Author’s POV
“Jadi, pergilah.” Ujar gadis itu, melewati pria itu yang masih berdiri di depannya. Keinginan gadis itu adalah meninggalkan pria itu secepatnya namun tidak dengan pria itu yang masih menginginkan gadis itu untuk bersama dengannya. Alex menahan tangan Naomi hingga membuat gadis itu terhenti langkahnya. Baik gadis itu maupun pria itu, keduanya hening sejenak, sebelum pria itu melangkah ke depan gadis itu untuk menghadangnya pergi.
Alex berpikir jika saat ini Tuhan berpihak kepadanya, dimana pertemuan yang ia idamkan selama 12 tahun ini terkabulkan juga. Berbeda dengan gadis itu, ia sudah terlanjur mendinginkan perasaannya kepada pria itu. Tidak ada kesempatan yang kedua baginya untuk kesalahan yang pernah pria itu lakukan kepadanya,
“Aku tidak mau kau pergi sebelum kau mendengar sesuatu dariku,” ujarnya, menatap mata cokelat nan dingin yang Naomi berikan kepadanya. Gadis itu menghentakkan tangannya untuk melepaskan dirinya dari pria itu. Baginya, ini mengingatkannya ke saat dimana pria itu dahulunya dengan bebas menyentuh seluruh tubuhnya.
Menjijikkan.
Baik pria itu maupun tubuhnya sendiri. Gadis itu merasa dirinya sangat bodoh dan menjijikkan.
“Aku sudah menyelamatkanmu, sekarang pergilah sebelum aku memaksa mu untuk pergi,” ujarnya dengan tatapan yang dingin. Ia tidak ingin mendengar apapun dari pria itu, baginya semuanya sudah selesai.
Mata itu bukanlah mata yang Alex pernah kenal. Yang ia tahu, mata itu selalu memberikannya kehangatan yang begitu ia dambakan saat mereka menghabiskan waktu mereka berdua. Pria itu menginginkan masa-masa itu kembali, masa dimana ia bisa merengkuh gadis itu sepuasnya dan menciumnya dengan manja dan penuh kasih sayang.
Alam bawah sadar pria itu membawa dirinya bergerak untuk memeluk gadis itu. Ia tidak berharap banyak, ia bahkan merasa tidak pantas untuk mendapat balasan pelukan dari gadis itu. Ia memeluknya dengan erat, sementara gadis itu hanya diam ditempatnya.
“Aku merindukanmu,”
Pikiran gadis itu tidak ingin mengingat pelukan ini. Namun tubuh gadis mungil ini masih bisa merasakan pelukan hangat yang pernah ia dapatkan dari pria itu, seakan tubuh ini ada saksi hidup yang tidak bisa ia tolak. Ia berusaha untuk membiasakan dirinya dan tidak bereaksi yang tidak-tidak akan pelukan yang pria ni berikan kepadanya.
“Kau tidak tahu betapa menyesalnya aku dengan apa yang kulakukan kepadamu,” ujar pria itu lagi. Gadis itu hanya diam, memaksa tubuhnya untuk tidak membalas pelukan yang ia rindukan selama belasan tahun.
“Dan kau tidak tahu betapa hancurnya aku saat itu,” perkataan itu membogem pria itu. Ia memang tidak tahu apa yang sudah gadis itu lewati setelah apa yang sudah ia lakukan kepadanya. Gadis itu harus menghadapi depresi yang sangat berat. Harga dirinya seakan diinjak dan dirinya merasa tidak berharga dan berguna karena pria itu sudah merusaknya. Semua janji manis dan perkataan teduh pria itu menjadi sampah untuknya. Dirinya benar-benar tidak mengerti terhadap apa yang tengah dilakukan pria itu.
Mengapa pria itu tidak sadar diri?
Apakah pria itu tidak puas juga menyakiti dirinya?
Apa artinya pelukan ini?
Apa artinya kerinduan yang ia lontarkan barusan?
Gadis itu tengah mempertanyakan semuanya dalam pikirannya. Jika dia merasa bersalah, bukankah seharusnya pria itu meninggalkannya begitu saja? Mengapa dia memilih yang sebaliknya?
“Aku akan memperbaiki semuanya. Aku ingin kita memulai semuanya dari awal...”
Gadis itu tertawa kecut. Ia membayangkan lagi masa dimana dia sering menghukum dirinya dengan benda-benda tajam, belum lagi ia harus menghadapi paranoid yang ia dapatkan dari seorang yang berbeda. Belum lagi permasalahan lain yang membuat gadis itu semakin terpuruk selama belasan tahun ini. Yang pasti, semua penderitaan ini bermula dari pria itu, semua rasa sakit ini berasal dari pria itu.
Ia tidak mengerti mengapa Tuhan begitu tidak adil kepadanya.
“Memulai dari awal? Jangan membuatku tertawa,” ujarnya dengan tawaan kecut. Pria itu melepas pelukannya dan memegang bahu mungil gadis itu. Ia melihat ke dalam mata gadis itu, mencari sebuah keteduhan yang ia inginkan.
“Aku berjanji aku akan membahagiakanmu,” ujarnya dengan sungguh. Pria itu tidak berbohong, ia mengatakannya dengan sungguh-sungguh.
“Kau ingin aku bahagia?”
Pria itu mengangguk,
Gadis itu menepis tangan pria itu dari bahunya dan menatapnya lurus,”Maka pergilah dan menghilanglah dari hidupku,” ujarnya melewati pria itu. Namun pria itu tidak pantang menyerah, ia kembali memanggil gadis itu dan berusaha menghampirinya lagi,
“Aku tahu kau masih ada rasa padaku,” ujar pria itu, membuat gadis berhenti melangkah.
“Walaupun itu hanyalah secercah rasa, tapi aku benar, bukan?” ujar pria itu lagi sebelum dia kembali menghadang gadis itu untuk pergi darinya. Pria itu mengambil tangan kanan gadis itu dan meletakkannya di pipi pria itu, seakan ia menginginkan belaian lembut yang pernah ia dapatkan dari gadis itu.
Mata pria itu masih mencari keteduhan yang ia inginkan dari gadis itu, namun ia tidak mendapatkannya. Pria itu juga mengambil tangan satunya gadis itu untuk meletakkannya di dadanya. Pria itu ingin gadis itu mengetahui debaran hebat ini yang berdetak hidup dalam dirinya. Alex ingin Naomi mengerti jika tubuhnya sedang tidak berbohong kepada gadis itu,
Hatinya hancur, ia tidak menyangka jika ia benar-benar mengubah gadis itu menjadi sosok yang berbeda darinya yang dulu. Ia tidak lagi mendapatkan Naomi yang begitu ceria dan tulus kepadanya. Gadis itu dulunya hanyalah gadis lugu dengan segenap kepolosan dan ketulusan yang menjadi ciri khas yang sangat disukai pria itu. Tubuhnya yang mungil, beserta dengan keelokkan parasnya yang menjadi nilai plus untuknya. Ini semua salah Alex, salahnya yang mengubah gadis itu menjadi seseorang yang hampir tidak ia kenali.
“Aku mencintaimu, Naomi,”
“Bohong,”
“Ini aku. Ini aku saat aku bersama denganmu,” ujarnya yang semakin menekan tangan kiri gadis itu ke dadanya. Ia harap dengan ini, perasaannya juga tersampaikan kepada gadis itu. Alex ingin mengembalikan keceriaan gadis itu seperti Naomi yang pertama kali ia kenal.
“Aku tidak perduli,”
“Berikan aku kesempatan. Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya...”
“Kau tidak akan bisa memutar waktu, dan aku tidak memperbolehkanmu untuk kembali hadir dalam hidupku...”
“Aku memang tidak bisa memutar kembali waktu. Namun aku menjaminkan hidupku kepadamu,”
Gadis itu menggeleng dengan senyuman kecutnya,”Kau tidak mengerti apa yang kau katakan,”
Pria itu menggeleng,”Aku akan memberikan dan mengorbankan segalanya asal kau bisa kembali kepadaku,”
Naomi masih diam, menilik mata cokelat Alex untuk melihat kesungguhan yang ia tunjukkan kepadanya. Dia tidak bisa lagi ditipu karena kepolosannya dahulu, namun kali ini gadis itu tidak mendapatkan kebohongan dari mata pria itu.
“Aku tahu masih ada aku di hatimu-“
“Kau benar, kau masih ada di hatiku,” ujarnya menatap pria itu dengan tajam,
“Kau memang masih menempati suatu tempat di hatiku, namun itu bukanlah cinta, melainkan kebencian dan kejijikkan. Kau akan selalu kukenang sebagai kesalahanku yang paling indah,”“Naomi...”
“Menyerahlah, aku tidak ingin membaca ulang buku yang sama,”
“Tidak, ini tidak sama,” ujar pria itu dengan gelengan yang menyakinkan,
“Aku akan memperjuangkanmu, bagaimana pun caranya. Aku akan membuatmu berbalik lagi kepadaku,”Gadis itu mengendikkan bahunya,”Kita lihat saja nanti. Kau atau aku yang akan memenangkan semua ini,” ujarnya sebelum dia melenggang meninggalkan pria itu sendirian.
Sementara pria itu, dia mengepalkan tangannya. Kali ini ia tidak akan kalah, bagaimana pun caranya, ia harus mendapatkan gadis itu kembali untuk dirinya.
Author’s POVAlex masih sibuk dengan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani. Beruntung sang sekretaris, Darius sudah memeriksa isi berkas berkas-berkas yang menumpuk itu, sehingga tugas Alex mulai sedikit berkurang.Dia adalah Alex Fernando Louis, seorang CEO sebuah perusahaan gaming terbesar di dunia. Perusahaan ini awalnya didirikan oleh kakeknya, dan akhirnya menurun kepada dirinya. Saat ini, perusahaan tengah membuat sebuah project game 3D, yang mana masa seperti ini adalah masa yang cukup berat dan menyibukkan untuknya.Pria itu terdiam begitu ia menerima surat pengunduran diri dari salah satu 3D artist senior yang bertuliskan bahwa ia akan berhenti dua bulan kedepan. Ia kemudian memanggil sekretarisnya, Darius dan memintanya untuk menjelaskan mengapa ia tidak diberitahu mengenai pengunduran diri Adrian yang ternyata sudah diajukan 1 bulan yang lalu,“Berkasnya bertimbun dengan berkas yang lain, pak...”&l
Author’s POVNaomi menghela nafas, ia masih memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Ia berusaha untuk tidak memikirkan kejadian itu namun ia tidak bisa. Ia tidak konsentrasi mengerjakan desain karakter yang seharusnya ia kirim ke client besok sore. Ia menyenderkan tubuhnya dan kembali menghela nafas. Ia mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit rumahnya dengan mata yang melelahkan,Matanya berkantung karena beberapa hari ini ia tidak bisa tidur karena ia mengerjakan pekerjaan freelance nya. Belum lagi gadis itu harus memikirkan cara tercepat untuk membayar hutang-hutang sang ayah. Menjadi anak tunggal memang melelahkan dan membosankan karena gadis itu harus menanggung segalanya sendirian.Banyak yang terjadi dalam hidupnya yang harus banyak berpindah-pindah tempat tinggal karena ia dan sang ayah berusaha untuk menjauhi hutang-hutang yang mengejar mereka. Kali ini ia sudah bekerja, walaupun hanya seorang freelancer,
Author’s POVNaomi menyeka keringatnya, hari ini ia harus mempersiapkan makanan untuk jualan ayahnya. Benny berjualan bakso keliling dan setiap harinya ada Naomi yang membantunya mempersiapkan bahan jualannya. Melihat sang anak yang tampaknya kelelahan, ia meminta gadis itu untuk berehat sejenak dan menyerahkan sisanya kepada dirinya.“Tidak usah, yah… tinggal sedikit lagi kok,” ujarnya sembaru membuat bola-bola bakso.”Benny tersenyum teduh, ia beruntung memiliki anak yang mengerti kondisinya. Ia merasa sangat bersalah atas apa yang telah terjadi di keluarganya. Mulai dari merosotnya ekonomi keluarga mereka, hingga ia menaruh beban untuk anak sematang wayangnya yang seharusnya di usianya saat ini ia bersenang-senang. Tidak pernah ia dengar putrinya itu mengeluh, tidak pernah.“Yosh! Akhirnya selesai,” ujar Naomi dengan senyuman bangganya.Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi, dan gadis it
Author’s POVGadis itu melangkah keluar rumahnya dan menemui sang ayah yang tengah bersiap-siap untuk berjualan keliling komplek,“Yah, hari ini Naomi ikut ayah jualan ya,” pinta Naomi dengan sangat, terlihat dari ia yang memegang tangan sang ayah sebagai bentuk permohonannya,“Bagaimana dengan pekerjaanmu, apa semuanya sudah selesai?” tanya Benny yang diangguki oleh Naomi,“Sudah yah, hari ini Naomi free kok,” ujarnya yang langsung berlari kecil menuju gerobak yang seharusnya sang ayah bawa. Kali ini dia berinisiatif untuk mendorong gerobak itu, menggantikan sang ayah yang selalu melakukannya.Benny hanya bisa mengangguk pelan sembari menyusul sang anak untuk yang sudah lebih dulu memulai untuk mendorong gerobak. Keduanya berjalan seiringan dengan Naomi yang mendorong gerobak tersebut.Setibanya di tempat biasa sang ayah berjualan, gadis itu menyeka keringatnya, menunggu ji
Author’s POVNaomi kembali meluruskan pandangannya, mendorong gerobaknya untuk segera tiba di rumah mereka. Sepanjang jalan, tidak ada percakapan yang berarti antara Naomi dengan sang ayah. Setibanya mereka di rumah, gadis itu membersihkan dirinya sebelum dia kembali mengerjakan pekerjaannya. Setelah beberapa jam mengerjakan desain nya, gadis itu merenggangkan tubuhnya sejenak untuk melepas lelah dan penat yang ia rasakan. Sering sekali ia juga menguap karena waktu tidurnya kembali ia ambil untuk mengerjakan pekerjaannya.“Yok semangat! Semangat!” ujarnya sembari menarik kedua tangan yang ia kepalkan,Ia rehat sejenak dengan membuka ponselnya dan sosial medianya. Gadis baru saja mendapatkan email dari client bahwa mereka ingin merevisi karakter yang telah ia gambar. Ia dengan segera mengerjakan desain tersebut sesuai dengan permintaan client. Tidak lama kemudian, sesudah ia mengirim desain tersebut, dia beralih kepada pekerjaan
Author’s POVBenar-benar pertemuan yang tidak terduga.Pria itu bahkan menganga karena ia terlalu kaget dengan apa yang ia lihat.Ia tidak salah lihat kan?Ia kembali memeriksa karya-karya yang gadis itu kirim. Ia memang tahu jika gadis itu sedari dulu senang sekali menggambar. Tapi untuk melamar di perusahaannya sebagai senior 3D artist adalah hal yang tidak terduga baginya. Bahkan Alex sempat membesarkan poster CV tersebut untuk melihat foto yang ada di poster tersebut, apakah benar jika itu adalah Naomi yang selama ini ia kenal.Dan pria itu lagi-lagi terdiam dengan apa yang sudah ia lihat. Perasaan kaget dan senang turut bercampur dalam dirinya. Ia melihat kembali poster CV tersebut dan dia memasukkan kontak Naomi ke ponselnya. Dengan senyuman miring, ia mengklik oke untuk menyimpan nomor Naomi untuk dirinya.Namun senyuman pria itu seketika luntur karena ia mengingat jika gadis ini hanyalah kandidat dari 10 orang
Author’s POVGadis itu tersenyum, ia beruntung memiliki saudara seperti Seira yang banyak sekali membantunya dan keluarganya. Dengan ini, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya untuk masuk ke perusahaan raksasa tersebut. Sebuah pemikiran yang membuatnya sedikit penasaran. Ia ingin menanyakan hal ini kepada sang kakak hanya saja ia sedikit bingung bagaimana untuk memulainya,“Anu kak…”“Ya?” “Kira-kira gaji di Lewis Studios itu gede gak kak?” tanya gadis itu dengan hati-hati, berharap sang kakak tidak tersinggung“Gede kok, apalagi kalau kamu udah senior. Kalau mau beneran terpilih, aku akan menjadi managernya. Dan perusahaan ini friendly lingkungannya,” “Wah kakak seorang manager kah?!” ungkap Naomi dengan kaget,“Iya benar, kebetulan senior 3D artist kami hendak berhenti. Jadi sebelum kursinya benar-benar kosong
Author’s POV Naomi mulai memasuki sebuah ruangan yang sangat luas dan di ruangan tersebut, terdapat Adrian dan Seira yang tengah menunggunya untuk masuk. Begitu ia masuk, tatapan pertamanya jatuh kepada Seira yang menatapnya seakan keduanya tidak saling kenal. Ia dipersilahkan Adrian untuk duduk di kursi yang sudah disediakan,Dengan sopan, ia mengangguk dan mulai mendudukkan bokongnya di kursi tersebut. Gadis itu duduk dengan tegap, untuk memberikan kesan jika yang dominan dan tegas.“Naomi ya…” ujar Adrian sembari melihat lembaran kertas yang sedang ia pegang. Ia melihat sejenak foto yang ada di lembar tersebut sebelum ia meluruskan pandangannya kepada Naomi.“Ceritakan tentang diri kamu,” ujar Seira yang diangguki mengerti oleh gadis itu,“Saya Naomi Tjahara, sebelumnya saya adalah alumni ilmu komputer dari Universitas Unijaya, Jakarta. Saat ini saya bekerja sebagai freelancer
Author’s POV Beberapa tahun berlalu. Kini Alex dan Naomi sudah terang-terangan menunjukkan hubungan mereka ke rekan kerja mereka. Mereka melakukannya perlahan-lahan, dimulai dari berjalan bersama dan akhirnya Naomi pun mengaku kepada rekan-rekannya mengenai hubungannya bersama dengan Alex. Ia melakukannya bukan karena ia ingin pamer, ia merasa jika hal seperti ini tidak bisa disimpan dan disembunyikan untuk selamanya. Sudah 2 tahun berlalu dan keduanya masih berpacaran dengan begitu harmonis. Tentu saja di dalam sebuah hubungan akan selalu ada cek cok dan juga pertikaian. Namun itu tidak membuat hubungan mereka putus di tengah jalan karena mereka sadar, bagaimana pun mereka menjauh, pada akhirnya kembali lagi bersama. Hubungan mereka tentu saja sudah disetujui oleh keluarga Naomi dan keluarga Alex. Salah satu plot twist yang mereka dapatkan adalah ternyata Benny adalah teman lama Charles. Mereka berteman sejak mereka masih bersama-sama mengel
Author’s POV Alex menarik napasnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia merasa ia harus bicara tatap muka dengan kedua orang tuanya mengenai pertunangannya dengan Giselle. Kalau perlu ia akan mendatangi Kevin---ayah Giselle untuk membatalkan pertunangan mereka, Pria itu mulai keluar dari mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Karena kedatangan pria itu mendadak, Adelia dan Charles juga terkejut dengan keberadaan anaknya yang tidak mengabari mereka jika ia datang kepada mereka. Dengan mantap, pria itu duduk di sofa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia menatap serius kedua orang tuanya sebelum dia membuka suaranya, “Papa, mama... Alex ingin membatalkan pertunangan ini. Bisakah Alex mendapatkan kontak pak Kevin supaya Alex bisa berbicara kepadanya empat mata?” tanya Alex dengan serius. Charles beserta istrinya saling bertatap-tatapan sebelum mereka pun tersenyum, “Tidak perlu...” ujar Charles kepadanya.
Author’s POVGiselle masih menatap Naomi yang terlihat canggung bersamanya. Saat ini mereka berada di sebuah café langganan Giselle yang mana mereka memesan ruang vip entah untuk apa alasannya bagi Naomi. Namun berbeda dengan Naomi, Giselle hanya ingin pembicaraannya dengan Naomi tidak bocor ke luar dan tidak mengundang banyak orang untuk mendengarkannya,Sembari menunggu makanan mereka tiba, Giselle dengan tegas duduk dengan tangan yang terlibat dan ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Sementara Naomi, ia berusaha untuk menghindari tatap muka terhadap gadis itu,“Sejak kapan kau mengenal Alex?” tanya Giselle, membuka percakapannya bersama dengan Naomi setelah sekian lama mereka hanya diam dan tidak berkutik apapun.“Sejak kami SMA…” jawab gadis itu dengan jujur. Kali ini ia juga meluruskan pandangannya kepada Giselle. Jika Giselle sekali lagi ingin mengklaim Alex sebagai miliknya, ia juga tidak a
Author’s POVKali ini Naomi tidak lembur. Ia sudah siap mengerjakan pekerjaannya dan sekarang adalah saatnya untuk pulang bersama dengan Alex. Gadis itu masih berjalan dengan pria itu yang sedang menunggunya di dalam mobil. Dan ketika gadis itu sudah sampai di basement, seseorang menarik tangannya yang membawanya menjauh dari mobil Alex.Bingung dengan siapa yang menariknya, gadis itu menoleh dan mendapatkan Giselle yang sedang menarik tangannya.“M-mau kemana?” tanya gadis itu yang sama sekali menarik dirinya dari Giselle, seakan ia pasrah jika Giselle menariknya seperti itu,“Temenin aku shopping,” ujarnya dengan singkat. Gadis itu masih diam, ia tidak banyak bertanya dan hanya ikut dengan apa yang gadis itu lakukan kepadanya.Ia mendengar banyak mengenai Giselle dari Alex. Giselle adalah anak yang paling kecil diantara saudaranya yang lain. Biasanya anak yang paling terakhir akan mendapatkan kasih s
Author’s POV Alunan musik klasik dari bar ternama ini dapat membius pelanggannya untuk merasa rileks. Bar tersebut terlihat sepi, meskipun terlihat sepi namun ada begitu banyak pria hidung belang yang lalu lalang untuk menggoda sosok cantik seperti Giselle yang sedang meminum vodka sendirian. Ia masih berpakaian kerjanya, dengan blouse peach dan rok span yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ditambah lagi dengan high heels dan lipstick merah maroon yang membuatnya terlihat berkelas. Saat ini ia memikirkan perjodohannya bersama dengan Alex. Alex terlihat serius ketika ia berkata ia tidak ingin berjodoh dengan dirinya. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa membenci sosok Naomi yang sudah pernah menyelamatkannya dan juga gadis itu bukanlah tipikal gadis yang munafik. Awalnya ia mengira jika cinta pria itu hanyalah cinta semu seperti dia bersama dengan wanita-wanita lainnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria itu memang benar-benar me
Author’s POV“Sebenarnya Alex adalah calon tunanganku,” Perkataan tersebut terus terbayang-bayang dibenak Naomi. Ia mendapat pesan dari Alex yang menanyakan keadaannya tadi dan gadis itu mengabaikan pesan itu dan memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia terus bekerja hingga ia sendiri menyerah akan dirinya dan ia meletakkan kepalanya di meja. Ia menghela napas, mengapa semuanya menjadi serumit ini?Hubungannya bersama dengan Alex sudah membaik dan sekarang mereka harus berhadapan dengan perjodohan Alex. Gadis itu sedikit kecewa karena pria itu tidak berkata apapun kepadanya dan pada akhirnya berakhir pada gadis itu yang mengetahuinya dari orang lain.Tapi ia juga tidak terlalu menyalahkan Alex karena jika dirinya berada di posisi Alex, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi gadis itu menghela napasnya. Ia berusaha untuk bangkit dan juga kembali mengerjakan pekerjaannya.Tidak lama
Author’s POV“Tidak bisakah kau tinggalkan berkasmu itu dan pergi saja bersama denganku?” tanya Giselle yang lagi-lagi diabaikan oleh Alex. Sudah sekitar setengah jam pria itu mengabaikan gadis itu yang masih duduk di sofa kebesaran ruangan kerja Alex. Giselle menghela napasnya, ia tidak menyangka Alex akan tumbuh menjadi pribadi yang pekerja keras seperti ini.Setahunya dulu, Alex adalah orang yang lebih suka cara yang instan dan praktis. Sebenarnya, mendengar pria itu menjadi CEO di perusahaan ayahnya membuat gadis itu terkejut, pasalnya ia sangat mengenal sifat pria itu yang tidak suka diatur-atur.Namun itu bukanlah masalah besar untuknya. Malah hal tersebut adalah hal yang bagus karena pria itu tumbuh menjadi pria yang lebih baik daripada masa lalunya. Giselle menatap arlojinya yang sudah menunjukkan waktu untuk makan siang. Dengan senang, ia berdiri dan menghampiri pria itu untuk mengajaknya makan siang bersama,&l
Author’s POVAlex memijat pelipisnya... saat ini ia tengah menunggu kehadiran Giselle. Mereka bersepakat untuk bertemu guna membahas perjodohan mereka berdua. Giselle adalah teman kecil Alex, keduanya memang dekat namun Alex hanya menganggapnya sebagai adiknya saja, tidak lebih.Tidak lama ia menunggu, sosok ayu nan cantik datang menemuinya dan duduk di hadapannya. Gadis itu sudah sangat menunggu masa-masa dimana ia bertemu kembali dengan Alex. Ia sangat senang jika pria itu meneleponnya tadi malam dan mengajaknya untuk bertemu seperti ini,“Apa kau sudah menunggu lama?” tanya gadis berambut panjang itu,Alex menggelengkan kepalanya,”Aku baru saja sampai,” ujar pria itu dengan jujur.“Bagaimana keadaanmu?” tanya gadis itu yang ingin membangun percakapan yang menarik diantaranya dan Alex...“Kita langsung saja ke intinya... Giselle, aku ingin bertanya... apa kau setuju den
Author’s POV“Kau tampak senang sekali,” ujar Darius yang bisa merasakan energy positif dari sosok Alex. Alex meresponnya dengan bahagia juga,”Benarkah?” ujarnya sembari melanjutkan pekerjaannya. Tentu saja ia sangat senang, sekarang hari-harinya dipenuhi dengan keberadaan Naomi yang sedari dulu ia inginkan. Ditambah lagi ia merasa ia sangat dicintai oleh gadis itu,“Apa ini karena gadis itu?” tanya Darius lagi kepada Alex. Alex kembali menatap Darius sejenak sebelum dia kembali membaca berkasnya,”Mungkin?” ujarnya sembari tersenyum.“Saya turut senang kalian bisa bersama lagi,” kata Darius lagi kepada Alex. Tanpa memudarkan senyumannya, Alex mengangguk,”Ya… aku juga senang dia bisa bersama denganku lagi… aku harap kami selalu bisa bersama,” ujarnya yang kemudian memberikan setumpuk berkas yang sudah ia kerjakan kepada Darius.Darius melangkah dan