Author’s POV
Sudah hari Jum’at dan hingga saat ini belum ada info apapun dari perusahaan Lewis Studio mengenai diterima maupun tidak diterimanya Naomi diperusahaan tersebut. Meskipun begitu, Naomi tetap melakukan aktivitasnya, yakni membantu sang ayah untuk berjualan.
Gadis itu tidak melepas senyuman hangatnya kepada para pelanggan yang membeli dagangan mereka. Meskipun gadis itu memiliki tubuh yang mungil, namun parasnya sangat elok untuk dilihat walaupun ia hanya berpakaian biasa saja. Tidak heran terkadang ia mendapat godaan dari para pelanggan-pelanggan pria yang memuja paras gadis itu,
Naomi hanya menganggap pujian dan godaan tersebut hanyalah angin lalu. Ia hanya tersenyum ramah dan mengabaikan godaan tersebut, tidak perduli seberapa tampannya pria yang memujinya tersebut.
“Ini…” ujar gadis itu sembari memberikan seplastik mie ayam dan bakso kepada seorang yang sedari tadi terus menanyakan kontak gadis itu,
“Loh, pertanyaanku belum dijawab loh tadi,”
“Hape saya lagi rusak, bang… Sorry ya…” kilahnya dengan sopan. Terlihat pria itu tampak kecewa dengan jawaban gadis itu dan dengan lesu ia mengambil plastik yang sudah sedari tadi menggantung di tangan Naomi.
Setelah pria itu sudah menjauh, sang ayah mendekatinya dan berkata,
“Pandai banget bohongnya,” goda si ayah, membuat gadis itu tertawa kecil,
“Iya, yah… Naomi malas meladeni cowok-cowok gak jelas seperti itu,” ujarnya dengan jujur,
“Ayah setuju kalau kamu terus begitu sama cowok lainnya,” ujarnya dengan jempol yang ia layangkan kepada Naomi, sebelum seorang pelanggan lainnya datang untuk memesan mie ayam.
“Sebentar ya…”
“Duduk disini saja bu,” ujar gadis itu yang mempersilahkan wanita itu untuk duduk sembari menunggu mereka menyiapkan mie ayam untuknya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mereka membuat mie ayam, karena gadis itu ada untuk membantu sang ayah yang sudah tidak gesit lagi dalam bekerja.Setelah mereka selesai membuat semangkuk mie ayam, gadis itu memberikan mangkuk tersebut kepada wanita yang sedang menunggu tersebut. Naomi senang melihat dagangan mereka sudah mau habis, ia tidak bisa menahan kata-kata bahagianya terhadap Benny yang ikut senang juga.
Dan… tidak lama setelah itu, seorang pria datang kepada mereka. Sang ayah sudah menandai pria itu karena ia selepas Lina tidak muncul lagi, pria itu ada untuk memborong dagangan sang ayah.
“Mau borong lagi, mas?” tanya Benny yang diangguki oleh pria tersebut.
“Mie ayam baksonya ya pak, semuanya,” ujar pria itu yang diangguki oleh Benny. Gadis itu sempat termenung melihat pria itu sebelum pria itu mengalihkan tatapannya kepada gadis itu. Naomi memutuskan tatapannya dan membantu sang ayah untuk membungkus semua dagangan mereka untuk pria itu.
“Pria itu, mengapa ia bisa terlihat mirip dengan Alex?” batin gadis itu dengan heran.
Gadis itu berusaha untuk tidak menatap pria itu karena pria itu mengingatkannya dengan sosok Alex. Tubuhnya yang tinggi nan tegap, belum lagi wajahnya yang sekilas mirip dengan Alex.
“Hari ini sedikit ya, pak,” ujar pria itu yang diangguki oleh Benny,
“Iya, syukurlah hari ini sedang ramai. Kamu sih, telat datang… jadi sisa sedikit jadinya,” ujar Benny kepada pria itu. Pria itu tersenyum simpul sembari melekatkan sejenak pandangannya kepada gadis itu yang sedang ikut sibuk,
“Gak apa pak… yang penting masih ada mie ayam baksonya,” ujarnya sebelum ia mengembalikan tatapannya kepada Benny. Baik Benny maupun Naomi, keduanya tengah fokus untuk membungkus dagangan mereka. Dan beberapa pelanggan yang baru saja datang, mereka langsung memberitahu mereka jika dagangan mereka sudah habis,
“Oke sip,” ujar gadis itu sesudah ia memasukkan semuanya ke dalam kantong plastic terakhir. Ia memberikan pria itu plastik yang berisikan mie ayam dan bakso tersebut dan pria itu langsung membayarnya lebih. Begitu Benny membuka lacinya untuk mencari uang kembali, pria itu langsung menolak,
“Tidak usah pak, kembaliannya ambil saja,” ujarnya, membuat pria tua itu agak tergagu mendengarnya,
“A-apa tidak apa?”
Pria itu tersenyum,”Iya pak, makasih ya pak, mbak,” ujarnya sebelum ia berbalik meninggalkan mereka berdua. Gadis itu hanya diam menatap pria itu yang sudah berjalan menjauhi mereka. Tentu saja dia senang dagangan sang ayah laku, hanya saja mengapa pria tersebut terus membuatnya teringat dengan Alex?
Ia menghela nafas dan menggeleng,”Tidak, pokoknya dia bukan Alex, titik!” batinnya. Ia tidak bisa membayangkan jika pria itu benar-benar ada disini. Naomi tidak tahu harus bersikap seperti apa kepadanya jika ada Benny disampingnya.
“Naomi,”
“Naomi!” panggil sang ayah dengan nada yang sedikit ia naikkan,
“Eh iya, yah… ada apa yah?” ujar gadis itu dengan sedikit keterkejutannya terhadap panggilan tersebut.
“Kamu udah periksa email kamu?” ujar sang ayah yang digelengkan oleh gadis itu,
“Belum yah…” ujarnya sembari melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 5 sore.
“Periksa sekarang… ayah penasaran…” ujarnya yang membuat gadis itu sedikit melirik kepada beberapa pemuda yang tadinya ia tolak untuk diberikan nomor ponselnya. Mereka semua masih makan sembari bersenda gurau, membuat gadis itu mendekati sang ayah dengan berbisik,
“Nanti saja, yah… masih ada mereka. Entar ketahuan kalau Naomi bohong soal hape Naomi,” ujarnya yang diangguk mengerti oleh Benny.
Setelah sekian lama mereka berdiri, akhirnya mereka mendapat kesempatan untuk duduk dan beristirahat sejenak. Mereka menunggu pelanggan mereka untuk makan dan mengembalikan piring mereka sebelum mereka memutuskan untuk pulang,
Dan sudah jam 6 sore. Semua orang perlahan sudah pada pulang. Dan disaat itulah keduanya bersiap-siap untuk pulang. Naomi juga mencuci semua gelas dan mangkuk sebelum keduanya memutuskan untuk pulang.
Dengan segera, Naomi mendorong gerobak tersebut untuk menuju rumah mereka. Sepanjang jalan, dirinya dan sang ayah saling berbincang mengenai perandaian mereka jika gadis itu benar-benar diterima di Lewis Studio.
Tidak terasa, keduanya akhirnya sampai ke rumah mereka dan gadis itu buru-buru meletakkan semua perkakas ke dapur tanpa mencucinya terlebih dahulu. Ia buru-buru masuk ke dalam kamarnya dan membuka ponselnya setelah sekian lama ia menahan dirinya untuk tidak bermain hape.
Dengan mata yang sedikit ia tutup, ia membuka emailnya dengan perlahan. Ketika ia mulai membuka matanya dengan jelas, rasa kecewa tercetak di raut wajahnya ketika ia belum mendapatkan satu pesan apapun dari Lewis Studio. Gadis itu menunduk, sepertinya dirinya tidak diterima.
Ia meletakkan mengambil charger untuk mengisi daya baterainya yang sudah sekarat. Gadis itu menghela nafasnya dan meninggalkan ponselnya yang sedang mengisi daya.
Sepertinya harapannya untuk masuk Lewis Studio tidak terkabul.
Gadis itu pada akhirnya bertolak untuk keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur untuk ia mencuci wadah dan perkakas lainnya yang digunakan untuk berjualan tadi. Gadis itu menahan kesedihannya dan air matanya yang jatuh karena harapannya yang sudah pupus. Gadis itu berkali-kali menyeka air matanya menggunakan punggung tangannya,
“Hah… hari yang kurang menyenangkan,” ujarnya,
Author’s POVSetelah gadis itu mencuci semua piringnya, ia berbalik untuk kembali ke kamarnya. Begitu ia berbalik, ia melihat sang ayah yang sudah berdiri di depannya, menanyakan hasil yang ia dapatkan dari email tersebut. Gadis itu menurunkan pandangannya dan menggeleng pelan. Sang ayah yang mengerti akan kesedihan gadis itu, bergerak maju dan menepuk-nepuk pundak gadis itu, berharap jika tepukan lembut tersebut meredakan kesedihan gadis itu.“Sudah… mungkin belum rejekinya,” ujar Benny yang diangguki pelan oleh gadis itu. Dengan lesu, gadis itu berjalan melewatkan sang ayah yang mengkhawatirkan dirinya yang sedang sedih seperti itu,Benny menghela nafas,Mungkin gadis itu butuh waktu untuk sendiri dulu.Naomi menutup pintunya dan mengambil tempat untuknya duduk di ranjangnya. Ia masih berpikir positif, mungkin ia harus menunggu beberapa jam hingga hari esok tiba. Gadis itu kemudian berjalan ke meja kerjan
Author’s POVNaomi selalu merapalkan perkataan itu untuk menenangkan dirinya. Pria itu seharusnya tidak mengetahui jika gadis itu tinggal disini, karena ia sudah beberapa kali pindah-pindah rumah karena dikejar oleh hutang-hutang.Baru saja dia bernafas lega, tiba-tiba ponselnya kembali berdering dan kembali ia bergidik ngeri dengan ponselnya sendiri. Ia berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak memegang ponsel tersebut, hingga panggilan tersebut mati sendiri.Setelah melihat panggilan itu sudah terputus, gadis itu perlahan mendekati ponselnya dan mengambilnya untuk melihat siapa gerangan yang meneleponnya lagi. Dan tanpa ia sangka, nomor tersebut bukanlah nomor yang sebelumnya meneleponnya.Lebih tepatnya, yang saat ini memanggilnya adalah orang yang berbeda.Karena ia kembali penasaran dengan nomor tersebut. Dengan jantung yang berdetak gila-gilaan, ia kembali menelepon nomor tersebut. Ia menunggu nomor tersebut mengangkat
Author’s POVSebelum ia benar-benar menelepon Seira, gadis itu memilih untuk mandi terlebih dahulu karena ia sangat gerah dan sedari tadi ia banyak sekali keringat. Walaupun ia penasaran dengan apa yang akan menjadi pembicaraannya dengan Seira, ia memilih untuk tidak terburu-buru menanyakan itu kepada Seira,Naomi menikmati kesegaran yang baru saja ia dapatkan setelah ia mandi. Ia mengusap rambutnya menggunakan handuk sebelum ia menggantung handuk tersebut di lemari. Matanya tertuju kepada ponselnya yang sebelumnya ia letak di meja. Tangannya mulai meraih ponselnya dan setelah ponsel itu ada di tangannya, ia mencari kontak Seira untuk ia panggil.Ia mengambil tempatnya untuk duduk di ranjangnya sebelum dia memencet tombol dial untuk memanggil Seira. Dan tidak lama kemudian, Seira pun mengangkat teleponnya,“Halo kak, aku udah di rumah nih…” kata gadis itu sembari ia membaringkan tubuhnya dengan ponsel yan
Author’s POVSeperti biasa, Naomi bangun jam 5 pagi dan mulai membantu sang ayah untuk menyiapkan bahan dagangan mereka. Sementara ia membantu sang ayah, Benny malah berharap anak sematang wayangnya untuk kembali beristirahat karena ia tahu kemarin gadis itu mengerjakan pekerjaannya sampai larut malam.Namun, seperti biasa, gadis itu menolak dan tetap kekeuh untuk membantu sang ayah dalam membuat dagangan mereka. Gadis itu merenggangkan tubuhnya setelah ia selesai membuat semua bakso untuk jualan sang ayah. Ia melirik jam dinding yang terletak di tidak jauh dari penglihatannya dan jam tersebut menunjukkan pukul setengah 7 pagi.“Udah, tinggalkan saja. Biar ayah yang urus selanjutnya,” ujar Benny yang diangguki oleh Naomi. Naomi bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya untuk ia mengambil handuk dan mandi. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan kesenangannya. Sembari dia mengusap tubuhnya, sembari juga ia bersenandung.Di
Author’s POVGadis itu terdiam, bahkan ketika pria itu bangkit dari kursi kebesarannya, ia juga masih diam di tempatnya. Inikah yang dimaksudkan dengan bertemu kembali yang pernah pria itu katakan kepadanya?Naomi tidak mengerti, mengapa ia harus berurusan dengan pria itu lagi? Apakah yang menjadi dosanya hingga ia harus meladeni pria yang sudah menghancurkannya hingga berkeping-keping. Dan sekarang pria itu datang kembali dengan janji manis yang tidak lagi bisa ia percayai.Kali ini, pria itu menjadi atasannya. Yang mana, sudah pasti pria itu akan menggunakan wewenangnya untuk mengatur dirinya sesukanya. Gadis itu memejamkan matanya, menahan segala perasaan yang ingin mencuat keluar dari dirinya.Mata gadis itu mengekori pria itu yang mulai bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat kepada gadis itu. Alex menatapnya dalam dengan senyuman miring miliknya seakan dirinyalah yang saat ini berkuasa atas gadis itu. Ia m
Author’s POVNaomi membalikkan tubuhnya dan berencana untuk meninggalkan pria itu sendiri. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan megah tersebut, pria itu membius gadis itu dengan memanggil namanya. Naomi tidak mengerti, dipanggil seperti ini bukanlah hal yang pertama kalinya. Namun kali ini, pria itu seakan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan mendominasi siapapun yang ia targetkan.“Tetap disini,” perintahnya membuat gadis itu terdiam. Tanpa gadis itu ketahui, pria itu berjalan mendekati gadis itu yang hampir saja membuka pintu megahnya. Dan ketika gadis itu berbalik, ia sudah menemukan pria itu yang mengunci dirinya dengan kedua tangan yang ia tempelkan di pintu.Gadis itu tidak memiliki jalan lain untuk ia bisa meloloskan dirinya dari pria itu. Bahkan ia juga tidak bisa memalingkan tatapannya karena pria itu mencondongkan dirinya kepada gadis itu dengan lekat. Naomi menelan ludahnya, dilihat dari sisi manapu
Author’s POVNaomi melihat sekelilingnya yang sangat sepi dan tidak ada sesiapapun di tempat VIP ini selain dirinya dan Alex yang sedang menikmati makan siang mereka. Tempat ini pastilah mahal, dan memang seharusnya tidak mengherankan lagi untuk pria itu makan di tempat ini mengingat ia adalah seorang yang kaya berat.Gadis itu tidak menyangka jika pria itu juga mempertimbangkan sarannya untuk tidak makan di tempat yang ramai karena ia tidak ingin ada yang mengenalnya. Awalnya ia sempat mencebik kesal karena Alex membawanya ke restoran yang ramai, namun kekesalannya tidak bertahan lama karena pria itu membawanya ke ruang VIP untuk menjauhi keramaian.Sembari ia memotong steaknya, ia melirik pria itu yang sedang makan sembari melihat ponselnya. Pria itu terlihat sangat sibuk.“Makanlah, letakkan ponselmu dulu,” ujar gadis itu yang langsung dilakukan oleh pria itu,“Ah iya…” ujarnya sembari kembal
Author’s POVNaomi tengah serius melanjutkan model yang sempat tertunda ia kerjakan karena waktu makan siang. Gadis itu dengan teliti mengerjakan setiap detail dari dungeon tersebut. Walaupun hari ini bukanlah deadline untuk mengerjakan dungeon itu dengan tuntas, namun gadis itu mengerjakannya jor-joran. Ia ingin menyelesaikan pekerjaannya tersebut sebelum deadline.Karena ia terlalu serius, ia tidak menyadari jika Adrian tengah berada di belakangnya, mengamati kelihaian gadis itu dalam mengerjakan pekerjaannya, seakan pekerjaan itu sudah menjadi makanannya setiap harinya.“Sudah berapa persen?” tanya Adrian membuat gadis itu tersentak. Ia membalikkan dirinya menatap Adrian yang nyengir kepadanya, sebagai pertanda ia tidak sengaja mengagetkan gadis itu seperti yang sudah ia lakukan.“Sudah 70 persen, kak,”“Adrian, without kak,” ujar pria itu yang diangguki mengerti oleh Naomi. Seb
Author’s POV Beberapa tahun berlalu. Kini Alex dan Naomi sudah terang-terangan menunjukkan hubungan mereka ke rekan kerja mereka. Mereka melakukannya perlahan-lahan, dimulai dari berjalan bersama dan akhirnya Naomi pun mengaku kepada rekan-rekannya mengenai hubungannya bersama dengan Alex. Ia melakukannya bukan karena ia ingin pamer, ia merasa jika hal seperti ini tidak bisa disimpan dan disembunyikan untuk selamanya. Sudah 2 tahun berlalu dan keduanya masih berpacaran dengan begitu harmonis. Tentu saja di dalam sebuah hubungan akan selalu ada cek cok dan juga pertikaian. Namun itu tidak membuat hubungan mereka putus di tengah jalan karena mereka sadar, bagaimana pun mereka menjauh, pada akhirnya kembali lagi bersama. Hubungan mereka tentu saja sudah disetujui oleh keluarga Naomi dan keluarga Alex. Salah satu plot twist yang mereka dapatkan adalah ternyata Benny adalah teman lama Charles. Mereka berteman sejak mereka masih bersama-sama mengel
Author’s POV Alex menarik napasnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia merasa ia harus bicara tatap muka dengan kedua orang tuanya mengenai pertunangannya dengan Giselle. Kalau perlu ia akan mendatangi Kevin---ayah Giselle untuk membatalkan pertunangan mereka, Pria itu mulai keluar dari mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Karena kedatangan pria itu mendadak, Adelia dan Charles juga terkejut dengan keberadaan anaknya yang tidak mengabari mereka jika ia datang kepada mereka. Dengan mantap, pria itu duduk di sofa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia menatap serius kedua orang tuanya sebelum dia membuka suaranya, “Papa, mama... Alex ingin membatalkan pertunangan ini. Bisakah Alex mendapatkan kontak pak Kevin supaya Alex bisa berbicara kepadanya empat mata?” tanya Alex dengan serius. Charles beserta istrinya saling bertatap-tatapan sebelum mereka pun tersenyum, “Tidak perlu...” ujar Charles kepadanya.
Author’s POVGiselle masih menatap Naomi yang terlihat canggung bersamanya. Saat ini mereka berada di sebuah café langganan Giselle yang mana mereka memesan ruang vip entah untuk apa alasannya bagi Naomi. Namun berbeda dengan Naomi, Giselle hanya ingin pembicaraannya dengan Naomi tidak bocor ke luar dan tidak mengundang banyak orang untuk mendengarkannya,Sembari menunggu makanan mereka tiba, Giselle dengan tegas duduk dengan tangan yang terlibat dan ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Sementara Naomi, ia berusaha untuk menghindari tatap muka terhadap gadis itu,“Sejak kapan kau mengenal Alex?” tanya Giselle, membuka percakapannya bersama dengan Naomi setelah sekian lama mereka hanya diam dan tidak berkutik apapun.“Sejak kami SMA…” jawab gadis itu dengan jujur. Kali ini ia juga meluruskan pandangannya kepada Giselle. Jika Giselle sekali lagi ingin mengklaim Alex sebagai miliknya, ia juga tidak a
Author’s POVKali ini Naomi tidak lembur. Ia sudah siap mengerjakan pekerjaannya dan sekarang adalah saatnya untuk pulang bersama dengan Alex. Gadis itu masih berjalan dengan pria itu yang sedang menunggunya di dalam mobil. Dan ketika gadis itu sudah sampai di basement, seseorang menarik tangannya yang membawanya menjauh dari mobil Alex.Bingung dengan siapa yang menariknya, gadis itu menoleh dan mendapatkan Giselle yang sedang menarik tangannya.“M-mau kemana?” tanya gadis itu yang sama sekali menarik dirinya dari Giselle, seakan ia pasrah jika Giselle menariknya seperti itu,“Temenin aku shopping,” ujarnya dengan singkat. Gadis itu masih diam, ia tidak banyak bertanya dan hanya ikut dengan apa yang gadis itu lakukan kepadanya.Ia mendengar banyak mengenai Giselle dari Alex. Giselle adalah anak yang paling kecil diantara saudaranya yang lain. Biasanya anak yang paling terakhir akan mendapatkan kasih s
Author’s POV Alunan musik klasik dari bar ternama ini dapat membius pelanggannya untuk merasa rileks. Bar tersebut terlihat sepi, meskipun terlihat sepi namun ada begitu banyak pria hidung belang yang lalu lalang untuk menggoda sosok cantik seperti Giselle yang sedang meminum vodka sendirian. Ia masih berpakaian kerjanya, dengan blouse peach dan rok span yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ditambah lagi dengan high heels dan lipstick merah maroon yang membuatnya terlihat berkelas. Saat ini ia memikirkan perjodohannya bersama dengan Alex. Alex terlihat serius ketika ia berkata ia tidak ingin berjodoh dengan dirinya. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa membenci sosok Naomi yang sudah pernah menyelamatkannya dan juga gadis itu bukanlah tipikal gadis yang munafik. Awalnya ia mengira jika cinta pria itu hanyalah cinta semu seperti dia bersama dengan wanita-wanita lainnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria itu memang benar-benar me
Author’s POV“Sebenarnya Alex adalah calon tunanganku,” Perkataan tersebut terus terbayang-bayang dibenak Naomi. Ia mendapat pesan dari Alex yang menanyakan keadaannya tadi dan gadis itu mengabaikan pesan itu dan memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia terus bekerja hingga ia sendiri menyerah akan dirinya dan ia meletakkan kepalanya di meja. Ia menghela napas, mengapa semuanya menjadi serumit ini?Hubungannya bersama dengan Alex sudah membaik dan sekarang mereka harus berhadapan dengan perjodohan Alex. Gadis itu sedikit kecewa karena pria itu tidak berkata apapun kepadanya dan pada akhirnya berakhir pada gadis itu yang mengetahuinya dari orang lain.Tapi ia juga tidak terlalu menyalahkan Alex karena jika dirinya berada di posisi Alex, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi gadis itu menghela napasnya. Ia berusaha untuk bangkit dan juga kembali mengerjakan pekerjaannya.Tidak lama
Author’s POV“Tidak bisakah kau tinggalkan berkasmu itu dan pergi saja bersama denganku?” tanya Giselle yang lagi-lagi diabaikan oleh Alex. Sudah sekitar setengah jam pria itu mengabaikan gadis itu yang masih duduk di sofa kebesaran ruangan kerja Alex. Giselle menghela napasnya, ia tidak menyangka Alex akan tumbuh menjadi pribadi yang pekerja keras seperti ini.Setahunya dulu, Alex adalah orang yang lebih suka cara yang instan dan praktis. Sebenarnya, mendengar pria itu menjadi CEO di perusahaan ayahnya membuat gadis itu terkejut, pasalnya ia sangat mengenal sifat pria itu yang tidak suka diatur-atur.Namun itu bukanlah masalah besar untuknya. Malah hal tersebut adalah hal yang bagus karena pria itu tumbuh menjadi pria yang lebih baik daripada masa lalunya. Giselle menatap arlojinya yang sudah menunjukkan waktu untuk makan siang. Dengan senang, ia berdiri dan menghampiri pria itu untuk mengajaknya makan siang bersama,&l
Author’s POVAlex memijat pelipisnya... saat ini ia tengah menunggu kehadiran Giselle. Mereka bersepakat untuk bertemu guna membahas perjodohan mereka berdua. Giselle adalah teman kecil Alex, keduanya memang dekat namun Alex hanya menganggapnya sebagai adiknya saja, tidak lebih.Tidak lama ia menunggu, sosok ayu nan cantik datang menemuinya dan duduk di hadapannya. Gadis itu sudah sangat menunggu masa-masa dimana ia bertemu kembali dengan Alex. Ia sangat senang jika pria itu meneleponnya tadi malam dan mengajaknya untuk bertemu seperti ini,“Apa kau sudah menunggu lama?” tanya gadis berambut panjang itu,Alex menggelengkan kepalanya,”Aku baru saja sampai,” ujar pria itu dengan jujur.“Bagaimana keadaanmu?” tanya gadis itu yang ingin membangun percakapan yang menarik diantaranya dan Alex...“Kita langsung saja ke intinya... Giselle, aku ingin bertanya... apa kau setuju den
Author’s POV“Kau tampak senang sekali,” ujar Darius yang bisa merasakan energy positif dari sosok Alex. Alex meresponnya dengan bahagia juga,”Benarkah?” ujarnya sembari melanjutkan pekerjaannya. Tentu saja ia sangat senang, sekarang hari-harinya dipenuhi dengan keberadaan Naomi yang sedari dulu ia inginkan. Ditambah lagi ia merasa ia sangat dicintai oleh gadis itu,“Apa ini karena gadis itu?” tanya Darius lagi kepada Alex. Alex kembali menatap Darius sejenak sebelum dia kembali membaca berkasnya,”Mungkin?” ujarnya sembari tersenyum.“Saya turut senang kalian bisa bersama lagi,” kata Darius lagi kepada Alex. Tanpa memudarkan senyumannya, Alex mengangguk,”Ya… aku juga senang dia bisa bersama denganku lagi… aku harap kami selalu bisa bersama,” ujarnya yang kemudian memberikan setumpuk berkas yang sudah ia kerjakan kepada Darius.Darius melangkah dan