Mertua Angkuh Jatuh Miskin (3)
Bab 3 Aku ingin lihat bagaimana reaksi Mas Feri. Ketika Ibunya meminjam sertifikat rumah ini, apakah ia akan membujukku untuk memberikannya. Karena aku yakin, pasti mereka punya trik yang licik untuk melakukan rencana ini. ** "Hei kamu! Nanti ambil pakaian kotor di kamarku dan Ibuku ya!" ucap Mbak Misni memerintah Sari ART yang bekerja setengah hari di rumahku ini. "Maaf Mbak, saya di sini hanya membersihkan rumah, masak, dan cuci piring saja!" jawab Sari menolak perintah Mbak Misni yang berlagak seperti majikan, aku saja tak pernah membentak Sari. Ini dia malah membentak seenak jidat nya. "Terus kerjamu apa di sini, kalau bukan mencuci!" suara Mbak Misni meninggi. "Untuk pakaian di laundry, saya di sini hanya masak, cuci piring dan beresin rumah Mbak," "Emang belagak si Nayla, udah punya pembantu, kenapa masih laundry! Sok merasa banyak uang!" ucap Mbak Misni mencercaku. "Saya gak mau tahu, karena kamu kan pembantu di sini saya juga berhak memerintahmu. Cuci kan baju kami, jika tak mau di pecat!" "Ingat Mbak, kamu cuma numpang di sini. Gak ada hak memerintah Sari! Cuci bajumu sendiri, masih untungkan gak di suruh bayar air," ujarku menghampirinya. "Ini rumah adikku, tentu aku berhak menggunakan semua yang ada di rumah ini!" jawabnya ketus. "Jika kamu tetap melanggar peraturan dan ngotot, lebih baik kemasi barangmu dan Ibu!" ucapku lantang. "Dan Sari, kamu jangan hiraukan dia. Kerjakan apa yang aku perintahkan saja," "Baik Mbak," jawab Sari dan berlalu kembali bekerja. Mata Mbak Misni hanya melotot dan pergi juga dari hadapanku. Aku tau pasti ia akan mengadu pada Ibu mertua setelah ini. ππ Malam ini Mas Feri mengajakku untuk makan ayam bakar. "Kita bungkus untuk orang rumah juga ya," ujar Mas Feri padaku. "Bungkus? Untuk keluargamu?" tanyaku menaikkan alis sebelah. "Iya Dek, kasian Ibu dia juga pengen makan enak. Tadi hanya makan telur dadar saja, tadi kata Ibu juga kamu bertengkar dengan Mbak Misni ya?" "Aku tidak terima dia memerintah Sari, untuk mencuci pakaiannya. Dia sudah menumpang di rumah kita, kenapa tak mau mencuci sendiri," "Sari kan kita gaji Dek, apa salahnya jika di suruh cuci baju." ucap Mas Feri. Kenapa suamiku jadi begini, baru beberapa hari keluarganya di rumah. "Lantas, Kakakmu suruh ngapain Mas, tinggal gratis gak mau kerja!" jawabku ketus. "Mereka hanya sementara dek tinggal di rumah, aku kasian apa yang terjadi pada Ibu dan Mbakku. Kamu jangan terlalu galak pada mereka," "Lupakan semua perbuatan buruk, ingat hal baik saja yang mereka berikan pada kita," ujar Mas Feri kembali dan menggenggam tanganku sambil tersenyum agar aku mengerti. Apa hal baik yang harus kuingat, semua hal buruk yang mereka lakukan selama ini. Suamiku mulai terpengaruh pada keluarganya. "Kita bisa hidup serba kecukupan sekarang, pasti juga karena doa Ibuku," ucap Mas Feri kembali tersenyum memuji Ibunya. "Memangnya, Ibumu pernah mendoakan hal baik untuk kita Mas?" ujarku kesal. "Semua Ibu pasti baik Dek, kamu jangan sensi terus menerus pada keluargaku," Nafsu makanku seketika hilang, melihat perubahan sifat Mas Feri. ππ Sepulangnya dari tempat tadi. Mas Feri dengan semringah membawa bungkusan makanan, dan memanggil Ibu beserta anak-anak Mbak Misni. "Untuk Ibu dan kalian semua," ujarnya tersenyum. "Makasih ya Fer, kamu ingat pada Ibu dan keluargamu. Ibu yakin, anak Ibu tak akan berubah karena perempuan seperti dia. Dan tetap berbakti," ucap Ibu melirik sekilas ke arahku.Mertua Angkuh Jatuh Miskin (4)Bab 4Aku menghembuskan nafas kasar, ketika masuk ke dalam kamar. Sedangkan Mas Feri masih menemani keluarganya di ruang makan. Sikap mereka sangat baik, dan memuji suamiku. Beda sekali jika padaku, tetap ketus.2 hari di rumah ini, sukses membuat suamiku berubah. Dia sekarang lebih condong pada keluarganya. Baginya mungkin mudah melupakan kezaliman mereka, tapi bagiku itu sangat sulit. Besok aku harus segera cari kontrakan untuk mereka, tak bisa kubiarkan mereka lama tinggal di sini.**Aku pulang ke rumah sore hari, karena usai dari toko dan untuk kontrakan aku sudah meminta bantuan Dewi temanku. Dia sudah mendapatkan kontrakan yang cukup jauh, dari tempat tinggalku. Keadaan rumah sepi, aku mandi dan berganti pakaian. Tak ada juga terlihat Mas Feri dan keluarganya, ketika aku keluar kamar."Mbak, mau di buatkan kopi?" tanya Sari yang menawariku kopi, dia memang hapal kebiasaanku minum kopi."Boleh Sar, oiya kenapa sepi sekali. Pada kemana?" tanyaku.
Bab 5Aku mengemasi semua pakaian mereka, dengan di bantu Sari. Mas Feri dia sudah keterlaluan, secepat itu suamiku berubah pada keluarganya yang jelas dulu menghina dan tak mau membantu kami di saat kesusahan. Jika tidak mau membantu dengan uang, mungkin support juga berarti, bukan cemoohan ketika kami terpuruk.Mudah mungkin bagi Mas Feri melupakan kejadian itu. Tapi aku akan selalu mengingatnya, keluarga nya saja masih bersikap sama dan tak menghargaiku. Ini rumahku, bukan milik anaknya.Ponsel kembali berdering Mas Feri kembali menelponku, tapi panggilan itu tidak kujawab kemudian ia mengirim pesan.[Dek, kenapa kamu belum transfer juga?] [Tolong transfer sekarang ya!] aku memutuskan tidak membalas pesan. Hampir satu jam berlalu. Akhirnya mereka pulang, ibu mertua membawa banyak belanjaan terlihat dari tentengan yang ia bawa, ada mungkin 3 paper bag dan ada juga yang berbungkus plastik entah apa saja yang ia beli. Begitu juga dengan mbak Misni dan anak-anaknya, mereka juga mene
Bab 6"Rumah Mas Feri? Memangnya Mas Feri punya rumah, Bu?" jawabku geram karena mertuaku ini. Dia memang biasa hidup kaya dan berkecukupan, tapi jangan harap di saat ia susah aku yang harus menanggung hidupnya. "Yang kamu tempati itu rumah anak saya!" suaranya makin melengking membuat telingaku sakit."Kurang jelas ya, ini rumahku bukan Mas Feri!""Feri juga punya hak, selama menikah suami istri itu harta bersama!" "Tapi harta istri tetap milik istri! Ibu gak malu menumpang di rumahku. Pergi saja ke rumah Karin menantu kesayanganmu!" jawabku ketus dan mematikan sambungan telepon. Lama-lama telingaku sakit dan berdenging mendengar suara Ibu mertua.ππMas Feri pulang sendirian dan langsung menuju kamar tanpa berucap sepatah katapun. Keluarganya tak kembali ke rumah ini, aku pikir mereka akan kembali lagi bersama suamiku karena tidak suka dengan kontrakan itu. Rumah kontrakan itu cukup bagus dengan 2 kamar tidur, dapurnya juga tidak sempit. Aku harus mengeluarkan uang 750 ribu untu
Bab 7Aku menuju dapur berniat untuk memasak, karena hari ini Sari tidak datang, ia sedang sakit dan sudah mengabariku dari semalam.Ketika aku sampai di dapur, aku melihat Mas Feri sedang mencabut kabel kompor listrik di dapur."Mau kamu apakan kompor itu, Mas?" tanyaku."Aku mau membawa kompor ini ke rumah kontrakan Ibu, juga beserta kulkas magic com," jawabnya santai tanpa menoleh dan akan mengangkat kompor."Aku tidak mengizinkan kamu membawa semua peralatanku ke rumah ibumu," "Aku tidak butuh izinmu, ibu di sana tidak punya kompor juga tidak ada kulkas. Di sana juga tidak ada AC jadi aku akan membelikan Ibu kipas angin yang baru!" Aku gregetan dan mendekati Mas Feri untuk menghalanginya."Jangan bawa barang-barangku!" aku menghardik Mas Feri karena tidak tahan menghadapi sikapnya yang semakin egois, bertindak semaunya."Ini salahmu, kamu kan yang mau keluargaku pindah! Jadi tak usah protes jika aku membantu Ibu," jawabnya dan melotot menatapku."Jika mau membantu Ibumu, beli me
Mertua Angkuh Jatuh MiskinππBab 8Usai dari rumah Ibu. Aku menyempatkan diri ke toko dan sore pulang ke rumah. Motor Mas Mas Feri tak ada di halaman rumah, mungkin dia belum juga pulang dan masih bersama keluarganya."Dek, kamu sudah pulang?" Mas Feri menyambutku."Iya Mas, aku kira kamu belum pulang. Di mana motormu?" tanyaku. "Motorku di pinjam sama Mbak Misni, untuk Kinan sekolah. Tapi Kinan gak mau menggunakan motor itu," jawab Mas Feri."Kenapa tidak mau?" biarlah jika motor Mas Feri sendiri yang di pinjam, yang penting bukan motorku."Motor Matic itu sudah keluaran lama, Kinan malu menggunakannya." "Jika dia malu, kan bisa naik kendaraan umum!" ucapku dan berjalan menuju kamar. Sebenarnya masih kesal dengan sikap Mas Feri tadi, tapi aku malas mencari keributan. Toh tenang semua surat penting ada di rumah orangtuaku, dan juga semua surat penting atas nama Bapak. Hanya mobil pribadi saja atas namaku. Aku juga akan menjual mobil itu, karena mau ganti yang lebih bagus. Jadi Ma
MERTUA ANGKUH JATUH MISKIN ππBaru saja sampai di rumah. Aku sudah melihat Ibu mertua dan iparku, beserta suami dan anaknya ada di rumah."Fer, izinkan Ibu dan Kakau tinggal di sini ya. Rumah Ibu di sita Bank," ucap Ibu mertua pada Mas Feri suamiku."Aku tanya Nayla dulu ya Bu," jawab Mas Feri dengan raut wajahnya yang mungkin sungkan menolak."Kenapa harus tanya Nayla? Ini kan rumah kalian bersama Fer, gak penting izin dari istrimu! Apa kamu mau keluargamu ini menjadi gembel di jalanan!" timpal Mbak Misni Kakak iparku. Aku masih berdiri di dekat dinding pemisah antara ruang depan dan ruang tamu untuk mendengarkan pembicaraan mereka. "Kalian tahu kan, ini rumah Nayla. Dia yang beli dari hasil usahanya, semenjak aku sakit, Nayla yang bekerja." jelas Mas Feri. Mas Feri menderita usus buntu dan kala itu harus di operasi, sehingga membuat dia tak bisa bekerja. Ketika kami meminta tolong pada Ibu mas Feri yang masih kaya raya, jangankan meminjamkan uang, justru makian dan hinaan yang m
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (2)**Bab 2"Memang semua milik Nayla, Mbak. Aset yang kita miliki juga atas nama dia," timpal Mas Feri menjelaskan.Mbak Misni dan Ibu mertua saling pandang, dan tak mengatakan apapun lagi. Aku bisa membeli semua ini karena berjualan gamis dan tas, awalnya secaa online di sebuah aplikasi, hingga kini mempunyai toko juga. Omset ratusan juta sudah ku dapatkan, dan toko dengan ratusan ribu follower.Karena hinaan mereka membuatku bertekad bisa membalas keangkuhan keluarga Mas Feri. Tanpa bantuan mereka, aku bisa membeli rumah, kendaraan. Dan membeli hinaan mereka selama ini. "Mama, Vino lapar!" rengek Vino anak kedua Mbak Misni."Aku juga, Ma! Dari pagi kita belum makan!" timpal si sulung Kinan. Segitu tak punya uang kah mereka, ini sudah menjelang sore dan mereka belum makan. "Fer, kamu gak kasihan sama keponakanmu?" ucap Mbak Misni yang kini suaranya memelas agar kami kasihan pada mereka. Walaupun tetap ia hanya bicara pada Mas Feri. Dan aku di anggap se
Mertua Angkuh Jatuh MiskinππBab 8Usai dari rumah Ibu. Aku menyempatkan diri ke toko dan sore pulang ke rumah. Motor Mas Mas Feri tak ada di halaman rumah, mungkin dia belum juga pulang dan masih bersama keluarganya."Dek, kamu sudah pulang?" Mas Feri menyambutku."Iya Mas, aku kira kamu belum pulang. Di mana motormu?" tanyaku. "Motorku di pinjam sama Mbak Misni, untuk Kinan sekolah. Tapi Kinan gak mau menggunakan motor itu," jawab Mas Feri."Kenapa tidak mau?" biarlah jika motor Mas Feri sendiri yang di pinjam, yang penting bukan motorku."Motor Matic itu sudah keluaran lama, Kinan malu menggunakannya." "Jika dia malu, kan bisa naik kendaraan umum!" ucapku dan berjalan menuju kamar. Sebenarnya masih kesal dengan sikap Mas Feri tadi, tapi aku malas mencari keributan. Toh tenang semua surat penting ada di rumah orangtuaku, dan juga semua surat penting atas nama Bapak. Hanya mobil pribadi saja atas namaku. Aku juga akan menjual mobil itu, karena mau ganti yang lebih bagus. Jadi Ma
Bab 7Aku menuju dapur berniat untuk memasak, karena hari ini Sari tidak datang, ia sedang sakit dan sudah mengabariku dari semalam.Ketika aku sampai di dapur, aku melihat Mas Feri sedang mencabut kabel kompor listrik di dapur."Mau kamu apakan kompor itu, Mas?" tanyaku."Aku mau membawa kompor ini ke rumah kontrakan Ibu, juga beserta kulkas magic com," jawabnya santai tanpa menoleh dan akan mengangkat kompor."Aku tidak mengizinkan kamu membawa semua peralatanku ke rumah ibumu," "Aku tidak butuh izinmu, ibu di sana tidak punya kompor juga tidak ada kulkas. Di sana juga tidak ada AC jadi aku akan membelikan Ibu kipas angin yang baru!" Aku gregetan dan mendekati Mas Feri untuk menghalanginya."Jangan bawa barang-barangku!" aku menghardik Mas Feri karena tidak tahan menghadapi sikapnya yang semakin egois, bertindak semaunya."Ini salahmu, kamu kan yang mau keluargaku pindah! Jadi tak usah protes jika aku membantu Ibu," jawabnya dan melotot menatapku."Jika mau membantu Ibumu, beli me
Bab 6"Rumah Mas Feri? Memangnya Mas Feri punya rumah, Bu?" jawabku geram karena mertuaku ini. Dia memang biasa hidup kaya dan berkecukupan, tapi jangan harap di saat ia susah aku yang harus menanggung hidupnya. "Yang kamu tempati itu rumah anak saya!" suaranya makin melengking membuat telingaku sakit."Kurang jelas ya, ini rumahku bukan Mas Feri!""Feri juga punya hak, selama menikah suami istri itu harta bersama!" "Tapi harta istri tetap milik istri! Ibu gak malu menumpang di rumahku. Pergi saja ke rumah Karin menantu kesayanganmu!" jawabku ketus dan mematikan sambungan telepon. Lama-lama telingaku sakit dan berdenging mendengar suara Ibu mertua.ππMas Feri pulang sendirian dan langsung menuju kamar tanpa berucap sepatah katapun. Keluarganya tak kembali ke rumah ini, aku pikir mereka akan kembali lagi bersama suamiku karena tidak suka dengan kontrakan itu. Rumah kontrakan itu cukup bagus dengan 2 kamar tidur, dapurnya juga tidak sempit. Aku harus mengeluarkan uang 750 ribu untu
Bab 5Aku mengemasi semua pakaian mereka, dengan di bantu Sari. Mas Feri dia sudah keterlaluan, secepat itu suamiku berubah pada keluarganya yang jelas dulu menghina dan tak mau membantu kami di saat kesusahan. Jika tidak mau membantu dengan uang, mungkin support juga berarti, bukan cemoohan ketika kami terpuruk.Mudah mungkin bagi Mas Feri melupakan kejadian itu. Tapi aku akan selalu mengingatnya, keluarga nya saja masih bersikap sama dan tak menghargaiku. Ini rumahku, bukan milik anaknya.Ponsel kembali berdering Mas Feri kembali menelponku, tapi panggilan itu tidak kujawab kemudian ia mengirim pesan.[Dek, kenapa kamu belum transfer juga?] [Tolong transfer sekarang ya!] aku memutuskan tidak membalas pesan. Hampir satu jam berlalu. Akhirnya mereka pulang, ibu mertua membawa banyak belanjaan terlihat dari tentengan yang ia bawa, ada mungkin 3 paper bag dan ada juga yang berbungkus plastik entah apa saja yang ia beli. Begitu juga dengan mbak Misni dan anak-anaknya, mereka juga mene
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (4)Bab 4Aku menghembuskan nafas kasar, ketika masuk ke dalam kamar. Sedangkan Mas Feri masih menemani keluarganya di ruang makan. Sikap mereka sangat baik, dan memuji suamiku. Beda sekali jika padaku, tetap ketus.2 hari di rumah ini, sukses membuat suamiku berubah. Dia sekarang lebih condong pada keluarganya. Baginya mungkin mudah melupakan kezaliman mereka, tapi bagiku itu sangat sulit. Besok aku harus segera cari kontrakan untuk mereka, tak bisa kubiarkan mereka lama tinggal di sini.**Aku pulang ke rumah sore hari, karena usai dari toko dan untuk kontrakan aku sudah meminta bantuan Dewi temanku. Dia sudah mendapatkan kontrakan yang cukup jauh, dari tempat tinggalku. Keadaan rumah sepi, aku mandi dan berganti pakaian. Tak ada juga terlihat Mas Feri dan keluarganya, ketika aku keluar kamar."Mbak, mau di buatkan kopi?" tanya Sari yang menawariku kopi, dia memang hapal kebiasaanku minum kopi."Boleh Sar, oiya kenapa sepi sekali. Pada kemana?" tanyaku.
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (3)Bab 3Aku ingin lihat bagaimana reaksi Mas Feri. Ketika Ibunya meminjam sertifikat rumah ini, apakah ia akan membujukku untuk memberikannya. Karena aku yakin, pasti mereka punya trik yang licik untuk melakukan rencana ini.**"Hei kamu! Nanti ambil pakaian kotor di kamarku dan Ibuku ya!" ucap Mbak Misni memerintah Sari ART yang bekerja setengah hari di rumahku ini. "Maaf Mbak, saya di sini hanya membersihkan rumah, masak, dan cuci piring saja!" jawab Sari menolak perintah Mbak Misni yang berlagak seperti majikan, aku saja tak pernah membentak Sari. Ini dia malah membentak seenak jidat nya."Terus kerjamu apa di sini, kalau bukan mencuci!" suara Mbak Misni meninggi."Untuk pakaian di laundry, saya di sini hanya masak, cuci piring dan beresin rumah Mbak," "Emang belagak si Nayla, udah punya pembantu, kenapa masih laundry! Sok merasa banyak uang!" ucap Mbak Misni mencercaku."Saya gak mau tahu, karena kamu kan pembantu di sini saya juga berhak memerintahm
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (2)**Bab 2"Memang semua milik Nayla, Mbak. Aset yang kita miliki juga atas nama dia," timpal Mas Feri menjelaskan.Mbak Misni dan Ibu mertua saling pandang, dan tak mengatakan apapun lagi. Aku bisa membeli semua ini karena berjualan gamis dan tas, awalnya secaa online di sebuah aplikasi, hingga kini mempunyai toko juga. Omset ratusan juta sudah ku dapatkan, dan toko dengan ratusan ribu follower.Karena hinaan mereka membuatku bertekad bisa membalas keangkuhan keluarga Mas Feri. Tanpa bantuan mereka, aku bisa membeli rumah, kendaraan. Dan membeli hinaan mereka selama ini. "Mama, Vino lapar!" rengek Vino anak kedua Mbak Misni."Aku juga, Ma! Dari pagi kita belum makan!" timpal si sulung Kinan. Segitu tak punya uang kah mereka, ini sudah menjelang sore dan mereka belum makan. "Fer, kamu gak kasihan sama keponakanmu?" ucap Mbak Misni yang kini suaranya memelas agar kami kasihan pada mereka. Walaupun tetap ia hanya bicara pada Mas Feri. Dan aku di anggap se
MERTUA ANGKUH JATUH MISKIN ππBaru saja sampai di rumah. Aku sudah melihat Ibu mertua dan iparku, beserta suami dan anaknya ada di rumah."Fer, izinkan Ibu dan Kakau tinggal di sini ya. Rumah Ibu di sita Bank," ucap Ibu mertua pada Mas Feri suamiku."Aku tanya Nayla dulu ya Bu," jawab Mas Feri dengan raut wajahnya yang mungkin sungkan menolak."Kenapa harus tanya Nayla? Ini kan rumah kalian bersama Fer, gak penting izin dari istrimu! Apa kamu mau keluargamu ini menjadi gembel di jalanan!" timpal Mbak Misni Kakak iparku. Aku masih berdiri di dekat dinding pemisah antara ruang depan dan ruang tamu untuk mendengarkan pembicaraan mereka. "Kalian tahu kan, ini rumah Nayla. Dia yang beli dari hasil usahanya, semenjak aku sakit, Nayla yang bekerja." jelas Mas Feri. Mas Feri menderita usus buntu dan kala itu harus di operasi, sehingga membuat dia tak bisa bekerja. Ketika kami meminta tolong pada Ibu mas Feri yang masih kaya raya, jangankan meminjamkan uang, justru makian dan hinaan yang m