Author’s POV
Gadis itu tersenyum, ia beruntung memiliki saudara seperti Seira yang banyak sekali membantunya dan keluarganya. Dengan ini, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya untuk masuk ke perusahaan raksasa tersebut. Sebuah pemikiran yang membuatnya sedikit penasaran. Ia ingin menanyakan hal ini kepada sang kakak hanya saja ia sedikit bingung bagaimana untuk memulainya,
“Anu kak…”
“Ya?”
“Kira-kira gaji di Lewis Studios itu gede gak kak?” tanya gadis itu dengan hati-hati, berharap sang kakak tidak tersinggung
“Gede kok, apalagi kalau kamu udah senior. Kalau mau beneran terpilih, aku akan menjadi managernya. Dan perusahaan ini friendly lingkungannya,”
“Wah kakak seorang manager kah?!” ungkap Naomi dengan kaget,
“Iya benar, kebetulan senior 3D artist kami hendak berhenti. Jadi sebelum kursinya benar-benar kosong, kami ingin mengisinya supaya diharapkan calon pengganti Adrian bisa beradaptasi dengan pekerjaan dan proyek yang biasa kami lakukan,” ujar Naomi dengan panjang lebar.
“Baik kak, terimakasih sudah menerimaku kak!”
Seira menggeleng,”Ingat ya, kamu terpilih karena produkmu sendiri, bukan karena aku…” ujarnya dengan penekanan yang dalam.
Gadis itu mengangguk mengerti, namun seketika, ia mulai terdiam ketika ia teringat akan sesuatu,
“Nanti… jika aku benar-benar terpilih, apa kata orang ya kak jika mereka tahu aku adalah sepupu kakak… pasti nanti-“
“Bodo amat sama apa yang dikatakan orang. Yang penting kamu masuk aja itu sudah syukur banget. Aku tidak perduli apa kata orang, kamu juga… kurang-kurangin berpikir yang aneh-aneh. Intinya, kamu diterima karena upaya kerasmu, camkan itu,”
Gadis itu mengangguk,”Baik kak… terima kasih lagi ya kak,”
“Iya. Yasudah... Siapkan diri untuk wawancara ya… jangan aneh-aneh apalagi kalau terlambat,” ujar Seira yang diangguki oleh Naomi,
“Baik kak,”
“Oke… aku mau pergi dulu. Bye,”
“Bye,” ujar gadis itu, memutuskan percakapan mereka hari ini.
Naomi melepaskan ponselnya dari telinga, ia menghela nafas sembari menaikkan kepalanya, menatap langit-langit kamarnya. Ia tidak bisa membendung kesenangannya, hanya saja pemikirannya yang tidak yakin akan dirinya juga ikut bergumam dalam kepalanya.
Bagaimana jika ia tidak lolos?
Apakah ia akan terus mengandalkan freelancer yang pendapatannya tidak stabil?
Hah… baru saja dirinya senang karena peluang yang ia dapatkan. Tapi memikirkan dirinya hanyalah seorang yang sangat biasa saja, membuatnya tidak yakin akan dirinya sendiri. Naomi merebahkan tubuhnya dan matanya sepenuhnya menatap langit-langit kamarnya.
Ia menghela nafas, apa benar jika ia berpikiran seperti ini sepanjang hari?
Gadis itu memejamkan matanya, merileksasikan tubuhnya sejenak sebelum dia kembali membuka matanya.
Tidak ada waktu untuk menegatifkan diri. Ia harus berlatih untuk tetap terlihat menarik.
“Aku harus bisa masuk Lewis Studio!” ujarnya dengan kepalan tangannya yang ia layangkan di udara.
***
Naomi duduk, menunggu gilirannya untuk masuk ke dalam ruangan yang nantinya akan menjadi tempatnya diwawancara. Dengan duduk bersilangkan sebelah kiri, kaki kanannya berada di atas kaki kirinya yang tidak bisa berhenti bergoyang. Suasana disekitarnya benar-benar hening dan senyap, seakan-akan orang yang lainnya terlihat biasa saja di suasana yang mencekam bagi gadis itu.
Ia benar-benar tidak menyangka, orang sekitarnya sama sekali tidak menunjukkan kegugupan mereka. Berbeda dengan dirinya yang secara terang-terangan sangat gugup dengan situasi yang ada. Tidak terhitung berapa kali ia menghela nafas, namun yang pasti, ia yakin dengan penampilan hitam putihnya.
Satu persatu orang di panggil dan kali ini sudah sisa 5 orang dari 10 orang yang sebelumnya sudah berkumpul disini. Melihat satu persatu orang yang mulai dipanggil dan pergi, membuat Naomi semakin gugup. Ia bahkan berkeringat padahal di ruangan ini sangat sejuk. Ia menyeka keringat di keningnya beberapa kali dan juga ia menghela nafas untuk meyakinkan dirinya.
Disela-sela dirinya yang tengah menenangkan dirinya sendiri, seorang gadis yang tengah duduk di sampingnya menyapanya, membuatnya menolehkan pandangannya kepada gadis itu,
“Hai…” ujar gadis itu dengan ramah,
Naomi mengangguk sembari menyapa gadis itu dengan sopan,
“Hai…”
Gadis itu mendekati Naomi, seakan ia ingin membisikkan sesuatu kepadanya,
“Kamu gugup gak?” ujar gadis itu dengan pelan. Naomi menatap gadis itu dan mengangguk kecil. Gadis yang bernama Ranti itu tersenyum manis karena sebenarnya ia juga merasakan hal yang sama dengan dirinya. Ranti benar-benar gugup, hanya saja ia berusaha untuk menyembunyikan di wajah dinginnya.
“Salam kenal kak, aku Ranti,” ujarnya dengan senyuman ramahnya,
“Kakak? Memangnya usia Ranti berapa?” ujar gadis itu dengan penasaran.
“Hmm aku masih 22 tahun, masih fresh graduate kak…”
Naomi mengangguk mengerti, tidak heran jika ia dipanggil kakak jika gadis itu adalah seorang fresh graduate,”Aku Naomi, salam kenal juga,”
“Kan, sudah kuduga… kakak pasti lebih tua daripadaku,” ujarnya yang menuai senyuman ramah gadis itu. Naomi memikirkan dirinya sedikit iri dengan gadis yang bernama Ranti tersebut. Untuk meniti karir di usia yang 28 tahun seperti dirinya, menurutnya udah cukup terlambat. Masa-masa fresh graduate adalah masa yang bagus untuk meniti karir.
“Aku sangat khawatir kak… sebenarnya aku tidak banyak pengalaman untuk bekerja di perusahaan. Aku hanya bermodalkan nekat saja untuk mengirim CV ku tersebut dan boom! Aku tidak menyangka jika aku dipanggil untuk wawancara,” ujar Ranti dengan panjang lebar,
“Hmm… sebenarnya aku juga tidak terlalu berpengalaman untuk menjadi seorang senior 3D artist. Selama ini aku freelance sebagai 3D modeler dan animator. Terkadang juga aku mengerjakan desain karakter 2D dan 3D sih,” ujar Naomi terang-terangan.
“Begitu kah…” ujarnya yang diangguki Naomi.
Baru saja Ranti hendak membuka mulutnya, seorang wanita muncul dan memanggil Naomi untuk segera masuk ke ruangan yang akan ia tunjukkan. Naomi melirik kepada Ranti yang memberikannya semangat melalui bahasa tubuhnya. Ia mengangguk dan mengambil nafasnya sejenak sebelum dia melangkah kepada wanita tersebut.
Author’s POV Naomi mulai memasuki sebuah ruangan yang sangat luas dan di ruangan tersebut, terdapat Adrian dan Seira yang tengah menunggunya untuk masuk. Begitu ia masuk, tatapan pertamanya jatuh kepada Seira yang menatapnya seakan keduanya tidak saling kenal. Ia dipersilahkan Adrian untuk duduk di kursi yang sudah disediakan,Dengan sopan, ia mengangguk dan mulai mendudukkan bokongnya di kursi tersebut. Gadis itu duduk dengan tegap, untuk memberikan kesan jika yang dominan dan tegas.“Naomi ya…” ujar Adrian sembari melihat lembaran kertas yang sedang ia pegang. Ia melihat sejenak foto yang ada di lembar tersebut sebelum ia meluruskan pandangannya kepada Naomi.“Ceritakan tentang diri kamu,” ujar Seira yang diangguki mengerti oleh gadis itu,“Saya Naomi Tjahara, sebelumnya saya adalah alumni ilmu komputer dari Universitas Unijaya, Jakarta. Saat ini saya bekerja sebagai freelancer
Author’s POVNaomi memegang dadanya yang masih berdegub dengan kencang. Ia bersyukur dirinya tidak menunjukkan kegugupannya ketika ia wawancara tadi. Namun ia juga tidak menyangka jika dirinya bisa sepercaya diri itu begitu ia menjawab beberapa pertanyaan yang di lontarkan untuknya.Saat ini gadis itu mulai masuk ke dalam lift kosong yang baru saja terbuka di hadapannya. Gedung ini memiliki lantai setinggi 20 lantai dan saat ini ia tengah berada di lantai 14. Naomi memasuki lift kosong tersebut dan memencet tombol lantai dasar.Gadis itu menghela nafasnya dengan berat. Ia ingin sekali sensasi gugup ini cepat berakhir. Ia mengatur pernafasannya dan mulai menutup matanya,"Yang penting aku sudah berikan yang terbaik," batinnya, ditambah dengan senyuman yang menenangkan jiwanya.Ting!Lift terbuka dan beberapa orang masuk ke dalamnya. Gadis itu mulai menggeserkan dirinya begitu segerombolan orang masuk. Dan tidak
Author’s POVAwalnya, gadis itu berniat untuk berhenti bekerja sebagai freelancer sembari menunggu pengumuman yang akan ia dapatkan dari Lewis Studio. Namun ia tidak bisa menunggu dalam ketidakpastian, karena ia juga membutuhkan uang untuk ia bertahan hidup,Jadilah dirinya tetap mengerjakan beberapa pekerjaan sembari menunggu pengumuman tersebut.Disela-sela kesibukannya, seseorang meneleponnya. Ketika ia melihat nomor tersebut tidak ada di kontaknya, ia mulai mengambil ponselnya dan perlahan ia tempelkan ponsel itu ke telinga kanannya,“Siapa sih yang nelfon malam-malam gini?” batinnya yang penasaran,Gadis itu mengernyitkan dahinya karena tidak ada yang bergeming di telepon tersebut. Setelah sepersekian detik dia berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk membuka mulutnya terlebih dahulu,“Halo?” ujarnya dengan ragu,Kerutan di keningnya tidak kunjung hi
Author’s POVSudah hari Jum’at dan hingga saat ini belum ada info apapun dari perusahaan Lewis Studio mengenai diterima maupun tidak diterimanya Naomi diperusahaan tersebut. Meskipun begitu, Naomi tetap melakukan aktivitasnya, yakni membantu sang ayah untuk berjualan.Gadis itu tidak melepas senyuman hangatnya kepada para pelanggan yang membeli dagangan mereka. Meskipun gadis itu memiliki tubuh yang mungil, namun parasnya sangat elok untuk dilihat walaupun ia hanya berpakaian biasa saja. Tidak heran terkadang ia mendapat godaan dari para pelanggan-pelanggan pria yang memuja paras gadis itu,Naomi hanya menganggap pujian dan godaan tersebut hanyalah angin lalu. Ia hanya tersenyum ramah dan mengabaikan godaan tersebut, tidak perduli seberapa tampannya pria yang memujinya tersebut.“Ini…” ujar gadis itu sembari memberikan seplastik mie ayam dan bakso kepada seorang yang sedari tadi terus menanyakan kon
Author’s POVSetelah gadis itu mencuci semua piringnya, ia berbalik untuk kembali ke kamarnya. Begitu ia berbalik, ia melihat sang ayah yang sudah berdiri di depannya, menanyakan hasil yang ia dapatkan dari email tersebut. Gadis itu menurunkan pandangannya dan menggeleng pelan. Sang ayah yang mengerti akan kesedihan gadis itu, bergerak maju dan menepuk-nepuk pundak gadis itu, berharap jika tepukan lembut tersebut meredakan kesedihan gadis itu.“Sudah… mungkin belum rejekinya,” ujar Benny yang diangguki pelan oleh gadis itu. Dengan lesu, gadis itu berjalan melewatkan sang ayah yang mengkhawatirkan dirinya yang sedang sedih seperti itu,Benny menghela nafas,Mungkin gadis itu butuh waktu untuk sendiri dulu.Naomi menutup pintunya dan mengambil tempat untuknya duduk di ranjangnya. Ia masih berpikir positif, mungkin ia harus menunggu beberapa jam hingga hari esok tiba. Gadis itu kemudian berjalan ke meja kerjan
Author’s POVNaomi selalu merapalkan perkataan itu untuk menenangkan dirinya. Pria itu seharusnya tidak mengetahui jika gadis itu tinggal disini, karena ia sudah beberapa kali pindah-pindah rumah karena dikejar oleh hutang-hutang.Baru saja dia bernafas lega, tiba-tiba ponselnya kembali berdering dan kembali ia bergidik ngeri dengan ponselnya sendiri. Ia berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak memegang ponsel tersebut, hingga panggilan tersebut mati sendiri.Setelah melihat panggilan itu sudah terputus, gadis itu perlahan mendekati ponselnya dan mengambilnya untuk melihat siapa gerangan yang meneleponnya lagi. Dan tanpa ia sangka, nomor tersebut bukanlah nomor yang sebelumnya meneleponnya.Lebih tepatnya, yang saat ini memanggilnya adalah orang yang berbeda.Karena ia kembali penasaran dengan nomor tersebut. Dengan jantung yang berdetak gila-gilaan, ia kembali menelepon nomor tersebut. Ia menunggu nomor tersebut mengangkat
Author’s POVSebelum ia benar-benar menelepon Seira, gadis itu memilih untuk mandi terlebih dahulu karena ia sangat gerah dan sedari tadi ia banyak sekali keringat. Walaupun ia penasaran dengan apa yang akan menjadi pembicaraannya dengan Seira, ia memilih untuk tidak terburu-buru menanyakan itu kepada Seira,Naomi menikmati kesegaran yang baru saja ia dapatkan setelah ia mandi. Ia mengusap rambutnya menggunakan handuk sebelum ia menggantung handuk tersebut di lemari. Matanya tertuju kepada ponselnya yang sebelumnya ia letak di meja. Tangannya mulai meraih ponselnya dan setelah ponsel itu ada di tangannya, ia mencari kontak Seira untuk ia panggil.Ia mengambil tempatnya untuk duduk di ranjangnya sebelum dia memencet tombol dial untuk memanggil Seira. Dan tidak lama kemudian, Seira pun mengangkat teleponnya,“Halo kak, aku udah di rumah nih…” kata gadis itu sembari ia membaringkan tubuhnya dengan ponsel yan
Author’s POVSeperti biasa, Naomi bangun jam 5 pagi dan mulai membantu sang ayah untuk menyiapkan bahan dagangan mereka. Sementara ia membantu sang ayah, Benny malah berharap anak sematang wayangnya untuk kembali beristirahat karena ia tahu kemarin gadis itu mengerjakan pekerjaannya sampai larut malam.Namun, seperti biasa, gadis itu menolak dan tetap kekeuh untuk membantu sang ayah dalam membuat dagangan mereka. Gadis itu merenggangkan tubuhnya setelah ia selesai membuat semua bakso untuk jualan sang ayah. Ia melirik jam dinding yang terletak di tidak jauh dari penglihatannya dan jam tersebut menunjukkan pukul setengah 7 pagi.“Udah, tinggalkan saja. Biar ayah yang urus selanjutnya,” ujar Benny yang diangguki oleh Naomi. Naomi bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya untuk ia mengambil handuk dan mandi. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan kesenangannya. Sembari dia mengusap tubuhnya, sembari juga ia bersenandung.Di
Author’s POV Beberapa tahun berlalu. Kini Alex dan Naomi sudah terang-terangan menunjukkan hubungan mereka ke rekan kerja mereka. Mereka melakukannya perlahan-lahan, dimulai dari berjalan bersama dan akhirnya Naomi pun mengaku kepada rekan-rekannya mengenai hubungannya bersama dengan Alex. Ia melakukannya bukan karena ia ingin pamer, ia merasa jika hal seperti ini tidak bisa disimpan dan disembunyikan untuk selamanya. Sudah 2 tahun berlalu dan keduanya masih berpacaran dengan begitu harmonis. Tentu saja di dalam sebuah hubungan akan selalu ada cek cok dan juga pertikaian. Namun itu tidak membuat hubungan mereka putus di tengah jalan karena mereka sadar, bagaimana pun mereka menjauh, pada akhirnya kembali lagi bersama. Hubungan mereka tentu saja sudah disetujui oleh keluarga Naomi dan keluarga Alex. Salah satu plot twist yang mereka dapatkan adalah ternyata Benny adalah teman lama Charles. Mereka berteman sejak mereka masih bersama-sama mengel
Author’s POV Alex menarik napasnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia merasa ia harus bicara tatap muka dengan kedua orang tuanya mengenai pertunangannya dengan Giselle. Kalau perlu ia akan mendatangi Kevin---ayah Giselle untuk membatalkan pertunangan mereka, Pria itu mulai keluar dari mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Karena kedatangan pria itu mendadak, Adelia dan Charles juga terkejut dengan keberadaan anaknya yang tidak mengabari mereka jika ia datang kepada mereka. Dengan mantap, pria itu duduk di sofa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia menatap serius kedua orang tuanya sebelum dia membuka suaranya, “Papa, mama... Alex ingin membatalkan pertunangan ini. Bisakah Alex mendapatkan kontak pak Kevin supaya Alex bisa berbicara kepadanya empat mata?” tanya Alex dengan serius. Charles beserta istrinya saling bertatap-tatapan sebelum mereka pun tersenyum, “Tidak perlu...” ujar Charles kepadanya.
Author’s POVGiselle masih menatap Naomi yang terlihat canggung bersamanya. Saat ini mereka berada di sebuah café langganan Giselle yang mana mereka memesan ruang vip entah untuk apa alasannya bagi Naomi. Namun berbeda dengan Naomi, Giselle hanya ingin pembicaraannya dengan Naomi tidak bocor ke luar dan tidak mengundang banyak orang untuk mendengarkannya,Sembari menunggu makanan mereka tiba, Giselle dengan tegas duduk dengan tangan yang terlibat dan ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Sementara Naomi, ia berusaha untuk menghindari tatap muka terhadap gadis itu,“Sejak kapan kau mengenal Alex?” tanya Giselle, membuka percakapannya bersama dengan Naomi setelah sekian lama mereka hanya diam dan tidak berkutik apapun.“Sejak kami SMA…” jawab gadis itu dengan jujur. Kali ini ia juga meluruskan pandangannya kepada Giselle. Jika Giselle sekali lagi ingin mengklaim Alex sebagai miliknya, ia juga tidak a
Author’s POVKali ini Naomi tidak lembur. Ia sudah siap mengerjakan pekerjaannya dan sekarang adalah saatnya untuk pulang bersama dengan Alex. Gadis itu masih berjalan dengan pria itu yang sedang menunggunya di dalam mobil. Dan ketika gadis itu sudah sampai di basement, seseorang menarik tangannya yang membawanya menjauh dari mobil Alex.Bingung dengan siapa yang menariknya, gadis itu menoleh dan mendapatkan Giselle yang sedang menarik tangannya.“M-mau kemana?” tanya gadis itu yang sama sekali menarik dirinya dari Giselle, seakan ia pasrah jika Giselle menariknya seperti itu,“Temenin aku shopping,” ujarnya dengan singkat. Gadis itu masih diam, ia tidak banyak bertanya dan hanya ikut dengan apa yang gadis itu lakukan kepadanya.Ia mendengar banyak mengenai Giselle dari Alex. Giselle adalah anak yang paling kecil diantara saudaranya yang lain. Biasanya anak yang paling terakhir akan mendapatkan kasih s
Author’s POV Alunan musik klasik dari bar ternama ini dapat membius pelanggannya untuk merasa rileks. Bar tersebut terlihat sepi, meskipun terlihat sepi namun ada begitu banyak pria hidung belang yang lalu lalang untuk menggoda sosok cantik seperti Giselle yang sedang meminum vodka sendirian. Ia masih berpakaian kerjanya, dengan blouse peach dan rok span yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ditambah lagi dengan high heels dan lipstick merah maroon yang membuatnya terlihat berkelas. Saat ini ia memikirkan perjodohannya bersama dengan Alex. Alex terlihat serius ketika ia berkata ia tidak ingin berjodoh dengan dirinya. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa membenci sosok Naomi yang sudah pernah menyelamatkannya dan juga gadis itu bukanlah tipikal gadis yang munafik. Awalnya ia mengira jika cinta pria itu hanyalah cinta semu seperti dia bersama dengan wanita-wanita lainnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria itu memang benar-benar me
Author’s POV“Sebenarnya Alex adalah calon tunanganku,” Perkataan tersebut terus terbayang-bayang dibenak Naomi. Ia mendapat pesan dari Alex yang menanyakan keadaannya tadi dan gadis itu mengabaikan pesan itu dan memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia terus bekerja hingga ia sendiri menyerah akan dirinya dan ia meletakkan kepalanya di meja. Ia menghela napas, mengapa semuanya menjadi serumit ini?Hubungannya bersama dengan Alex sudah membaik dan sekarang mereka harus berhadapan dengan perjodohan Alex. Gadis itu sedikit kecewa karena pria itu tidak berkata apapun kepadanya dan pada akhirnya berakhir pada gadis itu yang mengetahuinya dari orang lain.Tapi ia juga tidak terlalu menyalahkan Alex karena jika dirinya berada di posisi Alex, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi gadis itu menghela napasnya. Ia berusaha untuk bangkit dan juga kembali mengerjakan pekerjaannya.Tidak lama
Author’s POV“Tidak bisakah kau tinggalkan berkasmu itu dan pergi saja bersama denganku?” tanya Giselle yang lagi-lagi diabaikan oleh Alex. Sudah sekitar setengah jam pria itu mengabaikan gadis itu yang masih duduk di sofa kebesaran ruangan kerja Alex. Giselle menghela napasnya, ia tidak menyangka Alex akan tumbuh menjadi pribadi yang pekerja keras seperti ini.Setahunya dulu, Alex adalah orang yang lebih suka cara yang instan dan praktis. Sebenarnya, mendengar pria itu menjadi CEO di perusahaan ayahnya membuat gadis itu terkejut, pasalnya ia sangat mengenal sifat pria itu yang tidak suka diatur-atur.Namun itu bukanlah masalah besar untuknya. Malah hal tersebut adalah hal yang bagus karena pria itu tumbuh menjadi pria yang lebih baik daripada masa lalunya. Giselle menatap arlojinya yang sudah menunjukkan waktu untuk makan siang. Dengan senang, ia berdiri dan menghampiri pria itu untuk mengajaknya makan siang bersama,&l
Author’s POVAlex memijat pelipisnya... saat ini ia tengah menunggu kehadiran Giselle. Mereka bersepakat untuk bertemu guna membahas perjodohan mereka berdua. Giselle adalah teman kecil Alex, keduanya memang dekat namun Alex hanya menganggapnya sebagai adiknya saja, tidak lebih.Tidak lama ia menunggu, sosok ayu nan cantik datang menemuinya dan duduk di hadapannya. Gadis itu sudah sangat menunggu masa-masa dimana ia bertemu kembali dengan Alex. Ia sangat senang jika pria itu meneleponnya tadi malam dan mengajaknya untuk bertemu seperti ini,“Apa kau sudah menunggu lama?” tanya gadis berambut panjang itu,Alex menggelengkan kepalanya,”Aku baru saja sampai,” ujar pria itu dengan jujur.“Bagaimana keadaanmu?” tanya gadis itu yang ingin membangun percakapan yang menarik diantaranya dan Alex...“Kita langsung saja ke intinya... Giselle, aku ingin bertanya... apa kau setuju den
Author’s POV“Kau tampak senang sekali,” ujar Darius yang bisa merasakan energy positif dari sosok Alex. Alex meresponnya dengan bahagia juga,”Benarkah?” ujarnya sembari melanjutkan pekerjaannya. Tentu saja ia sangat senang, sekarang hari-harinya dipenuhi dengan keberadaan Naomi yang sedari dulu ia inginkan. Ditambah lagi ia merasa ia sangat dicintai oleh gadis itu,“Apa ini karena gadis itu?” tanya Darius lagi kepada Alex. Alex kembali menatap Darius sejenak sebelum dia kembali membaca berkasnya,”Mungkin?” ujarnya sembari tersenyum.“Saya turut senang kalian bisa bersama lagi,” kata Darius lagi kepada Alex. Tanpa memudarkan senyumannya, Alex mengangguk,”Ya… aku juga senang dia bisa bersama denganku lagi… aku harap kami selalu bisa bersama,” ujarnya yang kemudian memberikan setumpuk berkas yang sudah ia kerjakan kepada Darius.Darius melangkah dan