Share

Hambar

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2025-01-17 07:28:54

Bab 16

Aku yang sedang makan langsung tersedak, buru-buru mengambil air minum dan segera menegak cairan putih itu sampai isi gelas tinggal separuh.

Eliana mau melahirkan?

Entah kenapa ada rasa nyeri yang menyergap di hatiku.

Aku teringat mendiang anakku, Zaid, yang tidak diketahui keberadaannya oleh mas Keenan. Dan sekarang dia sudah mendapatkan gantinya. Anaknya akan segera lahir. Anak yang ia nantikan selama ini akan lahir dari rahim Eliana, istri barunya.

Aku harus bilang apa sekarang?

Aku juga tidak bisa bersikap apapun, bahkan mendoakan semoga semua proses persalinannya lancar pun tidak bisa.

Rasanya ada yang mengganjal di hatiku. Aku tidak membenci mas Keenan ataupun Eliana. Hanya saja, aku tidak bisa melupakan perlakuan mereka yang begitu kejam.

Dituduh berzina, selingkuh, dikata-katai seorang pelacur, dan akhirnya diceraikan. Aku bukan cuma kehilangan suami dan harta, tapi juga nama baik dan harga diri. Aku terisolir dari lingkungan pergaulanku karena semua orang menganggapk
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Jangan Komplain!

    Bab 17 Selesai mengazankan putrinya, Keenan kembali menyerahkan kepada perawat yang langsung membawanya kembali ke ruang bayi baru lahir. Pria itu menghela nafas. Dia mengarahkan pandangannya ke depan. Sosok perempuan tua yang tak lain adalah ibunya itu muncul, tengah berjalan mendekatinya. "Bagaimana keadaan Eliana?" tanyanya dengan nafas terengah-engah. Berjalan dari lokasi parkir ke tempat putranya sekarang berada membuatnya sedikit merasa lelah. "Masih di ruang operasi, Ma," jawab Keenan. "Operasi?!" Perempuan tua itu langsung membulatkan matanya. "Memangnya kenapa sih harus operasi? Ada masalah apa?" "Dia yang minta, Ma. Katanya udah nggak kuat menahan sakit," ujarnya datar. Keenan merasa tidak perlu menutupi keadaan yang sebenarnya. Bukankah Eliana itu menantu kesayangan ibunya? "Mana ada proses melahirkan yang nggak sakit, Keenan?" cetusnya kesal. "Istrimu itu memang manja!" "Itu istri pilihan Mama loh, jadi jangan komplain!" sindir Keenan. "Bedalah kalau yang

    Last Updated : 2025-01-17
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Tak Semudah Itu, Keenan

    Bab 18Keenan terus melangkah sembari menekan dadanya. Sungguh sesak rasanya membayangkan Alifa berada dari pelukan lelaki yang satu ke pelukan lelaki yang lain."Kurang apa aku selama ini, Sayang? Mengapa kamu lakukan itu? Kenapa kamu tak pernah kembali dan menyadari kesalahanmu, sampai akhirnya aku terpaksa menikahi Eliana dan mendapatkan anak darinya?" Pria itu memejamkan mata sejenak setelah ia mendaratkan tubuhnya di balik kemudi.Keenan menghidupkan mesin mobil, dan mobil itu pun perlahan keluar dari pekarangan rumahnya, lalu meluncur ke jalan raya. Tak ada tujuan Keenan saat ini. Dia hanya ingin menenangkan diri.Keenan mengemudikan kendaraannya begitu lambat, sembari menatap ke depan.Perutnya sudah berdemo minta di isi. Sebenarnya ia ingin makan malam di restoran, tetapi rasanya begitu hambar jika makan sendirian. Belum apa-apa moodnya sudah rusak.Mobil terus meluncur. Dia sudah melewati beberapa restoran. Namun tak ada satupun yang menarik perhatian untuk disinggahinya.Sa

    Last Updated : 2025-01-18
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bisakah Kita Berteman?

    Bab 19Gibran masih asyik menyusu tatkala suara bel di depan berbunyi. Matanya yang baru saja terpejam membuatku terpaksa melepas puting payudaraku dari mulut mungil itu, lalu mengangkat tubuhnya dengan hati-hati, merebahkannya di kasur, di samping Naira.Sembari memberi kode kedipan mata dengan baby sister itu, aku perlahan melangkah keluar kamar dan menuju pintu depan. Terhitung sudah dua kali bel berbunyi. Aku mengintip melalui kaca kecil yang berada di tengah pintu."Dokter Aariz?" gumamku. Aku segera menekan tombol dan akhirnya pintu pun terbuka.Seketika aku menaikkan alis, menyadari penampilan pria yang bertubuh tinggi besar itu. Hari memang sudah malam dan penampilan pria itu tidak terlihat seperti orang yang baru datang dari rumah sakit."Apakah Gibran sudah tidur?" tanya pria itu."Iya Dok, dia di kamar bersama dengan Naira," jawabku.Pria itu mengangguk. Aku pikir dia akan langsung masuk ke dalam kamar, tapi ternyata dia malah duduk di sofa dan menepuk-nepuk tempat duduk

    Last Updated : 2025-01-19
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Gajian

    Bab 20Sejenak aku tertegun. Pria itu bergerak begitu lihai, tak terlihat canggung sama sekali.Hebat!Sungguh tak bisa dipercaya jika dokter Aariz bisa melakukan pekerjaan dapur. Ini kejutan. Selama ini aku berpikir jika dokter Aariz hanya piawai memainkan pisau bedah saja.Aku memilih menumis ati ampela lebih dulu, kemudian membuat nasi goreng. Untung saja bumbu-bumbunya sudah aku persiapkan, karena itu adalah bumbu jadi, tapi buatanku sendiri. Bumbu basah yang biasa menjadi andalanku ketika ingin memasak lebih cepat yang stoknya selalu tersedia di kulkas."Harum sekali," komentar dokter Aariz. Terlihat sekali ia sangat puas dengan hasil masakanku."Terima kasih sudah bantu saya memasak. Nggak nyangka ternyata dokter Aariz bisa memasak. Kirain hanya bisa memainkan pisau bedah saja." Aku terkekeh.Pria itu pun seketika tergelak. "Cuma mengiris ati ampela saja, Ifa. Kamu terlalu melebih-lebihkan.""Itu juga sangat membantu, Dok." Aku segera menyiapkan piranti makan dan mengisi piring

    Last Updated : 2025-01-20
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Menolak Menyusui

    Bab 21Aku mulai mengeluarkan perlengkapan bayi milik Zaid dari dalam lemari. Baju, celana, bedongan, gendongan, kasur bayi, bantal, guling, beberapa kaos kaki dan topi. Ada pula perlengkapan mandi dan perawatan bayi. Semuanya lengkap, tidak kurang suatu apapun, meskipun barang-barang itu berasal dari merk yang harganya murah.Keterbatasan ekonomi membuatku berpikir ulang untuk menyiapkan perlengkapan bayi dengan budget wow, meskipun sebagai seorang ibu aku menginginkan yang terbaik. Itu pun aku harus mencicilnya sedikit demi sedikit dari toko ibu Sabrina."Bener juga, sebaiknya disumbangkan saja, daripada mubazir," ucapku dalam hati. Jika ke depannya aku menikah kemudian punya anak lagi, aku bisa membelinya lagi. Namun fokusku sekarang bukan soal itu. Aku harus menjalankan peranku sebagai ibu susu bayi dokter Aariz ini, dan nanti akan bekerja di perusahaannya seperti yang ia janjikan.Tak sepatutnya aku memikirkan soal jodoh. Aku pun masih trauma dengan yang namanya pernikahan. Pria

    Last Updated : 2025-01-21
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Pergi Ke Panti Asuhan

    Bab 22"Kalaupun aku masih mencintainya, apa dia masih mau untuk dicintai?" Keenan tersenyum pahit seolah memberi gambaran kepada sang ibu jika ia begitu terluka. Menceraikan Alifa, sama artinya dengan melukai dirinya sendiri. Membakar semua barang kepunyaan perempuan itu, sama artinya dengan membakar barang berharganya sendiri.Sampai saat ini, Keenan tidak tahu secara persis, alasan apa yang menyebabkan ibu dan dua kakak perempuannya begitu benci dengan Alifa. Namun yang lebih lucu, mereka memaksa untuk menjodohkannya dengan seorang perempuan yang jauh lebih buruk daripada Alifa, minus kelakuan Alifa yang pernah berselingkuh."Mama nggak akan izinkan kamu untuk rujuk dengan Alifa, walaupun kamu menceraikan Eliana. Lebih baik Mama nggak punya menantu daripada bermenantukan wanita miskin seperti Alifa." Yunita tetap bersikukuh dengan pendiriannya. Perempuan paruh baya itu malah mengepalkan tangan, sembari menunjuk kepada putra bungsunya ini.Apa jangan-jangan karena selama ini dia mer

    Last Updated : 2025-01-22
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Akan Indah Pada Waktunya

    Bab 23"Assalamualaikum, Bunda." Aku mencium bunda Ramlah, pemilik panti asuhan itu."Waalaikumsalam, Nak Ifa. Silahkan masuk," ujarnya ramah. Sebelum menuju panti asuhan ini kami memang sudah mengkonfirmasi kesediaan bunda Ramlah untuk kunjungan kami malam ini. Sebenarnya tidak enak juga berkunjung ke tempat orang malam-malam. Tapi benar, Atta tidak memiliki waktu lain selain malam hari"Mohon maaf jika kedatangan kami malam-malam begini, karena saya dari pagi sampai malam bekerja. Jadi tidak ada yang mengantar Alifa untuk bertamu ke panti ini," jelas Atta setelah ia meletakkan barang bawaannya di lantai."Tidak apa-apa, Nak Atta. Kami merasa sangat beruntung dikunjungi oleh orang-orang seperti kalian. Sudah hampir sebulan ini panti tidak mendapatkan kunjungan dari...."Aku memindai sekelilingku. Bangunan ini memang sudah tua dan sepertinya memang perlu renovasi. Heran, kenapa ada panti asuhan di tengah kota yang kondisinya memprihatinkan seperti ini?"Ada berapa anak di panti ini,

    Last Updated : 2025-01-22
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Liburan

    Bab 24Perdebatan antara dokter Aris dan Atta selalu membuatku takut. Dari awal kakak beradik itu selalu saja beda persepsi. Bahkan penerimaanku sebagai ibu susu Gibran pun penuh drama. Atta yang percaya penuh kepadanya, sementara dokter Aariz yang penuh kehati-hatian, meski akhirnya aku lolos sebagai ibu susu Gibran, karena ASI yang kumiliki berkualitas baik.Tetap saja mereka sering kali silang pendapat.Kamar ini letaknya tidak begitu jauh dari area ruang tamu, dan tentu saja aku bisa mendengar pembicaraan kedua kakak beradik itu. Mereka tengah membahasku. "Apa yang harus kulakukan?" keluhku seraya menatap anak susuanku yang terlelap damai di tempat tidurnya. Wajah polos tanpa dosa itu nampak tersenyum di dalam tidur, entah sedang memimpikan apa."Maaf, karena kehadiran Mama dalam keluarga ini sudah membuat papa kamu dan Om Atta sering bertengkar," bisikku seraya meremas ujung jilbab yang kukenakan. Aku sudah tak tahan lagi. Memutuskan untuk bangkit, keluar dari kamar, dan akhi

    Last Updated : 2025-01-23

Latest chapter

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 129

    Bab 129Alifa terlalu naif. Dari ucapannya saja menunjukkan jika sebenarnya dia sudah bisa mencintai Aariz, meski mungkin kadarnya belum terlalu besar seperti ia dulu mencintai suami pertamanya.Pria itu menghela nafas, lalu mengusap-usap tengkuk istrinya dan mencium kening perempuan itu sesaat. "Sayang, tidurlah. Jangan berpikiran yang macam-macam. Besok kita bahas lagi." Pria itu mengusap mata yang basah itu, dan mengatupkannya.Sepanjang malam ia terus memeluk istrinya. Tak tahu entah pukul berapa ia bisa benar-benar tertidur. Namun tahu-tahu alarm di ponselnya berbunyi, tanda waktu pukul 05.00 pagi.Pria sejati itu, yang jika dia mencintai istrinya, maka dia akan memuliakannya. Dan jika ia tidak mencintai istrinya, maka dia tidak menyakitinya. Kalimat itu barusan ia dapatkan dari ibunya kemarin siang. Nasehat yang benar-benar menyentuh hati. Aariz bertekad untuk terus belajar, karena itu memang sudah tugasnya sebagai seorang suami. "Shalat dulu, Sayang. Mau nggak jadi makmumnya

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 128

    Bab 128Siapa yang berbuat baik, hakikatnya ia berbuat baik kepada dirinya sendiri. Dan siapa yang berbuat jahat, hakikatnya ia berbuat jahat kepada dirinya sendiri.Itu yang aku rasakan saat ini.Demi menghormati perasaan Bapak tadi, akhirnya mas Aariz tidak jadi memberikan uang itu."Terima kasih banyak ya, Pak. Semoga usahanya berkah, jualannya laris manis," ucapku sembari menjabat tangan pria itu."Sama-sama, Bu. Semoga Dokter dan Ibu diberikan kebahagiaan yang berlimpah sama Allah.""Amin." Kami mengaminkan serempak, kemudian segera berbalik menuju mobil. Pria itu melambaikan tangan, dan aku membalas lambaian tangannya."Bantuan yang kita berikan di saat orang-orang benar-benar membutuhkan pastinya akan sangat berkesan ya, Mas," komentarku saat kami sudah kembali berada di jalan raya dan melanjutkan perjalanan."Iya. Itulah sebabnya Mas tetap bersedia praktek di rumah sakit umum milik pemerintah daerah. Kalau dipikir-pikir, fokus praktek di Hermina itu juga udah menyita waktu Ma

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 127

    Bab 127Aku tertegun. Tumben mas Aariz memanggilku dengan panggilan sayang? Biasanya cuma panggil nama saja."Sayang... kenapa diam saja? Apakah kamu lagi sakit?""Nggak Mas. Aku hanya sedang berbaring. Disuruh istirahat sama Mama.""Oh ya? Kalau gitu istirahat aja dulu. Anak-anak kan sudah ada yang ngurus. Nanti kalau sakitnya udah mendingan, kamu bisa kok main lagi sama anak-anak. Obatnya sudah diminum, kan? Salepnya sudah dioleskan, kan?" Pria itu memberondong dengan berbagai pertanyaan."Iya, aku sudah minum obat. Aku sudah mendingan kok. Mas nggak usah khawatir." "Mas masih di rumah sakit umum, kan?""Iya, Mas masih harus berjaga disini. Dokter Hera nggak bisa diharapkan. Tapi Mas usahakan bisa pulang cepat. Semoga saja tidak ada pasien darurat lagi.""Iya Mas.""Oke, Mas tutup ya. Kamu istirahat aja dulu. Nanti kita bicara lagi ya, Sayang."Pria itu menutup panggilan. Aku hanya mampu tertegun. Sedang kesambet apa suamiku, sehingga memperhatikanku seperti ini? Bukankah barusan

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 126

    Bab 126"Maksud dokter apa?" Perempuan itu tergagap."Katakan pada saya, tolong perjelas lagi, alasan apa yang membuat kamu selalu menolak untuk melakukan tindakan operasi, padahal kamu mampu. Kenapa kamu selalu mengandalkan saya?""Karena saya percaya sama Dokter. Saya tahu jam terbang saya jauh lebih rendah. Saya belum lama lulus....""Tetapi untuk melakukan tindakan operasi seperti kasus yang terjadi pada ibu Kinanti ini seharusnya bisa dilakukan oleh dokter yang baru lulus spesialis sekalipun. Ini bukan tindakan yang terlalu berat, Hera. Seharusnya kamu mampu." Pria itu mengibaskan tangannya, memberi isyarat agar dokter Hera mengikutinya ke ruangan pribadinya.Mereka menyusuri lorong rumah sakit dengan beriringan, lalu pria itu membawa dokter Hera masuk ke ruangan pribadinya, kemudian menutup pintu."Saya hanya tidak percaya diri, Dok. Pengalaman saya waktu masih ko-as dulu yang terpaksa harus melakukan tindakan....""Saya tahu, tetapi kamu nggak perlu trauma yang mendalam. Kita b

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 125

    Bab 125Aku hanya menatap nanar Mas Aariz yang bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa detik kemudian, terdengar suara guyuran air. Tampaknya dia benar-benar dikejar waktu, karena tidak sampai 10 menit dia sudah keluar dengan tubuh berbalutkan handuk.Dia terlihat seksi dengan penampilan seperti itu. Aku menelan ludahku. Rambutnya yang basah dengan titik-titik air yang membasahi bahu dan pundaknya. Dia pun memakai pakaiannya dengan tergesa-gesa dan melapisinya dengan jas kebesaran, lalu segera keluar dari kamar ini tanpa pamit kepadaku."Dia sudah pergi," gumamku lirih. Aku mulai menggerakkan tubuh. Rasanya tubuhku sakit semua, terutama di area intiku. Mas Aariz ternyata bisa juga bersikap brutal seperti ini, sisi lain darinya yang baru terlihat hari ini. Tubuhku terasa lengket dengan keringat, memaksaku untuk duduk. Aku menyingkirkan selimut tanpa peduli dengan tubuh telanjangku. Toh, tidak ada siapapun di kamar ini. Aku meraih kimono mandi, lalu masuk ke kamar mandi. Berend

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 124

    Bab 124Sesosok pria nampak berdiri tegak dengan tangan bersedekap di dada. Dia berdiri di depan mobil yang barusan kami tumpangi."Mas...." Aku langsung tergagap."Pulang ya. Nanti kita bicara di rumah," tegasnya. Matanya tajam menatapku, membuatku tidak berkutik.Tanpa bicara lagi aku masuk ke dalam mobil. "Pak Maman sudah aku suruh pulang. Jadi akulah yang akan mengantar kalian, supaya kalian bisa segera sampai di rumah, tidak mampir ke mana-mana lagi." Pria itu melirik ke belakang Maya dan Naira yang tengah duduk mamangku anak asuhnya masing-masing. Mereka pun diam dengan mata yang saling menatap.Aku masih diam, tak berani membantah. Lebih baik mengalah, daripada berurusan dengan pemilik muka menyeramkan saat ini.Tak ada sepatah kata pun terucap sepanjang perjalanan, kecuali desah nafas pria itu, bahkan ia tidak melirikku sama sekali. Dia fokus mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sedang.Aku heran, bagaimana bisa pria ini sampai di mall ini? Bukankah tadi katanya dia ti

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 123

    Bab 123"Anak baik, jagoannya Om Keenan, bisakah kita berteman?"Kalimat itu sangat sederhana, tapi sanggup membuat mataku berkaca-kaca. Aku berusaha menahan sekuatnya agar cairan bening ini tidak merembes dari sudut mataku. Jangan ada tangis yang membuat suasana di restoran ini menjadi mellow. Cukup mas Keenan saja yang menangis. Aku tidak boleh ikutan menangis. Di dekat kami ada Donita dan pengasuh anak-anak. Jangan sampai ada yang mengira kami sedang reunian.Kulihat tangan kecil putraku mengepal ke atas. Dia tertawa riang, apalagi saat mas Keenan menciumi wajahnya."Di dekat sini ada wahana permainan anak. Kalau kamu nggak berkeberatan, kita bisa bermain bersama. Kebetulan hari ini libur. Aku dan Donita pun tidak ada pekerjaan. Khusus family time."Aku memandang wajah dua pengasuh putraku. Maya dan Naira hanya mengangkat bahu. Ya, sepertinya ini bukan ide buruk. Hari masih siang dan masih ada waktu kurang lebih satu jam sebelum pulang ke rumah."Baiklah. Aku setuju. Sudah lama ana

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 122

    Bab 122"Bagaimana Mas?" Aku langsung mencecar suamiku dengan pertanyaan. Sejak tadi aku merasa sangat gelisah, mengkhawatirkan soal kondisi pasien itu. Tidak mungkin Nia menelpon dengan nada yang sangat panik seperti itu jika tidak benar-benar gawat."Operasinya sudah selesai dan dia belum sadar. Kondisinya masih dalam pemantauan tim. Semoga saja bisa segera dipindahkan ke ruang rawat biasa."Namun meski jawabannya cukup melegakan, tetapi aku menangkap raut wajahnya yang murung. "Masalahnya apalagi, Mas? Operasinya kan sudah selesai, dan si pasien selamat. Lalu apalagi?""Dokter Hera. Seharusnya yang memberi tindakan itu dokter Hera, bukan aku. Tapi dia nggak mau. Kamu kan tahu sendiri alasannya kenapa?" Pria itu mengingatkanku dengan percakapan dengan Nia saat kami masih berada di mobil."Karena dia nggak berani dan takut ujung-ujungnya bakalan disalahkan sama penanggung jawab pasien. Soalnya pas dirujuk kemari, si pasien dalam kondisi pendarahan yang hebat.""Iya." Pria itu menghe

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 121

    Bab 121"Aku nggak menyangka Mas masih mau menggandeng perempuan hamil ini," sinis Eliana sembari berjalan terus mendekat.Genggaman tangan Donita melonggar. Telapak tangannya sudah berkeringat dingin. Donita merasa sangat gugup. Bagaimanapun, dia hamil diluar nikah dan itu adalah aib bagi seorang wanita.Ini Indonesia, bukan luar negeri. Seorang wanita hamil diluar pernikahan dan memelihara anak sendirian itu bukan hal yang biasa, meski cukup banyak kasus seperti itu terjadi di negeri ini."Apa ada yang salah?" Masih dengan menggandeng Donita, Kenan bergerak perlahan menjauh dari mantan istrinya ini. "Kita sudah bercerai, dan aku bebas menggandeng siapapun.""Tentu saja aku tidak menyangka, mantan suamiku demikian bodohnya mau memelihara wanita yang hamil diluar nikah!""Dan itu karena orang suruhan kamu, pria selingkuhanmu! Seharusnya kamu yang bertanggung jawab, karena sudah menyuruh Roger untuk menghamili Donita, bukan malah memaki-makinya seperti ini. Seharusnya kamu sadar itu!"

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status