Selang beberapa jam kemudian..Ponselnya berdering. Justin terjaga dari tidurnya. ketika ia mencoba menyetel kursi sofanya kembali. Sebuah tangan kecil melingkar di dadanya. Ia melihat ke arah kiri. Gadis yang sedang tidur menempel ke jendela kaca tadi, kini sudah berganti posisi dengan kursi sofa yang di setel ke belakang dengan posisi yang hampir sama dengan kursi sofanya.Tanpa niat mengganggu tidur si gadis. Justin membiarkan tangan gadis itu sejenak di atas dadanya. Ia hanya cukup menyetel kursi sofa nya sedikit ke depan. Lalu menjawab pelan panggilan yang masuk di ponselnya."Halo," sapa Justin seraya mendengar lawan bicara di ponselnya."Oke. Tunggu aja di terminalnya. Busnya akan berhenti di situ," Ia menutup telponnya."Mas.., mas.. ," .Tiba-tiba seseorang dari arah belakang memanggil dirinya.Justin menoleh ke belakang di mana seorang penumpang pria paru baya sedang kesulitan untuk bangun dari duduknya."Saya mau ke toilet. Istrinya bisa di bangunin bentar, ga? Soalnya kursi
Justin terjaga dari tidurnya, Pikirannya masih terngiang akan mimpi yang menurutnya adalah sebuah Dejavu baginya. Ia menoleh ke arah Jasmine yang tengah terpejam. Pria itu menatap dalam dan memperhatikan garis wajah Jasmine. Netranya semakin terpana kala melihat senyum manis dari sang istri."Dia tersenyum, apakah dia bermimpi indah?" tanyanya di hati."Manis," gumamnya sembari terus menatap wajah sang istri.Justin mengangkat tangannya berniat membelai pipi itu dan mengecupnya lembut. Namun, keningnya berkerut tatkala teringat akan situasi yang pernah di alaminya dulu."Sepertinya aku pernah mengalami ini," pikirnya."Jasmine, apakah di waktu itu adalah kamu?" tanyanya di hati dengan netranya yang tak lepas dari wajah itu.Pikirannya mulai menerawang jauh bercampur aduk dengan mimpinya barusan. Ia mencoba menerka-nerka tentang maksud dari mimpinya dengan kejadian yang menurutnya pernah dialaminya. Namun hal itu terhenti saat ponsel di sakunya bergetar.Justin mengalihkan pandangannya
Jasmine mengernyitkan dahinya saat melihat sebuah spanduk yang terpasang rapi di sebuah papan baliho kampusnya.Tak ingin terpaku lama di sana. Jasmine meninggalkan baliho tersebut. Ia melangkah santai ke sebuah ruangan. Mengambil tempat duduk seperti biasa ia duduk. Tak lama kemudian beberapa mahasiswa masuk dan mengambil posisi duduknya masing-masing. disusul seorang dosen muda masuk dan mengucapkan salam di pagi itu.Dahi Jasmine berkerut saat melihat dosen muda tersebut. Namun ia kembali fokus pada mata kuliah yang di jelaskan oleh dosen tersebut.Kelas berakhir, Jasmine memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Dahinya kembali berkerut saat menyadari ada yang ganjil di sekitarnya. Semuanya berbeda dari semenjak terakhir ia tinggalkan kampus ini dari beberapa minggu yang lalu. Ia menatap ponsel barunya. Kembali dahinya berkerut saat melihat tahun yang telah loncat ke tujuh tahun dari tahun terakhir yang ia jejaki. Ia melihat ke sekelilingnya, begitupun pada spanduk-spanduk yang terp
Langkah Jasmine terhenti kala melihat dua anak kecil yang sedang bermain di halaman rumah papanya. Ia menatap heran pada dua bocah yang sedang tertawa riang itu. Yang lebih mengherankan lagi adalah kedua bocah itu berlari riang ke arahnya seraya berteriak memanggil, "bundaaaaa,"Mereka langsung menubruk tubuhnya dan memeluk pinggangnya. Jasmine hanya bisa terdiam di tempat dengan tatapan bingung pada dua bocah ini."Unda, Dee, angen," ujar bocah laki-laki yang berusia 4 tahun."Iya, bunda. Keyra juga kangen sama bunda," timpal bocah yang berusia 5 tahun.Jasmine masih terpaku di tempat. Kedua tangannya masih menggantung terentang di atas kepala dua bocah itu. Ia masih bingung dengan situasi ini. Kepalanya di penuhi pertanyaan," Apa yang akan Ia lakukan pada dua bocah ini. Anak siapa ini? datang dari mana? Dan dengan siapa mereka ke sini"."Unda, keana aja, sih. Kok ga ngomong sama Dee, kalo unda nelpon Daddy?" tanya bocah laki-laki yang bernama Dean."Iya, bunda kok ga ngomong sama k
Suara ketukan pintu dan juga teriakan dari dua bocah membangunkan Jasmine dari tidurnya. Ia berasa enggan untuk bangun lantaran masih merasa nyaman di atas kasurnya. Bahkan netranya masih berasa ngantuk dikarenakan terlalu banyak membaca buku.Undaaaaa, angun, dong. Udah coye, ni Unda!""Bunda Jasmine, bangun dong,""Undaaaaa,".Suara ketukan pintu dan juga teriakan dari dua bocah membuat Jasmine terpaksa beranjak dari ranjangnya. Jasmine membuka pintu kamar untuk mencari tau suara bocah mana yang paling kencang teriakannya, dan menyuruhnya bangun.Netranya menyipit tatkala mendapati dua bocah yang tadi sedang berdiri di depan kamarnya. Mereka menampilkan senyum lebar dengan sederet gigi mungilnya yang rapi."Bunda, kata grandpa, udah bisa bangun. Udah sore. Bunda di suruh sholat," ucap Keyra."Ya," sahut Jasmine singkat. Lalu membalikkan tubuhnya dan menutup pintu kamarnya.Sementara dua bocah tadi saling pandang satu sama lain. Mereka heran dengan sikap bundanya yang berubah dari
Sepulang dari mengantar cucunya ke rumah Retha. Seperti biasa, ketiganya makan malam di satu meja. Kedua orang tua itu menatap Jasmine yang terus menyuapi makanan ke mulutnya sendiri tanpa memperdulikan mereka. Baik, Jason dan Astrid larut ke dalam pemikirannya masing-masing saat menatap wajah, yang kini selalu terlihat datar dan dingin itu. Bukan itu saja, bahkan sikapnya jauh berubah dingin ketimbang Midea jika bersama dengan anak-anak.Kedua orang tua itu bertanya di dalam hatinya masing-masing tentang sifat perempuan yang ada di hadapan mereka, "Apakah ini benar Jasmine yang di ceritakan Alma. Seorang gadis yang periang, yang ramah dan bersahabat terhadap siapa saja,".Keduanya tersentak dan berhenti menatap Jasmine ketika perempuan itu melihat ke arah mereka. Jason dan Astrid melanjutkan makan hingga selesai. Sedangkan Jasmine kembali menghabiskan sisa lauk di piringnya."Aku selesai," ujarnya sambil membawa piringnya ke kitchen sink. begitupun Jason dan Astrid selesai dengan sua
Jasmine mengunci dirinya di kamar. Hancur sudah. Baik Perasaannya, dan juga masa depannya. Tujuh tahun. Tujuh tahun tanpa ada yang memberikan jawaban atas apa yang menimpanya selama itu. Mengapa sampai tujuh tahun ia di biarkan tertidur lagi ketika ia sempat terjaga.Jasmine menangis sekuat-kuatnya sambil berteriak, "Enggak, enggak mungkin. Kenapa bisa separah itu sakit yang aku alami,"."Mama, Mama, aku harus bagaimana, Ma," isaknya.Sementara dua orang tua tadi hanya terpekur diam. Menunduk pilu mendengar suara tangis dan jeritan hati putrinya."Bunda salah, ya, Yah. Maafkan bunda, yah," ujar Astrid pelan dan menyesal.Baru beberapa menit yang lalu, mereka melihat Jasmine dengan pembawaannya yang tenang, mendengarkan apa yang di ceritakan oleh Astrid. Astrid menjelaskan bagaimana Jasmine menjalani hidup di rumah sakit selama tujuh tahun dengan menggunakan alat demi menopang hidupnya. Walaupun semua itu adalah kebohongan yang di ucapkan olehnya atas persetujuan Alma sebelumya."Jika
"Kamu mau bawa Jasmine ke sini?"tanya Justin dan Satria bersamaan."Yupz. Karena Jasmine, kan udah mengetahui keadaan dirinya. Jasmine maunya, supaya aku menceritakan kisah hidupku selama ini. Jadi, ga ada salahnya, kan kalau aku membawanya ke rumah ini. Sekaligus memperkenalkan keluargaku yang baru. Gimana? Oke, ga?" jelas Retha bersemangat."Apa ga masalah, dek? udah nanya pendapat dari orang tuanya Jasmine?" termasuk tante Alma juga," tanya Satria ragu."It's, ok. Aku setuju," timpal Justin."Hah? serius bang? apa ga terlalu cepat kalian memberitahukan semuanya ke Jasmine. Tunggu lah, sabar lah dulu. Takutnya, kalau dia dengar kesuksesan dari teman-temannya sekarang. Nanti dia jadi minder, karena kuliahnya belum selesai- selesai. Mending ga usahlah, dia kan lagi skripsi, dek," ujar Satria keberatan."Jadi, tunggu selesai skripsi?" tanya Retha."Ya, bagusnya begitu, biar otaknya tetap fokus pada satu tujuan, dan dia pun ga berpikiran macam-macam yang membuatnya jadi pesimis untuk su
Justin hanya bisa tersenyum miring seraya menatap kecewa ketika di tinggal begitu saja oleh Jasmine. Namun hanya bisa pasrah, dan beranjak pergi dari sana. Kembali ke kantor dalam mood yang amburadul. Penolakan demi penolakan selalu saja terjadi setiap ada kesempatan untuk lebih dekat pada istrinya itu."Apa sesulit itu untuk mendekati istri sendiri?" keluhnya resah.Sementara Jasmine masih menepuk pelan dadanya yang masih berdebar karena kejadian tadi. Ia tak ingin larut dalam hal-hal semu. Ia cukup tau diri. Apalagi Justin adalah Iparnya. Biarpun sudah duda. Yah, tetap saja ia harus menjaga jarak dan hati. Karena ia sudah tak memiliki kepercayaan diri lagi pasca kejadian di malam itu."Apakah masih ada pria yang mau menerima dirinya yang sekarang ini?" pikirnya.Pikirannya terhenti saat seorang dosen memanggilnya. Jasmine masuk ke ruangan dosen pembimbingnya, dan melakukan diskusi di sana.Tak banyak yang di kritik apalagi di coret oleh dosping tersebut. Jasmine merasa lega. Itu art
Pagi yang begitu sempurna untuk mengawali hari. Namun tidak untuk Retha dan Jasmine. Masing-masing mereka di repotkan pada yang berkaitan dengan anak. Dimana Retha harus repot dengan perubahan hormon yang terjadi di dirinya. Siapa yang menduga jika tri semester pertamanya, selalu berakhir harus di rawat di rumah sakit, setiap wanita itu memuntahkan seluruh isi perutnya.Sementara Jasmine, di repotkan pada dua bocah, yang entah kenapa suka bertingkah dengan polah yang tak biasa. Semenjak Retha hamil. kedua bocah ini lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya, bahkan lebih banyak menginap di rumah ini ketimbang pulang ke rumah Daddy-nya yang besar dan nyaman.Seperti pagi ini, Kedua bocah itu menahan tubuhnya, dan memintanya tidur kembali ketimbang bangun, mandi dan berangkat ke sekolah seperti biasanya. Padahal setiap malam, setelah Jasmine menidurkan mereka berdua di kamar mereka. Wanita itu selalu kembali ke kamarnya sendiri untuk melanjutkan tugas skripsinya kembali.Namun, entah ba
Hubungan kasih sayang antara ibu dan anak itu terus berlanjut. Meskipun Jasmine menyayangi mereka sebagai ponakannya. Namun itu tak jadi soal di mata seorang Justin. Yang penting anak-anaknya tak merasa kehilangan ibunya."Pada dasarnya kamu memanglah seorang yang penyayang, De Jasmine. Jika tidak, hingga kini kamu tak akan pernah perduli pada dua bocah itu," gumam Justin seraya menatap mereka bertiga dari balik jendela kaca rumah Jason.Awalnya Justin ingin singgah ke rumah ini untuk menjemput anak-anaknya pulang. Namun ia mengurungkan niatnya ketika melihat Jasmine yang dengan sabar mengajarkan dua anaknya membaca dan menulis. Tak ingin terusik karena kehadirannya. Akhirnya ia hanya berdiri di teras rumah ini.Justin kembali ke rumahnya yang hening. Semenjak mama dan papanya kembali ke Jakarta. Kedua bocah itu lebih memilih tidur di rumah Satria atau di rumah Ayah mertuanya.Akan tetapi, semenjak Retha di kabarkan hamil. Kedua anaknya lebih sering menginap di rumah Grandmanya, dika
Justin membuka lebar pintu kamar pribadinya yang ada di ruang kantornya. Menyilahkan Jasmine menggunakan kamar mandinya untuk mengganti pakaian yang sudah ia sediakan."Kamu pakai aja ruangan ini," titah Justin. Lalu pria itu menutup pintu kamar itu, agar Jasmine bisa leluasa berada di sana.Sepeninggalnya Justin. Jasmine tercengang melihat interior di kamar tersebut. Padahal hanya sebuah kamar di ruang kantor. Namun seperti kamar hotel. Ia memperhatikan setiap detail dari ruangan tersebut, sampai akhirnya, netranya berhenti pada sebuah bingkai foto di atas nakas.Jasmine mendekat hanya karena ingin tau siapa saja yang ada di dalam foto tersebut. Ia tersenyum saat melihat dua ponakannya ada di situ dengan senyum manisnya."Mereka memang menggemaskan," ucapnya di selingi senyum tipis. Lalu melirik sekilas ke iparnya yang menggunakan setelan jas pesta, seragam dengan Dean."Seperti pinang di belah dua. Benar-benar mirip. Cocok kali lah. kalian berdua sebagai ayah dan anak. Hehe," gumamn
Cahaya matahari menyeruak masuk dan menerpa wajah manis milik perempuan yang kini di panggil De Jasmine oleh Justin. Wanita itu membuka kelopak matanya perlahan tatkala merasakan sesuatu yang hangat menyentuh kulit wajahnya.Netranya menelisik ke segala arah ruangan itu setelah mengerjapkan matanya sesaat.Kembali ia di kejutkan pada keadaan yang berbeda. tak seperti biasanya terjadi di pagi hari. Ia segera bangkit dari tidurnya dan duduk menepi di ranjang yang berukuran besar itu.Ia mengecek kondisi tubuhnya dan juga pakaiannya yang kini berganti menjadi sebuah dress tidur yang lembut."Akh, sialan. Brengsek," makinya. Berarti kemarin adalah puncak di mana ia akan di bawa ke tempat ini. Berarti ia tak salah jika bayangan hitam itu adalah seorang manusia laknat yang telah berbuat jahat padanya.Jasmine meradang. Segera ia mengganti dress tersebut dengan bajunya yang berada di atas sofa, yang terletak di sudut kamar ini. Jasmine keluar dari kamar dalam keadaan murka. Ia mengambil semb
Sebuah nada dering pengingat terdengar dari ponselnya. Yang mengingatkan tentang acara yang harus Justin hadiri malam ini. Yang memungkinkan dirinya untuk pulang larut malam dikarenakan acara tersebut berada di luar kota.Justin bergegas pulang ke rumah untuk mempersiapkan setelan pestanya. Namun baru juga beberapa langkah keluar dari ruangannya. Ia terhenyak mendapati Jasmine masih berdiri di depan lift.Justin mendekat dan memperhatikan gelagat Jasmine yang tampak aneh. Justin menahan lift yang akan menutup dan bertanya pada Jasmine," kenapa belum masuk?".Wanita itu terlihat ragu-ragu. Justin mempersilahkan Jasmine untuk masuk. Namun Jasmine masih terpaku di situ."kamu ga pulang? Ayok masuk. Ngapain kamu di situ,". Jasmine akhirnya memutuskan masuk. Pintu lift menutup."Kamu udah lama berdiri di situ?" tanya Justin penasaran. Seharusnya, jika Jasmine sudah tak berada di kantor ini lagi, jika saja istrinya ini pulang dari satu jam yang lalu. Namun yang ia lihat Jasmine masih berada
Langkah kaki Jasmine berhenti di depan sebuah gedung mewah. Netranya menatap ke gedung yang menjulang tinggi tersebut, dan membaca nama perusahaan yang akan ia mintai data-datanya."Kok aku jadi pesimis, ya. Padahal aku udah megang memo dari pak Satria,". Ia berdecak.Jasmine memberanikan diri masuk ke tempat yang di tuju, dan memberitahukan ke resepsionis mengenai maksud dari kedatangannya ke sini."Mbak, Jasmine, ya? kebetulan sudah di tunggu oleh bapak di atas. Mari silahkan". Salah satu resepsionis tersebut menunjuk ke sebuah lift dan menjelaskan lantai dan ruang apa Jasmine harus ke sana. Jasmine pun mengikuti petunjuk yang di katakan oleh resepsionis itu.Namun langkahnya terhenti ketika berada di depan lift. Seketika memorinya mengajaknya kembali di kenangan yang menyakitkan. Ia teringat bagaimana semuanya terjadi dari sebuah lift. Jasmine menutup matanya dan menggeleng pelan demi menepiskan bayangan buruk itu."Stop. Aku mohon jangan di ingatkan lagi tentang itu. Aku mohon ya,
Suara tuas pintu membangunkan Jasmine dari tidurnya."Ups, maaf. Bunda berisik ya?" ujar Astrid dengan nada pelan. Namun terbaca jelas di mata Jasmine dikarenakan ia mampu membaca gerakan bibir wanita yang terlihat anggun itu.Mungkin bagi manusia normal apa yang dikatakan Astrid barusan, tidaklah tau. Dan juga buat sebagian orang yang tak mengenal Jasmine, yang dulunya pernah mengalami difabel, menilai Jasmine memiliki kelebihan.Jasmine menggeleng pelan dengan senyum kecilnya. Ia takut membangunkan kedua bocah ini jika ia terlalu berisik."Pagi ini kamu ada janji ketemu dosping, kan? Makanya bunda ke sini. Cuma ngingetin kamu. Bunda juga udah masak, " bisik Astrid."Iya, makasih, Bun," sahut Jasmine pelan. Lalu beranjak perlahan dari tempat tidur di mana ia di apit oleh dua bocah itu. Semalam mereka minta di temani tidur sampai-sampai Jasmine pun tertidur, lantaran dua tangannya di jadikan bantal oleh dua bocah itu hingga terasa kebas."Dasar bocah, maunya tidur di kelonin dulu baru
Semenjak Jasmine mengetahui tentang dirinya. Baik Justin dan Jason selalu memperhatikan keadaan wanita itu setiap saat. Untungnya tak ada hal yang membuat semua orang cemas terhadapnya.Jasmine melakukan aktivitas kampusnya seperti biasa.Sedangkan Jasmine sendiri mulai menerima keadaan dirinya dan bersyukur. Terutama terhadap orang-orang yang berada di sekitarnya selama ini. Jasmine turut bahagia kala ia mengetahui kehidupan teman-teman perempuannya yang sudah berumah tangga. Khususnya kepada Retha yang bersuamikan Satria, seorang asisten dosen mereka dulu, yang pernah menyukai Retha secara diam-diam.Dari Retha lah semua kisah baik dari kehidupan teman-temannya di perdengarkan ke Jasmine. Jasmine ikut bahagia mendengar semua berita baik itu.Hingga akhirnya ia berkata, "Aku pingin ketemu sama mereka semua," ujar Jasmine setelah melihat seluruh album foto di rumahnya Retha.Senyum Retha melebar dan berjanji akan memenuhi keinginan karibnya itu. "Aku akan hubungi mereka semua, supaya