Author’s POV
Awalnya, gadis itu berniat untuk berhenti bekerja sebagai freelancer sembari menunggu pengumuman yang akan ia dapatkan dari Lewis Studio. Namun ia tidak bisa menunggu dalam ketidakpastian, karena ia juga membutuhkan uang untuk ia bertahan hidup,
Jadilah dirinya tetap mengerjakan beberapa pekerjaan sembari menunggu pengumuman tersebut.
Disela-sela kesibukannya, seseorang meneleponnya. Ketika ia melihat nomor tersebut tidak ada di kontaknya, ia mulai mengambil ponselnya dan perlahan ia tempelkan ponsel itu ke telinga kanannya,
“Siapa sih yang nelfon malam-malam gini?” batinnya yang penasaran,
Gadis itu mengernyitkan dahinya karena tidak ada yang bergeming di telepon tersebut. Setelah sepersekian detik dia berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk membuka mulutnya terlebih dahulu,
“Halo?” ujarnya dengan ragu,
Kerutan di keningnya tidak kunjung hilang ketika ia juga tidak kunjung mendengar suara sesiapapun disana. Ia mencoba untuk mengeluarkan suaranya, namun seseorang pun tidak terdengar ada di panggilan tersebut,
Gadis itu melepaskan ponsel itu dari telinga kanannya dan menatap layarnya dengan kerutan kening yang belum juga hilang darinya,
Dengan segera, ia mematikan panggilan tersebut dan meletakkan kembali ponselnya dengan kesal. Apa masih jamannya untuk menelepon dengan iseng tersebut?
Namun kekesalan gadis itu berhenti ketika ia mulai penasaran dengan siapa yang meneleponnya. Bukankah sedikit menyeramkan jika orang yang tidak dikenal bisa mengetahui nomornya? Darimana ia bisa mendapatkan nomornya?
Bulu kuduk gadis itu mulai naik, mengingat masa lalunya yang juga mengalami hal yang serupa. Saat itu ia masih kuliah dan ia menjadi korban dari stalker oleh seorang pria yang awalnya dia kenal dari kelas yang sama dengannya saat ia masih kuliah. Pria tersebut sangat terobsesi dengan dirinya, sampai-sampai ia menguntit gadis hingga ia bisa mendapatkan akses ke kamar gadis itu.
Naomi berusaha untuk menenangkan dirinya dengan deru nafas yang ia coba kontrol. Ia tidak sadar, ketakutannya membuat air matanya keluar tanpa ia sadari. Gadis itu menutup matanya, berusaha untuk menenangkan dirinya dengan menarik nafas dan mengeluarkannya selanjutnya.
Ia menelan ludahnya, ia benci dirinya yang seperti ini.
Ia ingin sekali melupakan pengalaman yang tidak terlupakan itu. Menurutnya lebih baik jika ia mengalami amnesia daripada ia terus tersiksa dengan hal seperti ini.
Pria itu adalah Adit. Pria dengan perawakan cukup tampan namun dibalik ketampanannya terdapat seekor monster yang berada di dalam bayangannya. Pria itu awalnya mendekati gadis itu saat mereka satu mata kuliah. Namun lama kelamaan gadis itu mulai risih kepadanya karena pria itu terus ada dimanapun ia berada.
Pada akhirnya, gadis itu ingin melepas semua kontak yang berhubungan dengan Adit. Pria itu tidak terima, dan pada akhirnya ia bisa mendapatkan akses ke kamar gadis itu.
Ia hampir saja diperkosa, beruntung sang ayah secara tidak sengaja lewat dari kamar gadis itu dan mendengar sesuatu yang mencurigakan.
Akhirnya, pria itu juga dipenjara dengan masa tahanan 10 tahun penjara. Dan saat ini, sudah lebih dari 9 tahun berlalu semenjak insiden itu.
“Mungkinkah itu pria itu?” ujarnya yang langsung ia gelengkan,
“Seharusnya ia bebas beberapa bulan lagi,” ujarnya sembari melihat nomor tersebut lagi,
“Siapapun dia, dia benar-benar membuatku takut sekarang,”
****
“Apa Seira dan Adrian sudah memutuskan siapa yang terpilih?” ujar Alex begitu Darius masuk ke dalam ruangannya. Darius menggeleng karena memang Adrian dan Seira belum memutuskan siapa yang akan terpilih untuk menjadi pengganti Adrian. Sudah dua hari berlalu dan keduanya juga belum memutuskan apapun dari hasil wawancara yang telah mereka selenggarakan.
Sementara mereka masih memikirkan siapa kandidat yang lolos, Alex tidak berhenti memikirkan Naomi dan juga ia tidak pernah berhenti berharap jika Naomi adalah kandidat yang lolos tersebut. Tampak kekecewaan yang tersirat dalam wajah Alex, dan itu sebenarnya membuat Darius penasaran,
Mengapa Alex begitu ingin mengetahui kandidat mana yang lolos?
Bukankah pria itu terlihat sedikit berlebihan?
Alex tampak tidak sabaran, seakan ia ingin keputusan itu sekarang juga diputuskan,
Hal itu benar-benar membuat Darius penasaran, namun ia memendam rasa penasaran itu karena bertanya kepada Alex hanya akan membuatnya terlihat tidak sopan. Ia berusaha untuk bersikap seformal mungkin kepada Alex walaupun Alex sebenarnya adalah sahabatnya sejak keduanya berada di kampus yang sama. Bahkan terkadang sikap formal Darius yang di kantor terbawa pada saat mereka menghabiskan waktu bersama di luar kantor.
Terkadang Alex juga yang memintanya untuk tidak bersikap terlalu formal kepada dirinya, namun pria itu menolak. Darius merasa ia harus bersikap professional saat bekerja,
“Katakan kepada mereka, begitu mereka sudah memutuskan siapa yang terpilih, hubungi aku,” ujar pria itu yang mendapat anggukan dari Darius. Darius hendak mengundurkan dirinya, namun disaat seperti itu, pria itu menghentikannya sejenak,
“Tunggu!” ujar pria itu, membuat Darius kembali berbalik menghadap Alex,
“Ya, pak?”
Alex menghela nafasnya dan menatap Darius dengan malas,”Bisakah kita bersiap informal saja?” keluh pria itu yang mulai malas dengan sikap formal pria itu. Sementara Darius, ia menggeleng dengan sopan,
“Tapi kita sedang di kantor, pak,”
“Baik di kantor maupun di luar kantor, kau terus bersikap formal kepadaku,”
“Sudah seharusnya saya seperti itu,” ujar Darius lagi,
“Ini perintah,” ujar pria itu, mencoba untuk mendominasi pria itu,
Darius menghela nafas, sebelum ia melepaskan segala keformalannya dan menatap Alex dengan tangan yang ia lipat,
“Apa kata orang jika aku bersikap informal seperti ini kepadamu?” ujarnya pria itu yang mulai melepas keformalannya kepada pria itu,
“Kau begitu perduli dengan perkataan orang, huh? Seharusnya kata yang harus kau dengarkan dan perdulikan adalah kataku, karena aku adalah atasanmu,” ujar pria itu dengan tangan yang ikut ia lipat. Melihat itu, Darius melepaskan tangan yang ia lipat dan mengangguk sopan,
“Baik, mulai sekarang aku akan bersikap informal seperti yang kau inginkan, tapi… aku akan bersikap formal di depan rekan-rekan kerja lainnya,”
Alex mengangguk,”Baiklah, itu lebih baik,” ujarnya yang hampir memutuskan rantai percakapan mereka. Hal ini dimanfaatkan Darius untuk menanyakan sesuatu yang membuatnya penasaran.
“Kalau begitu, bisakah aku bertanya sesuatu?”
“Apa itu?” tanya Alex yang mulai mengabaikan tatapannya dari Darius dan beralih ke berkas-berkas yang ia periksa,
“Kenapa kau ingin sekali ikut campur terhadap siapa yang akan diterima diperusahaan ini? Kau terlihat tidak seperti biasanya,” ujar pria itu, membuat Alex kembali menatapnya,
“Hmm… aku belum bisa mengatakannya kepadamu,”
“Oh ayolah, sebelumnya kau memintaku untuk bersikap informal,” ujar pria itu membuka tangannya sebagai gestur nya yang menunjukkan kekecewaannya. Alex terdiam sejenak, menimang-nimang apakah ia perlu memberitahukan apa yang menjadi isi pikirannya kepada
“Aku sedang menanti seseorang…” ujar pria itu, sebelum dia benar-benar menatap Darius,
“Dan orang itu ada di daftar 10 orang yang lolos seleksi tersebut?”
Pria itu mengangguk,”Benar,”
“Apa dia itu seorang yang sama dengan gadis yang selama ini kau cari?” ujarnya, membuat pria itu tertegun, bagaimana pria itu bisa tahu?
“B-bagaimana kau bisa tahu?”
“Aku hanya menebaknya dan ternyata benar,” ujarnya dengan enteng.
“Selama ini aku mencarinya namun aku tidak mendapatkan apa-apa. Hingga aku bertemu dengannya secara tidak sengaja. Dan siapa sangka juga dia melamar di tempat ini? Aku sangat ingin ia masuk ke perusahaan ini,”
“Wow… takdir kalian berdua untuk bertemu sangatlah hebat,”
“Ya kan? Aku benar-benar merasa jika Tuhan memberikanku kesempatan untuk meraihnya kembali,” ujarnya dengan tangan yang mengepal di udara. Pria itu bersumpah jika ia akan memperjuangkan gadis itu dengan caranya setelah ia mengetahui keputusan Seira dan Adrian.
Author’s POVSudah hari Jum’at dan hingga saat ini belum ada info apapun dari perusahaan Lewis Studio mengenai diterima maupun tidak diterimanya Naomi diperusahaan tersebut. Meskipun begitu, Naomi tetap melakukan aktivitasnya, yakni membantu sang ayah untuk berjualan.Gadis itu tidak melepas senyuman hangatnya kepada para pelanggan yang membeli dagangan mereka. Meskipun gadis itu memiliki tubuh yang mungil, namun parasnya sangat elok untuk dilihat walaupun ia hanya berpakaian biasa saja. Tidak heran terkadang ia mendapat godaan dari para pelanggan-pelanggan pria yang memuja paras gadis itu,Naomi hanya menganggap pujian dan godaan tersebut hanyalah angin lalu. Ia hanya tersenyum ramah dan mengabaikan godaan tersebut, tidak perduli seberapa tampannya pria yang memujinya tersebut.“Ini…” ujar gadis itu sembari memberikan seplastik mie ayam dan bakso kepada seorang yang sedari tadi terus menanyakan kon
Author’s POVSetelah gadis itu mencuci semua piringnya, ia berbalik untuk kembali ke kamarnya. Begitu ia berbalik, ia melihat sang ayah yang sudah berdiri di depannya, menanyakan hasil yang ia dapatkan dari email tersebut. Gadis itu menurunkan pandangannya dan menggeleng pelan. Sang ayah yang mengerti akan kesedihan gadis itu, bergerak maju dan menepuk-nepuk pundak gadis itu, berharap jika tepukan lembut tersebut meredakan kesedihan gadis itu.“Sudah… mungkin belum rejekinya,” ujar Benny yang diangguki pelan oleh gadis itu. Dengan lesu, gadis itu berjalan melewatkan sang ayah yang mengkhawatirkan dirinya yang sedang sedih seperti itu,Benny menghela nafas,Mungkin gadis itu butuh waktu untuk sendiri dulu.Naomi menutup pintunya dan mengambil tempat untuknya duduk di ranjangnya. Ia masih berpikir positif, mungkin ia harus menunggu beberapa jam hingga hari esok tiba. Gadis itu kemudian berjalan ke meja kerjan
Author’s POVNaomi selalu merapalkan perkataan itu untuk menenangkan dirinya. Pria itu seharusnya tidak mengetahui jika gadis itu tinggal disini, karena ia sudah beberapa kali pindah-pindah rumah karena dikejar oleh hutang-hutang.Baru saja dia bernafas lega, tiba-tiba ponselnya kembali berdering dan kembali ia bergidik ngeri dengan ponselnya sendiri. Ia berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak memegang ponsel tersebut, hingga panggilan tersebut mati sendiri.Setelah melihat panggilan itu sudah terputus, gadis itu perlahan mendekati ponselnya dan mengambilnya untuk melihat siapa gerangan yang meneleponnya lagi. Dan tanpa ia sangka, nomor tersebut bukanlah nomor yang sebelumnya meneleponnya.Lebih tepatnya, yang saat ini memanggilnya adalah orang yang berbeda.Karena ia kembali penasaran dengan nomor tersebut. Dengan jantung yang berdetak gila-gilaan, ia kembali menelepon nomor tersebut. Ia menunggu nomor tersebut mengangkat
Author’s POVSebelum ia benar-benar menelepon Seira, gadis itu memilih untuk mandi terlebih dahulu karena ia sangat gerah dan sedari tadi ia banyak sekali keringat. Walaupun ia penasaran dengan apa yang akan menjadi pembicaraannya dengan Seira, ia memilih untuk tidak terburu-buru menanyakan itu kepada Seira,Naomi menikmati kesegaran yang baru saja ia dapatkan setelah ia mandi. Ia mengusap rambutnya menggunakan handuk sebelum ia menggantung handuk tersebut di lemari. Matanya tertuju kepada ponselnya yang sebelumnya ia letak di meja. Tangannya mulai meraih ponselnya dan setelah ponsel itu ada di tangannya, ia mencari kontak Seira untuk ia panggil.Ia mengambil tempatnya untuk duduk di ranjangnya sebelum dia memencet tombol dial untuk memanggil Seira. Dan tidak lama kemudian, Seira pun mengangkat teleponnya,“Halo kak, aku udah di rumah nih…” kata gadis itu sembari ia membaringkan tubuhnya dengan ponsel yan
Author’s POVSeperti biasa, Naomi bangun jam 5 pagi dan mulai membantu sang ayah untuk menyiapkan bahan dagangan mereka. Sementara ia membantu sang ayah, Benny malah berharap anak sematang wayangnya untuk kembali beristirahat karena ia tahu kemarin gadis itu mengerjakan pekerjaannya sampai larut malam.Namun, seperti biasa, gadis itu menolak dan tetap kekeuh untuk membantu sang ayah dalam membuat dagangan mereka. Gadis itu merenggangkan tubuhnya setelah ia selesai membuat semua bakso untuk jualan sang ayah. Ia melirik jam dinding yang terletak di tidak jauh dari penglihatannya dan jam tersebut menunjukkan pukul setengah 7 pagi.“Udah, tinggalkan saja. Biar ayah yang urus selanjutnya,” ujar Benny yang diangguki oleh Naomi. Naomi bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya untuk ia mengambil handuk dan mandi. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan kesenangannya. Sembari dia mengusap tubuhnya, sembari juga ia bersenandung.Di
Author’s POVGadis itu terdiam, bahkan ketika pria itu bangkit dari kursi kebesarannya, ia juga masih diam di tempatnya. Inikah yang dimaksudkan dengan bertemu kembali yang pernah pria itu katakan kepadanya?Naomi tidak mengerti, mengapa ia harus berurusan dengan pria itu lagi? Apakah yang menjadi dosanya hingga ia harus meladeni pria yang sudah menghancurkannya hingga berkeping-keping. Dan sekarang pria itu datang kembali dengan janji manis yang tidak lagi bisa ia percayai.Kali ini, pria itu menjadi atasannya. Yang mana, sudah pasti pria itu akan menggunakan wewenangnya untuk mengatur dirinya sesukanya. Gadis itu memejamkan matanya, menahan segala perasaan yang ingin mencuat keluar dari dirinya.Mata gadis itu mengekori pria itu yang mulai bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat kepada gadis itu. Alex menatapnya dalam dengan senyuman miring miliknya seakan dirinyalah yang saat ini berkuasa atas gadis itu. Ia m
Author’s POVNaomi membalikkan tubuhnya dan berencana untuk meninggalkan pria itu sendiri. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan megah tersebut, pria itu membius gadis itu dengan memanggil namanya. Naomi tidak mengerti, dipanggil seperti ini bukanlah hal yang pertama kalinya. Namun kali ini, pria itu seakan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan mendominasi siapapun yang ia targetkan.“Tetap disini,” perintahnya membuat gadis itu terdiam. Tanpa gadis itu ketahui, pria itu berjalan mendekati gadis itu yang hampir saja membuka pintu megahnya. Dan ketika gadis itu berbalik, ia sudah menemukan pria itu yang mengunci dirinya dengan kedua tangan yang ia tempelkan di pintu.Gadis itu tidak memiliki jalan lain untuk ia bisa meloloskan dirinya dari pria itu. Bahkan ia juga tidak bisa memalingkan tatapannya karena pria itu mencondongkan dirinya kepada gadis itu dengan lekat. Naomi menelan ludahnya, dilihat dari sisi manapu
Author’s POVNaomi melihat sekelilingnya yang sangat sepi dan tidak ada sesiapapun di tempat VIP ini selain dirinya dan Alex yang sedang menikmati makan siang mereka. Tempat ini pastilah mahal, dan memang seharusnya tidak mengherankan lagi untuk pria itu makan di tempat ini mengingat ia adalah seorang yang kaya berat.Gadis itu tidak menyangka jika pria itu juga mempertimbangkan sarannya untuk tidak makan di tempat yang ramai karena ia tidak ingin ada yang mengenalnya. Awalnya ia sempat mencebik kesal karena Alex membawanya ke restoran yang ramai, namun kekesalannya tidak bertahan lama karena pria itu membawanya ke ruang VIP untuk menjauhi keramaian.Sembari ia memotong steaknya, ia melirik pria itu yang sedang makan sembari melihat ponselnya. Pria itu terlihat sangat sibuk.“Makanlah, letakkan ponselmu dulu,” ujar gadis itu yang langsung dilakukan oleh pria itu,“Ah iya…” ujarnya sembari kembal
Author’s POV Beberapa tahun berlalu. Kini Alex dan Naomi sudah terang-terangan menunjukkan hubungan mereka ke rekan kerja mereka. Mereka melakukannya perlahan-lahan, dimulai dari berjalan bersama dan akhirnya Naomi pun mengaku kepada rekan-rekannya mengenai hubungannya bersama dengan Alex. Ia melakukannya bukan karena ia ingin pamer, ia merasa jika hal seperti ini tidak bisa disimpan dan disembunyikan untuk selamanya. Sudah 2 tahun berlalu dan keduanya masih berpacaran dengan begitu harmonis. Tentu saja di dalam sebuah hubungan akan selalu ada cek cok dan juga pertikaian. Namun itu tidak membuat hubungan mereka putus di tengah jalan karena mereka sadar, bagaimana pun mereka menjauh, pada akhirnya kembali lagi bersama. Hubungan mereka tentu saja sudah disetujui oleh keluarga Naomi dan keluarga Alex. Salah satu plot twist yang mereka dapatkan adalah ternyata Benny adalah teman lama Charles. Mereka berteman sejak mereka masih bersama-sama mengel
Author’s POV Alex menarik napasnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia merasa ia harus bicara tatap muka dengan kedua orang tuanya mengenai pertunangannya dengan Giselle. Kalau perlu ia akan mendatangi Kevin---ayah Giselle untuk membatalkan pertunangan mereka, Pria itu mulai keluar dari mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Karena kedatangan pria itu mendadak, Adelia dan Charles juga terkejut dengan keberadaan anaknya yang tidak mengabari mereka jika ia datang kepada mereka. Dengan mantap, pria itu duduk di sofa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia menatap serius kedua orang tuanya sebelum dia membuka suaranya, “Papa, mama... Alex ingin membatalkan pertunangan ini. Bisakah Alex mendapatkan kontak pak Kevin supaya Alex bisa berbicara kepadanya empat mata?” tanya Alex dengan serius. Charles beserta istrinya saling bertatap-tatapan sebelum mereka pun tersenyum, “Tidak perlu...” ujar Charles kepadanya.
Author’s POVGiselle masih menatap Naomi yang terlihat canggung bersamanya. Saat ini mereka berada di sebuah café langganan Giselle yang mana mereka memesan ruang vip entah untuk apa alasannya bagi Naomi. Namun berbeda dengan Naomi, Giselle hanya ingin pembicaraannya dengan Naomi tidak bocor ke luar dan tidak mengundang banyak orang untuk mendengarkannya,Sembari menunggu makanan mereka tiba, Giselle dengan tegas duduk dengan tangan yang terlibat dan ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Sementara Naomi, ia berusaha untuk menghindari tatap muka terhadap gadis itu,“Sejak kapan kau mengenal Alex?” tanya Giselle, membuka percakapannya bersama dengan Naomi setelah sekian lama mereka hanya diam dan tidak berkutik apapun.“Sejak kami SMA…” jawab gadis itu dengan jujur. Kali ini ia juga meluruskan pandangannya kepada Giselle. Jika Giselle sekali lagi ingin mengklaim Alex sebagai miliknya, ia juga tidak a
Author’s POVKali ini Naomi tidak lembur. Ia sudah siap mengerjakan pekerjaannya dan sekarang adalah saatnya untuk pulang bersama dengan Alex. Gadis itu masih berjalan dengan pria itu yang sedang menunggunya di dalam mobil. Dan ketika gadis itu sudah sampai di basement, seseorang menarik tangannya yang membawanya menjauh dari mobil Alex.Bingung dengan siapa yang menariknya, gadis itu menoleh dan mendapatkan Giselle yang sedang menarik tangannya.“M-mau kemana?” tanya gadis itu yang sama sekali menarik dirinya dari Giselle, seakan ia pasrah jika Giselle menariknya seperti itu,“Temenin aku shopping,” ujarnya dengan singkat. Gadis itu masih diam, ia tidak banyak bertanya dan hanya ikut dengan apa yang gadis itu lakukan kepadanya.Ia mendengar banyak mengenai Giselle dari Alex. Giselle adalah anak yang paling kecil diantara saudaranya yang lain. Biasanya anak yang paling terakhir akan mendapatkan kasih s
Author’s POV Alunan musik klasik dari bar ternama ini dapat membius pelanggannya untuk merasa rileks. Bar tersebut terlihat sepi, meskipun terlihat sepi namun ada begitu banyak pria hidung belang yang lalu lalang untuk menggoda sosok cantik seperti Giselle yang sedang meminum vodka sendirian. Ia masih berpakaian kerjanya, dengan blouse peach dan rok span yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ditambah lagi dengan high heels dan lipstick merah maroon yang membuatnya terlihat berkelas. Saat ini ia memikirkan perjodohannya bersama dengan Alex. Alex terlihat serius ketika ia berkata ia tidak ingin berjodoh dengan dirinya. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa membenci sosok Naomi yang sudah pernah menyelamatkannya dan juga gadis itu bukanlah tipikal gadis yang munafik. Awalnya ia mengira jika cinta pria itu hanyalah cinta semu seperti dia bersama dengan wanita-wanita lainnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria itu memang benar-benar me
Author’s POV“Sebenarnya Alex adalah calon tunanganku,” Perkataan tersebut terus terbayang-bayang dibenak Naomi. Ia mendapat pesan dari Alex yang menanyakan keadaannya tadi dan gadis itu mengabaikan pesan itu dan memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia terus bekerja hingga ia sendiri menyerah akan dirinya dan ia meletakkan kepalanya di meja. Ia menghela napas, mengapa semuanya menjadi serumit ini?Hubungannya bersama dengan Alex sudah membaik dan sekarang mereka harus berhadapan dengan perjodohan Alex. Gadis itu sedikit kecewa karena pria itu tidak berkata apapun kepadanya dan pada akhirnya berakhir pada gadis itu yang mengetahuinya dari orang lain.Tapi ia juga tidak terlalu menyalahkan Alex karena jika dirinya berada di posisi Alex, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi gadis itu menghela napasnya. Ia berusaha untuk bangkit dan juga kembali mengerjakan pekerjaannya.Tidak lama
Author’s POV“Tidak bisakah kau tinggalkan berkasmu itu dan pergi saja bersama denganku?” tanya Giselle yang lagi-lagi diabaikan oleh Alex. Sudah sekitar setengah jam pria itu mengabaikan gadis itu yang masih duduk di sofa kebesaran ruangan kerja Alex. Giselle menghela napasnya, ia tidak menyangka Alex akan tumbuh menjadi pribadi yang pekerja keras seperti ini.Setahunya dulu, Alex adalah orang yang lebih suka cara yang instan dan praktis. Sebenarnya, mendengar pria itu menjadi CEO di perusahaan ayahnya membuat gadis itu terkejut, pasalnya ia sangat mengenal sifat pria itu yang tidak suka diatur-atur.Namun itu bukanlah masalah besar untuknya. Malah hal tersebut adalah hal yang bagus karena pria itu tumbuh menjadi pria yang lebih baik daripada masa lalunya. Giselle menatap arlojinya yang sudah menunjukkan waktu untuk makan siang. Dengan senang, ia berdiri dan menghampiri pria itu untuk mengajaknya makan siang bersama,&l
Author’s POVAlex memijat pelipisnya... saat ini ia tengah menunggu kehadiran Giselle. Mereka bersepakat untuk bertemu guna membahas perjodohan mereka berdua. Giselle adalah teman kecil Alex, keduanya memang dekat namun Alex hanya menganggapnya sebagai adiknya saja, tidak lebih.Tidak lama ia menunggu, sosok ayu nan cantik datang menemuinya dan duduk di hadapannya. Gadis itu sudah sangat menunggu masa-masa dimana ia bertemu kembali dengan Alex. Ia sangat senang jika pria itu meneleponnya tadi malam dan mengajaknya untuk bertemu seperti ini,“Apa kau sudah menunggu lama?” tanya gadis berambut panjang itu,Alex menggelengkan kepalanya,”Aku baru saja sampai,” ujar pria itu dengan jujur.“Bagaimana keadaanmu?” tanya gadis itu yang ingin membangun percakapan yang menarik diantaranya dan Alex...“Kita langsung saja ke intinya... Giselle, aku ingin bertanya... apa kau setuju den
Author’s POV“Kau tampak senang sekali,” ujar Darius yang bisa merasakan energy positif dari sosok Alex. Alex meresponnya dengan bahagia juga,”Benarkah?” ujarnya sembari melanjutkan pekerjaannya. Tentu saja ia sangat senang, sekarang hari-harinya dipenuhi dengan keberadaan Naomi yang sedari dulu ia inginkan. Ditambah lagi ia merasa ia sangat dicintai oleh gadis itu,“Apa ini karena gadis itu?” tanya Darius lagi kepada Alex. Alex kembali menatap Darius sejenak sebelum dia kembali membaca berkasnya,”Mungkin?” ujarnya sembari tersenyum.“Saya turut senang kalian bisa bersama lagi,” kata Darius lagi kepada Alex. Tanpa memudarkan senyumannya, Alex mengangguk,”Ya… aku juga senang dia bisa bersama denganku lagi… aku harap kami selalu bisa bersama,” ujarnya yang kemudian memberikan setumpuk berkas yang sudah ia kerjakan kepada Darius.Darius melangkah dan