Author’s POV
Setelah gadis itu mencuci semua piringnya, ia berbalik untuk kembali ke kamarnya. Begitu ia berbalik, ia melihat sang ayah yang sudah berdiri di depannya, menanyakan hasil yang ia dapatkan dari email tersebut. Gadis itu menurunkan pandangannya dan menggeleng pelan. Sang ayah yang mengerti akan kesedihan gadis itu, bergerak maju dan menepuk-nepuk pundak gadis itu, berharap jika tepukan lembut tersebut meredakan kesedihan gadis itu.
“Sudah… mungkin belum rejekinya,” ujar Benny yang diangguki pelan oleh gadis itu. Dengan lesu, gadis itu berjalan melewatkan sang ayah yang mengkhawatirkan dirinya yang sedang sedih seperti itu,
Benny menghela nafas,
Mungkin gadis itu butuh waktu untuk sendiri dulu.
Naomi menutup pintunya dan mengambil tempat untuknya duduk di ranjangnya. Ia masih berpikir positif, mungkin ia harus menunggu beberapa jam hingga hari esok tiba. Gadis itu kemudian berjalan ke meja kerjanya untuk mengambil ponselnya yang masih mengisi daya. Ia terus meng-refresh kotak masuknya dan ia belum ada yang masuk ke dalam kotak masuknya,
Ia menutup matanya, mencoba untuk mengalihkan pandangannya ke laptopnya yang sudah menunggunya untuk melanjutkan pekerjaannya. Dengan berat, gadis itu membuka laptopnya dan kembali mengerjakan pekerjaannya.
*Sebelumnya*
Alex tengah melihat sebuah CV seorang yang terpilih oleh Adrian dan Seira. Ia tengah memeriksa karya orang tersebut dan ia setelah melihat semuanya, tidak heran baginya jika ia terpilih untuk menjadi pengganti Adrian.
“Apa kau kecewa?” tanya Darius yang sedari tadi tengah berdiri di depan pria itu.
“Tentu saja…” ujarnya dengan pelan, sembari menyenderkan tubuhnya di kursi kebesarannya. Ia sangat kecewa karena Naomi tidak terpilih menjadi pengganti Adrian. Padahal ia sudah berharap lebih akan itu.
“Padahal aku sangat penasaran siapa gadis itu,” ujar Darius, mendapat tatapan sengit oleh Alex,
“Woaw, kau tidak perlu menatapku seakan ingin membunuhku seperti itu,” ujarnya sembari mengangkat kedua tangannya pertanda ia menyerah dengan tatapan maut dari Alex.
“Percayalah, aku tidak mungkin mengkhianati Diana,” ujarnya lagi,
Alex melepaskan pandangan mautnya dan kembali menatap komputernya yang berisikan bukan CV dari Naomi,
“Jadi apa kau sudah punya rencana lain untuk mengejarnya?” ujar Darius yang digelengkan oleh pria itu,
“Aku belum bisa bergerak karena pekerjaanku sangat banyak,” ujar pria itu dengan lesu. Pria itu menutup matanya, memikirkan bagaimana caranya untuk menjangkau gadis itu. Hingga pada akhirnya pikirannya berkutat akan satu hal,
“Apa aku perlu meneleponnya?” ujar pria itu, dengan mata yang masih tertutup.
“Tapi bagaimana jika dia block nomorku?” gumamnya lagi,“Kau tinggal menyiapkan ponsel khusus untuk menghubunginya. Jika nanti dia memblokir nomormu, kau bisa gunakan nomor lainnya. Begitu seterusnya hingga dia muak memblokirmu,”
Pria itu menjentikkan tangannya dengan kuat,”Bingo! Kau benar juga!” ujarnya dengan semangat,
“Kau bisa membawanya untuk jalan-jalan selepas kau pulang kerja,”
Alex menegakkan duduknya dan menggelengkan kepalanya kepada Darius,”Tidak akan semudah itu ia mau,”
Darius mengernyitkan dahinya dengan heran,”Kenapa begitu?” tanyanya, membuat pria itu menghela nafas berat,
“Aku pernah menyakitinya di masa lalu. Dia tidak akan semudah itu untuk menerimaku,” ujarnya dengan lirih. Pria itu benar-benar menyesali semuanya hingga detik ini. Ia menyesal telah menolak nalurinya untuk tidak memberikan foto-foto tersebut kepada teman-temannya. Ia sangatlah egois, keinginan untuk diakui hebat adalah hal yang ia utamakan ketika ia masih muda dulu,
Seandainya ia tidak telat menyadari perasaannya, kemungkinan besar hingga saat ini gadis itu berada di sampingnya.
“Apakah sangat parah kau menyakitinya?”
“Sangat parah,”
“Bisa kau ceritakan?” ujarnya, membuat pria itu sempat enggan memberitahunya. Ia menatap kembali Darius yang masih dengan ekspresi penasarannya. Ia menghela nafas pelan, karena ia juga menginginkan saran dan masukan dari Darius, akhirnya ia menceritakan segalanya kepada Darius. Dimulai dari bagaimana semuanya bermula, hingga apa yang menjadi akhir dari hubungan mereka berdua,
“Kau gila?!” pekiknya yang sudah tidak diherankan lagi,
“Parah, bukan?”
“Sangat parah!” pekik pria itu dengan tidak percaya
“Aku tahu, sangat tidak tahu diri jika aku kembali hadir dalam hidupnya. Tapi, aku tidak bisa melepasnya…”
Darius menghela nafasnya, melihat kesungguhan pria itu dan rasa pedih yang tercetak jelas di wajahnya. Ia sempat menundukkan kepalanya dan kembali mengangkat’nya untuk menatap sang sahabat yang sedang terluka akibat perbuatannya sendiri,
“Cobalah… kalau kau segitu inginnya ia bersama denganmu, maka cobalah untuk mengejarnya kembali,”
“Setiap orang berhak mendapat second chance,” tambahnya lagi,“Menurutmu darimana aku bisa memulainya?” ujar pria itu dengan pelan,
“Kau bisa mengirimnya pesan, meneleponnya hingga membawanya untuk berkencan,”
Pria itu mengangguk-angguk mengerti,”Baiklah…”
****
Keesokan harinya,
Gadis itu mengerang lelah, setelah seharian ia membantu sang ayah, akhirnya ia mendapatkan waktu untuk berehat sejenak sebelum dia melanjutkan pekerjaannya. Ia menatap langit-langit kamarnya dan menelentangkan tangannya,
Hari ini adalah hari Sabtu, dimana banyak sekali anak muda yang bepergian dan bahkan berkencan di weekend ini, namun gadis itu memilih untuk diam di rumah dan beristirahat.
Seharian ini, ia berusaha untuk tampak selalu ramah dan baik terhadap pembeli. Ia harus menekan kesedihannya karena baginya profesionalitas adalah segalanya dalam bekerja. Tapi, dia tidak terlalu memasalahkan hal itu karena itu lebih baik daripada ia terus menerus tenggelam ke dalam kesedihan.
Sepertinya memang inilah takdirnya.
Malam adalah waktu yang tepat untuk mengeluarkan semua yang tidak mengenakkan setelah seharian beraktivitas. Air matanya mengumpul di pelupuk matanya, dan sebentar lagi akan turun air matanya. Ia tidak menahan dirinya kali ini, ia membiarkan dirinya untuk mengeluarkan semuanya agar ia bisa plong.
Ia sesekali menyeka air matanya dan menghela nafas beberapa kali.
Di situasi yang menyedihkan seperti ini, ada sebuah panggilan yang masuk ke ponselnya. Ia mengambil ponselnya dan melihat jika nomor yang tidak dikenal tengah bercokol di layarnya. Walaupun bulu kuduknya kembali merinding, namun rasa penasarannya lebih mendominasi dirinya,
Dengan getar, ia mengangkat panggilan tersebut dan menempelkan ponselnya di telinga kanannya. Tidak ada suara apapun seperti sebelumnya, dan dengan segala keberanian yang ia kumpulkan ia mulai membuka mulutnya untuk berkata ‘halo’,
“Naomi…”
Gadis itu terdiam mendengar suara tersebut. Suara tersebut adalah suara yang tidak ia ingin ia dengar dalam hidupnya. Ia membenci suara ini sekaligus ia merasa takut terhadap suara ini, karena suara ini adalah suara yang dapat membawa ingatannya kembali ke masa lampau.
“Sudah kuduga kau tidak mengganti nomormu…”
Gadis itu bergetar hebat, ia tidak dapat menahan dirinya untuk terus mengerjapkan matanya dengan nafasnya pendek,
“S-siapa?” ujarnya, berpura-pura untuk tidak mengetahui pemilik suara ini,
“Kau melupakanku? Sayang sekali… aku tidak percaya kau bisa melupakanku,”
Gadis itu mengepalkan tangannya dan mengetatkan rahangnya, berusaha untuk mengumpulkan keberanian dalam dirinya,
“S-siapapun kamu, aku tidak mengenalmu!”
“Oh benarkah? Haruskah aku mencarimu dan memunculkan diriku dihadapanmu?”
“Berhentilah berkata hal-hal yang tidak masuk akal!” pekik gadis itu dengan getar,
“Hey… kau memang senang sekali melawan ya… kau memang tidak pernah berubah,” ujar pria itu sembari menyenderkan dirinya di tembok putih polos yang menahan tubuhnya,
“Nantikanlah aku dalam beberapa bulan kedepan. Aku akan mencarimu dan-“
TIT!
Gadis itu menutup panggilan tersebut. Ia memegang dadanya yang sudah berdetak sangat cepat bahkan sempat memberinya sensasi yang sangat tidak nyaman. Pria bajingan itu akan segera kembali beberapa bulan kedepan setelah ia lepas dari penjara dan gadis itu harus mempersiapkan hal itu.
Naomi mengatur nafasnya untuk merileksasikan tubuhnya. Ia menjauhkan ponselnya dari dirinya karena shock yang ia rasakan.
“Tenanglah, Naomi. Tenangkan dirimu,” ujarnya yang terus merapalkan perkataan itu kepada dirinya.
Author’s POVNaomi selalu merapalkan perkataan itu untuk menenangkan dirinya. Pria itu seharusnya tidak mengetahui jika gadis itu tinggal disini, karena ia sudah beberapa kali pindah-pindah rumah karena dikejar oleh hutang-hutang.Baru saja dia bernafas lega, tiba-tiba ponselnya kembali berdering dan kembali ia bergidik ngeri dengan ponselnya sendiri. Ia berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak memegang ponsel tersebut, hingga panggilan tersebut mati sendiri.Setelah melihat panggilan itu sudah terputus, gadis itu perlahan mendekati ponselnya dan mengambilnya untuk melihat siapa gerangan yang meneleponnya lagi. Dan tanpa ia sangka, nomor tersebut bukanlah nomor yang sebelumnya meneleponnya.Lebih tepatnya, yang saat ini memanggilnya adalah orang yang berbeda.Karena ia kembali penasaran dengan nomor tersebut. Dengan jantung yang berdetak gila-gilaan, ia kembali menelepon nomor tersebut. Ia menunggu nomor tersebut mengangkat
Author’s POVSebelum ia benar-benar menelepon Seira, gadis itu memilih untuk mandi terlebih dahulu karena ia sangat gerah dan sedari tadi ia banyak sekali keringat. Walaupun ia penasaran dengan apa yang akan menjadi pembicaraannya dengan Seira, ia memilih untuk tidak terburu-buru menanyakan itu kepada Seira,Naomi menikmati kesegaran yang baru saja ia dapatkan setelah ia mandi. Ia mengusap rambutnya menggunakan handuk sebelum ia menggantung handuk tersebut di lemari. Matanya tertuju kepada ponselnya yang sebelumnya ia letak di meja. Tangannya mulai meraih ponselnya dan setelah ponsel itu ada di tangannya, ia mencari kontak Seira untuk ia panggil.Ia mengambil tempatnya untuk duduk di ranjangnya sebelum dia memencet tombol dial untuk memanggil Seira. Dan tidak lama kemudian, Seira pun mengangkat teleponnya,“Halo kak, aku udah di rumah nih…” kata gadis itu sembari ia membaringkan tubuhnya dengan ponsel yan
Author’s POVSeperti biasa, Naomi bangun jam 5 pagi dan mulai membantu sang ayah untuk menyiapkan bahan dagangan mereka. Sementara ia membantu sang ayah, Benny malah berharap anak sematang wayangnya untuk kembali beristirahat karena ia tahu kemarin gadis itu mengerjakan pekerjaannya sampai larut malam.Namun, seperti biasa, gadis itu menolak dan tetap kekeuh untuk membantu sang ayah dalam membuat dagangan mereka. Gadis itu merenggangkan tubuhnya setelah ia selesai membuat semua bakso untuk jualan sang ayah. Ia melirik jam dinding yang terletak di tidak jauh dari penglihatannya dan jam tersebut menunjukkan pukul setengah 7 pagi.“Udah, tinggalkan saja. Biar ayah yang urus selanjutnya,” ujar Benny yang diangguki oleh Naomi. Naomi bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya untuk ia mengambil handuk dan mandi. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan kesenangannya. Sembari dia mengusap tubuhnya, sembari juga ia bersenandung.Di
Author’s POVGadis itu terdiam, bahkan ketika pria itu bangkit dari kursi kebesarannya, ia juga masih diam di tempatnya. Inikah yang dimaksudkan dengan bertemu kembali yang pernah pria itu katakan kepadanya?Naomi tidak mengerti, mengapa ia harus berurusan dengan pria itu lagi? Apakah yang menjadi dosanya hingga ia harus meladeni pria yang sudah menghancurkannya hingga berkeping-keping. Dan sekarang pria itu datang kembali dengan janji manis yang tidak lagi bisa ia percayai.Kali ini, pria itu menjadi atasannya. Yang mana, sudah pasti pria itu akan menggunakan wewenangnya untuk mengatur dirinya sesukanya. Gadis itu memejamkan matanya, menahan segala perasaan yang ingin mencuat keluar dari dirinya.Mata gadis itu mengekori pria itu yang mulai bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat kepada gadis itu. Alex menatapnya dalam dengan senyuman miring miliknya seakan dirinyalah yang saat ini berkuasa atas gadis itu. Ia m
Author’s POVNaomi membalikkan tubuhnya dan berencana untuk meninggalkan pria itu sendiri. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan megah tersebut, pria itu membius gadis itu dengan memanggil namanya. Naomi tidak mengerti, dipanggil seperti ini bukanlah hal yang pertama kalinya. Namun kali ini, pria itu seakan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan mendominasi siapapun yang ia targetkan.“Tetap disini,” perintahnya membuat gadis itu terdiam. Tanpa gadis itu ketahui, pria itu berjalan mendekati gadis itu yang hampir saja membuka pintu megahnya. Dan ketika gadis itu berbalik, ia sudah menemukan pria itu yang mengunci dirinya dengan kedua tangan yang ia tempelkan di pintu.Gadis itu tidak memiliki jalan lain untuk ia bisa meloloskan dirinya dari pria itu. Bahkan ia juga tidak bisa memalingkan tatapannya karena pria itu mencondongkan dirinya kepada gadis itu dengan lekat. Naomi menelan ludahnya, dilihat dari sisi manapu
Author’s POVNaomi melihat sekelilingnya yang sangat sepi dan tidak ada sesiapapun di tempat VIP ini selain dirinya dan Alex yang sedang menikmati makan siang mereka. Tempat ini pastilah mahal, dan memang seharusnya tidak mengherankan lagi untuk pria itu makan di tempat ini mengingat ia adalah seorang yang kaya berat.Gadis itu tidak menyangka jika pria itu juga mempertimbangkan sarannya untuk tidak makan di tempat yang ramai karena ia tidak ingin ada yang mengenalnya. Awalnya ia sempat mencebik kesal karena Alex membawanya ke restoran yang ramai, namun kekesalannya tidak bertahan lama karena pria itu membawanya ke ruang VIP untuk menjauhi keramaian.Sembari ia memotong steaknya, ia melirik pria itu yang sedang makan sembari melihat ponselnya. Pria itu terlihat sangat sibuk.“Makanlah, letakkan ponselmu dulu,” ujar gadis itu yang langsung dilakukan oleh pria itu,“Ah iya…” ujarnya sembari kembal
Author’s POVNaomi tengah serius melanjutkan model yang sempat tertunda ia kerjakan karena waktu makan siang. Gadis itu dengan teliti mengerjakan setiap detail dari dungeon tersebut. Walaupun hari ini bukanlah deadline untuk mengerjakan dungeon itu dengan tuntas, namun gadis itu mengerjakannya jor-joran. Ia ingin menyelesaikan pekerjaannya tersebut sebelum deadline.Karena ia terlalu serius, ia tidak menyadari jika Adrian tengah berada di belakangnya, mengamati kelihaian gadis itu dalam mengerjakan pekerjaannya, seakan pekerjaan itu sudah menjadi makanannya setiap harinya.“Sudah berapa persen?” tanya Adrian membuat gadis itu tersentak. Ia membalikkan dirinya menatap Adrian yang nyengir kepadanya, sebagai pertanda ia tidak sengaja mengagetkan gadis itu seperti yang sudah ia lakukan.“Sudah 70 persen, kak,”“Adrian, without kak,” ujar pria itu yang diangguki mengerti oleh Naomi. Seb
Author’s POVBaru saja gadis itu hendak membuka mulutnya, berniat untuk mengatakan jika ia akan menyusul mereka, tiba-tiba Alex masuk ke dalam ruangan, membuat siapapun termasuk Naomi terdiam di tempat. Keenamnya memberikan membungkukkan diri mereka sebagai bentuk hormat mereka kepada sang CEO.“Kamu masih disini?” ujar pria itu dengan akrab kepada Naomi, sehingga yang lain matanya tertuju kepada Naomi yang tampak mati kutu di tempat. Naomi menelan ludahnya ketika ia menjadi pusat perhatian kelima rekannya,“I-iya pak,” ujarnya tanpa menatap balik pria itu yang masih menatapnya dengan sungguh,“Bukankah aku sudah bilang untuk ke ruanganku sepulang kerja?” ujarnya lagi, membuat gadis itu semakin ciut. Ia penasaran apa yang menjadi isi pikiran rekan-rekannya setelah mereka melihat interaksi dirinya dengan pria yang mereka kenal sebagai CEO itu,“Ma-af pak, saya akan segera ke ruangan ba
Author’s POV Beberapa tahun berlalu. Kini Alex dan Naomi sudah terang-terangan menunjukkan hubungan mereka ke rekan kerja mereka. Mereka melakukannya perlahan-lahan, dimulai dari berjalan bersama dan akhirnya Naomi pun mengaku kepada rekan-rekannya mengenai hubungannya bersama dengan Alex. Ia melakukannya bukan karena ia ingin pamer, ia merasa jika hal seperti ini tidak bisa disimpan dan disembunyikan untuk selamanya. Sudah 2 tahun berlalu dan keduanya masih berpacaran dengan begitu harmonis. Tentu saja di dalam sebuah hubungan akan selalu ada cek cok dan juga pertikaian. Namun itu tidak membuat hubungan mereka putus di tengah jalan karena mereka sadar, bagaimana pun mereka menjauh, pada akhirnya kembali lagi bersama. Hubungan mereka tentu saja sudah disetujui oleh keluarga Naomi dan keluarga Alex. Salah satu plot twist yang mereka dapatkan adalah ternyata Benny adalah teman lama Charles. Mereka berteman sejak mereka masih bersama-sama mengel
Author’s POV Alex menarik napasnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia merasa ia harus bicara tatap muka dengan kedua orang tuanya mengenai pertunangannya dengan Giselle. Kalau perlu ia akan mendatangi Kevin---ayah Giselle untuk membatalkan pertunangan mereka, Pria itu mulai keluar dari mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Karena kedatangan pria itu mendadak, Adelia dan Charles juga terkejut dengan keberadaan anaknya yang tidak mengabari mereka jika ia datang kepada mereka. Dengan mantap, pria itu duduk di sofa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia menatap serius kedua orang tuanya sebelum dia membuka suaranya, “Papa, mama... Alex ingin membatalkan pertunangan ini. Bisakah Alex mendapatkan kontak pak Kevin supaya Alex bisa berbicara kepadanya empat mata?” tanya Alex dengan serius. Charles beserta istrinya saling bertatap-tatapan sebelum mereka pun tersenyum, “Tidak perlu...” ujar Charles kepadanya.
Author’s POVGiselle masih menatap Naomi yang terlihat canggung bersamanya. Saat ini mereka berada di sebuah café langganan Giselle yang mana mereka memesan ruang vip entah untuk apa alasannya bagi Naomi. Namun berbeda dengan Naomi, Giselle hanya ingin pembicaraannya dengan Naomi tidak bocor ke luar dan tidak mengundang banyak orang untuk mendengarkannya,Sembari menunggu makanan mereka tiba, Giselle dengan tegas duduk dengan tangan yang terlibat dan ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Sementara Naomi, ia berusaha untuk menghindari tatap muka terhadap gadis itu,“Sejak kapan kau mengenal Alex?” tanya Giselle, membuka percakapannya bersama dengan Naomi setelah sekian lama mereka hanya diam dan tidak berkutik apapun.“Sejak kami SMA…” jawab gadis itu dengan jujur. Kali ini ia juga meluruskan pandangannya kepada Giselle. Jika Giselle sekali lagi ingin mengklaim Alex sebagai miliknya, ia juga tidak a
Author’s POVKali ini Naomi tidak lembur. Ia sudah siap mengerjakan pekerjaannya dan sekarang adalah saatnya untuk pulang bersama dengan Alex. Gadis itu masih berjalan dengan pria itu yang sedang menunggunya di dalam mobil. Dan ketika gadis itu sudah sampai di basement, seseorang menarik tangannya yang membawanya menjauh dari mobil Alex.Bingung dengan siapa yang menariknya, gadis itu menoleh dan mendapatkan Giselle yang sedang menarik tangannya.“M-mau kemana?” tanya gadis itu yang sama sekali menarik dirinya dari Giselle, seakan ia pasrah jika Giselle menariknya seperti itu,“Temenin aku shopping,” ujarnya dengan singkat. Gadis itu masih diam, ia tidak banyak bertanya dan hanya ikut dengan apa yang gadis itu lakukan kepadanya.Ia mendengar banyak mengenai Giselle dari Alex. Giselle adalah anak yang paling kecil diantara saudaranya yang lain. Biasanya anak yang paling terakhir akan mendapatkan kasih s
Author’s POV Alunan musik klasik dari bar ternama ini dapat membius pelanggannya untuk merasa rileks. Bar tersebut terlihat sepi, meskipun terlihat sepi namun ada begitu banyak pria hidung belang yang lalu lalang untuk menggoda sosok cantik seperti Giselle yang sedang meminum vodka sendirian. Ia masih berpakaian kerjanya, dengan blouse peach dan rok span yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ditambah lagi dengan high heels dan lipstick merah maroon yang membuatnya terlihat berkelas. Saat ini ia memikirkan perjodohannya bersama dengan Alex. Alex terlihat serius ketika ia berkata ia tidak ingin berjodoh dengan dirinya. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa membenci sosok Naomi yang sudah pernah menyelamatkannya dan juga gadis itu bukanlah tipikal gadis yang munafik. Awalnya ia mengira jika cinta pria itu hanyalah cinta semu seperti dia bersama dengan wanita-wanita lainnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria itu memang benar-benar me
Author’s POV“Sebenarnya Alex adalah calon tunanganku,” Perkataan tersebut terus terbayang-bayang dibenak Naomi. Ia mendapat pesan dari Alex yang menanyakan keadaannya tadi dan gadis itu mengabaikan pesan itu dan memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia terus bekerja hingga ia sendiri menyerah akan dirinya dan ia meletakkan kepalanya di meja. Ia menghela napas, mengapa semuanya menjadi serumit ini?Hubungannya bersama dengan Alex sudah membaik dan sekarang mereka harus berhadapan dengan perjodohan Alex. Gadis itu sedikit kecewa karena pria itu tidak berkata apapun kepadanya dan pada akhirnya berakhir pada gadis itu yang mengetahuinya dari orang lain.Tapi ia juga tidak terlalu menyalahkan Alex karena jika dirinya berada di posisi Alex, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi gadis itu menghela napasnya. Ia berusaha untuk bangkit dan juga kembali mengerjakan pekerjaannya.Tidak lama
Author’s POV“Tidak bisakah kau tinggalkan berkasmu itu dan pergi saja bersama denganku?” tanya Giselle yang lagi-lagi diabaikan oleh Alex. Sudah sekitar setengah jam pria itu mengabaikan gadis itu yang masih duduk di sofa kebesaran ruangan kerja Alex. Giselle menghela napasnya, ia tidak menyangka Alex akan tumbuh menjadi pribadi yang pekerja keras seperti ini.Setahunya dulu, Alex adalah orang yang lebih suka cara yang instan dan praktis. Sebenarnya, mendengar pria itu menjadi CEO di perusahaan ayahnya membuat gadis itu terkejut, pasalnya ia sangat mengenal sifat pria itu yang tidak suka diatur-atur.Namun itu bukanlah masalah besar untuknya. Malah hal tersebut adalah hal yang bagus karena pria itu tumbuh menjadi pria yang lebih baik daripada masa lalunya. Giselle menatap arlojinya yang sudah menunjukkan waktu untuk makan siang. Dengan senang, ia berdiri dan menghampiri pria itu untuk mengajaknya makan siang bersama,&l
Author’s POVAlex memijat pelipisnya... saat ini ia tengah menunggu kehadiran Giselle. Mereka bersepakat untuk bertemu guna membahas perjodohan mereka berdua. Giselle adalah teman kecil Alex, keduanya memang dekat namun Alex hanya menganggapnya sebagai adiknya saja, tidak lebih.Tidak lama ia menunggu, sosok ayu nan cantik datang menemuinya dan duduk di hadapannya. Gadis itu sudah sangat menunggu masa-masa dimana ia bertemu kembali dengan Alex. Ia sangat senang jika pria itu meneleponnya tadi malam dan mengajaknya untuk bertemu seperti ini,“Apa kau sudah menunggu lama?” tanya gadis berambut panjang itu,Alex menggelengkan kepalanya,”Aku baru saja sampai,” ujar pria itu dengan jujur.“Bagaimana keadaanmu?” tanya gadis itu yang ingin membangun percakapan yang menarik diantaranya dan Alex...“Kita langsung saja ke intinya... Giselle, aku ingin bertanya... apa kau setuju den
Author’s POV“Kau tampak senang sekali,” ujar Darius yang bisa merasakan energy positif dari sosok Alex. Alex meresponnya dengan bahagia juga,”Benarkah?” ujarnya sembari melanjutkan pekerjaannya. Tentu saja ia sangat senang, sekarang hari-harinya dipenuhi dengan keberadaan Naomi yang sedari dulu ia inginkan. Ditambah lagi ia merasa ia sangat dicintai oleh gadis itu,“Apa ini karena gadis itu?” tanya Darius lagi kepada Alex. Alex kembali menatap Darius sejenak sebelum dia kembali membaca berkasnya,”Mungkin?” ujarnya sembari tersenyum.“Saya turut senang kalian bisa bersama lagi,” kata Darius lagi kepada Alex. Tanpa memudarkan senyumannya, Alex mengangguk,”Ya… aku juga senang dia bisa bersama denganku lagi… aku harap kami selalu bisa bersama,” ujarnya yang kemudian memberikan setumpuk berkas yang sudah ia kerjakan kepada Darius.Darius melangkah dan