Seorang Pria berdiri didepan cafe, membaca Plang tulisan cafe "Dewi sekar." Pria itu memakai topi dan berkumis serta berjambang dan sedikit berjenggot.
Pria itu menatap kedalam cafe, membuka kaca matanya, melangkah mendekati selebaran kertas yang terpajang di dinding cafe.Pria itu ternyata Randi, yang sengaja menyamar untuk membedakan penampilannya agar tidak dikenali.
Randi masuk kedalam cafe milik Yana, dipintu masuk, Randi mengambil selebaran kertas yang berisi Iklan " Di jual Rumah ", Melipat lembaran kertas itu lalu masuk kedalam cafe.
Randi duduk disalah satu kursi meja yang ada didalam cafe tersebut, memandangi isi ruangan cafe, "cukup asri juga tempatnya" bathin Randi.
Pelayan datang menghampiri Randi."Silahkan dipilih menu nya Pak." Ujar Pelayan pada Randi.
"Ah, saya pesan ayam geprek sama es teh aja ya, gulanya dikit aja." Ujar Randi.
"Baik Pak, mohon ditunggu." Ujar Pelayan, Randi mengangguk. Pelayan pun pergi, Randi membaca selebaran iklan jual rumah itu, terlihat di photo gambar rumahnya ada disitu, dengan nomor telepon Harry sebagai contact personnya. Randi menyimpan nomor ponsel itu di dalam kontak ponselnya.
Didalam Rumah Yana, tampak Petugas Polisi selesai mengcopy rekaman cctv milik Yana ke flash disk .
"Kami akan memeriksa hasil rekaman cctv rumah ibu di kantor." Ujar Polisi pada Yana.
"Baik pak." Ujar Yana.
"Terima kasih atas kerjasamanya bu, jika kami meminta ibu datang ke kantor untuk memberikan keterangan apakah ibu bersedia ?" Tanya Polisi pada Yana.
"Saya bersedia Pak." Ucap Yana.
"Baik bu, kalau begitu, kami permisi, terima kasih." Ujar Polisi, Yana mengangguk hormat.
Lalu mereka pergi keluar dari rumah Yana.Diluar, didepan teras rumah Yana, Pak erte Samsir yang melihat Petugas Polisi keluar bersama Yana dari dalam rumah menyambutnya.
"Sudah selesai pak ?" Tanya Erte Samsir.
"Sudah Pak, terima kasih atas waktunya, kami permisi." Ujar Polisi pada erte Samsir.
"Mari bu , Pak." Pamit Petugas Polisi kepada Yana dan erte Samsir. Sepeninggal Petugas Polisi yang pergi itu, Yana memakai kembali helmnya.
"Semoga kasus ini cepat selesai ya pak, biar lingkungan kita aman dan kondusif lagi." Ujar Yana.
"Mudah mudahan bu." Ujar erte Samsir pada Yana.
"Saya permisi dulu pak, mau balik ke cafe saya." Ujar Yana .
"Oh, baik, silahkan bu." Ujar erte Samsir .
Yana naik ke motornya, menyalakan mesin motor, mengangguk pamit pada erte Samsir yang membalas dengan anggukan, Yana pergi meninggalkan erte Samsir yang memperhatikan kepergian Yana dengan menarik nafas.
Herry masuk kedalam cafe menemui Randi yang duduk disalah satu kursi di sudut cafe.
"Dengan Bapak Sandi ?" Ujar Herry menyapa Randi yang menyamar dengan nama Sandi.
"Ah, iya betul, pak Herry ya ?" Ujar Randi (Sandi) menyalaminya.
"Sandi." Ujar Randi menyebut nama samarannya.
"Maaf Pak Sandi harus menunggu lama, saya tadi lagi dipasar belanja kebutuhan cafe pas Bapak telepon saya tadi." Herry menjelaskan keterlambatannya itu pada Sandi (Randi) yang tersenyum ramah padanya.
"Ah, tidak apa Pak." Jawab Randi (Sandi) tersenyum.
"Sudah pesan makanan pak ?" Tanya Herry.
"Oh, Sudah tadi."Jawab Randi (Sandi).
"Lumayan bagus juga cafe nya ya Pak Herry, milik bapak ?"Ujar Randi (Sandi).
"Terima kasih Pak, baru mulai usaha, iya milik saya, kebetulan dapat modal jadi buka cafe ini." Ujar Herry, Randi tersenyum penuh arti menatap Herry yang mengaku kalau cafe itu milik dirinya.
Padahal Randi tahu betul bahwa modal buat cafe itu sepenuhnya milik Yana, mantan istrinya yang sekarang menjadi kekasih Herry itu."Ah iya, saya mau menanyakan harga pas rumah yang ada di iklan ini pak." Ujar Randi (Sandi) menunjukkan selebaran kertas berisi iklan jual rumah itu pada Herry.
"Oh, saya buka dasar harga 1,5 milyar Pak, bisa ditawar dikit." Ujar Herry.
" Delapan ratus juta boleh ?" Tawar Randi.
"Belum bisa pak, 1,2 Milyar nett nya." Jawab Herry pada Randi (Sandi).
Herry memberikan harga yang beda dari harga yang dikasih Yana sebesar 1 Milyar nettnya.
"Begitu ya, baiklah, saya akan pikirkan dulu, nanti beberapa hari lagi saya hubungi bapak untuk kita ketemuan berikutnya." Ujar Randi (Sandi).
"Siap Pak, kapan saja Pak Sandi mau ketemu dan liat rumah langsung saya siap waktunya." Jawab Herry tersenyum pada Randi (Sandi).
"Baiklah Pak, kalo begitu , saya pamit dulu, nanti saya kabari lagi." Ujar Randi (Sandi).
"Siap Pak." Ujar Herry tampak senang karena merasa rumah Yana akan laku terjual dan dibeli pak Sandi , Herry tak tahu kalau orang yang mengaku Sandi itu tidak lain adalah Randi mantan suami Yana.
Randi (Sandi) keluar dari cafe, masuk kedalam mobilnya, menyalakan mesin mobilnya, saat mobil dijalankan, saat itu pula Yana tiba di depan cafe memarkirkan motornya dan melepas helmnya, mobil Randi melaju melewati Yana yang sedang membuka helmnya, melangkah masuk kedalam cafe.
Randi memperhatikan Yana yang melangkah masuk kedalam cafe dari dalam mobil, mobil Randi menjauh dari cafe itu.
Dijalanan Randi melepaskan kumis, jambang dan jenggot palsunya, menyimpannya didalam dashboard mobil.
"Kasihan kamu Yana, gak sadar sedang dimanfaatkan oleh laki laki busuk itu." Ujar Randi , Randi menilai Yana dimanfaatkan Herry karena Herry mengaku cafe itu milik pribadinya, bukan milik Yana atau mengatakan join modal dengan Yana. Bahkan harga jual rumah pun berbohong, mengambil keuntungan dari harga yang diberikan Yana. Padahal kalau rumah laku pastinya Herry juga mendapat keuntungan dari Yana, dengan begitu Herry mendapatkan keuntungan dua kali dari hasil rumah jika laku terjual.
"Yanaaa....Yanaaa...kamu gobloook...bisa bisanya memilih pria busuk seperti si Herry itu menggantikanku!" Geram Randi, lalu menginjak gas mobil dan mengencangkan laju mobilnya dijalanan itu.
Didalam cafe, Herry tampak tersenyum senang menatap Yana. Yana yang melihat Herry begitu heran.
"Kamu kenapa mas? Senyam senyum gitu, kesambet ?" Ujar Yana tersenyum mesra pada Herry yang masih juga senyam senyum senang.
"Ada yang mau beli rumahmu, orangnya habis ketemuan denganku disini." Ujar Herry.
"Masa ?" Ujar Yana.
"Iya, baru aja , gak lama dia pergi kamu datang." Ujar Herry .
"Alhamdulillah kalo gitu mas, akhirnya laku juga rumah itu." Ujar Yana.
"Aku kan udah bilang ke kamu, sabar, pasti ada yang mau beli rumahmu." Ujar Herry sambil kedua tangannya memegang bahu kiri dan kanan Yana.
"Iya mas, aku cuma khawatir aja rumah itu gak laku karena kejadian mengerikan yang terjadi dilingkungan rumahku itu." Ujar Yana.
Herry melepaskan pegangan tangannya dari bahu Yana. Menatap wajah Yana.
"Maksudmu ?" Tanya Herry pada Yana.
"Keluarga almarhum pak Riyadi, tetangga sebelah rumahku mati terbunuh semalam." Ujar Yana.
"Haaq..!!" Herry kaget mendengarnya.
"Makanya aku tadi dipanggil pak erte kesana, karena polisi minta rekaman cctv rumah." Jelas Yana.
"Udah ?" Ujar Herry.
"Udah tadi diambil polisi rekamannya." Ujar Yana.
"Naas benar nasib keluarga mereka, dulu Riyadinya ditemui mati terbunuh." Ujar Herry .
"Iya mas, kabarnya bukan istri dan dua anaknya aja yang mati dibunuh didalam rumah itu, tapi si Antok anaknya yang pertama juga mati dirumah sakit, Polisi sedang menyelidiki kematiannya." Jelas Yana pada Herry.
"Aagh, gak kebayang aku..." Ujar Herry bergidik.
"Siapa yang tega bunuh satu keluarga itu ya ?" Ujar Herry berfikir.
"Entahlah." Geleng Yana sambil menghela nafasnya, ada sedikit kekhawatiran pada diri Yana.
"Kalo liat kematian keluarga itu, sepertinya yang membunuhnya punya dendam kesumat sama mereka." Ujar Herry.
"Sepertinya begitu." Ujar Yana.
Yana terdiam sebentar, berfikir, menarik nafasnya, lalu dia teringat Randi.
"Apaa mungkiinn...tapi ah, gak lah." Yana ragu melanjutkan perkataannya. Herry melirik wajah Yana yang ragu.
"Gak apa ?" Tanya Herry.
"Nggak, aku kok teringat si Randi mantan suamiku itu." Ujar Yana, mendengar itu Herry menunjukkan raut wajah tak suka, rasa cemburu muncul pada diri Herry.
Yana mengetahui perubahan air muka Herry itu, meluruskan ucapannya.
"Maksudku, gak mungkin Randi pelakunya." Ujar Yana.
"Randi ? Kok kamu berfikir dia ?" Ujar Herry.
"Ya aku teringat aja, dulu kan kami pernah ribut dengan keluarga Riyadi itu, mereka melabrak masuk kedalam rumah, anaknya si Antok mengancam si Randi mau dibunuh kalo ketemu dijalan." Ujar Yana.
"Randi pernah bilang ke aku malam setelah kejadian itu, kalo dia gak takut ancaman si Antok, justru bisa bisa si Antok yang dimatiinnya, itu kata Randi." Jelas Yana pada Herry.
"Ah, gak mungkin Randi berani bunuh orang Yana, kamu kan tau sendiri gimana si Randi itu." Ujar Herry.
"Iya sih, Randi cuma mulutnya aja yang marah marah emosi, tapi gak pernah ada tindakan lanjutnya, selama sama aku gak pernah dia berbuat kasar ke orang, apalagi ke aku." Ujar Yana pada Herry.
"Makanya, gak mungkin, kalo Randi punya naluri membunuh, bukan tetanggamu yang jadi korban duluan Yana, pastinya kamu duluan karena kamu kan menceraikannya." Ujar Herry pada Yana.
"Iya ya mas. Ah sudahlah, biar Polisi yang mengungkap pelakunya." Ujar Yana lalu duduk di kursi samping kasir cafe.
Tampak didalam ruangan kantor polisi, beberapa petugas polisi sedang meeting membahas seputar TKP (Tempat kejadian Perkara) yang terjadi.
"Dari hasil penelusuran tim forensik, tidak ditemukan barang bukti yang mencurigakan, sepertinya pelaku cerdas, tidak meninggalkan jejak apapun ditempat kejadian." Jelas Polisi satu.
"Kalau saya liat tempat kejadian kematian keluarga itu, ada kesamaan dengan pembunuhan lain yang sebelumnya terjadi." Ujar Polisi dua.
"Maksudnya ?" Tanya Kapten Polisi.
"Di dinding kamar korban , ada tulisan bertinta darah " Hell..Lo.. Lo ke Neraka." Jelas Polisi dua.
"Kalo disamakan dengan kasus mayat yang ditemukan di rawa jombor, ditemukan juga tulisan yang sama di sebuah perahu yang ditemukan." Ujar Polisi dua.
"Juga di batu pembatas jembatan kali samping Aula pertemuan erte tempat ditemukan mayat lainnya, suami dari korban yang dibantai baru baru ini." Jelas Polisi dua.
"Korban pertama Riyadi adalah suami dari korban Tatik, Bandi, yang ditemukan dirawa jombor mayatnya adalah keamanan erte lingkungan tempat tinggal mereka." Ujar Polisi dua.
"Jadi, mereka semua warga dilingkungan itu ?" Ujar Kapten Polisi.
"Iya ." Ujar Polisi dua.
"Selain itu, kami juga sedang menyelidiki kematian Antok, anak korban yang ditemui mati mendadak di ruang rawat rumah sakit Kapten." Ujar Polisi satu pada Kapten Polisi.
"Dan dilantai kamar ruang rawat rumah sakit, tepat dibawah kolong ranjang, ditemukan juga tulisan yang sama " Hell..Loo." Ujar Polisi satu.
"Itu yang membuat kami menyimpulkan bahwa kematian korban Antok adalah pembunuhan, bukan mati wajar karena sakitnya." Jelas Polisi satu.
"Baiklah kalau begitu, kalian sudah berhasil mengumpulkan data dan bukti bukti keterkaitan antara korban satu dan yang lainnya." Ujar kapten Polisi.
"Ini artinya Pelaku adalah orang yang sama, dan pembunuhan ini bisa ditetapkan sebagai pembunuhan berantai karena kesamaan yang ditemukan ditempat kejadian masing masing." Ujar Kapten Polisi.
"Iya Kapten, tampaknya pelaku sengaja memberikan jejak sebagai petunjuk untuk melampiaskan kemarahannya pada para korban yang dibunuhnya." Ujar Polisi dua.
"Baik, mulai hari ini, kalian selidiki dengan hati hati, mulai dari menginterogasi setiap warga di lingkungan itu dan orang orang dekatnya." Ujar Kapten Polisi .
"Siaap." Ujar kedua Polisi itu pada Kapten Polisi.
Sore itu, di pusat perbelanjaan Malioboro Jogjakarta, Randi tengah berbelanja untuk membeli pakaian pakaian sebagai hadiah untuk anaknya di Jakarta.
Randi tengah memilih milih pakaian yang ada, saat Randi hendak meraih sebuah setelan pakaian anak muda yang terpajang, bersamaan itu juga tangan seorang wanita meraih pakaian itu, Randi melepaskan pegangannya pada pakaian itu dan melihat ke arah wanita tersebut.
"Yanaa..?" Tegur Randi.
Yana kaget melihat ternyata Randi yang ada dihadapannya. Sementara Dewi yang berdiri disamping Yana hanya diam.
"Eeeh Dewii, kurusan yaaa." Sapa Randi kepada Dewi, anak Yana yang nomor dua, yang hari itu ikut nemani Yana berbelanja. Dewi memang dulu gemuk, namun sekarang tubuhnya terlihat lebih kurusan sedikit dari yang dulu. Dewi tersenyum mengangguk pada Randi.
Randi tersenyum pada Dewi."Dewi mau baju ini ? Ambillah." Ujar Randi pada Dewi menunjuk pakaian yang tadi dipegangnya itu dan memberikannya pada Dewi yang menerimanya.
"Lama kita gak ketemu Yana." Ujar Randi senyum menatap Yana, dari tatapan mata Randi menyiratkan kerinduan yang mendalam sebenarnya terhadap Yana, bagaimanapun Randi belum bisa melupakan Yana sepenuhnya, namun rasa itu disembunyikan Randi, seolah tidak ada apa apa yang terjadi diantara mereka.
"Sejak kapan kamu ada di Jogja bang ?" Tanya Yana.
"Udah hampir seminggu, ada tugas kerjaan , hunting lokasi buat syuting." Jelas Randi berbohong pada Yana, Yana mengangguk, menatap Randi sekilas lalu membuang pandangannya, tak mau lama melihat Randi.
"Oh begitu." Ujar Yana.
"Tiga hari lagi aku harus balik ke Jakarta buat persiapan syutingku berikutnya, judul baru." Ujar Randi tersenyum.
"Oh begitu." Ujar Yana.
"Kalian udah makan ? Lebih baik kita cari tempat ngobrol sambil makan yuk, gak buru burukan ?" Ujar Randi pada Yana.
Yana terdiam berfikir, Dewi tampak mengguit lengan Yana, memberikan kode agar pulang, karena Dewi merasa tidak nyaman berada didekat Randi.Randi tersenyum manis menatap mereka."Ayolah Yana, mumpung ketemu, belum tentu kita bisa ketemu lagi nantinya." Ujar Randi.
"Baiklah." Ujar Yana.
Randi tersenyum lega."Gitu dong, yuk." Randi lalu mengajak Yana dan Dewi untuk mencari tempat makanan. Mereka melangkah keluar dari tempat itu.
Di sebuah cafe sekitar Malioboro itu , Randi, Dewi dan Yana sedang menikmati hidangan yang ada.
"Sekar kok gak ikut ? Biasanya kalo pergi kemana mana selalu ikut?" Tanya Randi pada Yana. Mendengar nama Sekar, Yana terdiam, menghentikan makannya, menghela nafas berat.
"Kenapa Yan ?" Tanya Randi melihat ekspresi sedih Yana itu, Dewi melirik wajah mamanya yang tampak sedih.
"Sekar sedang di rawat di rumah sakit jiwa, di isolasi." Ujar Yana datar dan lirih. Mendengar itu Randi kaget. Tak yakin dengan apa yang didengarnya.
"Kenapa ??" Tanya Randi.
"Sekar hamil, gak tau siapa yang menghamilinya, Sekar jadi stress, sempat mau bunuh diri dua kali, hingga akhirnya setelah melahirkan anaknya, Sekar semakin terganggu kejiwaannya, aku kasihan melihatnya, makanya aku bawa kerumah sakit jiwa buat dirawat disana." Ujar Yana sambil meneteskan air mata sedihnya mengingat kejadian yang menimpa Sekar.
Randi mendengar itu terdiam, menatap wajah Yana yang tampak sedih dan menangis itu.
"Dirumah sakit jiwa mana ? Klaten atau Jogja ?" Tanya Randi.
"Klaten bang." Jawab Yana menangis.
"Yang sabar ya... Sekarang anaknya Sekar dimana ?" Tanya Randi pada Yana.
"Aku titipkan dipanti Asuhan, karena aku gak sanggup merawat dan melihat bayi itu, kalo melihatnya pasti aku menangis terus." Ujar Yana kembali menangis dan menghapus air matanya. Berusaha menenangkan dirinya.
"Panti Asuhan? Kasihan bayinya." Ujar Randi.
"Panti Asuhan mana ?" Tanya Randi.
"Panti Asuhan KASIH IBU " yang ada di maguwo Jogja, kita dulu pernah kesana memberi donasi." Ujar Yana menjelaskan pada Randi.
Randi mengangguk mengerti. Dia menatap wajah Yana yang tertunduk berusaha menghindar terus dari pandangan Randi."Sudah, sudah, jangan nangis lagi, gak enak diliat orang Yana." Ujar Randi menenangkan Yana. Yana menghapus air matanya, menarik nafas berat.
"Aku pamit pulang bang, terima kasih makanannya." Ujar Yana.
Yana lalu bergegas berdiri dan pergi dari situ mengajak Dewi, Dewi pun dengan cepat mengikuti Yana pergi keluar dari ruang cafe itu.Randi menatap kepergian Yana dengan wajah prihatin dan ikut sedih, namun tak berapa lama wajah Randi berubah, menjadi tersenyum menyeringai, tampak menyeramkan.
Siang itu, dihari lainnya, Randi tampak berkunjung ke Panti Asuhan tempat dimana Yana menitipkan Bayi Sekar. Ibu Pengasuh panti asuhan menemui Randi.Melihat Randi yang datang, Ibu pengasuh panti asuhan tersenyum, karena mengenal Randi sebagai suami Yana dan sebagai donatur tetap panti asuhannya."Apa kabar pak Randi, lama gak kesini." Ujar Ibu Pengasuh panti asuhan pada Randi."Iya bu, saya sibuk kerja di Jakarta." Ujar Randi tersenyum."Bagaimana keadaan Ibu dan Panti asuhan ini ?" Tanya Randi."Alhamdulillah baik pak Randi, Bu Yana masih rutin memberikan sumbangan ke panti asuhan ini." Ujar Ibu Pengasuh panti asuhan dengan tersenyum."Oh begitu." Ujar Randi."Saya dengar dari Yana, kalau anaknya Sekar dititipkan di panti asuhan ini, boleh saya melihatnya bu ?" Ujar Randi."Aduh maaf pak, anaknya sudah di adopsi, 6 bulan lalu." Ujar Ibu asuh panti asuhan."Oh begitu." Ujar Randi menyembunyikan rasa kecewa
Randi sedang melakukan Radioterapi Eksternal diruangan khusus Radioterapi.Tampak Pemindaian CT Scan sedang berjalan.Radioterapi eksternal adalah jenis terapi radiasi yang dilakukan dengan mengarahkan sinar-X atau sinar proton ke bagian tubuh yang terserang kanker.Terapi ini tidak menimbulkan sakit dan pasien umumnya bisa langsung pulang setelah pengobatan selesai dilakukan.Radioterapi eksternal yang dilakukan Dokter pribadi Randi selesai, Pemindaian CT Scan itu berlangsung selama 30 menit.Randi duduk di kursi sebuah meja, dihadapannya Dokter pribadinya sedang menulis resep obat di secarik kertas resep."Radioterapi ini harus rutin bapak jalani, seminggu 2 kali." Ujar Dokter."Baik Dok." Jawab Randi."Saya akan memberikan beberapa obat untuk menetralkan efek samping yang akan muncul setelah Radioterapi eksternal dilakukan, bapak bisa minum obat obatannya nanti." Jelas Dokter pada Randi."Ingat pak Rand
Malam itu, dirumah Jetak, di dalam kamarnya, Yana termenung, dia berfikir, mengingat kembali wajah Randi (Sandi) yang dilihatnya di dalam mobil saat pergi dari cafe miliknya."Apa mungkin diaa...kalo dari samping seperti yang kuliat sepertinya iya." Ujar Yana pada dirinya sendiri. Yana lalu menepiskan pikirannya yang melintas."Ah, tapi ya gak mungkin, penampilannya aja beda, mungkin perasaanku aja ini." Gumam Yana menghela nafasnya. Yana mematikan lampu kamarnya, lalu merebahkan tubuhnya dikasur, berusaha untuk memejamkan matanya dan tidur. Siang itu, Yana tampak berada dipemakaman, Yana mengunjungi makam Sekar."Mama datang Sekar." Ujarnya pada makam Sekar sambil tersenyum memandang kepada batu nisan."Mama kangen sama kamu." Ujarnya sambil meneteskan air matanya menatap batu nisan sekar, Yana berjongkok didepan makam."Mama kangen dengan semua yang ada di kamu nak." Ujarnya lagi .Yana teringat akan keceri
Randy baru selesai melakukan Radioterapi keduanya, Randy duduk dihadapan Dokter."Obatnya masih ada kan pak Randy?" Tanya Dokter."Masih Dok, saya ngerasa kebantu dengan obat dari dokter, jadi kalo saya ngerasain efek samping setelah radioterapi seperti mual, sakit kepala atau gatal gatal saya langsung minum obatnya." Ujar Randy."Iya Pak, karena memang untuk itu fungsi obat yang saya berikan." Ujar Dokter pada Randy."Baik Dok, sampai bertemu di sesi terapi berikutnya minggu depan ya, saya pamit." Ujar Randy."Silahkan Pak." Ujar Dokter tersenyum pada Randy, Randy berdiri dari duduknya lalu pergi keluar dari ruangan dokter itu.Yana mengendarai mobil yang baru dibelinya, mobil itu masuk ke pekarangan halaman rumah mas Badrun yang sudah menunggunya .Yana memarkirkan mobilnya, lalu turun dari mobilnya menghampiri mas Badrun."Nyaman banget mobilnya mas. Gak salah milih aku." Ujar Yana tersenyum."Iyalah, Kelua
Dikamarnya, Yana tampak termenung, raut wajahnya tampak sedang berfikir, Yana terlihat resah, menghela nafasnya, Yana mengingat kembali Paket yang diterimanya di cafe, Sebuah hadiah kejutan yang diberikan Randi padanya.Saat itu, Yana tak menyangka jika Randi benar benar akan mewujudkan keinginannya dan memberikan hadiah berupa ukiran keramik patung kaca padanya.Yana mengingat kembali saat di pesta dansa dulu, ketika Yana dan Randi menghadiri undangan pesta dari teman Randi seorang Pengusaha terkenal di Jogjakarta.Dulu, Yana hanya spontan saja mengucapkan kalimat kepada Randi bahwa ia ingin mengabadikan moment kemesraan mereka dipesta itu untuk selamanya agar bisa di kenang dan dilihat setiap saat.Yana tak menyangka jika Randi akhirnya membuat sebuah cendera mata Souvenir yang indah sebenarnya terlihat, ukiran keramik bergambar patung dirinya dan Randi yang sedang berdansa dengan dibuat dari kaca bening yang berkilau.Tentu sangat mah
Randi yang melihat Sita berdiri diam dihadapannya lalu menunjukkan bungkusan yang dibawanya."Via ada? Aku mau kasih oleh oleh buatnya." Ujar Randi tersenyum."Siapa Sit ?" Tanya Jumirah, ibunya Sita dari dalam rumah mendekati Sita yang masih diam tertunduk.Jumirah yang melihat Randi berdiri didepan pintu rumah tersenyum ramah."Eh Randi, ayo masuk sini." Sapa Jumirah ramah pada Randi."Terima kasih bu, saya kesini cuma mau kasih oleh oleh buat Via." Ujar Randi."Via nya belum pulang kerja, lembur mungkin." Jawab Jumirah. Sita lalu bergegas pergi masuk kedalam rumahnya."Saya titip ini aja buat Via bu." Ujar Randi memberikan bungkusan bungkusan berisi oleh oleh makanan dan pakaian kepada Jumirah yang menerimanya lalu meletakkannya di sebuah sofa yang ada didekat pintu rumah."Saya pamit pulang bu." Ujar Randi."Loh, gak nunggu Via pulang, nanggung udah datang." Ujar Jumirah ."Lain kali aja bu. Mari
Yana tampak terduduk dikursi cafenya, wajahnya menunjukkan kekecewaan, sekilas Yana menatap lagi kelembaran photo photo yang berserakan diatas meja, menarik nafasnya.Yana berdiri dari duduknya, lalu melangkah gontai mendekati karyawati cafe nya yang berada di tempat kasir."Apa ada wanita yang sering datang ke cafe ini menemui pak Herry ?"Tanya Yana kepada Kasir."Beberapa waktu lalu bu, keliatannya pak Herry dan wanita itu ribut omongan." Ujar Kasir."Terus?" Tanya Yana lagi."Pak Herry nyeret wanita itu keluar dari cafe, selanjutnya pak Herry ngobrol sama wanita itu diluar cafe, terus pergi." Jelas Kasir.Yana berfikir. Siapa Wanita itu, dan apa tujuannya datang ke cafe menemui Herry."Maaf bu, Saya gak lapor ke ibu, saya takut jadi masalah." Ujar Kasir pada Yana ."Gak apa. terima kasih info kamu." Jawab Yana lalu berbalik melangkah keluar dari cafenya. Yana melangkah menuju motornya yang terparkir di t
Pihak kepolisian ada didalam ruangan rumah tempat ditemukannya mayat Herry. Polisi mengamankan TKP (Tempat kejadian perkara), beberapa petugas forensik tampak sedang memeriksa seluruh TKP, Paramedis juga ada disitu , tubuh Herry diturunkan dari rantai yang mengikat lehernya.Mayat Herry dibaringkan di lantai rumah kosong itu, mulutnya tampak luka sobek berdarah seperti digunting paksa, kuku kuku jari tangan nya terlepas semua, jari jarinya ada darah yang menghitam.Pihak forensik mengambil gambar mayat Herry.Lalu beberapa petugas Paramedis datang membawa tandu, mengangkat tubuh Herry dan membawanya keluar dari ruangan itu.Kapten Polisi mendekati tim kepolisian yang ada didalam ruangan."Sepertinya pembunuh berantai mulai lagi aksinya." Ujar Kapten Polisi."Iya Kapten, dari luka luka yang ditemui pada mayat, ditemui kesamaan dengan korban satu tahun lalu." Ujar Polisi 1."Iya, korban pertama bernama Riyadi, dan ada kesamaan
Para petugas polisi segera bergerak untuk memburu Via yang membunuh Yana, salah seorang petugas polisi mendobrak paksa pintu rumah kontrakan Via, polisi berhasil mencium jejak persembunyian Via selama ini, untuk itu mereka mendatangi rumah Via agar bisa segera menangkap Via yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Yana.Setelah pintu terbuka karena di dobrak paksa, Manto beserta lima petugas kepolisian segera masuk ke dalam rumah, mereka segera bergerak memencar menyusuri seluruh ruangan untuk mencari Via.Di dalam rumah itu tidak mereka temukan Via yang lebih dulu sudah pergi melarikan diri, Manto masuk ke dalam kamar, dia melihat ada bekas genangan darah yang mengering di atas tempat tidur, ada juga pisau tergeletak di lantai kamar, Manto tahu, di kamar itulah Via menjalankan aksinya membunuh Yana, dengan keadaan terikat dan terbaring di atas tempat tidur, wajah Manto terlihat kesal karena dia tidak menemukan Via di dalam rumahnya.Seorang petugas
Kembali ke beberapa jam sebelum terjadinya pembunuhan Yana yang dilakukan Via. Via membuka pintu kamar setengah, semburat cahaya masuk ke dalam kamar saat pintu terbuka, mengenai wajah Yana yang terikat di atas tempat tidur, Yana cepat menoleh kearah datangnya Via yang berjalan santai dan tenang mendekatinya."Via...Viaa tolong, lepasin bunda, lepasin bunda, biarkan bunda pergi dari sini ya, tolong Via..." Ujar Yana memelas pada Via yang menatapnya dengan tatapan sorot mata yang dingin, wajah Yana terlihat penuh dengan rasa kecemasan dan ketakutan melihat sikap dingin Via."Kamu harus di hukum atas semua perbuatanmu pada papahku." Ujar Via dengan suara datar menatap dingin wajah Yana yang ketakutan, dia merasakan ada hal yang aneh pada diri Via saat melihat wajahnya, perasaan Yana menjadi semakin cemas, dia merasakan akan terjadi sesuatu hal yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya.Via mendekati Yana yang terikat diatas tempat
Via membaca pesan yang dikirimkan papahnya dengan ekspresi wajah datar dan tenang."Untuk putri papah. Terima kasih telah menjadi putri terbaik yang pernah aku miliki. Sebentar lagi papah akan pergi jauh darimu, Nak, Tetaplah menjadi putri papah yang baik, Waktu terbaik dalam hidupku adalah Ketika menjadi papahmu.papah mencintai Via melebihi cinta pada diriku sendiri.Nak, kamu adalah harta yang paling berharga milikku, Harapan terbesar papah adalah agar kamu selalu tahu bahwa papah sangat mencintai kamu. Selama ini papah sulit memahami seorang wanita, hanya satu wanita yang papah terus berusaha untuk memahami dirinya, ya, itu kamu anakku. Papah tahu, Via sosok perempuan hebat, kuat. Jangan pernah bersedih anakku. Jangan biarkan air matamu jatuh karena kepergian papah ini, tetaplah tersenyum, Berjuanglah dengan sungguh-sungguh, kelak kamu pasti mendapatkan apapun yang kamu inginkan.Papah pamit, jaga dirimu baik baik." Tulis Randi mengakhiri pesannya pada Via
Siang itu, di kantor kepolisian, Gunawan dan Manto sedang menemui seorang Dokter yang sengaja datang memberikan laporan kepada pihak kepolisian."Mengapa setelah berhari hari bapak baru datang melapor ?" Tanya Gunawan."Sebenarnya saya ragu dan takut, hanya saja, kok ya hati saya bergejolak terus, jadi saya niatkan diri untuk memberanikan diri melapor ke sini." Jelas sang Dokter."Bapak kenal dimana dengan Rizal?" Tanya Gunawan."Dia kawan baik adik saya pak, mereka satu profesi, kerja di kantor film yang sama sebagai editor, karena Rizal sering datang kerumah kalo pas liburan ke jogja, dia kenal saya." Ujar Dokter memberi penjelasan."Saat itu dia hubungi saya, minta tolong,abangnya katanya terluka di tusuk orang, saya suruh bawa kerumah sakit, dia bilang gak bisa, dia minta tolong terus ke saya, akhirnya saya datang menemuinya dan mengobati abangnya yang terluka." Ujar Dokter, Gunawan dan Manto mendengarkan penjelasannya."Saat saya
Dalam proses pemulihan dirinya, Randi mengisi hari harinya dengan tetap berada di dalam kamarnya yang sengaja gelap dan tidak diterangi lampu, diatas meja yang ada di kamar apartemen milik Rizal ada sepiring makanan dan buah buahan serta minuman di dalam gelas, ada juga obat obatan yang sengaja di beli Rizal untuk mengobati sakit lupa ingatan Randi. Hari itu, Randi terlihat berdiri di depan jendela kamar apartement yang terbuat dari kaca, dia menatap jauh keluar, dari dalam kamarnya yang berada di lantai 20 apartemen, terlihat bangunan bangunan gedung gedung perkantoran serta rumah rumah penduduk, awan bergerak beriringan, berkumpul menjadi satu dan membentuk gumpalan tebal di langit, cuaca mendung sore itu, matahari memasuki senja, berproses untuk tenggelam dan menghilangkan dirinya untuk digantikan bulan yang akan menentukan datangnya malam, tatapan mata Randi kosong, sekosong fikirannya saat itu, karena tak mampu mengingat apa yang sudah terjadi p
Via menghempaskan pantatnya di sofa yang ada diruang tamu rumah kontrakannya, dia tercenung, dari raut wajahnya terlihat perubahan pada air mukanya, terlihat ada rasa kecemasan yang begitu besar didalam dirinya, ada rasa ketakutan yang mendalam pada jiwanya tatkala ia membayangkan hal buruk terjadi pada papahnya."Semoga papah baik baik saja, cepat sadar pah." Gumam Via pada dirinya sendiri, dia memikirkan tentang kondisi papahnya saat ini yang dalam kondisi kritis, seperti yang dikabarkan Rizal padanya.Dalam kecemasan dan ketakutannya akan papahnya yang tak sadarkan diri karena luka parah yang dideritanya, Via terlihat resah, dia tak bisa menerima kenyataan bahwa papahnya terluka parah oleh Yana, orang yang berusaha di lindunginya dari kejahatan papahnya, ada kekecewaan membekas di jiwa Via jika membayangkan semua hal yang sudah terjadi itu.Via tiba tiba meringis menahan sakit, dia memegang kepalanya, merasakan sakit dan pusing, dia merasakan saa
Paman Mulyono terlihat wajahnya sedih, dia cemas sekali, menunggu dan berharap kabar baik dari Gunawan tentang Yana, keponakan yang sangat disayanginya itu, anak dari adik kandungnya."Mudah mudahan kamu baik baik saja Yana." Ujar paman Mulyono."Tuhan, tolong lindungi dan selamatkan Yana, jangan biarkan Randi membunuhnya, aku mohon Tuhan." Ujar paman Mulyono berdoa dengan cara yang dianut agamanya, ya, paman Mulyono seorang khatolik, berbeda agama dengan Yana yang menjadi mualaf dan menjadi muslim. Namun itu tidak membuat hubungan keluarga mereka pecah, walaupun banyak yang berbeda agama dan keyakinan dalam keluarga, mereka tetap hidup rukun, harmonis dan saling menyayangi satu sama lainnya, tidak ada permusuhan diantara mereka, seperti paman Mulyono yang begitu menyayangi Yana dan melindungi dirinya.Sementara itu, di tempat lain, Gunawan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, melintas melewati mobil mobil yang ada dijalan raya, suara
Dengan cepat sosok Roni yang muncul dalam diri Randi berjalan dengan langkah cepat mendekati Yana yang teriak memaki, lalu dia memukuli wajah Yana sekuat kuatnya, dia mengamuk, menghajar wajah Yana hingga babak belur bengkak berdarah, lalu dia menendang Yana yang duduk terikat di kursi, tendangan Roni membuat Yana yang dalam posisi terikat di kursi jatuh terjerembab kebelakang, Roni yang mengamuk hendak menginjak tubuh Yana, tiba tiba secara refleks, dia terbanting dan terjatuh ke lantai, sosok Randi yang muncul kembali dalam dirinya mendorong Roni agar tidak memukuli Yana."Sudah cukup ! Hentikan Roni, Hentikan !! Dia bisa mati nanti !!" Teriak Randi membentak Roni, Randi cepat mendekati Yana, membangunkan Yana yang terjatuh, Yana kembali di dudukkan di kursi masih dalam keadaan terikat."Aku gak bisa melakukan ini, aku gak bisa ! Udah cukup, hentikan !" Teriak Randi memegangi kepalanya, Yana terlihat ketakutan melihat Randi, seakan seperti terjadi keributan pa
Setelah Randi yang saat itu telah berubah menjadi sosok Roni yang ada dalam dirinya melucuti seluruh pakaian Sekar dan juga melepaskan pakaiannya, hal yang selama ini tidak pernah di inginkan dan di duga pun terjadi pada diri Sekar.Malam itu, kesucian Sekar pun direnggut oleh Randi, yang memiliki kepribadian ganda dalam dirinya, hingga tidak perduli dengan Sekar sebagai anak sambungnya.Dalam keadaan pingsan terbius Sekar tertidur dan tidak mengetahui jika saat ini dirinya sedang disetubuhi bapak angkat yang selama ini dianggapnya sebagai bapak kandungnya sendiri, Randi yang berubah menjadi sosok Roni dengan menyeringai mengerikan sangat menikmati dirinya menyetubuhi Sekar, dalam melakukan itu, terlintas kilatan kilatan sekelebat bayang wajah Yana bergant ganti dengan wajah Sekar, seakan dia membayangkan sedang menyetubuhi Yana.Sekar tak berdaya, dia jatuh ke dalam pelukan Randi, malam itu Sekar di perkosa Randi hingga berkali kali, ke empat sosok kepribadian