Randi sedang melakukan Radioterapi Eksternal diruangan khusus Radioterapi.
Tampak Pemindaian CT Scan sedang berjalan.Radioterapi eksternal adalah jenis terapi radiasi yang dilakukan dengan mengarahkan sinar-X atau sinar proton ke bagian tubuh yang terserang kanker.
Terapi ini tidak menimbulkan sakit dan pasien umumnya bisa langsung pulang setelah pengobatan selesai dilakukan.Radioterapi eksternal yang dilakukan Dokter pribadi Randi selesai, Pemindaian CT Scan itu berlangsung selama 30 menit.
Randi duduk di kursi sebuah meja, dihadapannya Dokter pribadinya sedang menulis resep obat di secarik kertas resep.
"Radioterapi ini harus rutin bapak jalani, seminggu 2 kali." Ujar Dokter.
"Baik Dok." Jawab Randi.
"Saya akan memberikan beberapa obat untuk menetralkan efek samping yang akan muncul setelah Radioterapi eksternal dilakukan, bapak bisa minum obat obatannya nanti." Jelas Dokter pada Randi.
"Ingat pak Randi, bapak harus berhati hati dan menjaga kondisi bapak, disamping itu juga rutin melakukan terapi agar tumor dapat dijinakkan dan dilemahkan, untuk kemudian dihancurkan." Jelas Dokter.
"Jika bapak tidak menjaga diri, saya khawatirkan akan membahayakan diri bapak, dan saya bisa melarang pak Randi untuk menyetir mobil, apalagi dengan jarak jauh, karena dikhawatirkan mendadak sakit yang sangat seperti yang terjadi baru baru ini pada diri bapak." Jelas Dokter. Mendengar penjelasan Dokter Randi mengangguk mengerti.
"Baik pak, saya akan berusaha menjaga kesehatan tubuh saya." Ujar Randi.
"Baiklah pak Randi, untuk saat ini kita akhiri sesi pengobatan kita, sampai bertemu di terapi berikutnya." Ujar Dokter pada Randi.
Randi berdiri, lalu dia menyalami Dokter."Terima kasih Dok, saya permisi." Ujar Randi tersenyum, Dokter mengangguk, Randi lalu melangkah keluar dari ruangan Dokter.
Di dalam mobilnya, Randi diam, sesaat dia berfikir untuk mendapatkan cara agar dapat cepat menyelesaikan semua yang direncanakannya.
"Aku harus cepat beresin semuanya, waktuku semakin sedikit." Gumam Randi lalu menarik nafas, pandangannya tajam. Mesin mobil menyala, Randi menjalankan mobilnya, pergi dari tempat itu.
Di cafe Yana, tampak Yana mendekati Herry yang sedang menghitung pendapatan cafe mereka.
"Udah ada kabar dari orang yang mau beli rumahku mas ?" Tanya Yana pada Herry.
"Belum, apa aku tanya aja ya kapan pastinya ?" Tanya Herry pada Yana.
"Coba aja telpon mas." Ujar Yana yang memang sangat mengharapkan rumahnya cepat laku terjual.
Herry mengambil telepon genggamnya, lalu mengklik sebuah nama yang ada di kontak teleponnya.
Nomor Telepon Sandi (Randi) di simpan Herry saat Sandi (Randi) pertama kali menghubunginya."Selamat sore pak Sandi, maaf ganggu, saya Herry." Ujar Herry menelpon Randi (Sandi).
"Maaf Pak Sandi, saya mau nanyain, kapan bapak liat rumahnya ?" Tanya Herry Di telpon lagi. Terdengar suara dari seberang telpon.
"Mungkin beberapa hari lagi setelah urusan saya beres ya, nanti secepatnya saya kabari ." Jawab Randi (Sandi) dari seberang telpon.
"Baik pak, terima kasih." Ujar Herry lalu menutup telponnya.
"Apa katanya mas ?" Tanya Yana penasaran.
"Nanti dikabarinya, beberapa hari lagi katanya." Jawab Herry pada Yana.
"Nanti kabari aku ya mas kalo orang itu mau ketemuan liat rumahnya." Ujar Yana.
Mendengar itu Herry terlihat gugup, tapi berusaha disembunyikannya dan tersenyum pada Yana.
"I..iya, nanti ku kabari." Jawab Herry.
Herry menatap Yana, dalam hatinya sebenarnya Herry tak ingin Yana ikut terlibat dalam proses jual beli rumah, karena Herry khawatir jika Yana tahu kalau dia menaikkan harga jual rumah dari harga yang diberikan Yana padanya."Aku jemput Dewi pulang sekolah dulu mas." Ujar Yana.
"Iya, hati hati." Ujar Herry pada Yana,
Yana kemudian pergi meninggalkan Herry yang melanjutkan kerjaannya.Dokter yang biasa merawat Sekar terlihat melangkah menuju ruang kamar isolasi Sekar bersama seorang Suster yang menemaninya. Suster terlihat menenteng tas obat.
Petugas jaga menemani Dokter tersebut.Petugas jaga lalu membuka pintu kamar isolasi.
Dokter dan Suster masuk kedalam kamar Isolasi.Didalam kamar Isolasi itu,Dokter dan Suster melangkah mendekati Sekar, saat mendekat, Dokter dan Suster kaget karena melihat darah ada dilantai ranjang/Rusbang , sementara Sekar terbujur kaku di atas ranjang/rusbang.
Dokter langsung lari mendekat ke arah Sekar, melihat Darah mengalir dan Luka menganga di leher Sekar, Dokter panik.
Dokter cepat memeriksa kondisi Sekar, Dokter menarik nafas, karena Sekar sudah tak bernyawa, mati bunuh diri.
Suster tampak tak sanggup melihat pemadangan itu.
Dokter melihat sebuah pisau lipat disamping ranjang dekat tangan Sekar, Dokter mengambil Sarung tangannya lalu memakainya, Dokter mengambil Pisau lipat yang ada darah Sekar itu."Penjagaa.." Teriak Dokter, Petugas jaga datang berlari karena Dokter teriak memanggilnya.
Melihat Sekar kaku dan ada darah, Petugas jaga kaget."Tolong amankan pisau lipat ini." Ujar Dokter yang memegang pisau lipat dengan sarung tangannya.
Pisau lipat itu ditemukan Dokter disamping ranjang dekat tangan Sekar."Baik Dok." Ujar Petugas jaga.
"Pakai ini saja Pak." Ujar Suster pada Petugas Jaga, Suster memberikan sebuah plastik yang diambil dari kotak obatnya. Petugas jaga mengambil plastik itu, Dokter lalu memasukkan pisau lipat kedalam plastik yang dipegang Petugas Jaga.
"Kenapa dia punya pisau lipat?!" Ujar Dokter heran.
Petugas jaga diam, lalu dia menyimpan pisau lipat itu dikantong bajunya.
"Kita harus hubungi keluarganya." Ujar Dokter pada Suster.
"Baik Dok, nanti saya hubungi ." Jawab Suster.
Tampak sangat mengenaskan, Sekar terbujur kaku dengan luka di lehernya.
Akhirnya Sekar mengakhiri hidupnya juga.Yana baru saja masuk kedalam rumahnya di Jetak bersama Dewi, setelah menjemput pulang sekolah Dewi.
Dewi langsung berjalan masuk ke kamarnya.
Telepon Yana berbunyi.Yana mengambil telpon genggamnya dari dalam tas.Melihat nomor telepon tak ada nama, Yana sesaat ragu, namun karena berbunyi terus teleponnya akhirnya Yana menerima telepon itu.
"Iyaa...betul, saya ibunya Sekar." Ujar Yana menjawab pertanyaan dari seberang telepon yang mengabarkan tentang Sekar.
"A...aa..ppaa...??" Ujar Yana dengan wajah yang penuh kaget, wajahnya tampak sedih, tubuhnya mendadak lemas, Yana terdiam.
Air matanya menetes dipipinya, tak kuasa mendengar kabar yang diterimanya itu. Tak lama Yana tersadar.
"Ii..iiyaa bu, saya kesana sekarang." Jawab Yana lalu mematikan teleponnya. Kemudian Yana terhuyung lemas, dia terduduk di kursi, menangis sejadi jadinya, menyesali atas apa yang terjadi selama ini pada Sekar, anak Pertamanya itu.
Yana menangis sedih, tak menyangka jika nasib anaknya tragis seperti itu. Yana tak dapat berkata kata, mengeluarkan suara pun ia tak sanggup, nafasnya tersengal sengal diantara isak tangis kesedihan yang mendalam. Tak lama kemudian, Yana berusaha menenangkan dirinya, menghela nafas dengan berat.
"Wiii...Dewiii.." Panggil Yana pada Dewi dengan suara parau dan lemah.
Tak ada Sahutan dari Dewi."Dewiiiii..." Teriak Yana memanggil lagi.
Dewi langsung keluar kamar lari mendekati Yana karena kaget mendengar teriakan Mamanya itu.
"Ada apa sih ma? Aku lagi ngerjain peer." Jawab Dewi.
"Cepat ganti bajumu, ikut mama sekarang." Ujar Yana.
Dewi heran melihat Yana yang habis menangis dan matanya sembab itu."Mama kenapa nangis ?" Tanya Dewi.
"Mbak Sekar..Mbak Sekar Wiii..." Ujar Yana tak dapat melanjutkan ucapannya lagi, hanya tangisan yang keluar dari mulutnya.
Melihat itu Dewi mendekati Yana."Mbak Sekar kenapa ma ?" Tanya Dewi bingung.
"Mbak Sekar...me..meninggal." Ujar Yana pada Dewi. Dewi yang mendengar itu kaget, Dewi pun menangis memeluk Yana.
"Mbaaak Sekaaaarrr..." Ujar Dewi dalam tangisannya. Yana berusaha menenangkan Dewi yang menangis sedih itu.
"Sudah , sudah, sekarang kamu ganti bajumu, biar kita liat mbak Sekar." Ujar Yana menenangkan Dewi. Dewi pun mengangguk , menghapus air matanya, lalu segera berlari ke kamarnya untuk segera berganti pakaian.
Di Lokasi pemakaman, tampak orang orang ramai mengantarkan jenazah Sekar .
Sanak keluarga, famili dan teman teman Yana hadir di pemakaman itu.Diantara yang hadir terlihat Herry berdiri disamping Yana dan Dewi, Sementara di sisi lain, dihadapan tempat Yana berdiri, Randi hadir juga di tempat itu.Yana memberi tahukan Randi tentang meninggalnya Sekar, karena itu Randi hadir di pemakaman .
Yana dan Dewi menaburkan kembang terakhirnya ke batu nisan Sekar, Di batu nisan itu tertulis nama Sekar dengan tanggal lahir dan tanggal kematiannya. Yana terduduk diatas tumpukan tanah makam Sekar, memeluk nisan Sekar, Menangis sedih.
"Maafin mama Sekar...mama gak bisa bahagiakan kamu...Maafin mama buat kamu menderita..." Ujar Yana dalam isak tangisnya.
Randi berdiri diam menatap Yana yang menangis sedih itu. Herry memegang bahu Yana, berusaha untuk menenangkannya agar tidak larut dalam tangisan."Sudah, sudah, gak baik kamu kerus terusan menangisi Sekar, Sekar sudah tenang sekarang, gak ngerasa sakit lagi." Ujar Herry pelan pada Yana, Yana masih terisak nangis, Dewi pun menangis.
Herry mengangkat tubuh Yana untuk berdiri, satu persatu pelayat yang mengantar pergi meninggalkan Yana , Herry dan Dewi sambil memegang bahu Yana untuk memberikan semangat dan kekuatan. Yana berdiri lalu dipeluk Herry, dia masih menangis sedih.
Melihat Herry memeluk Yana mesra didepan matanya, membuat Randi tampak marah, sekilas tatapannya tajam memandang wajah Herry, lalu pada Yana yang ada dalam pelukan Herry.
Namun Randi cepat mengalihkan pikirannya, berusaha tenang melihat hal itu.Herry mengajak Yana dan Dewi untuk pergi dari tempat itu, Mereka melangkah pergi meninggalkan makam Sekar.
Randi masih berdiri didepan makam Sekar, menatap ke tumpukan tanah dan batu nisan Sekar."Good bye Sekar." Ujar Randi ke makam Sekar. Ekspresi wajah Randi datar, tidak menunjukkan ekspresi apapun, kemudian Randi melangkah pergi meninggalkan makam Sekar.
Dipelataran parkiran lokasi pemakaman, tampak Yana , Herry dan Dewi hendak masuk kedalam mobilnya, mas Badrun yang membawa mobil Yana pun hadir di situ.
Tak lama muncul Randi berjalan mendekati Yana."Yanaa...yang sabar ya, tegar. Relakan Sekar." Ujar Randi tersenyum pada Yana. Yana melihat Randi lalu mencoba untuk menatapnya.
"Terima kasih kamu udah datang." Ujar Yana pada Randi yang mengangguk, Yana dan Herry masuk kedalam mobil di ikuti Dewi.
Herry tidak sepatah katapun menyapa Randi, Randi terlihat tenang menatap mereka. Mas Badrun menghampiri Randi.
"Apa kabar Ran?" Sapa mas Badrun.
"Baik mas Badrun, tolong jaga Yana dan Dewi seperti biasa." Ujar Randi, Badrun mengangguk tersenyum lalu pergi meninggalkan Randi, mobil berjalan meninggalkan Randi, keluar dari Lokasi pemakaman. Randi memandang kepergian mereka dengan tatapan dingin.
Hari hari Yana masih diliputin kesedihan karena meninggalnya Sekar, Yana hampir setiap hari menangis, pikirannya melayang jauh, tak ada nafsu makan sedikitpun.
Melihat kondisi Yana semakin hari yang seperti orang kehilangan semangat hidup, Herry mencoba menenangkannya.
"Kamu makan ya, gak baik menyiksa dirimu terus terusan begini." Ujar Herry.
"Kasihan Dewi melihatmu begini Yana." Ujar Herry lagi pada Yana yang masih diam terpaku, air mata mengalir dipipinya.
"Sekar pasti gak ingin melihatmu seperti ini, jangan buat Sekar sedih disana karena kamu belum bisa melepas kepergiannya." Ujar Herry.
Yana menarik nafasnya, lalu dia menghapus air matanya. Menarik nafas berat.
"Aku yang salah udah terlalu keras ke Sekar waktu tau dia hamil, kalo saja aku lebih bijak saat itu, tentu hal ini gak kan terjadi." Ujar Yana menangis tersedu.
"Sudahlah, semua sudah jalannya begini, gak baik nyalahin dirimu." Ujar Herry. Yana menghapus air matanya.
"Terima kasih udah nemani aku mas." Ujar Yana.
Herry tersenyum pada Yana. Merangkul Yana mesra."Sekarang kamu makan ya." Ujar Herry pada Yana, menatap wajah Yana dan tersenyum, Yana mengangguk lemah. Mereka berjalan menuju ruang makan.
Herry mengambilkan nasi dan lauk ke piring yang ada dihadapan Yana, Yana duduk dikursi meja makan.
"Makanlah." Ujar Herry memberikan piring yang berisi nasi dan lauk pada Yana.
Yana mengambil sendok, lalu berusaha untuk makan. Yana makan sambil menangis sedih.Telepon berbunyi, Randi melihat siapa yang menelponnya, kemudian dia menerima telepon itu.
"Iya Pak." Jawab Randi.
"Bung, kapan balik Jakarta, ada project baru yang harus kita kerjakan." Ujar Pak Ramesh Singh, Bos dirumah produksi tempat Randi bekerja.
"Baik pak, secepatnya saya balik." Jawab Randi.
"Okay bung, saya tunggu." Ujar Pak Ramesh singh lagi dari seberang telepon.
"Siap Pak." Jawab Randi lalu menutup teleponnya. Randi tampak berfikir.
Di cafe itu, Tampak Herry sedang bertemu dengan Randi.
Tampak wajah Herry senang, sementara Randi yang menyamarkan penampilannya dengan kumis, jambang dan jenggot serta nama palsu hanya tenang santai saja duduk dihadapannya."Apa sekarang saja kita liat rumahnya Pak Sandi ?" Ujar Herry.
"Gak usah mas, Saya udah pernah liat sendiri rumahnya." Ujar Randi (Sandi).
"Oh begitu." Ujar Herry tak menyangka kalau Sandi (Randi) sudah melihat rumah tanpa ditemaninya.
"Iya, walau hanya dari luar, tapi saya percayakan pada mas Herry." Ujar Sandi (Randi).
"Terima kasih pak Sandi." Ujar Herry senyum.
Sandi (Randi) memberikan amplop coklat yang berisi tumpukan uang pada Herry.
"Sekarang saya kasih depe dulu lima puluh juta untuk tanda jadinya ya mas, sisanya secepatnya saya lunasi." Ujar Sandi (Randi) memberikan uang didalam amplop itu pada Herry yang menerimanya dengan perasaan senang.
"Baik Pak, kabari aja ya." Ujar Herry.
"Di hitung dulu mas uangnya." Ujar Sandi (Randi).
"Oh, iya pak." Ujar Herry sedikit gugup menerima uang itu, Kemudian Herry pun menghitung seluruh uang yang ada diamplop itu, Sandi (Randi) memandangi wajah Herry, tatapannya dingin pada Herry. Tak lama Herry selesai menghitung uangnya.
"Sudah pas Pak Sandi, terima kasih." Ujar Herry tersenyum.
"Baik mas, kalo gitu, saya pamit dulu, nanti saya kabari lagi." Ujar Randi pamit pada Sandi (Randi).
Sandi (Randi) berdiri dari duduknya, Herry menyalami Sandi (Randi) lalu mengantarkan Sandi (Randi) masuk kedalam mobilnya.
Sandi (Randi) membuka kaca pintu mobil depannya, mengangguk pada Herry yang membalas anggukannya, mobil Sandi (Randi) pun berjalan.
Didepan cafe itu Yana baru saja datang, berpapasan dengan mobil Sandi (Randi) yang pergi dari situ.
Saat melewati Yana, Yana sekilas melihat wajah Sandi (Randi) yang ada didalam mobil, bersamaan dengan kaca pintu mobil menutup otomatis, Yana memandang kepergian Sandi (Randi). Yana tampak berfikir, Herry mendekati Yana.
"Kamu terlambat Yan...pak Sandi baru aja pulang." Ujar Herry pada Yana.
"Orangnya yang barusan mas ?" Tanya Yana.
"Iya. Niih, dia kasih ini, sisanya dikabari katanya." Ujar Herry senang menunjukkan uang diamplop yang dipegangnya. Yana menoleh kejalan lagi arah mobil Sandi (Randi) pergi.
"Kayak kenal..." Gumam Yana.
"Siapa ?" Tanya Herry pada Yana, karena melihat Yana bicara sendiri dan menatap kejalanan.
"Ah, nggak Mas, beda kali, cuma perasaanku aja." Ujar Yana.
"Jadi dia udah kasih depe buat rumahku ?" Tanya Yana alihkan pembicaraan, Herry mengangguk tersenyum. Dia menunjukkan amplop berisi uang.
"Syukurlah kalo dia serius beli rumahku." Ujar Yana.
"Ya udah, kita masuk kedalam." Ajak Herry pada Yana, agar masuk kedalam cafe.
Yana mengangguk, Herry masuk kedalam cafe lebih dulu.Saat melangkah masuk kedalam cafe, Yana kembali menoleh ke belakang, melihat kearah jalan , berfikir lagi setelah bertemu sekilas dengan Sandi ( Randi ) tadi.Malam itu, dirumah Jetak, di dalam kamarnya, Yana termenung, dia berfikir, mengingat kembali wajah Randi (Sandi) yang dilihatnya di dalam mobil saat pergi dari cafe miliknya."Apa mungkin diaa...kalo dari samping seperti yang kuliat sepertinya iya." Ujar Yana pada dirinya sendiri. Yana lalu menepiskan pikirannya yang melintas."Ah, tapi ya gak mungkin, penampilannya aja beda, mungkin perasaanku aja ini." Gumam Yana menghela nafasnya. Yana mematikan lampu kamarnya, lalu merebahkan tubuhnya dikasur, berusaha untuk memejamkan matanya dan tidur. Siang itu, Yana tampak berada dipemakaman, Yana mengunjungi makam Sekar."Mama datang Sekar." Ujarnya pada makam Sekar sambil tersenyum memandang kepada batu nisan."Mama kangen sama kamu." Ujarnya sambil meneteskan air matanya menatap batu nisan sekar, Yana berjongkok didepan makam."Mama kangen dengan semua yang ada di kamu nak." Ujarnya lagi .Yana teringat akan keceri
Randy baru selesai melakukan Radioterapi keduanya, Randy duduk dihadapan Dokter."Obatnya masih ada kan pak Randy?" Tanya Dokter."Masih Dok, saya ngerasa kebantu dengan obat dari dokter, jadi kalo saya ngerasain efek samping setelah radioterapi seperti mual, sakit kepala atau gatal gatal saya langsung minum obatnya." Ujar Randy."Iya Pak, karena memang untuk itu fungsi obat yang saya berikan." Ujar Dokter pada Randy."Baik Dok, sampai bertemu di sesi terapi berikutnya minggu depan ya, saya pamit." Ujar Randy."Silahkan Pak." Ujar Dokter tersenyum pada Randy, Randy berdiri dari duduknya lalu pergi keluar dari ruangan dokter itu.Yana mengendarai mobil yang baru dibelinya, mobil itu masuk ke pekarangan halaman rumah mas Badrun yang sudah menunggunya .Yana memarkirkan mobilnya, lalu turun dari mobilnya menghampiri mas Badrun."Nyaman banget mobilnya mas. Gak salah milih aku." Ujar Yana tersenyum."Iyalah, Kelua
Dikamarnya, Yana tampak termenung, raut wajahnya tampak sedang berfikir, Yana terlihat resah, menghela nafasnya, Yana mengingat kembali Paket yang diterimanya di cafe, Sebuah hadiah kejutan yang diberikan Randi padanya.Saat itu, Yana tak menyangka jika Randi benar benar akan mewujudkan keinginannya dan memberikan hadiah berupa ukiran keramik patung kaca padanya.Yana mengingat kembali saat di pesta dansa dulu, ketika Yana dan Randi menghadiri undangan pesta dari teman Randi seorang Pengusaha terkenal di Jogjakarta.Dulu, Yana hanya spontan saja mengucapkan kalimat kepada Randi bahwa ia ingin mengabadikan moment kemesraan mereka dipesta itu untuk selamanya agar bisa di kenang dan dilihat setiap saat.Yana tak menyangka jika Randi akhirnya membuat sebuah cendera mata Souvenir yang indah sebenarnya terlihat, ukiran keramik bergambar patung dirinya dan Randi yang sedang berdansa dengan dibuat dari kaca bening yang berkilau.Tentu sangat mah
Randi yang melihat Sita berdiri diam dihadapannya lalu menunjukkan bungkusan yang dibawanya."Via ada? Aku mau kasih oleh oleh buatnya." Ujar Randi tersenyum."Siapa Sit ?" Tanya Jumirah, ibunya Sita dari dalam rumah mendekati Sita yang masih diam tertunduk.Jumirah yang melihat Randi berdiri didepan pintu rumah tersenyum ramah."Eh Randi, ayo masuk sini." Sapa Jumirah ramah pada Randi."Terima kasih bu, saya kesini cuma mau kasih oleh oleh buat Via." Ujar Randi."Via nya belum pulang kerja, lembur mungkin." Jawab Jumirah. Sita lalu bergegas pergi masuk kedalam rumahnya."Saya titip ini aja buat Via bu." Ujar Randi memberikan bungkusan bungkusan berisi oleh oleh makanan dan pakaian kepada Jumirah yang menerimanya lalu meletakkannya di sebuah sofa yang ada didekat pintu rumah."Saya pamit pulang bu." Ujar Randi."Loh, gak nunggu Via pulang, nanggung udah datang." Ujar Jumirah ."Lain kali aja bu. Mari
Yana tampak terduduk dikursi cafenya, wajahnya menunjukkan kekecewaan, sekilas Yana menatap lagi kelembaran photo photo yang berserakan diatas meja, menarik nafasnya.Yana berdiri dari duduknya, lalu melangkah gontai mendekati karyawati cafe nya yang berada di tempat kasir."Apa ada wanita yang sering datang ke cafe ini menemui pak Herry ?"Tanya Yana kepada Kasir."Beberapa waktu lalu bu, keliatannya pak Herry dan wanita itu ribut omongan." Ujar Kasir."Terus?" Tanya Yana lagi."Pak Herry nyeret wanita itu keluar dari cafe, selanjutnya pak Herry ngobrol sama wanita itu diluar cafe, terus pergi." Jelas Kasir.Yana berfikir. Siapa Wanita itu, dan apa tujuannya datang ke cafe menemui Herry."Maaf bu, Saya gak lapor ke ibu, saya takut jadi masalah." Ujar Kasir pada Yana ."Gak apa. terima kasih info kamu." Jawab Yana lalu berbalik melangkah keluar dari cafenya. Yana melangkah menuju motornya yang terparkir di t
Pihak kepolisian ada didalam ruangan rumah tempat ditemukannya mayat Herry. Polisi mengamankan TKP (Tempat kejadian perkara), beberapa petugas forensik tampak sedang memeriksa seluruh TKP, Paramedis juga ada disitu , tubuh Herry diturunkan dari rantai yang mengikat lehernya.Mayat Herry dibaringkan di lantai rumah kosong itu, mulutnya tampak luka sobek berdarah seperti digunting paksa, kuku kuku jari tangan nya terlepas semua, jari jarinya ada darah yang menghitam.Pihak forensik mengambil gambar mayat Herry.Lalu beberapa petugas Paramedis datang membawa tandu, mengangkat tubuh Herry dan membawanya keluar dari ruangan itu.Kapten Polisi mendekati tim kepolisian yang ada didalam ruangan."Sepertinya pembunuh berantai mulai lagi aksinya." Ujar Kapten Polisi."Iya Kapten, dari luka luka yang ditemui pada mayat, ditemui kesamaan dengan korban satu tahun lalu." Ujar Polisi 1."Iya, korban pertama bernama Riyadi, dan ada kesamaan
Randi melotot tajam pada Sita, kemudian menyeringai, wajahnya sangat menakutkan, Sita semakin panik dan ketakutan."Jangaaan...tolong...demi Via...demi anak kita...tolong hentikan...jangan bunuh aku Randi, jangan bunuh aku..!!"Ratap Sita memohon ampun, tiba tiba tubuhnya dilemparkan Randi dengan cepat kedalam lubang yang ada ditanah pekarangan halaman belakang rumahnya itu."Aaaagggghhh...!!" Sita terjatuh dari tempat tidurnya, lalu membuka matanya, melihat dirinya yang berada dilantai, saat mengetahui dirinya berada didalam kamar dia lega.Ternyata semua yang dialaminya baru saja itu mimpi buruk.Sita tampak terduduk ketakutan di lantai sisi tempat tidurnya, memeluk kedua kakinya, Jumirah masuk menerobos ke kamar Sita karena mendengarnya teriak ditengah malam itu."Kamu kenapa ?!!" Tanya Jumirah mendekati Sita yang terduduk dilantai , wajahnya ketakutan dan penuh kecemasan."Mimpi itu...aku mimpi itu lagi ma." Ujar Sita g
Sore itu, dirumahnya, Marwan sedang menemui Polisi yang datang kerumahnya.Marwan menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan yang di ajukan pihak kepolisian padanya.Marwan menjelaskan pada Polisi bahwa benar dia sedang dirumah Randi dan bersamanya, saat malam menghilangnya dan matinya Riyadi, tetangga Randi yang di bunuh.Marwan juga memberi keterangan bahwa memang benar saat ia ada dirumah Randi sampai tengah malam, pihak keamanan erte bernama Bandi menegur mereka dengan cara kasar dan tidak sopan, namun menurut penjelasan Marwan pada pihak polisi, mereka tidak ribut mulut, Randi saat itu meminta maaf pada Bandi, keamanan erte dan Marwan setelah itu pulang.Semua keterangan yang diberikan Marwan di catat oleh pihak kepolisian sebagai bukti alibi dan kesaksian Marwan.Pihak kepolisian pun pamit pada Marwan setelah mereka merasa sudah cukup untuk menanyakan segala hal pada dirinya.Marwan mengantarkan kepergian pihak Polisi dari rumahn
Para petugas polisi segera bergerak untuk memburu Via yang membunuh Yana, salah seorang petugas polisi mendobrak paksa pintu rumah kontrakan Via, polisi berhasil mencium jejak persembunyian Via selama ini, untuk itu mereka mendatangi rumah Via agar bisa segera menangkap Via yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Yana.Setelah pintu terbuka karena di dobrak paksa, Manto beserta lima petugas kepolisian segera masuk ke dalam rumah, mereka segera bergerak memencar menyusuri seluruh ruangan untuk mencari Via.Di dalam rumah itu tidak mereka temukan Via yang lebih dulu sudah pergi melarikan diri, Manto masuk ke dalam kamar, dia melihat ada bekas genangan darah yang mengering di atas tempat tidur, ada juga pisau tergeletak di lantai kamar, Manto tahu, di kamar itulah Via menjalankan aksinya membunuh Yana, dengan keadaan terikat dan terbaring di atas tempat tidur, wajah Manto terlihat kesal karena dia tidak menemukan Via di dalam rumahnya.Seorang petugas
Kembali ke beberapa jam sebelum terjadinya pembunuhan Yana yang dilakukan Via. Via membuka pintu kamar setengah, semburat cahaya masuk ke dalam kamar saat pintu terbuka, mengenai wajah Yana yang terikat di atas tempat tidur, Yana cepat menoleh kearah datangnya Via yang berjalan santai dan tenang mendekatinya."Via...Viaa tolong, lepasin bunda, lepasin bunda, biarkan bunda pergi dari sini ya, tolong Via..." Ujar Yana memelas pada Via yang menatapnya dengan tatapan sorot mata yang dingin, wajah Yana terlihat penuh dengan rasa kecemasan dan ketakutan melihat sikap dingin Via."Kamu harus di hukum atas semua perbuatanmu pada papahku." Ujar Via dengan suara datar menatap dingin wajah Yana yang ketakutan, dia merasakan ada hal yang aneh pada diri Via saat melihat wajahnya, perasaan Yana menjadi semakin cemas, dia merasakan akan terjadi sesuatu hal yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya.Via mendekati Yana yang terikat diatas tempat
Via membaca pesan yang dikirimkan papahnya dengan ekspresi wajah datar dan tenang."Untuk putri papah. Terima kasih telah menjadi putri terbaik yang pernah aku miliki. Sebentar lagi papah akan pergi jauh darimu, Nak, Tetaplah menjadi putri papah yang baik, Waktu terbaik dalam hidupku adalah Ketika menjadi papahmu.papah mencintai Via melebihi cinta pada diriku sendiri.Nak, kamu adalah harta yang paling berharga milikku, Harapan terbesar papah adalah agar kamu selalu tahu bahwa papah sangat mencintai kamu. Selama ini papah sulit memahami seorang wanita, hanya satu wanita yang papah terus berusaha untuk memahami dirinya, ya, itu kamu anakku. Papah tahu, Via sosok perempuan hebat, kuat. Jangan pernah bersedih anakku. Jangan biarkan air matamu jatuh karena kepergian papah ini, tetaplah tersenyum, Berjuanglah dengan sungguh-sungguh, kelak kamu pasti mendapatkan apapun yang kamu inginkan.Papah pamit, jaga dirimu baik baik." Tulis Randi mengakhiri pesannya pada Via
Siang itu, di kantor kepolisian, Gunawan dan Manto sedang menemui seorang Dokter yang sengaja datang memberikan laporan kepada pihak kepolisian."Mengapa setelah berhari hari bapak baru datang melapor ?" Tanya Gunawan."Sebenarnya saya ragu dan takut, hanya saja, kok ya hati saya bergejolak terus, jadi saya niatkan diri untuk memberanikan diri melapor ke sini." Jelas sang Dokter."Bapak kenal dimana dengan Rizal?" Tanya Gunawan."Dia kawan baik adik saya pak, mereka satu profesi, kerja di kantor film yang sama sebagai editor, karena Rizal sering datang kerumah kalo pas liburan ke jogja, dia kenal saya." Ujar Dokter memberi penjelasan."Saat itu dia hubungi saya, minta tolong,abangnya katanya terluka di tusuk orang, saya suruh bawa kerumah sakit, dia bilang gak bisa, dia minta tolong terus ke saya, akhirnya saya datang menemuinya dan mengobati abangnya yang terluka." Ujar Dokter, Gunawan dan Manto mendengarkan penjelasannya."Saat saya
Dalam proses pemulihan dirinya, Randi mengisi hari harinya dengan tetap berada di dalam kamarnya yang sengaja gelap dan tidak diterangi lampu, diatas meja yang ada di kamar apartemen milik Rizal ada sepiring makanan dan buah buahan serta minuman di dalam gelas, ada juga obat obatan yang sengaja di beli Rizal untuk mengobati sakit lupa ingatan Randi. Hari itu, Randi terlihat berdiri di depan jendela kamar apartement yang terbuat dari kaca, dia menatap jauh keluar, dari dalam kamarnya yang berada di lantai 20 apartemen, terlihat bangunan bangunan gedung gedung perkantoran serta rumah rumah penduduk, awan bergerak beriringan, berkumpul menjadi satu dan membentuk gumpalan tebal di langit, cuaca mendung sore itu, matahari memasuki senja, berproses untuk tenggelam dan menghilangkan dirinya untuk digantikan bulan yang akan menentukan datangnya malam, tatapan mata Randi kosong, sekosong fikirannya saat itu, karena tak mampu mengingat apa yang sudah terjadi p
Via menghempaskan pantatnya di sofa yang ada diruang tamu rumah kontrakannya, dia tercenung, dari raut wajahnya terlihat perubahan pada air mukanya, terlihat ada rasa kecemasan yang begitu besar didalam dirinya, ada rasa ketakutan yang mendalam pada jiwanya tatkala ia membayangkan hal buruk terjadi pada papahnya."Semoga papah baik baik saja, cepat sadar pah." Gumam Via pada dirinya sendiri, dia memikirkan tentang kondisi papahnya saat ini yang dalam kondisi kritis, seperti yang dikabarkan Rizal padanya.Dalam kecemasan dan ketakutannya akan papahnya yang tak sadarkan diri karena luka parah yang dideritanya, Via terlihat resah, dia tak bisa menerima kenyataan bahwa papahnya terluka parah oleh Yana, orang yang berusaha di lindunginya dari kejahatan papahnya, ada kekecewaan membekas di jiwa Via jika membayangkan semua hal yang sudah terjadi itu.Via tiba tiba meringis menahan sakit, dia memegang kepalanya, merasakan sakit dan pusing, dia merasakan saa
Paman Mulyono terlihat wajahnya sedih, dia cemas sekali, menunggu dan berharap kabar baik dari Gunawan tentang Yana, keponakan yang sangat disayanginya itu, anak dari adik kandungnya."Mudah mudahan kamu baik baik saja Yana." Ujar paman Mulyono."Tuhan, tolong lindungi dan selamatkan Yana, jangan biarkan Randi membunuhnya, aku mohon Tuhan." Ujar paman Mulyono berdoa dengan cara yang dianut agamanya, ya, paman Mulyono seorang khatolik, berbeda agama dengan Yana yang menjadi mualaf dan menjadi muslim. Namun itu tidak membuat hubungan keluarga mereka pecah, walaupun banyak yang berbeda agama dan keyakinan dalam keluarga, mereka tetap hidup rukun, harmonis dan saling menyayangi satu sama lainnya, tidak ada permusuhan diantara mereka, seperti paman Mulyono yang begitu menyayangi Yana dan melindungi dirinya.Sementara itu, di tempat lain, Gunawan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, melintas melewati mobil mobil yang ada dijalan raya, suara
Dengan cepat sosok Roni yang muncul dalam diri Randi berjalan dengan langkah cepat mendekati Yana yang teriak memaki, lalu dia memukuli wajah Yana sekuat kuatnya, dia mengamuk, menghajar wajah Yana hingga babak belur bengkak berdarah, lalu dia menendang Yana yang duduk terikat di kursi, tendangan Roni membuat Yana yang dalam posisi terikat di kursi jatuh terjerembab kebelakang, Roni yang mengamuk hendak menginjak tubuh Yana, tiba tiba secara refleks, dia terbanting dan terjatuh ke lantai, sosok Randi yang muncul kembali dalam dirinya mendorong Roni agar tidak memukuli Yana."Sudah cukup ! Hentikan Roni, Hentikan !! Dia bisa mati nanti !!" Teriak Randi membentak Roni, Randi cepat mendekati Yana, membangunkan Yana yang terjatuh, Yana kembali di dudukkan di kursi masih dalam keadaan terikat."Aku gak bisa melakukan ini, aku gak bisa ! Udah cukup, hentikan !" Teriak Randi memegangi kepalanya, Yana terlihat ketakutan melihat Randi, seakan seperti terjadi keributan pa
Setelah Randi yang saat itu telah berubah menjadi sosok Roni yang ada dalam dirinya melucuti seluruh pakaian Sekar dan juga melepaskan pakaiannya, hal yang selama ini tidak pernah di inginkan dan di duga pun terjadi pada diri Sekar.Malam itu, kesucian Sekar pun direnggut oleh Randi, yang memiliki kepribadian ganda dalam dirinya, hingga tidak perduli dengan Sekar sebagai anak sambungnya.Dalam keadaan pingsan terbius Sekar tertidur dan tidak mengetahui jika saat ini dirinya sedang disetubuhi bapak angkat yang selama ini dianggapnya sebagai bapak kandungnya sendiri, Randi yang berubah menjadi sosok Roni dengan menyeringai mengerikan sangat menikmati dirinya menyetubuhi Sekar, dalam melakukan itu, terlintas kilatan kilatan sekelebat bayang wajah Yana bergant ganti dengan wajah Sekar, seakan dia membayangkan sedang menyetubuhi Yana.Sekar tak berdaya, dia jatuh ke dalam pelukan Randi, malam itu Sekar di perkosa Randi hingga berkali kali, ke empat sosok kepribadian