Author’s POV
Naomi tidak pernah mempercayai sebuah kebetulan. Yang ia yakini, semuanya sudah dirancang dan diatur oleh Yang Maha Kuasa untuk saling bertemu atau saling menjauhi. Waktu terus berjalan dan roda kehidupan terus berputar. Tidak ada yang bisa membalikkan sebuah waktu karena Yang Maha Kuasa sajalah pemegang kendali kehidupan.
Dan sekarang ini dia diperhadapkan oleh seorang pria gagah yang tengah mendudukkan dirinya di depan pintu rumahnya. Pria itu tampak terengah-engah dengan nafas yang begitu cepat. Gadis mungil itu mendekat kepada sosok pria bermata tajam itu dan melihatnya melihatnya dari atas dan bawah, sebuah penampilan yang membawanya ke masa-masa putih abu-abu.
Pria itu belum menaikkan kepalanya, namun gadis itu sudah tahu siapa pria itu. Melihat sepasang kaki yang tengah melangkah kepadanya, pria itu mengangkat kepalanya dan alangkah kagetnya begitu ia melihat gadis mungil itu tengah menatapnya dengan datar dan dingin,
Pria itu adalah Alexander Louis, seorang pria yang berpenampilan bak dewa di sekolah Naomi dahulu sekaligus seorang pria yang pernah menempati posisi tertinggi di hati Naomi. Tatapan yang sama serta pembawaan yang masih terbawa saat kedua mata cokelat mereka bertemu. Rasanya persis ketika keduanya pertama kali bertemu. Tidak ada yang menyangka jika pria itu tiba-tiba masuk ke rumah gadis itu dengan nafas yang terengah-engah seakan seseorang tengah mengejarnya.
Gadis itu menatap pria itu dengan dingin seakan ia baru saja terciprat air dingin, sangking dinginnya, pria itu hampir tidak mengenal gadis itu untuk sementara waktu.
“Nao-mi?” panggil pria itu, membuka percakapan keduanya untuk pertama kalinya setelah sekian lama keduanya tidak bertemu,
“Apa yang kau lakukan disini?” ujar gadis itu dengan dingin,
“Aku tidak menyangka ini rumahmu,”
“Tidak menyangka katanya?” batin gadis itu dengan heran.
“Keluarlah dari rumahku,” perintah gadis itu yang langsung digelengkan pria itu,
“Tidak untuk saat ini, Naomi. Aku khawatir mereka masih berada di sekitar sini,” ujarnya sembari mengintip dibalik pintu. Gadis itu mengernyitkan dahinya, apa maksudnya dengan mereka dan sebenarnya apa yang sedang terjadi?
“Aku bilang keluar,”
Pria itu menggeleng,”Ku mohon, please. I’m begging you,”
Gadis itu tidak sepenuhnya bisa menolak pria itu karena ia masih memiliki rasa khawatir dengan apa yang sekarang ini gadis itu lihat dari pria itu. Namun kekhawatiran gadis itu ia sembunyikan dan ia tutup erat-erat dengan maksud ingin melupakan pria yang pernah menyakitinya itu,
“Mana sih dia ini,” ujar seseorang yang terdengar dari luar.
Pria itu tersentak begitu ia mendengar suara bariton itu yang terdengar sangat dekat dengannya. Gadis itu bisa melihat jika pria itu tampak panik dengan suara tersebut. Dan kepanikan pria itu semakin terlihat begitu seseorang mengetuk-ngetuk pintu rumah Naomi dengan suara bariton yang mengatakan ‘permisi’ kepada sang pemilik rumah, yakni Naomi.
Penasaran dengan apa yang terjadi, gadis itu melangkah dan memegang knop pintu, bermaksud untuk membukakan pintu untuk suara bariton itu. Alex memegang kaki gadis itu dan menggeleng dengan cepat, namun gadis itu malah dengan sengaja menghentakkan kakinya hingga pria itu hampir tersungkur,
Dan Naomi benar-benar membukakan pintu untuk suara bariton itu, sementara Alex yang tersungkur itu terlihat pasrah terhadap gadis itu. Begitu gadis itu membuka pintunya, ia menemukan dua banci yang berdandan menor tengah menunggunya untuk bersuara,
“Mbak, ada lihat pria bersetelan jas hitam tidak?” tanya salah satu banci itu dengan sopan,
“Setelan hitam? Mereka mencari Alex?”
Gadis itu mengangguk,”Aku melihatnya dia sedang berlari kesana,” ujarnya sambil menunjuk sebuah lorong yang berada di sebrang rumahnya. Kedua banci itu mengangguk mengerti dan berterimakasih kepada gadis itu.
Setelah kedua banci itu pergi, gadis itu kembali masuk ke dalam rumahnya, mendapatkan pria itu yang sedang terduduk di samping pintu. Kedua mata mereka saling beradu, namun berbeda dengan pria itu, gadis itu seakan tidak menginginkan ucapan terimakasih dari pria itu.
“Terimakasih, Naomi. Kau benar-benar menyelamatkanku,”
Gadis itu melihat tampilan pria itu yang urak-urakan. Sepertinya banci itu mengejarnya karena pria ini sangatlah tampan, tidak heran banci-banci itu mengejarnya seakan ia adalah mangsa yang empuk untuk para banci itu,
“Aku baru tahu sekarang kau bermain dengan banci,” ledek gadis itu dengan senyuman remehnya,
“Siapa bilang aku mainannya banci. Aku masih normal tau! Mereka aja yang tiba-tiba ngejar aku. Mungkin karena aku terlalu tampan makanya mereka menargetkanku,” ujarnya, membuat gadis itu seakan menatapnya dengan penuh ejekkan.
“Kau bangga dengan hal itu? Wah, impressive,” ujarnya dengan angkuh. Pria itu kemudian berdiri, hendak menghampiri gadis itu. Namun gadis itu tampaknya tidak ingin berurusan banyak terhadap pria itu, terlihat dari dia yang memundurkan tubuhnya dari pria itu. Menyadari hal itu, pria itu berhenti melangkah dan memilih untuk diam di tempatnya.
“Pergilah sebelum mereka kembali,” ujar gadis itu, berupaya untuk berbalik dari pria itu. Namun, belum sempat ia melangkah, pria itu menahan tangannya, seakan memintanya untuk bersamanya untuk sementara waktu.
“Kau tidak berniat untuk berkata sesuatu setelah perjumpaan kita yang sudah lama ini?” ujar pria itu dengan sangat. Semua ini adalah salah pria itu yang membuat gadis itu semakin dingin dengannya. Jikalau saja ia dengan cepat menyadari perasaannya, sudah pasti ia akan terus bersama dengan gadis ini hingga detik ini juga.
Percintaan yang dimulai dari taruhan memanglah bukan hal yang tabu untuk beberapa orang dan kelompok. Pada saat itu, Alex hanya memainkan peran seorang pria yang terlihat sangat mencintai Naomi hingga pada akhirnya gadis itu pun luluh dengan segala tipu daya pria itu hingga keduanya tidur bersama.
Tentu saja Alex memenangkan taruhan tersebut dan ia mendapatkan uang yang berlimpah setelahnya. Alex sengaja membuat gadis itu mencintainya dengan sangat, sebelum dia mencampakkan gadis itu seakan ia adalah mainan yang sudah rusak. Tidak hanya sampai disitu, gadis itu menjadi bahan fantasi liar teman-teman pria itu karena beberapa foto tak senonoh yang pria itu sebarkan ke teman-temannya.
Gadis itu mengetahui semuanya saat ia hendak mencari pria itu untuk pulang bersama dengannya. Dan secara tidak sengaja, gadis itu mendengar semua yang menjadi perilaku busuk pria itu dengan teman-temannya. Seketika itu juga, perasaannya terhadap pria itu mendingin. Dengan urat malu yang sudah putus, gadis itu menghampiri mereka dan merobek semua foto-foto tersebut lalu melemparkan semua foto tidak senonoh itu kepada Alex.
Hari itu adalah hari yang tak terlupakan bagi gadis itu. Hari itu juga yang mengubah gadis itu yang semakin tidak percaya dengan pria manapun.
“Naomi…” panggil pria itu dengan lembut. Hingga saat ini ia menyesali apa yang menjadi perilakunya dan begitu gadis itu meninggalkannya, disaat itulah ia perlahan mulai menyadari perasaannya yang sesungguhnya. Namun nasi sudah menjadi bubur, gadis itu pindah sekolah dan tidak lagi bertemu dengan pria itu.
“Pergi,” ujarnya dengan enggan berbalik kepada Alex.
“Maafkan aku, Naomi…” lirihnya dengan sangat. Gadis itu berusaha untuk tidak mengguncangkan dirinya terhadap apa yang dikatakan pria itu katakan. Baginya, apapun yang pria itu katakan, semuanya itu hanyalah sebuah kebohongan belaka, seperti apa yang pernah ia lakukan dulu kepadanya.
Semuanya palsu.
“Aku tidak ingin mendengar apapun darimu,” ujarnya, sebelum pria itu melangkah untuk menghadang gadis itu berjalan. Ia ingin gadis itu melihat betapa menyesalnya ia dengan apa yang sudah ia lakukan kepada gadis itu. Ia memegang kedua tangan gadis itu, namun gadis itu menghentakkan kedua tangannya seakan tangan pria itu adalah penyakit sampar yang akan menular kepadanya,
“Maafkan aku,”
“Aku sudah memaafkanmu,” ujar gadis itu. Mendengar dari apa yang dikatakan oleh gadis itu, raut wajah pria itu menunjukkan kelegaan seakan beban yang ada dipundaknya sudah diangkat. Namun meskipun begitu, ekspresi gadis itu tidak menunjukkan kehangatan apapun.
“Jadi, pergilah.” Ujar gadis itu, melewati pria itu yang masih berdiri di depannya.
Author’s POV“Jadi, pergilah.” Ujar gadis itu, melewati pria itu yang masih berdiri di depannya. Keinginan gadis itu adalah meninggalkan pria itu secepatnya namun tidak dengan pria itu yang masih menginginkan gadis itu untuk bersama dengannya. Alex menahan tangan Naomi hingga membuat gadis itu terhenti langkahnya. Baik gadis itu maupun pria itu, keduanya hening sejenak, sebelum pria itu melangkah ke depan gadis itu untuk menghadangnya pergi.Alex berpikir jika saat ini Tuhan berpihak kepadanya, dimana pertemuan yang ia idamkan selama 12 tahun ini terkabulkan juga. Berbeda dengan gadis itu, ia sudah terlanjur mendinginkan perasaannya kepada pria itu. Tidak ada kesempatan yang kedua baginya untuk kesalahan yang pernah pria itu lakukan kepadanya,“Aku tidak mau kau pergi sebelum kau mendengar sesuatu dariku,” ujarnya, menatap mata cokelat nan dingin yang Naomi berikan kepadanya. Gadis itu menghentakkan tangannya untuk
Author’s POVAlex masih sibuk dengan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani. Beruntung sang sekretaris, Darius sudah memeriksa isi berkas berkas-berkas yang menumpuk itu, sehingga tugas Alex mulai sedikit berkurang.Dia adalah Alex Fernando Louis, seorang CEO sebuah perusahaan gaming terbesar di dunia. Perusahaan ini awalnya didirikan oleh kakeknya, dan akhirnya menurun kepada dirinya. Saat ini, perusahaan tengah membuat sebuah project game 3D, yang mana masa seperti ini adalah masa yang cukup berat dan menyibukkan untuknya.Pria itu terdiam begitu ia menerima surat pengunduran diri dari salah satu 3D artist senior yang bertuliskan bahwa ia akan berhenti dua bulan kedepan. Ia kemudian memanggil sekretarisnya, Darius dan memintanya untuk menjelaskan mengapa ia tidak diberitahu mengenai pengunduran diri Adrian yang ternyata sudah diajukan 1 bulan yang lalu,“Berkasnya bertimbun dengan berkas yang lain, pak...”&l
Author’s POVNaomi menghela nafas, ia masih memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Ia berusaha untuk tidak memikirkan kejadian itu namun ia tidak bisa. Ia tidak konsentrasi mengerjakan desain karakter yang seharusnya ia kirim ke client besok sore. Ia menyenderkan tubuhnya dan kembali menghela nafas. Ia mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit rumahnya dengan mata yang melelahkan,Matanya berkantung karena beberapa hari ini ia tidak bisa tidur karena ia mengerjakan pekerjaan freelance nya. Belum lagi gadis itu harus memikirkan cara tercepat untuk membayar hutang-hutang sang ayah. Menjadi anak tunggal memang melelahkan dan membosankan karena gadis itu harus menanggung segalanya sendirian.Banyak yang terjadi dalam hidupnya yang harus banyak berpindah-pindah tempat tinggal karena ia dan sang ayah berusaha untuk menjauhi hutang-hutang yang mengejar mereka. Kali ini ia sudah bekerja, walaupun hanya seorang freelancer,
Author’s POVNaomi menyeka keringatnya, hari ini ia harus mempersiapkan makanan untuk jualan ayahnya. Benny berjualan bakso keliling dan setiap harinya ada Naomi yang membantunya mempersiapkan bahan jualannya. Melihat sang anak yang tampaknya kelelahan, ia meminta gadis itu untuk berehat sejenak dan menyerahkan sisanya kepada dirinya.“Tidak usah, yah… tinggal sedikit lagi kok,” ujarnya sembaru membuat bola-bola bakso.”Benny tersenyum teduh, ia beruntung memiliki anak yang mengerti kondisinya. Ia merasa sangat bersalah atas apa yang telah terjadi di keluarganya. Mulai dari merosotnya ekonomi keluarga mereka, hingga ia menaruh beban untuk anak sematang wayangnya yang seharusnya di usianya saat ini ia bersenang-senang. Tidak pernah ia dengar putrinya itu mengeluh, tidak pernah.“Yosh! Akhirnya selesai,” ujar Naomi dengan senyuman bangganya.Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi, dan gadis it
Author’s POVGadis itu melangkah keluar rumahnya dan menemui sang ayah yang tengah bersiap-siap untuk berjualan keliling komplek,“Yah, hari ini Naomi ikut ayah jualan ya,” pinta Naomi dengan sangat, terlihat dari ia yang memegang tangan sang ayah sebagai bentuk permohonannya,“Bagaimana dengan pekerjaanmu, apa semuanya sudah selesai?” tanya Benny yang diangguki oleh Naomi,“Sudah yah, hari ini Naomi free kok,” ujarnya yang langsung berlari kecil menuju gerobak yang seharusnya sang ayah bawa. Kali ini dia berinisiatif untuk mendorong gerobak itu, menggantikan sang ayah yang selalu melakukannya.Benny hanya bisa mengangguk pelan sembari menyusul sang anak untuk yang sudah lebih dulu memulai untuk mendorong gerobak. Keduanya berjalan seiringan dengan Naomi yang mendorong gerobak tersebut.Setibanya di tempat biasa sang ayah berjualan, gadis itu menyeka keringatnya, menunggu ji
Author’s POVNaomi kembali meluruskan pandangannya, mendorong gerobaknya untuk segera tiba di rumah mereka. Sepanjang jalan, tidak ada percakapan yang berarti antara Naomi dengan sang ayah. Setibanya mereka di rumah, gadis itu membersihkan dirinya sebelum dia kembali mengerjakan pekerjaannya. Setelah beberapa jam mengerjakan desain nya, gadis itu merenggangkan tubuhnya sejenak untuk melepas lelah dan penat yang ia rasakan. Sering sekali ia juga menguap karena waktu tidurnya kembali ia ambil untuk mengerjakan pekerjaannya.“Yok semangat! Semangat!” ujarnya sembari menarik kedua tangan yang ia kepalkan,Ia rehat sejenak dengan membuka ponselnya dan sosial medianya. Gadis baru saja mendapatkan email dari client bahwa mereka ingin merevisi karakter yang telah ia gambar. Ia dengan segera mengerjakan desain tersebut sesuai dengan permintaan client. Tidak lama kemudian, sesudah ia mengirim desain tersebut, dia beralih kepada pekerjaan
Author’s POVBenar-benar pertemuan yang tidak terduga.Pria itu bahkan menganga karena ia terlalu kaget dengan apa yang ia lihat.Ia tidak salah lihat kan?Ia kembali memeriksa karya-karya yang gadis itu kirim. Ia memang tahu jika gadis itu sedari dulu senang sekali menggambar. Tapi untuk melamar di perusahaannya sebagai senior 3D artist adalah hal yang tidak terduga baginya. Bahkan Alex sempat membesarkan poster CV tersebut untuk melihat foto yang ada di poster tersebut, apakah benar jika itu adalah Naomi yang selama ini ia kenal.Dan pria itu lagi-lagi terdiam dengan apa yang sudah ia lihat. Perasaan kaget dan senang turut bercampur dalam dirinya. Ia melihat kembali poster CV tersebut dan dia memasukkan kontak Naomi ke ponselnya. Dengan senyuman miring, ia mengklik oke untuk menyimpan nomor Naomi untuk dirinya.Namun senyuman pria itu seketika luntur karena ia mengingat jika gadis ini hanyalah kandidat dari 10 orang
Author’s POVGadis itu tersenyum, ia beruntung memiliki saudara seperti Seira yang banyak sekali membantunya dan keluarganya. Dengan ini, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya untuk masuk ke perusahaan raksasa tersebut. Sebuah pemikiran yang membuatnya sedikit penasaran. Ia ingin menanyakan hal ini kepada sang kakak hanya saja ia sedikit bingung bagaimana untuk memulainya,“Anu kak…”“Ya?” “Kira-kira gaji di Lewis Studios itu gede gak kak?” tanya gadis itu dengan hati-hati, berharap sang kakak tidak tersinggung“Gede kok, apalagi kalau kamu udah senior. Kalau mau beneran terpilih, aku akan menjadi managernya. Dan perusahaan ini friendly lingkungannya,” “Wah kakak seorang manager kah?!” ungkap Naomi dengan kaget,“Iya benar, kebetulan senior 3D artist kami hendak berhenti. Jadi sebelum kursinya benar-benar kosong
Author’s POV Beberapa tahun berlalu. Kini Alex dan Naomi sudah terang-terangan menunjukkan hubungan mereka ke rekan kerja mereka. Mereka melakukannya perlahan-lahan, dimulai dari berjalan bersama dan akhirnya Naomi pun mengaku kepada rekan-rekannya mengenai hubungannya bersama dengan Alex. Ia melakukannya bukan karena ia ingin pamer, ia merasa jika hal seperti ini tidak bisa disimpan dan disembunyikan untuk selamanya. Sudah 2 tahun berlalu dan keduanya masih berpacaran dengan begitu harmonis. Tentu saja di dalam sebuah hubungan akan selalu ada cek cok dan juga pertikaian. Namun itu tidak membuat hubungan mereka putus di tengah jalan karena mereka sadar, bagaimana pun mereka menjauh, pada akhirnya kembali lagi bersama. Hubungan mereka tentu saja sudah disetujui oleh keluarga Naomi dan keluarga Alex. Salah satu plot twist yang mereka dapatkan adalah ternyata Benny adalah teman lama Charles. Mereka berteman sejak mereka masih bersama-sama mengel
Author’s POV Alex menarik napasnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia merasa ia harus bicara tatap muka dengan kedua orang tuanya mengenai pertunangannya dengan Giselle. Kalau perlu ia akan mendatangi Kevin---ayah Giselle untuk membatalkan pertunangan mereka, Pria itu mulai keluar dari mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Karena kedatangan pria itu mendadak, Adelia dan Charles juga terkejut dengan keberadaan anaknya yang tidak mengabari mereka jika ia datang kepada mereka. Dengan mantap, pria itu duduk di sofa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia menatap serius kedua orang tuanya sebelum dia membuka suaranya, “Papa, mama... Alex ingin membatalkan pertunangan ini. Bisakah Alex mendapatkan kontak pak Kevin supaya Alex bisa berbicara kepadanya empat mata?” tanya Alex dengan serius. Charles beserta istrinya saling bertatap-tatapan sebelum mereka pun tersenyum, “Tidak perlu...” ujar Charles kepadanya.
Author’s POVGiselle masih menatap Naomi yang terlihat canggung bersamanya. Saat ini mereka berada di sebuah café langganan Giselle yang mana mereka memesan ruang vip entah untuk apa alasannya bagi Naomi. Namun berbeda dengan Naomi, Giselle hanya ingin pembicaraannya dengan Naomi tidak bocor ke luar dan tidak mengundang banyak orang untuk mendengarkannya,Sembari menunggu makanan mereka tiba, Giselle dengan tegas duduk dengan tangan yang terlibat dan ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Sementara Naomi, ia berusaha untuk menghindari tatap muka terhadap gadis itu,“Sejak kapan kau mengenal Alex?” tanya Giselle, membuka percakapannya bersama dengan Naomi setelah sekian lama mereka hanya diam dan tidak berkutik apapun.“Sejak kami SMA…” jawab gadis itu dengan jujur. Kali ini ia juga meluruskan pandangannya kepada Giselle. Jika Giselle sekali lagi ingin mengklaim Alex sebagai miliknya, ia juga tidak a
Author’s POVKali ini Naomi tidak lembur. Ia sudah siap mengerjakan pekerjaannya dan sekarang adalah saatnya untuk pulang bersama dengan Alex. Gadis itu masih berjalan dengan pria itu yang sedang menunggunya di dalam mobil. Dan ketika gadis itu sudah sampai di basement, seseorang menarik tangannya yang membawanya menjauh dari mobil Alex.Bingung dengan siapa yang menariknya, gadis itu menoleh dan mendapatkan Giselle yang sedang menarik tangannya.“M-mau kemana?” tanya gadis itu yang sama sekali menarik dirinya dari Giselle, seakan ia pasrah jika Giselle menariknya seperti itu,“Temenin aku shopping,” ujarnya dengan singkat. Gadis itu masih diam, ia tidak banyak bertanya dan hanya ikut dengan apa yang gadis itu lakukan kepadanya.Ia mendengar banyak mengenai Giselle dari Alex. Giselle adalah anak yang paling kecil diantara saudaranya yang lain. Biasanya anak yang paling terakhir akan mendapatkan kasih s
Author’s POV Alunan musik klasik dari bar ternama ini dapat membius pelanggannya untuk merasa rileks. Bar tersebut terlihat sepi, meskipun terlihat sepi namun ada begitu banyak pria hidung belang yang lalu lalang untuk menggoda sosok cantik seperti Giselle yang sedang meminum vodka sendirian. Ia masih berpakaian kerjanya, dengan blouse peach dan rok span yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ditambah lagi dengan high heels dan lipstick merah maroon yang membuatnya terlihat berkelas. Saat ini ia memikirkan perjodohannya bersama dengan Alex. Alex terlihat serius ketika ia berkata ia tidak ingin berjodoh dengan dirinya. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa membenci sosok Naomi yang sudah pernah menyelamatkannya dan juga gadis itu bukanlah tipikal gadis yang munafik. Awalnya ia mengira jika cinta pria itu hanyalah cinta semu seperti dia bersama dengan wanita-wanita lainnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria itu memang benar-benar me
Author’s POV“Sebenarnya Alex adalah calon tunanganku,” Perkataan tersebut terus terbayang-bayang dibenak Naomi. Ia mendapat pesan dari Alex yang menanyakan keadaannya tadi dan gadis itu mengabaikan pesan itu dan memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia terus bekerja hingga ia sendiri menyerah akan dirinya dan ia meletakkan kepalanya di meja. Ia menghela napas, mengapa semuanya menjadi serumit ini?Hubungannya bersama dengan Alex sudah membaik dan sekarang mereka harus berhadapan dengan perjodohan Alex. Gadis itu sedikit kecewa karena pria itu tidak berkata apapun kepadanya dan pada akhirnya berakhir pada gadis itu yang mengetahuinya dari orang lain.Tapi ia juga tidak terlalu menyalahkan Alex karena jika dirinya berada di posisi Alex, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi gadis itu menghela napasnya. Ia berusaha untuk bangkit dan juga kembali mengerjakan pekerjaannya.Tidak lama
Author’s POV“Tidak bisakah kau tinggalkan berkasmu itu dan pergi saja bersama denganku?” tanya Giselle yang lagi-lagi diabaikan oleh Alex. Sudah sekitar setengah jam pria itu mengabaikan gadis itu yang masih duduk di sofa kebesaran ruangan kerja Alex. Giselle menghela napasnya, ia tidak menyangka Alex akan tumbuh menjadi pribadi yang pekerja keras seperti ini.Setahunya dulu, Alex adalah orang yang lebih suka cara yang instan dan praktis. Sebenarnya, mendengar pria itu menjadi CEO di perusahaan ayahnya membuat gadis itu terkejut, pasalnya ia sangat mengenal sifat pria itu yang tidak suka diatur-atur.Namun itu bukanlah masalah besar untuknya. Malah hal tersebut adalah hal yang bagus karena pria itu tumbuh menjadi pria yang lebih baik daripada masa lalunya. Giselle menatap arlojinya yang sudah menunjukkan waktu untuk makan siang. Dengan senang, ia berdiri dan menghampiri pria itu untuk mengajaknya makan siang bersama,&l
Author’s POVAlex memijat pelipisnya... saat ini ia tengah menunggu kehadiran Giselle. Mereka bersepakat untuk bertemu guna membahas perjodohan mereka berdua. Giselle adalah teman kecil Alex, keduanya memang dekat namun Alex hanya menganggapnya sebagai adiknya saja, tidak lebih.Tidak lama ia menunggu, sosok ayu nan cantik datang menemuinya dan duduk di hadapannya. Gadis itu sudah sangat menunggu masa-masa dimana ia bertemu kembali dengan Alex. Ia sangat senang jika pria itu meneleponnya tadi malam dan mengajaknya untuk bertemu seperti ini,“Apa kau sudah menunggu lama?” tanya gadis berambut panjang itu,Alex menggelengkan kepalanya,”Aku baru saja sampai,” ujar pria itu dengan jujur.“Bagaimana keadaanmu?” tanya gadis itu yang ingin membangun percakapan yang menarik diantaranya dan Alex...“Kita langsung saja ke intinya... Giselle, aku ingin bertanya... apa kau setuju den
Author’s POV“Kau tampak senang sekali,” ujar Darius yang bisa merasakan energy positif dari sosok Alex. Alex meresponnya dengan bahagia juga,”Benarkah?” ujarnya sembari melanjutkan pekerjaannya. Tentu saja ia sangat senang, sekarang hari-harinya dipenuhi dengan keberadaan Naomi yang sedari dulu ia inginkan. Ditambah lagi ia merasa ia sangat dicintai oleh gadis itu,“Apa ini karena gadis itu?” tanya Darius lagi kepada Alex. Alex kembali menatap Darius sejenak sebelum dia kembali membaca berkasnya,”Mungkin?” ujarnya sembari tersenyum.“Saya turut senang kalian bisa bersama lagi,” kata Darius lagi kepada Alex. Tanpa memudarkan senyumannya, Alex mengangguk,”Ya… aku juga senang dia bisa bersama denganku lagi… aku harap kami selalu bisa bersama,” ujarnya yang kemudian memberikan setumpuk berkas yang sudah ia kerjakan kepada Darius.Darius melangkah dan