"Maaf karena harus menolak permintaan Anda, Puteri Xin Yuan."
Xin Yuan mundur beberapa langkah, lelaki itu sangat kukuh dalam pendiriannya. Mungkin kematian sekali pun tidak akan membuatnya gentar, huh? Akhirnya Xin Yuan juga tidak bisa memaksa.
"Kau boleh pergi."
Wu Jian menghela napas lega. Ia segera membersihkan pecahan yang berserakan di lantai. Sementara Xin Yuan kembali meminum bir di mejanya. Sepertinya ia tengah mengalami banyak tekanan. Yah, bukan urusan Wu Jian juga, sih. Wu Jian membawa pecahan botol yang sudah dikumpulkan ke dalam kain yang selalu ia bawa di saku untuk berjaga-jaga bila terluka dan perlu menyumbat darah.
"Saya permisi, Puteri Xin Yuan."
"Pergi saja."
Wu Jian sedikit kasihan melihatnya minum seperti orang tidak waras, namun apa pedulinya? Selama Lin Guang tidak apa-apa, itu sudah cukup baginya. Kapan dia akan kembali? Wu Jian harap tidak lama lagi.
Sore hari, rombongan Zhen Shui sudah kembali. Wu Jian turut
Lin Guang kembali ke ruangannya, menutup pintu dengan keras dan terengah-engah usai berlari. Menyandarkan punggung ke pintu, ia jatuh terduduk. Mengapa pemandangan Xin Yuan dan Wu Jian bersama begitu mengganggunya? Ia tidak mengerti. Apa yang sebenarnya ia harapkan?Mereka teman sejak kecil. Apakah karena selalu bersama, jadi rasanya aneh melihat Wu Jian bersama orang lain? Ada nyeri yang muncul di dada kiri. Lin Guang tidak tahu dia kenapa. Mungkinkah dia sebenarnya iri?Ia menggeleng. Pasti karena hanya belum terbiasa saja dengan keadaan. Tempat ini bukan desanya, ia yang harus menyesuaikan diri. Setelah memenangkan dirinya, Lin Guang berdiri dan berniat mencuci muka.Ketika ia melewati meja, sebuah belati kecil tak sengaja terlihat. Itu adalah pemberian dari Wu Jian ketika ia kecil. Lin Guang selalu menjaganya seperti yang diminta. Ia menatapnya hingga terdengar suara ketukan yang keras. Buru-buru Lin Guang membuka pint
Usai menyerahkan orang yang mereka tangkap pada Rong Yi dan kembali ke pos penjagaan, Wu Jian menaruh curiga pada orang yang tadi ditemui di pos jaga. Menyadari tatapan tajam dilayangkan padanya, orang itu menoleh dan tersenyum."Namaku Han Feng. Senang berkenalan denganmu."Han Feng mengulurkan tangan, mau tidak mau Wu Jian harus menyambutnya."Wu Jian."Seolah bisa membaca pikiran Wu Jian, Han Feng tiba-tiba berkata, "Tenang saja, aku berada di pihakmu, hahaha."Wu Jian mengernyit. "Kau sudah tahu tindakan orang di pos penjagaan? Mengapa Kota Luo tidak mengganti mereka dengan yang lebih layak?"Han Feng tertawa. "Pertanyaan bagus. Masalahnya, tidak ada orang yang berani berjaga selain mereka. Kami tidak punya pilihan lain."Wu Jian mulai memahami situasi. Memang sepertinya hanya masalah kecil, namun ini begitu krusial. Keberanian adalah sesuatu yang dipe
"Permisi."Lin Guang mengetuk pintu dan memasuki ruangan kaisar dengan penuh kecemasan. Kenapa tiba-tiba memanggilnya begini? Apakah beliau hendak mengatakan sesuatu yang penting? Bisa saja dia telah melakukan kesalahan tanpa ia sadari."Oh, Lin Guang, duduklah."Menurut, Lin Guang duduk di hadapannya. Rasanya sedikit canggung, mereka juga tidak begitu banyak bicara sebelumnya selain mengenai perjanjian untuk desa Liao."Apa kau sudah terbiasa di sini?""Ya, semua orang sangat baik." Lin Guang tidak mungkin mengatakan Xin Yuan kemarin malam menamparnya. Mana mungkin juga Kaisar akan percaya? Lebih baik ia diam saja."Apa puteraku tidak melakukan hal aneh padamu?"Lin Guang menggeleng. "Pangeran justru mengajari saya membaca. Saya sangat berterima kasih untuk itu.""Syukurlah kau tidak merasa tertekan. Aku tahu istana memang berbakat dengan desamu, dan aku harap kau tetap tinggal di sini dalam waktu lama." pinta Kaisar."
"Kerja bagus, Wu Jian. Sepertinya kau mengubah pandanganku terhadapmu."Wu Jian hanya diam mendengarkan perkataan Pangeran Zhen Shui. Ia telah kembali dari misinya pagi ini, bersama dengan Han Feng sebagai saksi untuknya. Kerajaan kemudian mengambil alih kota Luo untuk sementara waktu hingga pemimpin berikutnya ditetapkan oleh putusan. "Meski aku menyayangkan mengapa kau membunuh Rong Yi."Wu Jian menunduk. "Maaf, saya telah bersikap seenaknya. Apapun hukuman dari Yang Mulia akan saya terima."Zhen Shui terkekeh pelan. "Seharusnya demikian, namun kau melakukannya demi melindungi seseorang, dan Rong Yi akan mati cepat atau lambat. Kali ini, aku tidak akan menghitungnya."Han Feng yang menunduk di sebelah Wu Jian diam-diam merasa lega ketika mendengarnya. Tindakan Wu Jian mungkin bertentangan dengan perintah yang diberikan, namun Han Feng tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika melihat kasim itu dihukum. Pangeran telah membuat keputusan bijak, menurutnya."Angkat kepala kalian, ak
"Wu Jian!"Seorang anak perempuan berteriak memanggil nama sahabatnya yang baru saja memotong daging rusa. "Ada apa, Lin Guang?""Kupikir kau dapat babi lagi.""Sudah kubilang kemarin, aku akan menangkap rusa.""Kau sangat pemberani!"Desa Liao terletak jauh dari pusat provinsi. Untuk bisa kemari hanya dengan menggunakan jalur darat. Di balik gunung, itulah alasannya. Medan yang ditempuh tidaklah mudah. Walau demikian, penduduk Desa ini telah merasa cukup. Pihak istana tidak pernah menengok tempat ini barang sekali.Ada sebuah pemakaman di dekat pemukiman, tempat orang-orang yang dulu gugur dalam peperangan melawan Negara Cu. Kemenangan tidak dapat menghapuskan air mata bagi mereka yang ditinggalkan.Lin Guang mampir ke sana terlebih dahulu, Wu Jian dengan bangga menunjukkan rusa kecil yang ia tangkap tadi. Sementara Lin Guang meletakkan persembahan di dek
Sekembalinya ke Desa, Wu Jian menceritakan semuanya pada Ketua Desa. Kaisar sedang mengunjungi tempat Lin Guang saat ini, ia tidak bisa ke sana. Karena itu, rumah Ketua Desa menjadi tujuannya. Wu Jian menangis dalam diam. Ketua Desa tidak bisa berkata apa-apa. Dibiarkannya anak itu menumpahkan segalanya. Wu Jian tidak pernah menangis sejak kecil, bahkan ketika Ayahnya meninggal atau ibunya tidak kembali. Tetapi sepertinya ia tidak bisa menerima kenyataan hari ini. Satu-satunya yang tak bisa ia lepas adalah Lin Guang. "Apa yang harus aku lakukan, Ketua? Aku ... aku ... menyukai Lin Guang ... " Ketua Desa memalingkan wajah. "Aku tidak punya jawabannya. Maaf, Wu Jian." Wu Jian tidak tahu mengapa ia harus mengalami kepahitan ini. Apakah Dewa sedang mengutuknya? Mungkin saja ia pernah melakukan kesalahan besar tanpa ia sadari. Tapi apa? Apa yang telah ia lakukan hingga harus kehilangan Lin Guang? Mimpinya sejak dahulu adalah menikahi Lin Guang. Ber
Malam ini langit terlihat cerah.Lin Guang sedang menemani Zhen Shui di ruangannya. Zhen Shui berbaik hati memberikan beberapa buku pada Lin Guang untuk dibaca. Katanya, Lin Guang bisa membaca mereka bila bosan."Apa ini tidak berlebihan, Pangeran?""Kurasa tidak. Kau calon istriku, tidak ada salahnya belajar."Pipi Lin Guang bersemu merah. "T-tapi saya tidak bisa membaca, Pangeran."Zhen Shui menaikkan alis. "Bukan masalah. Aku bisa mengajarimu sekarang.""Be-benarkah? Terima kasih banyak, Pangeran!" Seru Lin Guang riang.Sejak saat itu, setiap malam Lin Guang selalu pergi ke ruangan Zhen Shui. Wu Jian tidak bisa mencegahnya, ia tak punya hak. Dan ia tidak perlu menaruh curiga, karena ia tahu Lin Guang tidak akan berbohong padanya. Di pagi hari ia akan bangun dengan wajah gembira. Wu Jian seharusnya turut senang, tapi tidak bisa."Minum tehmu dulu. Hari ini kau ada pelajaran Guqin.""Wu Jian, dengar. Sekarang aku mulai
"Kudengar kau sangat ahli dalam seni pedang, Kasim Wu Jian."Wu Jian baru saja kembali dari dapur ketika seseorang mencegatnya. Rambutnya panjang, memiliki warna hitam dan putih. Perawakannya pun tinggi. Wu Jian melihat seksama, ia mengenakan pakaian prajurit. Lantas Wu Jian membungkuk hormat."Maaf, permisi.""Hei, jangan begitu. Bermainlah denganku sebentar.""Saya punya banyak urusan.""Kau takut?"Tidak, Wu Jian tidak pernah takut pada apapun. Pria itu hanya memancingnya. Ia tak boleh terbawa perasaan. Baru saja Wu Jian hendak melangkah,"Oh, kau pelayan wanita desa itu, bukan? Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan Kaisar. Memilih wanita murahan untuk puteranya."Wu Jian berbalik dan hendak memukulnya. Tetapi pria itu dengan gesit menghindar. "Wanita itu pasti sangat berharga bagimu. Kau menyukainya, 'kan?""Say