MERTUA ANGKUH JATUH MISKIN
ππ Baru saja sampai di rumah. Aku sudah melihat Ibu mertua dan iparku, beserta suami dan anaknya ada di rumah. "Fer, izinkan Ibu dan Kakau tinggal di sini ya. Rumah Ibu di sita Bank," ucap Ibu mertua pada Mas Feri suamiku. "Aku tanya Nayla dulu ya Bu," jawab Mas Feri dengan raut wajahnya yang mungkin sungkan menolak. "Kenapa harus tanya Nayla? Ini kan rumah kalian bersama Fer, gak penting izin dari istrimu! Apa kamu mau keluargamu ini menjadi gembel di jalanan!" timpal Mbak Misni Kakak iparku. Aku masih berdiri di dekat dinding pemisah antara ruang depan dan ruang tamu untuk mendengarkan pembicaraan mereka. "Kalian tahu kan, ini rumah Nayla. Dia yang beli dari hasil usahanya, semenjak aku sakit, Nayla yang bekerja." jelas Mas Feri. Mas Feri menderita usus buntu dan kala itu harus di operasi, sehingga membuat dia tak bisa bekerja. Ketika kami meminta tolong pada Ibu mas Feri yang masih kaya raya, jangankan meminjamkan uang, justru makian dan hinaan yang mereka lontar kan. "Anak penyakitan, dan punya istri miskin hanya menyusahkan saja. Jangan harap Ibu membantumu, ketika dulu Mayang mau menikah denganmu, malah memilih Nayla yang miskin, jadi jika susah jangan minta tolong pada Ibu!" cerca Ibu mertua kala itu. "Minta tolong saja pada mertuamu yang miskin, kami tak akan mau membuang uang untuk kalian. Lebih baik di belikan perhiasan!" ucap Mbak Misni yang membuat kami semakin terluka. Tapi setelah 2 tahun kemudian, hidupku berubah dan mempunyai usaha, rumah, mobil dan juga aset lainnya. Sekarang mereka datang karena sudah bangkrut dan ingin menumpang. "Harta istri juga harta suami, ingat itu Fer. Kamu jangan mau di atur oleh istrimu, jika apa-apa minta izin dia, bisa ngelunjak dan dia merendahkan harga dirimu sebagai suami!" cicit Ibu mertua yang wataknya masih sama seperti dulu. Kenapa dia datang pada kami, sekarang keadaan Mas Feri jauh lebih baik dan ikut mengelola usahaku. "Nayla, tak begitu Bu. Di saat aku sakit saja dia yang setia mendampingi, sedangkan kalian justru menghina kami," ucap Mas Feri yang membuat raut wajah keluarga nya menegang. "Itu karena Ibu tak setuju dengan kamu menikah dengan dia Fer, maafkan Ibu tak bermaksud menghina kamu, Nak!" ujar Ibu yang suaranya terdengar parau seakan ingin menangis. "Kamu tak boleh dendam pada Ibu sendiri, ingat surgamu ada di telapak kaki Ibu," timpal Mbak Misni dan mengusap pundak Ibu mertuaku, Ibu mertua mulai menangis terisak. "Kalian, kenapa ada di sini?" ucapku dan berjalan menuju mereka, duduk di sebelah mas Feri. Ibu mertua terkesiap dan mengusap air matanya. "Kenapa ada koper? Apa mau menginap?" tanyaku pura-pura tidak tahu. "Ibu dan Mbak Misni, minta menumpang di sini untuk sementara waktu dek," jawab Mas Feri. "Sementara waktu? Sampai berapa hari mas," "Rumah Ibu di sita Bank, karena Gilang tak membayar cicilannya." jelas Mas Feri. Gilang adik Mas Feri yang selalu di manja itu ternyata yang membuat Ibunya kehilangan rumah. "Tapi kan aset Ibumu masih banyak Mas," Ibu mempunyai beberapa tanah yang pasti di jual bisa mahal. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, ingin mengejek kami! Saya ingin tinggal di rumah Feri kok, bukan kamu!" sahut Ibu mertua dengan tak suka menatapku. "Tapi ini rumahku Bu, kalian jika ingin tinggal harus minta izin padaku! Aku tidak seperti dulu, yang seenaknya kalian hina! Kenapa tidak tinggal bersama Gilang dan Karin saja kesayangan Ibu, malah ke sini tempat menantu miskin yang selalu tak kamu anggap!" ujarku berusaha setenang mungkin. "Kami berurusan dengan Feri, bukan kamu! Paling juga kamu bohong, harta ini milik Feri, kamu saja ngaku-ngaku!" cibir Mbak Misni.Mertua Angkuh Jatuh Miskin (2)**Bab 2"Memang semua milik Nayla, Mbak. Aset yang kita miliki juga atas nama dia," timpal Mas Feri menjelaskan.Mbak Misni dan Ibu mertua saling pandang, dan tak mengatakan apapun lagi. Aku bisa membeli semua ini karena berjualan gamis dan tas, awalnya secaa online di sebuah aplikasi, hingga kini mempunyai toko juga. Omset ratusan juta sudah ku dapatkan, dan toko dengan ratusan ribu follower.Karena hinaan mereka membuatku bertekad bisa membalas keangkuhan keluarga Mas Feri. Tanpa bantuan mereka, aku bisa membeli rumah, kendaraan. Dan membeli hinaan mereka selama ini. "Mama, Vino lapar!" rengek Vino anak kedua Mbak Misni."Aku juga, Ma! Dari pagi kita belum makan!" timpal si sulung Kinan. Segitu tak punya uang kah mereka, ini sudah menjelang sore dan mereka belum makan. "Fer, kamu gak kasihan sama keponakanmu?" ucap Mbak Misni yang kini suaranya memelas agar kami kasihan pada mereka. Walaupun tetap ia hanya bicara pada Mas Feri. Dan aku di anggap se
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (3)Bab 3Aku ingin lihat bagaimana reaksi Mas Feri. Ketika Ibunya meminjam sertifikat rumah ini, apakah ia akan membujukku untuk memberikannya. Karena aku yakin, pasti mereka punya trik yang licik untuk melakukan rencana ini.**"Hei kamu! Nanti ambil pakaian kotor di kamarku dan Ibuku ya!" ucap Mbak Misni memerintah Sari ART yang bekerja setengah hari di rumahku ini. "Maaf Mbak, saya di sini hanya membersihkan rumah, masak, dan cuci piring saja!" jawab Sari menolak perintah Mbak Misni yang berlagak seperti majikan, aku saja tak pernah membentak Sari. Ini dia malah membentak seenak jidat nya."Terus kerjamu apa di sini, kalau bukan mencuci!" suara Mbak Misni meninggi."Untuk pakaian di laundry, saya di sini hanya masak, cuci piring dan beresin rumah Mbak," "Emang belagak si Nayla, udah punya pembantu, kenapa masih laundry! Sok merasa banyak uang!" ucap Mbak Misni mencercaku."Saya gak mau tahu, karena kamu kan pembantu di sini saya juga berhak memerintahm
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (4)Bab 4Aku menghembuskan nafas kasar, ketika masuk ke dalam kamar. Sedangkan Mas Feri masih menemani keluarganya di ruang makan. Sikap mereka sangat baik, dan memuji suamiku. Beda sekali jika padaku, tetap ketus.2 hari di rumah ini, sukses membuat suamiku berubah. Dia sekarang lebih condong pada keluarganya. Baginya mungkin mudah melupakan kezaliman mereka, tapi bagiku itu sangat sulit. Besok aku harus segera cari kontrakan untuk mereka, tak bisa kubiarkan mereka lama tinggal di sini.**Aku pulang ke rumah sore hari, karena usai dari toko dan untuk kontrakan aku sudah meminta bantuan Dewi temanku. Dia sudah mendapatkan kontrakan yang cukup jauh, dari tempat tinggalku. Keadaan rumah sepi, aku mandi dan berganti pakaian. Tak ada juga terlihat Mas Feri dan keluarganya, ketika aku keluar kamar."Mbak, mau di buatkan kopi?" tanya Sari yang menawariku kopi, dia memang hapal kebiasaanku minum kopi."Boleh Sar, oiya kenapa sepi sekali. Pada kemana?" tanyaku.
Bab 5Aku mengemasi semua pakaian mereka, dengan di bantu Sari. Mas Feri dia sudah keterlaluan, secepat itu suamiku berubah pada keluarganya yang jelas dulu menghina dan tak mau membantu kami di saat kesusahan. Jika tidak mau membantu dengan uang, mungkin support juga berarti, bukan cemoohan ketika kami terpuruk.Mudah mungkin bagi Mas Feri melupakan kejadian itu. Tapi aku akan selalu mengingatnya, keluarga nya saja masih bersikap sama dan tak menghargaiku. Ini rumahku, bukan milik anaknya.Ponsel kembali berdering Mas Feri kembali menelponku, tapi panggilan itu tidak kujawab kemudian ia mengirim pesan.[Dek, kenapa kamu belum transfer juga?] [Tolong transfer sekarang ya!] aku memutuskan tidak membalas pesan. Hampir satu jam berlalu. Akhirnya mereka pulang, ibu mertua membawa banyak belanjaan terlihat dari tentengan yang ia bawa, ada mungkin 3 paper bag dan ada juga yang berbungkus plastik entah apa saja yang ia beli. Begitu juga dengan mbak Misni dan anak-anaknya, mereka juga mene
Bab 6"Rumah Mas Feri? Memangnya Mas Feri punya rumah, Bu?" jawabku geram karena mertuaku ini. Dia memang biasa hidup kaya dan berkecukupan, tapi jangan harap di saat ia susah aku yang harus menanggung hidupnya. "Yang kamu tempati itu rumah anak saya!" suaranya makin melengking membuat telingaku sakit."Kurang jelas ya, ini rumahku bukan Mas Feri!""Feri juga punya hak, selama menikah suami istri itu harta bersama!" "Tapi harta istri tetap milik istri! Ibu gak malu menumpang di rumahku. Pergi saja ke rumah Karin menantu kesayanganmu!" jawabku ketus dan mematikan sambungan telepon. Lama-lama telingaku sakit dan berdenging mendengar suara Ibu mertua.ππMas Feri pulang sendirian dan langsung menuju kamar tanpa berucap sepatah katapun. Keluarganya tak kembali ke rumah ini, aku pikir mereka akan kembali lagi bersama suamiku karena tidak suka dengan kontrakan itu. Rumah kontrakan itu cukup bagus dengan 2 kamar tidur, dapurnya juga tidak sempit. Aku harus mengeluarkan uang 750 ribu untu
Bab 7Aku menuju dapur berniat untuk memasak, karena hari ini Sari tidak datang, ia sedang sakit dan sudah mengabariku dari semalam.Ketika aku sampai di dapur, aku melihat Mas Feri sedang mencabut kabel kompor listrik di dapur."Mau kamu apakan kompor itu, Mas?" tanyaku."Aku mau membawa kompor ini ke rumah kontrakan Ibu, juga beserta kulkas magic com," jawabnya santai tanpa menoleh dan akan mengangkat kompor."Aku tidak mengizinkan kamu membawa semua peralatanku ke rumah ibumu," "Aku tidak butuh izinmu, ibu di sana tidak punya kompor juga tidak ada kulkas. Di sana juga tidak ada AC jadi aku akan membelikan Ibu kipas angin yang baru!" Aku gregetan dan mendekati Mas Feri untuk menghalanginya."Jangan bawa barang-barangku!" aku menghardik Mas Feri karena tidak tahan menghadapi sikapnya yang semakin egois, bertindak semaunya."Ini salahmu, kamu kan yang mau keluargaku pindah! Jadi tak usah protes jika aku membantu Ibu," jawabnya dan melotot menatapku."Jika mau membantu Ibumu, beli me
Mertua Angkuh Jatuh MiskinππBab 8Usai dari rumah Ibu. Aku menyempatkan diri ke toko dan sore pulang ke rumah. Motor Mas Mas Feri tak ada di halaman rumah, mungkin dia belum juga pulang dan masih bersama keluarganya."Dek, kamu sudah pulang?" Mas Feri menyambutku."Iya Mas, aku kira kamu belum pulang. Di mana motormu?" tanyaku. "Motorku di pinjam sama Mbak Misni, untuk Kinan sekolah. Tapi Kinan gak mau menggunakan motor itu," jawab Mas Feri."Kenapa tidak mau?" biarlah jika motor Mas Feri sendiri yang di pinjam, yang penting bukan motorku."Motor Matic itu sudah keluaran lama, Kinan malu menggunakannya." "Jika dia malu, kan bisa naik kendaraan umum!" ucapku dan berjalan menuju kamar. Sebenarnya masih kesal dengan sikap Mas Feri tadi, tapi aku malas mencari keributan. Toh tenang semua surat penting ada di rumah orangtuaku, dan juga semua surat penting atas nama Bapak. Hanya mobil pribadi saja atas namaku. Aku juga akan menjual mobil itu, karena mau ganti yang lebih bagus. Jadi Ma
Mertua Angkuh Jatuh MiskinππBab 8Usai dari rumah Ibu. Aku menyempatkan diri ke toko dan sore pulang ke rumah. Motor Mas Mas Feri tak ada di halaman rumah, mungkin dia belum juga pulang dan masih bersama keluarganya."Dek, kamu sudah pulang?" Mas Feri menyambutku."Iya Mas, aku kira kamu belum pulang. Di mana motormu?" tanyaku. "Motorku di pinjam sama Mbak Misni, untuk Kinan sekolah. Tapi Kinan gak mau menggunakan motor itu," jawab Mas Feri."Kenapa tidak mau?" biarlah jika motor Mas Feri sendiri yang di pinjam, yang penting bukan motorku."Motor Matic itu sudah keluaran lama, Kinan malu menggunakannya." "Jika dia malu, kan bisa naik kendaraan umum!" ucapku dan berjalan menuju kamar. Sebenarnya masih kesal dengan sikap Mas Feri tadi, tapi aku malas mencari keributan. Toh tenang semua surat penting ada di rumah orangtuaku, dan juga semua surat penting atas nama Bapak. Hanya mobil pribadi saja atas namaku. Aku juga akan menjual mobil itu, karena mau ganti yang lebih bagus. Jadi Ma
Bab 7Aku menuju dapur berniat untuk memasak, karena hari ini Sari tidak datang, ia sedang sakit dan sudah mengabariku dari semalam.Ketika aku sampai di dapur, aku melihat Mas Feri sedang mencabut kabel kompor listrik di dapur."Mau kamu apakan kompor itu, Mas?" tanyaku."Aku mau membawa kompor ini ke rumah kontrakan Ibu, juga beserta kulkas magic com," jawabnya santai tanpa menoleh dan akan mengangkat kompor."Aku tidak mengizinkan kamu membawa semua peralatanku ke rumah ibumu," "Aku tidak butuh izinmu, ibu di sana tidak punya kompor juga tidak ada kulkas. Di sana juga tidak ada AC jadi aku akan membelikan Ibu kipas angin yang baru!" Aku gregetan dan mendekati Mas Feri untuk menghalanginya."Jangan bawa barang-barangku!" aku menghardik Mas Feri karena tidak tahan menghadapi sikapnya yang semakin egois, bertindak semaunya."Ini salahmu, kamu kan yang mau keluargaku pindah! Jadi tak usah protes jika aku membantu Ibu," jawabnya dan melotot menatapku."Jika mau membantu Ibumu, beli me
Bab 6"Rumah Mas Feri? Memangnya Mas Feri punya rumah, Bu?" jawabku geram karena mertuaku ini. Dia memang biasa hidup kaya dan berkecukupan, tapi jangan harap di saat ia susah aku yang harus menanggung hidupnya. "Yang kamu tempati itu rumah anak saya!" suaranya makin melengking membuat telingaku sakit."Kurang jelas ya, ini rumahku bukan Mas Feri!""Feri juga punya hak, selama menikah suami istri itu harta bersama!" "Tapi harta istri tetap milik istri! Ibu gak malu menumpang di rumahku. Pergi saja ke rumah Karin menantu kesayanganmu!" jawabku ketus dan mematikan sambungan telepon. Lama-lama telingaku sakit dan berdenging mendengar suara Ibu mertua.ππMas Feri pulang sendirian dan langsung menuju kamar tanpa berucap sepatah katapun. Keluarganya tak kembali ke rumah ini, aku pikir mereka akan kembali lagi bersama suamiku karena tidak suka dengan kontrakan itu. Rumah kontrakan itu cukup bagus dengan 2 kamar tidur, dapurnya juga tidak sempit. Aku harus mengeluarkan uang 750 ribu untu
Bab 5Aku mengemasi semua pakaian mereka, dengan di bantu Sari. Mas Feri dia sudah keterlaluan, secepat itu suamiku berubah pada keluarganya yang jelas dulu menghina dan tak mau membantu kami di saat kesusahan. Jika tidak mau membantu dengan uang, mungkin support juga berarti, bukan cemoohan ketika kami terpuruk.Mudah mungkin bagi Mas Feri melupakan kejadian itu. Tapi aku akan selalu mengingatnya, keluarga nya saja masih bersikap sama dan tak menghargaiku. Ini rumahku, bukan milik anaknya.Ponsel kembali berdering Mas Feri kembali menelponku, tapi panggilan itu tidak kujawab kemudian ia mengirim pesan.[Dek, kenapa kamu belum transfer juga?] [Tolong transfer sekarang ya!] aku memutuskan tidak membalas pesan. Hampir satu jam berlalu. Akhirnya mereka pulang, ibu mertua membawa banyak belanjaan terlihat dari tentengan yang ia bawa, ada mungkin 3 paper bag dan ada juga yang berbungkus plastik entah apa saja yang ia beli. Begitu juga dengan mbak Misni dan anak-anaknya, mereka juga mene
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (4)Bab 4Aku menghembuskan nafas kasar, ketika masuk ke dalam kamar. Sedangkan Mas Feri masih menemani keluarganya di ruang makan. Sikap mereka sangat baik, dan memuji suamiku. Beda sekali jika padaku, tetap ketus.2 hari di rumah ini, sukses membuat suamiku berubah. Dia sekarang lebih condong pada keluarganya. Baginya mungkin mudah melupakan kezaliman mereka, tapi bagiku itu sangat sulit. Besok aku harus segera cari kontrakan untuk mereka, tak bisa kubiarkan mereka lama tinggal di sini.**Aku pulang ke rumah sore hari, karena usai dari toko dan untuk kontrakan aku sudah meminta bantuan Dewi temanku. Dia sudah mendapatkan kontrakan yang cukup jauh, dari tempat tinggalku. Keadaan rumah sepi, aku mandi dan berganti pakaian. Tak ada juga terlihat Mas Feri dan keluarganya, ketika aku keluar kamar."Mbak, mau di buatkan kopi?" tanya Sari yang menawariku kopi, dia memang hapal kebiasaanku minum kopi."Boleh Sar, oiya kenapa sepi sekali. Pada kemana?" tanyaku.
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (3)Bab 3Aku ingin lihat bagaimana reaksi Mas Feri. Ketika Ibunya meminjam sertifikat rumah ini, apakah ia akan membujukku untuk memberikannya. Karena aku yakin, pasti mereka punya trik yang licik untuk melakukan rencana ini.**"Hei kamu! Nanti ambil pakaian kotor di kamarku dan Ibuku ya!" ucap Mbak Misni memerintah Sari ART yang bekerja setengah hari di rumahku ini. "Maaf Mbak, saya di sini hanya membersihkan rumah, masak, dan cuci piring saja!" jawab Sari menolak perintah Mbak Misni yang berlagak seperti majikan, aku saja tak pernah membentak Sari. Ini dia malah membentak seenak jidat nya."Terus kerjamu apa di sini, kalau bukan mencuci!" suara Mbak Misni meninggi."Untuk pakaian di laundry, saya di sini hanya masak, cuci piring dan beresin rumah Mbak," "Emang belagak si Nayla, udah punya pembantu, kenapa masih laundry! Sok merasa banyak uang!" ucap Mbak Misni mencercaku."Saya gak mau tahu, karena kamu kan pembantu di sini saya juga berhak memerintahm
Mertua Angkuh Jatuh Miskin (2)**Bab 2"Memang semua milik Nayla, Mbak. Aset yang kita miliki juga atas nama dia," timpal Mas Feri menjelaskan.Mbak Misni dan Ibu mertua saling pandang, dan tak mengatakan apapun lagi. Aku bisa membeli semua ini karena berjualan gamis dan tas, awalnya secaa online di sebuah aplikasi, hingga kini mempunyai toko juga. Omset ratusan juta sudah ku dapatkan, dan toko dengan ratusan ribu follower.Karena hinaan mereka membuatku bertekad bisa membalas keangkuhan keluarga Mas Feri. Tanpa bantuan mereka, aku bisa membeli rumah, kendaraan. Dan membeli hinaan mereka selama ini. "Mama, Vino lapar!" rengek Vino anak kedua Mbak Misni."Aku juga, Ma! Dari pagi kita belum makan!" timpal si sulung Kinan. Segitu tak punya uang kah mereka, ini sudah menjelang sore dan mereka belum makan. "Fer, kamu gak kasihan sama keponakanmu?" ucap Mbak Misni yang kini suaranya memelas agar kami kasihan pada mereka. Walaupun tetap ia hanya bicara pada Mas Feri. Dan aku di anggap se
MERTUA ANGKUH JATUH MISKIN ππBaru saja sampai di rumah. Aku sudah melihat Ibu mertua dan iparku, beserta suami dan anaknya ada di rumah."Fer, izinkan Ibu dan Kakau tinggal di sini ya. Rumah Ibu di sita Bank," ucap Ibu mertua pada Mas Feri suamiku."Aku tanya Nayla dulu ya Bu," jawab Mas Feri dengan raut wajahnya yang mungkin sungkan menolak."Kenapa harus tanya Nayla? Ini kan rumah kalian bersama Fer, gak penting izin dari istrimu! Apa kamu mau keluargamu ini menjadi gembel di jalanan!" timpal Mbak Misni Kakak iparku. Aku masih berdiri di dekat dinding pemisah antara ruang depan dan ruang tamu untuk mendengarkan pembicaraan mereka. "Kalian tahu kan, ini rumah Nayla. Dia yang beli dari hasil usahanya, semenjak aku sakit, Nayla yang bekerja." jelas Mas Feri. Mas Feri menderita usus buntu dan kala itu harus di operasi, sehingga membuat dia tak bisa bekerja. Ketika kami meminta tolong pada Ibu mas Feri yang masih kaya raya, jangankan meminjamkan uang, justru makian dan hinaan yang m