Wu Jian baru saja kembali dari dapur ketika seseorang mencegatnya. Rambutnya panjang, memiliki warna hitam dan putih. Perawakannya pun tinggi. Wu Jian melihat seksama, ia mengenakan pakaian prajurit. Lantas Wu Jian membungkuk hormat.
"Maaf, permisi."
"Hei, jangan begitu. Bermainlah denganku sebentar."
"Saya punya banyak urusan."
"Kau takut?"
Tidak, Wu Jian tidak pernah takut pada apapun. Pria itu hanya memancingnya. Ia tak boleh terbawa perasaan. Baru saja Wu Jian hendak melangkah,
"Oh, kau pelayan wanita desa itu, bukan? Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan Kaisar. Memilih wanita murahan untuk puteranya."
Wu Jian berbalik dan hendak memukulnya. Tetapi pria itu dengan gesit menghindar. "Wanita itu pasti sangat berharga bagimu. Kau menyukainya, 'kan?"
"Saya tidak ingin mencari keributan."
Penantang itu mendongak. "Ini hanya latih tanding. Ayolah. Tunjukkan kau memang pantas menjadi Kasim di kerajaan ini."
****
Sebuah laga secara dadakan diadakan di tanah lapang. Dua orang pria saling membawa pedang dan bersiap menghunus satu sama lain.
Zhen Shui datang bersama Lin Guang untuk melihat pertandingan ini setelah mendengar kabarnya. Perempuan itu terkejut saat mengetahui bahwa salah satu partisipan itu adalah Wu Jian. Ia memang mempelajari seni pedang, tetapi Lin Guang tetap khawatir. Zhen Shui di sebelahnya hanya melirik sebentar, melihat wanita itu yang tampak cemas. Lalu ia mengalihkan pandangan kembali pada dua orang yang menjadi pusat atensi.
"Aku harap Wu Jian baik-baik saja." kata Lin Guang.
"Dia temanmu dari Desa itu?"
"Iya, Pangeran. Wu Jian sangat hebat dalam segala hal, tapi tetap saja ... aku ... aku takut kehilangannya."
"Ini hanya latih tanding, kau tidak perlu khawatir." Zhen Shui berusaha menenangkannya. Jarang-jarang melihat He Xiong, prajurit terbaiknya tertarik dengan orang asing. Ia yakin ini akan menjadi pertunjukan yang menarik.
Di tengah sana, pertarungan telah dimulai. Keduanya saling menyerang dengan agresif, menghindar lalu berputar. Wu Jian memajukan satu kaki dan mengarahkan pedang pada pria yang menantangnya itu. Serangannya dipatahkan dan dibalas dengan cepat. Wu Jian terhuyung, tapi ia segera berpindah posisi saat melihat pedang lawannya sudah siap mengenainya.
Pertarungan berlangsung sengit. Baik Wu Jian maupun lawannya tak mau mengalah. Ketika ada kesempatan, Wu Jian menggunakannya untuk menyingkirkan senjata pria itu, lalu mengarahkan ujung pedang ke lehernya. Pria itu mengaku menyerah sambil tertawa. Wu Jian mengernyit, ada apa dengan orang ini?
"Kau hebat sekali untuk ukuran seorang pelayan." Ia berdiri, menepuk debu yang menempel. "Aku He Xiong, He Xiong."
"Wu Jian."
"Aku tahu. Akan aku ingat. Mari bertemu di pertandingan selanjutnya, Wu Jian."
Wu Jian membuang pedangnya. Pertandingan ini tidak ada artinya. Hanya membuang-buang waktu saja. Ia menghadap ke arah timur, melihat Lin Guang dan Zhen Shui berada di sana, menontonnya. Apa Lin Guang melihat semua aksinya tadi?
Ia melihat Zhen Shui merangkul pundak Lin Guang dan mengajaknya pergi. Wu Jian ditampar kenyataan ke-sekian kali. Ia juga tidak bisa marah karena situasi. Pada akhirnya ia hanya diam dan kembali melakukan tugasnya.
***
"He Ding Hong itu minuman arak?"
"Bukan, itu racun."
Belajar menjadi pelayan istana itu tidak mudah. Wu Jian mendapatkan banyak pengetahuan baru ketika di sini. Ia sekarang juga bisa membaca, sama seperti Lin Guang. Seorang pelayan diharuskan menguasai banyak pengetahuan untuk memuaskan majikan mereka. Termasuk makanan dan obat-obatan. Tak lupa dengan tata krama.
"Wu Jian, kau sangat hebat tadi! Aku melihatmu melawan Jenderal He Xiong!" seru salah seorang pelayan di sana.
Jenderal?
"Jenderal He Xiong tak biasanya meminta hal seperti itu. Dan kau hampir mengalahkannya. Kau sangat hebat! Dari mana kau mempelajarinya? Seni pedang."
Para pelayan lain mulai berkumpul, memandang penuh harap agar sekiranya Wu Jian mau menjawab pertanyaan mereka. Wu Jian bingung dilihat orang banyak, ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Namun bila ia tak segera menanggapi, mereka semua juga tidak akan pergi.
"Dulu Ayahku seorang prajurit." Jawab Wu Jian jujur. Sedang mereka masih menatap kagum pada kebolehannya barusan melawan He Xiong.
"Hebat! Lalu di mana Ayahmu sekarang?"
Wu Jian memilih tidak menjawab dan berlalu pergi, membereskan tanaman obat yang mereka pelajari hari ini dari Qin Ai, Kepala Pelayan di istana ini. Para pelayan langsung terdiam, sepertinya Kasim Wu Jian tidak menyukai topik itu.
"Wu Jian, kau sangat hebat hari ini." Puji Qin Ai setelah para pelayan lain bubar dan kembali ke tempat mereka masing-masing. Lantas ia melanjutkan,
"Sebenarnya aku pikir dia sebenarnya mengalah, masih belum menunjukkan semua kemampuannya. He Xiong memang sangat hebat. Dia adalah prajurit terbaik istana saat ini. Kau sangat beruntung bisa bertarung melawannya."
Qin Ai meletakkan tanaman-tanaman kembali di rak. "Apa kau sibuk setelah ini?"
Wu Jian sebenarnya sedang mencari alasan untuk bertemu Lin Guang, dengan tugas sebagai kedoknya. "Lin Guang memintaku datang ke kamarnya malam ini untuk membaca lagi."
"Kalian sangat dekat, ya."
"Kami teman sejak kecil." Jelas Wu Jian. "Kami saling menjaga satu sama lain."
"Aku mengerti." Qin Ai tersenyum padanya. "Kalau masih tidak ada yang kau pahami, kemarilah padaku. Hari ini pelatihanmu sebagai Kasim telah berakhir, kau bisa melayani Nona Lin Guang setiap hari."
"Terima kasih atas bimbinganmu selama ini." Wu Jian memberikan penghormatan.
"Tidak perlu, kita adalah sesama pelayan." Qin Ai mengingatkan. "Semoga berhasil, Kasim Wu Jian."
***
Dengan berakhirnya pelatihan menjadi Kasim, sekarang Wu Jian bisa mengikuti ke manapun Lin Guang pergi. Bahkan ketika bersama Zhen Shui. Sebenarnya, ada sedikit ketidakrelaan. Namun ia harus menyembunyikan niat membunuhnya ketika berada di hadapan Zhen Shui.
Belum saatnya.
"Kau tidak ikut minum juga, Wu Jian?" Tanya Lin Guang setelah Wu Jian selesai menuangkan minuman untuk makan siangnya dan Zhen Shui. Pangeran Mahkota tidak berkata apa-apa, maka Wu Jian menolaknya dengan halus.
"Kau menyebalkan."
"Terima kasih."
"Itu bukan pujian, tahu."
Wu Jian harus berterima kasih pada Lin Guang untuk ini. Kebetulan saja perempuan itu tak mau pelayan selain dirinya. Zhen Shui juga tidak keberatan selama Wu Jian bisa menjalankan tugasnya. Meski biasanya ada beberapa pelayan untuk seorang wanita di istana ini.
Zhen Shui dan Lin Guang membicarakan beberapa hal. Wu Jian mengedarkan pandang ke sekeliling. Istana ini besar sekali. Walau setengah tahun telah berlalu, ia masih belum bisa menemukan ibunya. Hal terakhir yang dia ingat, ibunya berkata bahwa ia bekerja di tempat ini. Ia telah bertanya pada Qin Ai, tapi wanita itu bilang tidak pernah ada pelayan dengan nama seperti itu.
Lalu selama ini, ibunya bekerja di mana? Apa yang dilakukan olehnya?
Xin Yuan menyunggingkan senyum. Hari ini dia akan pergi ke tempat calon suaminya. Masih beberapa bulan sebelum pernikahan mereka, tetapi ia mendapat undangan langsung dari Kaisar negeri Ding. Beliau merupakan Ayah Zhen Shui; nama suaminya di masa depan.Kerajaan mereka telah menjalin kerjasama sejak lama, dan Xin Yuan amat mengenal Zhen Shui. Mereka sering bertemu dalam acara penting, mungkin dari sana pula ia merasa jatuh hati."Apa Anda sangat bahagia hari ini, tuan puteri?"Xin Yuan menoleh, melihat salah seorang pelayan bertanya. "Tentu saja, aku harus beradaptasi dengan kerajaan Ding. Aku harap bisa memimpin dengan baik untuk rakyatku kelak.""Saya harap itu bisa terjadi, puteri.""Terima kasih, Bibi Wu Xing. Oh iya, apa bibi benar-benar tidak mau ikut? Aku akan kesepian di sana tanpa bibi."Wu Xing hanya tersenyum kecil. "Tapi, saya tidak pantas berada di sana. Lagipula, pangeran pasti sudah menyiapkan banyak pelayan untuk Anda."
Lin Guang tahu bahwa ini bukanlah tempatnya. Setiap saat ia selalu mendapat pandangan sinis dari orang-orang istana. Beberapa dari mereka mempertanyakan keputusan Kaisar untuk menikahkan anaknya dengan seorang gadis desa. Walau begitu, ia akan tetap bertahan di tempat ini untuk orang-orang desanya.Hal yang ia syukuri adalah Wu Jian masih menemaninya di sini. Lin Guang tidak butuh orang lain selama Wu Jian ada untuknya. Ia dengar pelatihan kasimnya telah selesai dan kini bisa menemani Lin Guang kemanapun. Lin Guang sangat senang karena tidak benar-benar terpisah dari teman masa kecilnya.Hari ini Lin Guang menemani Zhen Shui menyambut kedatangan Xin Yuan, calon istrinya yang lain dari Kerajaan Zhe. Xin Yuan sangat cantik, anggun, juga berkelas. Wanita itu kabarnya ahli dalam membawakan syair. Berbeda jauh dengan Lin Guang yang sebelumnya bahkan tidak bisa membaca.Zhen Shui terlihat tidak peduli, tapi Lin Guang tahu bahwa
"Jadi sekarang bagaimana? Sebentar lagi acara makan malam untuk menyambut Nona Xin Yuan.""Tolong bilang aku sakit perut. Aku mau makan bubur saja."Wu Jian menghela napas. Sepertinya Lin Guang benar-benar kehilangan minat hari ini. Sedari siang, ia hanya tiduran di kasurnya dan malas melakukan apa-apa. Wu Jian tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi sebenarnya ia berterima kasih pada teman masa kecilnya. Ia tidak perlu melihat Lin Guang bersama Zhen Shui lagi."Baiklah, aku akan ke dapur dulu. Kau tunggu di sini.""Cepat kembali, ya.""Iya. Sekarang jangan kemana-mana, ya.""Memangnya aku mau ke mana? Kau ini aneh sekali, Wu Jian."Wu Jian tersenyum tipis dan berjalan ke dapur. Namun ada sesuatu yang terasa aneh. Ia tidak melihat He Xiong di sepanjang perjalanan. Apa dia sedang berada di sisi istana yang lain? Tapi kenapa juga Wu Jian harus memikirkannya? Hah. Buru-buru ia menggelengkan kepalanya. Lebih baik ia segera membuatkan bubur
Pagi-pagi sekali, penghormatan untuk kaisar sudah diadakan. Ini adalah sebuah kebiasaan rutin di istana, setiap pagi memang harus dilakukan untuk menghormati Kaisar dan Permaisuri. Tetapi permaisuri sendiri tidak hadir, hanya ada kaisar. Semua orang di istana diharuskan hadir dalam upacara ini. Termasuk Xin Yuan yang baru datang kemarin."Semoga kalian diberkati Dewa." Ucap Kaisar sebelum membubarkan mereka kembali.Xin Yuan menoleh, orang desa itu rupanya juga hadir dengan pelayannya. Sebenarnya ada beberapa cara untuk menyingkirkannya. Tetapi Xin Yuan tidak suka bermain cepat, dia akan melakukan ini pelan-pelan saja. Berakhir terlalu dini itu tidak akan seru, bukan?"Lin Guang," Xin Yuan setengah berlari menghampirinya. Memasang wajah penuh penyesalan yang merupakan bagian sandiwaranya."Aku minta maaf untuk semalam. Maukah kau memaafkanku?"Xin Yuan bisa merasakan tatapan tajam dari pel
Lin Guang melihat sekeliling dengan antusias melalui jendela di kereta kuda. Ini adalah kali pertamanya keluar istana bersama Pangeran Zhen Shui. Mereka sedang menuju kota Luo, karena dikabarkan ada masalah distribusi di daerah tersebut dalam kurun waktu seminggu belakangan."Sebaiknya kau berhati-hati nanti saat turun, Lin Guang. Kita tidak tahu itu apa. Bisa saja bandit." Peringat Zhen Shui."Bandit? Siapa mereka?" Lin Guang tidak pernah mendengar kata bandit, karena itu ia bertanya."Mereka adalah orang yang suka merampas benda milik warga." Jelas Zhen Shui secara singkat."Bukankah mereka jahat sekali?"Lin Guang tidak habis pikir. Kenapa ada orang jahat di dunia ini? Tidakkah mereka juga menginginkan untuk sebuah kedamaian? Tidak ada manfaatnya bila bermusuhan, bukan?"Kita sudah sampai, Yang Mulia."Seorang pelayan memberitahu dari luar. Zhen Shui me
"Maaf karena harus menolak permintaan Anda, Puteri Xin Yuan."Xin Yuan mundur beberapa langkah, lelaki itu sangat kukuh dalam pendiriannya. Mungkin kematian sekali pun tidak akan membuatnya gentar, huh? Akhirnya Xin Yuan juga tidak bisa memaksa."Kau boleh pergi."Wu Jian menghela napas lega. Ia segera membersihkan pecahan yang berserakan di lantai. Sementara Xin Yuan kembali meminum bir di mejanya. Sepertinya ia tengah mengalami banyak tekanan. Yah, bukan urusan Wu Jian juga, sih. Wu Jian membawa pecahan botol yang sudah dikumpulkan ke dalam kain yang selalu ia bawa di saku untuk berjaga-jaga bila terluka dan perlu menyumbat darah."Saya permisi, Puteri Xin Yuan.""Pergi saja."Wu Jian sedikit kasihan melihatnya minum seperti orang tidak waras, namun apa pedulinya? Selama Lin Guang tidak apa-apa, itu sudah cukup baginya. Kapan dia akan kembali? Wu Jian harap tidak lama lagi.Sore hari, rombongan Zhen Shui sudah kembali. Wu Jian turut
Lin Guang kembali ke ruangannya, menutup pintu dengan keras dan terengah-engah usai berlari. Menyandarkan punggung ke pintu, ia jatuh terduduk. Mengapa pemandangan Xin Yuan dan Wu Jian bersama begitu mengganggunya? Ia tidak mengerti. Apa yang sebenarnya ia harapkan?Mereka teman sejak kecil. Apakah karena selalu bersama, jadi rasanya aneh melihat Wu Jian bersama orang lain? Ada nyeri yang muncul di dada kiri. Lin Guang tidak tahu dia kenapa. Mungkinkah dia sebenarnya iri?Ia menggeleng. Pasti karena hanya belum terbiasa saja dengan keadaan. Tempat ini bukan desanya, ia yang harus menyesuaikan diri. Setelah memenangkan dirinya, Lin Guang berdiri dan berniat mencuci muka.Ketika ia melewati meja, sebuah belati kecil tak sengaja terlihat. Itu adalah pemberian dari Wu Jian ketika ia kecil. Lin Guang selalu menjaganya seperti yang diminta. Ia menatapnya hingga terdengar suara ketukan yang keras. Buru-buru Lin Guang membuka pint
Usai menyerahkan orang yang mereka tangkap pada Rong Yi dan kembali ke pos penjagaan, Wu Jian menaruh curiga pada orang yang tadi ditemui di pos jaga. Menyadari tatapan tajam dilayangkan padanya, orang itu menoleh dan tersenyum."Namaku Han Feng. Senang berkenalan denganmu."Han Feng mengulurkan tangan, mau tidak mau Wu Jian harus menyambutnya."Wu Jian."Seolah bisa membaca pikiran Wu Jian, Han Feng tiba-tiba berkata, "Tenang saja, aku berada di pihakmu, hahaha."Wu Jian mengernyit. "Kau sudah tahu tindakan orang di pos penjagaan? Mengapa Kota Luo tidak mengganti mereka dengan yang lebih layak?"Han Feng tertawa. "Pertanyaan bagus. Masalahnya, tidak ada orang yang berani berjaga selain mereka. Kami tidak punya pilihan lain."Wu Jian mulai memahami situasi. Memang sepertinya hanya masalah kecil, namun ini begitu krusial. Keberanian adalah sesuatu yang dipe
"Kerja bagus, Wu Jian. Sepertinya kau mengubah pandanganku terhadapmu."Wu Jian hanya diam mendengarkan perkataan Pangeran Zhen Shui. Ia telah kembali dari misinya pagi ini, bersama dengan Han Feng sebagai saksi untuknya. Kerajaan kemudian mengambil alih kota Luo untuk sementara waktu hingga pemimpin berikutnya ditetapkan oleh putusan. "Meski aku menyayangkan mengapa kau membunuh Rong Yi."Wu Jian menunduk. "Maaf, saya telah bersikap seenaknya. Apapun hukuman dari Yang Mulia akan saya terima."Zhen Shui terkekeh pelan. "Seharusnya demikian, namun kau melakukannya demi melindungi seseorang, dan Rong Yi akan mati cepat atau lambat. Kali ini, aku tidak akan menghitungnya."Han Feng yang menunduk di sebelah Wu Jian diam-diam merasa lega ketika mendengarnya. Tindakan Wu Jian mungkin bertentangan dengan perintah yang diberikan, namun Han Feng tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika melihat kasim itu dihukum. Pangeran telah membuat keputusan bijak, menurutnya."Angkat kepala kalian, ak
"Permisi."Lin Guang mengetuk pintu dan memasuki ruangan kaisar dengan penuh kecemasan. Kenapa tiba-tiba memanggilnya begini? Apakah beliau hendak mengatakan sesuatu yang penting? Bisa saja dia telah melakukan kesalahan tanpa ia sadari."Oh, Lin Guang, duduklah."Menurut, Lin Guang duduk di hadapannya. Rasanya sedikit canggung, mereka juga tidak begitu banyak bicara sebelumnya selain mengenai perjanjian untuk desa Liao."Apa kau sudah terbiasa di sini?""Ya, semua orang sangat baik." Lin Guang tidak mungkin mengatakan Xin Yuan kemarin malam menamparnya. Mana mungkin juga Kaisar akan percaya? Lebih baik ia diam saja."Apa puteraku tidak melakukan hal aneh padamu?"Lin Guang menggeleng. "Pangeran justru mengajari saya membaca. Saya sangat berterima kasih untuk itu.""Syukurlah kau tidak merasa tertekan. Aku tahu istana memang berbakat dengan desamu, dan aku harap kau tetap tinggal di sini dalam waktu lama." pinta Kaisar."
Usai menyerahkan orang yang mereka tangkap pada Rong Yi dan kembali ke pos penjagaan, Wu Jian menaruh curiga pada orang yang tadi ditemui di pos jaga. Menyadari tatapan tajam dilayangkan padanya, orang itu menoleh dan tersenyum."Namaku Han Feng. Senang berkenalan denganmu."Han Feng mengulurkan tangan, mau tidak mau Wu Jian harus menyambutnya."Wu Jian."Seolah bisa membaca pikiran Wu Jian, Han Feng tiba-tiba berkata, "Tenang saja, aku berada di pihakmu, hahaha."Wu Jian mengernyit. "Kau sudah tahu tindakan orang di pos penjagaan? Mengapa Kota Luo tidak mengganti mereka dengan yang lebih layak?"Han Feng tertawa. "Pertanyaan bagus. Masalahnya, tidak ada orang yang berani berjaga selain mereka. Kami tidak punya pilihan lain."Wu Jian mulai memahami situasi. Memang sepertinya hanya masalah kecil, namun ini begitu krusial. Keberanian adalah sesuatu yang dipe
Lin Guang kembali ke ruangannya, menutup pintu dengan keras dan terengah-engah usai berlari. Menyandarkan punggung ke pintu, ia jatuh terduduk. Mengapa pemandangan Xin Yuan dan Wu Jian bersama begitu mengganggunya? Ia tidak mengerti. Apa yang sebenarnya ia harapkan?Mereka teman sejak kecil. Apakah karena selalu bersama, jadi rasanya aneh melihat Wu Jian bersama orang lain? Ada nyeri yang muncul di dada kiri. Lin Guang tidak tahu dia kenapa. Mungkinkah dia sebenarnya iri?Ia menggeleng. Pasti karena hanya belum terbiasa saja dengan keadaan. Tempat ini bukan desanya, ia yang harus menyesuaikan diri. Setelah memenangkan dirinya, Lin Guang berdiri dan berniat mencuci muka.Ketika ia melewati meja, sebuah belati kecil tak sengaja terlihat. Itu adalah pemberian dari Wu Jian ketika ia kecil. Lin Guang selalu menjaganya seperti yang diminta. Ia menatapnya hingga terdengar suara ketukan yang keras. Buru-buru Lin Guang membuka pint
"Maaf karena harus menolak permintaan Anda, Puteri Xin Yuan."Xin Yuan mundur beberapa langkah, lelaki itu sangat kukuh dalam pendiriannya. Mungkin kematian sekali pun tidak akan membuatnya gentar, huh? Akhirnya Xin Yuan juga tidak bisa memaksa."Kau boleh pergi."Wu Jian menghela napas lega. Ia segera membersihkan pecahan yang berserakan di lantai. Sementara Xin Yuan kembali meminum bir di mejanya. Sepertinya ia tengah mengalami banyak tekanan. Yah, bukan urusan Wu Jian juga, sih. Wu Jian membawa pecahan botol yang sudah dikumpulkan ke dalam kain yang selalu ia bawa di saku untuk berjaga-jaga bila terluka dan perlu menyumbat darah."Saya permisi, Puteri Xin Yuan.""Pergi saja."Wu Jian sedikit kasihan melihatnya minum seperti orang tidak waras, namun apa pedulinya? Selama Lin Guang tidak apa-apa, itu sudah cukup baginya. Kapan dia akan kembali? Wu Jian harap tidak lama lagi.Sore hari, rombongan Zhen Shui sudah kembali. Wu Jian turut
Lin Guang melihat sekeliling dengan antusias melalui jendela di kereta kuda. Ini adalah kali pertamanya keluar istana bersama Pangeran Zhen Shui. Mereka sedang menuju kota Luo, karena dikabarkan ada masalah distribusi di daerah tersebut dalam kurun waktu seminggu belakangan."Sebaiknya kau berhati-hati nanti saat turun, Lin Guang. Kita tidak tahu itu apa. Bisa saja bandit." Peringat Zhen Shui."Bandit? Siapa mereka?" Lin Guang tidak pernah mendengar kata bandit, karena itu ia bertanya."Mereka adalah orang yang suka merampas benda milik warga." Jelas Zhen Shui secara singkat."Bukankah mereka jahat sekali?"Lin Guang tidak habis pikir. Kenapa ada orang jahat di dunia ini? Tidakkah mereka juga menginginkan untuk sebuah kedamaian? Tidak ada manfaatnya bila bermusuhan, bukan?"Kita sudah sampai, Yang Mulia."Seorang pelayan memberitahu dari luar. Zhen Shui me
Pagi-pagi sekali, penghormatan untuk kaisar sudah diadakan. Ini adalah sebuah kebiasaan rutin di istana, setiap pagi memang harus dilakukan untuk menghormati Kaisar dan Permaisuri. Tetapi permaisuri sendiri tidak hadir, hanya ada kaisar. Semua orang di istana diharuskan hadir dalam upacara ini. Termasuk Xin Yuan yang baru datang kemarin."Semoga kalian diberkati Dewa." Ucap Kaisar sebelum membubarkan mereka kembali.Xin Yuan menoleh, orang desa itu rupanya juga hadir dengan pelayannya. Sebenarnya ada beberapa cara untuk menyingkirkannya. Tetapi Xin Yuan tidak suka bermain cepat, dia akan melakukan ini pelan-pelan saja. Berakhir terlalu dini itu tidak akan seru, bukan?"Lin Guang," Xin Yuan setengah berlari menghampirinya. Memasang wajah penuh penyesalan yang merupakan bagian sandiwaranya."Aku minta maaf untuk semalam. Maukah kau memaafkanku?"Xin Yuan bisa merasakan tatapan tajam dari pel
"Jadi sekarang bagaimana? Sebentar lagi acara makan malam untuk menyambut Nona Xin Yuan.""Tolong bilang aku sakit perut. Aku mau makan bubur saja."Wu Jian menghela napas. Sepertinya Lin Guang benar-benar kehilangan minat hari ini. Sedari siang, ia hanya tiduran di kasurnya dan malas melakukan apa-apa. Wu Jian tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi sebenarnya ia berterima kasih pada teman masa kecilnya. Ia tidak perlu melihat Lin Guang bersama Zhen Shui lagi."Baiklah, aku akan ke dapur dulu. Kau tunggu di sini.""Cepat kembali, ya.""Iya. Sekarang jangan kemana-mana, ya.""Memangnya aku mau ke mana? Kau ini aneh sekali, Wu Jian."Wu Jian tersenyum tipis dan berjalan ke dapur. Namun ada sesuatu yang terasa aneh. Ia tidak melihat He Xiong di sepanjang perjalanan. Apa dia sedang berada di sisi istana yang lain? Tapi kenapa juga Wu Jian harus memikirkannya? Hah. Buru-buru ia menggelengkan kepalanya. Lebih baik ia segera membuatkan bubur
Lin Guang tahu bahwa ini bukanlah tempatnya. Setiap saat ia selalu mendapat pandangan sinis dari orang-orang istana. Beberapa dari mereka mempertanyakan keputusan Kaisar untuk menikahkan anaknya dengan seorang gadis desa. Walau begitu, ia akan tetap bertahan di tempat ini untuk orang-orang desanya.Hal yang ia syukuri adalah Wu Jian masih menemaninya di sini. Lin Guang tidak butuh orang lain selama Wu Jian ada untuknya. Ia dengar pelatihan kasimnya telah selesai dan kini bisa menemani Lin Guang kemanapun. Lin Guang sangat senang karena tidak benar-benar terpisah dari teman masa kecilnya.Hari ini Lin Guang menemani Zhen Shui menyambut kedatangan Xin Yuan, calon istrinya yang lain dari Kerajaan Zhe. Xin Yuan sangat cantik, anggun, juga berkelas. Wanita itu kabarnya ahli dalam membawakan syair. Berbeda jauh dengan Lin Guang yang sebelumnya bahkan tidak bisa membaca.Zhen Shui terlihat tidak peduli, tapi Lin Guang tahu bahwa