi membuka kaca mata hitam dan topinya.Melihat Randi yang berdiri didepannya tersenyum, si mbak, yang bernama Eka, istri dari Marwan kaget dan tampak senang."Paaaakkk, baaang Randiii ini..." Teriaknya memanggil Marwan.
Mendengar nama Randi, Marwan kaget dan senang langsung bediri dan lari menghampiri."Baaang...!! Apa kabar ?!" Ujar Marwan.
"Maaf tangan saya kotor." Ujar Marwan lagi.
"Gak apa Wan." Jawab Randi.
"Alhamdulillah, saya senang bisa liat dan ketemu abang lagi, Senang juga liat abang baik baik aja." Ujar Marwan.
"Naik apa ke sini bang, ingat ke sini?" Ujar Marwan.
"Naik itu, dari Jakarta langsung." Randi menunjuk Mobilnya, Marwan yang melihat Sedan mewah Randi tersenyum senang.
"Wah mantap." Ujar Marwan melihat mobil Randi, Randi tersenyum pada Marwan yang tampak senang dengan kedatangannya.
"Dilanjut Wan kerjaannya, saya gak apa disini nunggu." Ujar Randi.
"Iya bang, maaf saya tinggal dulu ya, paling sebentar lagi nutup kok, biasanya jam segini udah tutup." Ujar Marwan.
"Hari ini ditambah waktunya karena nunggu saya datang, padahal kamu gak tau saya datang." Ujar Randi tertawa, Marwan ikut tertawa lalu meninggalkan Randi masuk kedalam kios dan memotong ayam lagi.
Randi duduk di sebuah bangku yang ada di depan kios itu, mengambil rokoknya dan membakar rokok lalu menghisap rokok itu.Disebuah Cafe, tampak Marwan dan Randi sedang duduk lesehan. Makanan sudah habis mereka makan.
Randi membakar rokoknya."Nginap dirumah saya ya bang." Ujar Marwan.
"Gak Usah Wan, ngerepotin, Saya udah booking hotel kok." Ujar Randi pada Marwan.
"Oh gitu, kasih tau alamat hotelnya bang, biar saya main kesana nantinya." Ujar Marwan.
"Siaap." Ujar Randi.
Seorang Pelayan Cafe menhampiri Randi dan Marwan, memberikan bungkusan berisi makanan, ada 3 bungkus makanan. Pelayan meletakkannya di meja."Terima kasih mba." Ujar Randi pada Pelayan yang mengangguk dan pergi meninggalkan mereka.
"Makanan makanan ini buat Eka dan anak anakmu Wan." Ujar Randi.
Randi lalu mengeluarkan amplop tebal berisi uang 5 juta. dan memberikannya pada Marwan."Tolong diterima Wan." Ujar Randi.
"Apa ini bang ?" Ujar Marwan heran.
"Ambillah, saya membalas kebaikan kamu dulu udah nolongin saya." Ujar Randi.
"Jangan gitu bang, saya ikhlas bantu, karena abang sudah saya anggap abang sendiri. Gak usah begini bang." Ujar Marwan menolak pemberian Randi.
"Kalo kamu nolak, tolong ambil sebagai hadiah saya buat ke tiga anak anakmu, hadiah dari saya." Ujar Randi tersenyum. Mau tidak mau Marwan pun menerima dan mengambil amplop tebal berisi uang tersebut.
"Saya ingat waktu pertama kali abang nolongin saya. Abang kasih saya modal untuk usaha, mengajari saya bagaimana cara memotong ayam yang syar'i sesuai agama." Ujar Marwan.
Ya, dulu Kehidupan Marwan sulit, usaha warung sembakonya bangkrut, dalam bingungnya itu Randi datang memberikan bantuan dengan menyuntikkan modal hingga mengajarinya cara memotong ayam dan membelikan Marwan mesin pemotong ayam.
Randi bisa memotong ayam dengan baik karena ilmu itu didapatnya ketika dia berada disebuah Pesantren Modern saat menjalani perawatan karena sakit.
"Itu gak seberapa Wan, saya cuma beruntung bisa belajar di pesantren saat itu, jadi bisa nularin ilmunya ke kamu." Ujar Randi tersenyum.
"Saya senang melihat usaha kamu maju Wan." Ujar Randi tersenyum.
"Terima kasih bang." Ujar Marwan.
"Maaf, apa selama ini abang gak ada komunikasi dengan mbak Yana dan anak anak ?" Tanya Marwan hati hati pada Randi.
"Nggak pernah Wan, sejak saya di Jakarta, saya sengaja memutuskan segala hal dalam berkomunikasi dengan Yana, biar saya focus dengan diri saya sendiri, biar gak keingatan terus." Ujar Randi menjelaskan sambil tersenyum, Marwan pun mengangguk paham.
"Apa abang gak kangen sama anak anak abang ?" Tanya Marwan lagi.
"Ya kangen Wan, tapi bukan kangen seperti dengan anak kandung sendiri, kangen biasa aja." Ujar Randi.
Marwan kaget dan bingung, menatap Randi."Maksud abang ?" Tanya Marwan.
"Sebenarnya Sekar dan Dewi itu anak sambung saya dari suami pertama Yana." Randi tersenyum menjelaskan. Marwan kaget baru tau.
"Anak kandung saya ya cuma satu, Via yang ada di Jakarta dan tinggal bersama ibu kandungnya." Ujar Randi.
"Jadi, abang dan mbak Yana..." Ujar Marwàn.
"Iya, kami nikah dengan status Yana janda dua anak dan saya duda satu anak dulu, nikahnya pun prosesnya ta'aruf, karena kami tidak pernah bertemu, hanya bertemu ya pas awal kenalan saja di Jakarta." Jelas Randi pada Marwan.
"Biar bagaimanapun, Sekar dan Dewi selama pernikahan saya dengan Yana sudah saya anggap anak sendiri, jadi tanggung jawab sendiri. Jadi wajar kamu mengira mereka anak kandung saya kan." Ujar Randi tertawa, Marwan mengangguk tersenyum.
"Iya bang, maaf saya baru tau." Ujar Marwan.
"Ya ga apa Wan. Santai aja." Ujar Randi pada Marwan.
"Kayaknya cafenya udah mau tutup Wan, udah makin malam, kita pulang yuk." Ajak Randi.
"Ah iya bang, sampe lupa waktu kalo udah ketemu abang." Marwan ketawa, mereka berdiri melangkah.
Randi menuju kasir sementara Marwan dengan menenteng bungkusan makanan berjalan kearah parkiran mobil Randi.
Setelah membayar di kasir, Randi pun menghampiri Marwan yang menunggu dimobilnya."Nanti saya hubungi kamu untuk rencana kita." Ujar Randi, Marwan mengangguk. Lalu Randi membuka pintu mobil dan masuk kedalam mobil di ikuti Marwan.
Randi menyetir mobilnya, dia mengantarkan Marwan Pulang kerumahnya malam itu.
Cafe Dewi Sekar milik Yana tampak ditutup, Yana dan Herry melangkah keluar dari Cafe, naik ke motornya, tidak jauh dari situ, tampak seseorang sedang memperhatikan Yana dan Herry dari dalam mobil yang berkaca gelap.
Yana di bonceng Herry, motor melaju dari tempat itu, tak lama mobil yang tadi memperhatikan Yana dan Herry mengikuti dari belakang mereka .
Motor Herry belok masuk kejalan rumah Yana, Yana merangkul pinggang Herry diatas motor, dari dalam mobil yang ternyata Randi, masih mengikuti mereka.
Tidak berapa lama, motor pun berbelok ke kiri masuk ke sebuah gang, Randi menghentikan Mobilnya, tampak dari kaca spion depan mobil Randi tersenyum menyeringai.
"Keliatan bahagia kamu Yana dengannya." Ujar Randi.
"Bahagialah selama kebahagiaan itu datang dikehidupanmu, sebelum semuanya menjadi mimpi burukmu." Ujar Randi menyeringai, memandang jauh kedepan dengan tatapan mata penuh arti.
Randi menjalani mobilnya , memutar balik mobilnya, lalu menjalankan mobilnya untuk pergi dari jalanan itu, kembali ke hotelnya.
Saat Mobil melaju, didepan terlihat Antok, anak nya Tatik tetangga sebelah rumahnya yang pernah ribut dengannya berjalan ke arah sebaliknya, seperti baru pulang dari tempat nongkrongnya.
Randi pun menginjak rem mobilnya mendadak, menghentikan mobilnya, terdiam sejenak, tak berapa lama tatapan mata Randi tajam menatap ke depan, kearah Antok.
Tubuh Randi tampak kaku, Randi lalu membuka pintu mobilnya sambil tangannya mengambil sesuatu dari dashboard mobil.
bertepatan Randi keluar, Antok melangkah melewati Randi. Randi keluar dari mobil, berdiri berbalik dan menegur Antok yang sedang berjalan ."Hell...Loo Antok !" Panggil Randi pada Antok.
Antok menghentikan langkahnya, berhenti, lalu berbalik menatap kearah Randi yang tersenyum menyeringai.
"Lupa ya ? " Ujar Randi pada Antok. Antok memperhatikan Randi, lalu melangkahkan kakinya kedepan menuju Randi, 3 langkah, Antok menghentikan langkahnya mengamati.
"Lu bilang mau habisin gua kalo ketemu dijalan kan ?" Ujar Randi menyeringai, gerak gerik Randi berubah, tidak seperti biasanya, menatap tajam menahan geram pada Antok.
Antok yang akhirnya mengenali Randi terlihat marah, menatap geram pada Randi.
"Eluu, kebetulan...cari mati luu." Ujar Antok lalu berlari menyerang Randi. Dengan seketika Randi menghindari serangan Antok, mencengkram bahunya dengan kuncian, lalu menusukkan alat suntik ke leher Antok.
Randi melemparkan tubuh Antok yang dicekalnya dengan kuncian bela diri, Antok memegang lehernya bekas di suntik Randi.
Tak berapa lama Antok sempoyongan, lalu tubuhnya rebah ke tanah. Randi mengamati sekitar nya, sepi tidak ada siapa siapa.
Dengan cepat Randi membuka pintu bagasi mobilnya, menggotong tubuh Antok dan memasukkannya kedalam bagasi mobil, mengikat tangan dan kaki Antok, Lalu menutup pintu bagasi mobil.Randi kemudian menjalankan Mobilnya meninggalkan tempat itu.Disebuah gudang kosong yang tak terpakai, Randi meletakkan tubuh Antok yang pingsan itu kelantai. Randi sudah merencanakan semuanya, untuk itu dia sengaja membawa Antok ke gudang itu yang diketahuinya sudah bertahun tahun kosong saat dia masih tinggal di Klaten .
Dalam Gudang yang tampak tak terurus itu, Randi mengangkat tubuh Antok dan mendudukkannya di sebuah kursi yang sudah disediakannya di situ, lalu mengikat tubuh Antok dengan kuat di kursi .
Tampak dimeja alat alat senjata tajam berjejer.Randi menyiramkan bensin didepan Antok.
Tak lama Antok mulai sadar, melihat Randi yang sedang menaburkan bensin didepan dan sekitar Antok membentuk lingkaran, Antok mencoba meronta hendak melepaskan ikatannya."Lepaskan....Lepaskan aku.." Ujar Antok.
Randi yang sudah selesai menaburkan bensin di sekitar Antok, lalu melempar jerigen bensin itu.
Randi berdiri menatap Antok, Randi memutar lehernya, berbunyi "Kreek"
Lalu Randi menyeringai mendekati Antok."Jangan cengeng, jangan jadi penakut. Bukannya elu dulu kayak jawara nantang dan ngancam gua?" Ujar Randi .
"Lepaskan Aku!" Ujar Antok.
"Ini akibatnya kalo lu ngerendahin gua." Ujar Randi. Randi lalu melangkah , wajahnya mendekati wajah Antok, tangan Randi mencengkram dagu Antok.
Lalu Randi berkata dekat ke wajah Antok."Kalo elu dulu gak ngancam gua mau habisin gua, elu gak kan berakhir disini"
"Semua gara gara elu, Kalo dulu elu ngakuin kesalahan dan jelasin ke ibu lu yang tolol itu, keluarga lu pasti masih utuh." Ujar Randi pada Antok.
"Lepaaaaasssiiiin guaaaa..." Teriak Antok.
Randi berjalan ke meja , mengambil sebuah alat yang ada dimeja itu, mendekati Antok. Melihat itu Antok sangat ketakutan.
"Toooolllooooonggg....Tooollloooonggg..." Teriak Antok.
"Lebih keras lagi teriaknya, sekeras apapun elu teriak gak bakal ada yang dengar." Ujar Randi pada Antok. Randi mengarahkan alat yang dipegangnya ke wajah Antok, melihat itu Antok semakin takut.
"Maafin saya...Maafin saya Maas, saya ngaku salah, maafiiin saya, tolong jangan bunuh sayaa." Ujar Antok yang berubah menjadi memelas pada Randi karena melihat sebuah alat dipegang Randi. Randi hanya menyeringai kecil menatap wajah Antok.
"Mulutmu itu harus diberi pelajaran agar gak mudah mengeluarkan omongan busuk." Ujar Randi pada Antok.
Antok meronta ronta ketakutan, berusaha melepaskan diri.Randi mengarahkan alat itu ke wajah Antok, perlahan lahan, semakin dekat, semakin dekat, mata Antok terlihat ketakutan, alat itu semakin dekat kewajah Antok, mengarah ke mulutnya.
Saat Randi hendak mengarahkan alat yang berupa gunting pagar itu, tangannya dipegang Sandi."Jangan terburu buru Ran..." Ujar Sandi pada Randi.Randi menoleh pada Sandi yang memegang tangannya , mencegahnya untuk melukai mulut Antok."Lepasin, biar ku habisin dia." Ujar Randi menghentakkan tangannya yang dipegang Sandi, Sandi melepaskan genggaman tangannya pada Randi.Melihat itu Antok terlihat semakin panik, dari wajahnya terlihat kebingungan dan rasa panik yang sangat tinggi melihat Randi begitu."Ada baiknya kita sedikit bermain main dengannya Ran..." Ujar Rahman, Randi menoleh ke Rahman."Aaahhh, kalian mengacaukan rencanaku." Teriak Randi kesal sambil memukulkan gunting pagar itu ke dengkul Antok.Antok kesakitan, dia semakin bingung dan ketakutan melihat tingkah Randi itu."Ttt...tt..ttoolloong Mas...lepaskan saya..." Rengek Antok ketakutan."Ssstt...kamu diam yaa.." Ujar Sandi pada Antok yang tampak k
Malam itu, di kamar ruang rawat inap rumah sakit, Antok tampak sedang tertidur. Sesosok bayangan masuk kedalam kamar, langkah kakinya pelan berjalan mendekati Antok yang terbaring di ranjang/rusbang rumah sakit. Sosok pria itu memakai topi dan masker yang menutupi mulut hingga hidungnya.Pria itu berdiri dihadapan Antok. Sorot matanya terlihat tajam menatap Antok. Lalu dengan cepat, Sosok pria itu mengambil bantal yang ada, melihat ada sosok pria berdiri didepannya Antok kaget berusaha meronta.Pria yang ternyata Randi itu dengan cepat menutup bantal ke wajah Antok, dengan menekannya sekuat tenaga dengan tangannya memakai sarung tangan latex, Antok berusaha meronta ronta, tak bisa bernafas. Randi terus menekan bantal yang menutup wajah Antok.Tak berapa lama, Antok terkulai lemah, tak bernafas, Randi melepaskan bantal , lalu cepat bergegas keluar dari ruang rawat inap tersebut.Dokter dan perawat berlari memasuki kamar ruang rawat inap yang d
Seorang Pria berdiri didepan cafe, membaca Plang tulisan cafe "Dewi sekar." Pria itu memakai topi dan berkumis serta berjambang dan sedikit berjenggot.Pria itu menatap kedalam cafe, membuka kaca matanya, melangkah mendekati selebaran kertas yang terpajang di dinding cafe.Pria itu ternyata Randi, yang sengaja menyamar untuk membedakan penampilannya agar tidak dikenali.Randi masuk kedalam cafe milik Yana, dipintu masuk, Randi mengambil selebaran kertas yang berisi Iklan " Di jual Rumah ", Melipat lembaran kertas itu lalu masuk kedalam cafe.Randi duduk disalah satu kursi meja yang ada didalam cafe tersebut, memandangi isi ruangan cafe, "cukup asri juga tempatnya" bathin Randi.Pelayan datang menghampiri Randi."Silahkan dipilih menu nya Pak." Ujar Pelayan pada Randi."Ah, saya pesan ayam geprek sama es teh aja ya, gulanya dikit aja." Ujar Randi."Baik Pak, mohon ditunggu." Ujar Pelayan, Randi mengangguk. P
Siang itu, dihari lainnya, Randi tampak berkunjung ke Panti Asuhan tempat dimana Yana menitipkan Bayi Sekar. Ibu Pengasuh panti asuhan menemui Randi.Melihat Randi yang datang, Ibu pengasuh panti asuhan tersenyum, karena mengenal Randi sebagai suami Yana dan sebagai donatur tetap panti asuhannya."Apa kabar pak Randi, lama gak kesini." Ujar Ibu Pengasuh panti asuhan pada Randi."Iya bu, saya sibuk kerja di Jakarta." Ujar Randi tersenyum."Bagaimana keadaan Ibu dan Panti asuhan ini ?" Tanya Randi."Alhamdulillah baik pak Randi, Bu Yana masih rutin memberikan sumbangan ke panti asuhan ini." Ujar Ibu Pengasuh panti asuhan dengan tersenyum."Oh begitu." Ujar Randi."Saya dengar dari Yana, kalau anaknya Sekar dititipkan di panti asuhan ini, boleh saya melihatnya bu ?" Ujar Randi."Aduh maaf pak, anaknya sudah di adopsi, 6 bulan lalu." Ujar Ibu asuh panti asuhan."Oh begitu." Ujar Randi menyembunyikan rasa kecewa
Randi sedang melakukan Radioterapi Eksternal diruangan khusus Radioterapi.Tampak Pemindaian CT Scan sedang berjalan.Radioterapi eksternal adalah jenis terapi radiasi yang dilakukan dengan mengarahkan sinar-X atau sinar proton ke bagian tubuh yang terserang kanker.Terapi ini tidak menimbulkan sakit dan pasien umumnya bisa langsung pulang setelah pengobatan selesai dilakukan.Radioterapi eksternal yang dilakukan Dokter pribadi Randi selesai, Pemindaian CT Scan itu berlangsung selama 30 menit.Randi duduk di kursi sebuah meja, dihadapannya Dokter pribadinya sedang menulis resep obat di secarik kertas resep."Radioterapi ini harus rutin bapak jalani, seminggu 2 kali." Ujar Dokter."Baik Dok." Jawab Randi."Saya akan memberikan beberapa obat untuk menetralkan efek samping yang akan muncul setelah Radioterapi eksternal dilakukan, bapak bisa minum obat obatannya nanti." Jelas Dokter pada Randi."Ingat pak Rand
Malam itu, dirumah Jetak, di dalam kamarnya, Yana termenung, dia berfikir, mengingat kembali wajah Randi (Sandi) yang dilihatnya di dalam mobil saat pergi dari cafe miliknya."Apa mungkin diaa...kalo dari samping seperti yang kuliat sepertinya iya." Ujar Yana pada dirinya sendiri. Yana lalu menepiskan pikirannya yang melintas."Ah, tapi ya gak mungkin, penampilannya aja beda, mungkin perasaanku aja ini." Gumam Yana menghela nafasnya. Yana mematikan lampu kamarnya, lalu merebahkan tubuhnya dikasur, berusaha untuk memejamkan matanya dan tidur. Siang itu, Yana tampak berada dipemakaman, Yana mengunjungi makam Sekar."Mama datang Sekar." Ujarnya pada makam Sekar sambil tersenyum memandang kepada batu nisan."Mama kangen sama kamu." Ujarnya sambil meneteskan air matanya menatap batu nisan sekar, Yana berjongkok didepan makam."Mama kangen dengan semua yang ada di kamu nak." Ujarnya lagi .Yana teringat akan keceri
Randy baru selesai melakukan Radioterapi keduanya, Randy duduk dihadapan Dokter."Obatnya masih ada kan pak Randy?" Tanya Dokter."Masih Dok, saya ngerasa kebantu dengan obat dari dokter, jadi kalo saya ngerasain efek samping setelah radioterapi seperti mual, sakit kepala atau gatal gatal saya langsung minum obatnya." Ujar Randy."Iya Pak, karena memang untuk itu fungsi obat yang saya berikan." Ujar Dokter pada Randy."Baik Dok, sampai bertemu di sesi terapi berikutnya minggu depan ya, saya pamit." Ujar Randy."Silahkan Pak." Ujar Dokter tersenyum pada Randy, Randy berdiri dari duduknya lalu pergi keluar dari ruangan dokter itu.Yana mengendarai mobil yang baru dibelinya, mobil itu masuk ke pekarangan halaman rumah mas Badrun yang sudah menunggunya .Yana memarkirkan mobilnya, lalu turun dari mobilnya menghampiri mas Badrun."Nyaman banget mobilnya mas. Gak salah milih aku." Ujar Yana tersenyum."Iyalah, Kelua
Dikamarnya, Yana tampak termenung, raut wajahnya tampak sedang berfikir, Yana terlihat resah, menghela nafasnya, Yana mengingat kembali Paket yang diterimanya di cafe, Sebuah hadiah kejutan yang diberikan Randi padanya.Saat itu, Yana tak menyangka jika Randi benar benar akan mewujudkan keinginannya dan memberikan hadiah berupa ukiran keramik patung kaca padanya.Yana mengingat kembali saat di pesta dansa dulu, ketika Yana dan Randi menghadiri undangan pesta dari teman Randi seorang Pengusaha terkenal di Jogjakarta.Dulu, Yana hanya spontan saja mengucapkan kalimat kepada Randi bahwa ia ingin mengabadikan moment kemesraan mereka dipesta itu untuk selamanya agar bisa di kenang dan dilihat setiap saat.Yana tak menyangka jika Randi akhirnya membuat sebuah cendera mata Souvenir yang indah sebenarnya terlihat, ukiran keramik bergambar patung dirinya dan Randi yang sedang berdansa dengan dibuat dari kaca bening yang berkilau.Tentu sangat mah
Para petugas polisi segera bergerak untuk memburu Via yang membunuh Yana, salah seorang petugas polisi mendobrak paksa pintu rumah kontrakan Via, polisi berhasil mencium jejak persembunyian Via selama ini, untuk itu mereka mendatangi rumah Via agar bisa segera menangkap Via yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Yana.Setelah pintu terbuka karena di dobrak paksa, Manto beserta lima petugas kepolisian segera masuk ke dalam rumah, mereka segera bergerak memencar menyusuri seluruh ruangan untuk mencari Via.Di dalam rumah itu tidak mereka temukan Via yang lebih dulu sudah pergi melarikan diri, Manto masuk ke dalam kamar, dia melihat ada bekas genangan darah yang mengering di atas tempat tidur, ada juga pisau tergeletak di lantai kamar, Manto tahu, di kamar itulah Via menjalankan aksinya membunuh Yana, dengan keadaan terikat dan terbaring di atas tempat tidur, wajah Manto terlihat kesal karena dia tidak menemukan Via di dalam rumahnya.Seorang petugas
Kembali ke beberapa jam sebelum terjadinya pembunuhan Yana yang dilakukan Via. Via membuka pintu kamar setengah, semburat cahaya masuk ke dalam kamar saat pintu terbuka, mengenai wajah Yana yang terikat di atas tempat tidur, Yana cepat menoleh kearah datangnya Via yang berjalan santai dan tenang mendekatinya."Via...Viaa tolong, lepasin bunda, lepasin bunda, biarkan bunda pergi dari sini ya, tolong Via..." Ujar Yana memelas pada Via yang menatapnya dengan tatapan sorot mata yang dingin, wajah Yana terlihat penuh dengan rasa kecemasan dan ketakutan melihat sikap dingin Via."Kamu harus di hukum atas semua perbuatanmu pada papahku." Ujar Via dengan suara datar menatap dingin wajah Yana yang ketakutan, dia merasakan ada hal yang aneh pada diri Via saat melihat wajahnya, perasaan Yana menjadi semakin cemas, dia merasakan akan terjadi sesuatu hal yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya.Via mendekati Yana yang terikat diatas tempat
Via membaca pesan yang dikirimkan papahnya dengan ekspresi wajah datar dan tenang."Untuk putri papah. Terima kasih telah menjadi putri terbaik yang pernah aku miliki. Sebentar lagi papah akan pergi jauh darimu, Nak, Tetaplah menjadi putri papah yang baik, Waktu terbaik dalam hidupku adalah Ketika menjadi papahmu.papah mencintai Via melebihi cinta pada diriku sendiri.Nak, kamu adalah harta yang paling berharga milikku, Harapan terbesar papah adalah agar kamu selalu tahu bahwa papah sangat mencintai kamu. Selama ini papah sulit memahami seorang wanita, hanya satu wanita yang papah terus berusaha untuk memahami dirinya, ya, itu kamu anakku. Papah tahu, Via sosok perempuan hebat, kuat. Jangan pernah bersedih anakku. Jangan biarkan air matamu jatuh karena kepergian papah ini, tetaplah tersenyum, Berjuanglah dengan sungguh-sungguh, kelak kamu pasti mendapatkan apapun yang kamu inginkan.Papah pamit, jaga dirimu baik baik." Tulis Randi mengakhiri pesannya pada Via
Siang itu, di kantor kepolisian, Gunawan dan Manto sedang menemui seorang Dokter yang sengaja datang memberikan laporan kepada pihak kepolisian."Mengapa setelah berhari hari bapak baru datang melapor ?" Tanya Gunawan."Sebenarnya saya ragu dan takut, hanya saja, kok ya hati saya bergejolak terus, jadi saya niatkan diri untuk memberanikan diri melapor ke sini." Jelas sang Dokter."Bapak kenal dimana dengan Rizal?" Tanya Gunawan."Dia kawan baik adik saya pak, mereka satu profesi, kerja di kantor film yang sama sebagai editor, karena Rizal sering datang kerumah kalo pas liburan ke jogja, dia kenal saya." Ujar Dokter memberi penjelasan."Saat itu dia hubungi saya, minta tolong,abangnya katanya terluka di tusuk orang, saya suruh bawa kerumah sakit, dia bilang gak bisa, dia minta tolong terus ke saya, akhirnya saya datang menemuinya dan mengobati abangnya yang terluka." Ujar Dokter, Gunawan dan Manto mendengarkan penjelasannya."Saat saya
Dalam proses pemulihan dirinya, Randi mengisi hari harinya dengan tetap berada di dalam kamarnya yang sengaja gelap dan tidak diterangi lampu, diatas meja yang ada di kamar apartemen milik Rizal ada sepiring makanan dan buah buahan serta minuman di dalam gelas, ada juga obat obatan yang sengaja di beli Rizal untuk mengobati sakit lupa ingatan Randi. Hari itu, Randi terlihat berdiri di depan jendela kamar apartement yang terbuat dari kaca, dia menatap jauh keluar, dari dalam kamarnya yang berada di lantai 20 apartemen, terlihat bangunan bangunan gedung gedung perkantoran serta rumah rumah penduduk, awan bergerak beriringan, berkumpul menjadi satu dan membentuk gumpalan tebal di langit, cuaca mendung sore itu, matahari memasuki senja, berproses untuk tenggelam dan menghilangkan dirinya untuk digantikan bulan yang akan menentukan datangnya malam, tatapan mata Randi kosong, sekosong fikirannya saat itu, karena tak mampu mengingat apa yang sudah terjadi p
Via menghempaskan pantatnya di sofa yang ada diruang tamu rumah kontrakannya, dia tercenung, dari raut wajahnya terlihat perubahan pada air mukanya, terlihat ada rasa kecemasan yang begitu besar didalam dirinya, ada rasa ketakutan yang mendalam pada jiwanya tatkala ia membayangkan hal buruk terjadi pada papahnya."Semoga papah baik baik saja, cepat sadar pah." Gumam Via pada dirinya sendiri, dia memikirkan tentang kondisi papahnya saat ini yang dalam kondisi kritis, seperti yang dikabarkan Rizal padanya.Dalam kecemasan dan ketakutannya akan papahnya yang tak sadarkan diri karena luka parah yang dideritanya, Via terlihat resah, dia tak bisa menerima kenyataan bahwa papahnya terluka parah oleh Yana, orang yang berusaha di lindunginya dari kejahatan papahnya, ada kekecewaan membekas di jiwa Via jika membayangkan semua hal yang sudah terjadi itu.Via tiba tiba meringis menahan sakit, dia memegang kepalanya, merasakan sakit dan pusing, dia merasakan saa
Paman Mulyono terlihat wajahnya sedih, dia cemas sekali, menunggu dan berharap kabar baik dari Gunawan tentang Yana, keponakan yang sangat disayanginya itu, anak dari adik kandungnya."Mudah mudahan kamu baik baik saja Yana." Ujar paman Mulyono."Tuhan, tolong lindungi dan selamatkan Yana, jangan biarkan Randi membunuhnya, aku mohon Tuhan." Ujar paman Mulyono berdoa dengan cara yang dianut agamanya, ya, paman Mulyono seorang khatolik, berbeda agama dengan Yana yang menjadi mualaf dan menjadi muslim. Namun itu tidak membuat hubungan keluarga mereka pecah, walaupun banyak yang berbeda agama dan keyakinan dalam keluarga, mereka tetap hidup rukun, harmonis dan saling menyayangi satu sama lainnya, tidak ada permusuhan diantara mereka, seperti paman Mulyono yang begitu menyayangi Yana dan melindungi dirinya.Sementara itu, di tempat lain, Gunawan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, melintas melewati mobil mobil yang ada dijalan raya, suara
Dengan cepat sosok Roni yang muncul dalam diri Randi berjalan dengan langkah cepat mendekati Yana yang teriak memaki, lalu dia memukuli wajah Yana sekuat kuatnya, dia mengamuk, menghajar wajah Yana hingga babak belur bengkak berdarah, lalu dia menendang Yana yang duduk terikat di kursi, tendangan Roni membuat Yana yang dalam posisi terikat di kursi jatuh terjerembab kebelakang, Roni yang mengamuk hendak menginjak tubuh Yana, tiba tiba secara refleks, dia terbanting dan terjatuh ke lantai, sosok Randi yang muncul kembali dalam dirinya mendorong Roni agar tidak memukuli Yana."Sudah cukup ! Hentikan Roni, Hentikan !! Dia bisa mati nanti !!" Teriak Randi membentak Roni, Randi cepat mendekati Yana, membangunkan Yana yang terjatuh, Yana kembali di dudukkan di kursi masih dalam keadaan terikat."Aku gak bisa melakukan ini, aku gak bisa ! Udah cukup, hentikan !" Teriak Randi memegangi kepalanya, Yana terlihat ketakutan melihat Randi, seakan seperti terjadi keributan pa
Setelah Randi yang saat itu telah berubah menjadi sosok Roni yang ada dalam dirinya melucuti seluruh pakaian Sekar dan juga melepaskan pakaiannya, hal yang selama ini tidak pernah di inginkan dan di duga pun terjadi pada diri Sekar.Malam itu, kesucian Sekar pun direnggut oleh Randi, yang memiliki kepribadian ganda dalam dirinya, hingga tidak perduli dengan Sekar sebagai anak sambungnya.Dalam keadaan pingsan terbius Sekar tertidur dan tidak mengetahui jika saat ini dirinya sedang disetubuhi bapak angkat yang selama ini dianggapnya sebagai bapak kandungnya sendiri, Randi yang berubah menjadi sosok Roni dengan menyeringai mengerikan sangat menikmati dirinya menyetubuhi Sekar, dalam melakukan itu, terlintas kilatan kilatan sekelebat bayang wajah Yana bergant ganti dengan wajah Sekar, seakan dia membayangkan sedang menyetubuhi Yana.Sekar tak berdaya, dia jatuh ke dalam pelukan Randi, malam itu Sekar di perkosa Randi hingga berkali kali, ke empat sosok kepribadian