Share

Gajian

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2025-01-20 16:10:38

Bab 20

Sejenak aku tertegun. Pria itu bergerak begitu lihai, tak terlihat canggung sama sekali.

Hebat!

Sungguh tak bisa dipercaya jika dokter Aariz bisa melakukan pekerjaan dapur. Ini kejutan. Selama ini aku berpikir jika dokter Aariz hanya piawai memainkan pisau bedah saja.

Aku memilih menumis ati ampela lebih dulu, kemudian membuat nasi goreng. Untung saja bumbu-bumbunya sudah aku persiapkan, karena itu adalah bumbu jadi, tapi buatanku sendiri. Bumbu basah yang biasa menjadi andalanku ketika ingin memasak lebih cepat yang stoknya selalu tersedia di kulkas.

"Harum sekali," komentar dokter Aariz. Terlihat sekali ia sangat puas dengan hasil masakanku.

"Terima kasih sudah bantu saya memasak. Nggak nyangka ternyata dokter Aariz bisa memasak. Kirain hanya bisa memainkan pisau bedah saja." Aku terkekeh.

Pria itu pun seketika tergelak. "Cuma mengiris ati ampela saja, Ifa. Kamu terlalu melebih-lebihkan."

"Itu juga sangat membantu, Dok." Aku segera menyiapkan piranti makan dan mengisi piring
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Menolak Menyusui

    Bab 21Aku mulai mengeluarkan perlengkapan bayi milik Zaid dari dalam lemari. Baju, celana, bedongan, gendongan, kasur bayi, bantal, guling, beberapa kaos kaki dan topi. Ada pula perlengkapan mandi dan perawatan bayi. Semuanya lengkap, tidak kurang suatu apapun, meskipun barang-barang itu berasal dari merk yang harganya murah.Keterbatasan ekonomi membuatku berpikir ulang untuk menyiapkan perlengkapan bayi dengan budget wow, meskipun sebagai seorang ibu aku menginginkan yang terbaik. Itu pun aku harus mencicilnya sedikit demi sedikit dari toko ibu Sabrina."Bener juga, sebaiknya disumbangkan saja, daripada mubazir," ucapku dalam hati. Jika ke depannya aku menikah kemudian punya anak lagi, aku bisa membelinya lagi. Namun fokusku sekarang bukan soal itu. Aku harus menjalankan peranku sebagai ibu susu bayi dokter Aariz ini, dan nanti akan bekerja di perusahaannya seperti yang ia janjikan.Tak sepatutnya aku memikirkan soal jodoh. Aku pun masih trauma dengan yang namanya pernikahan. Pria

    Last Updated : 2025-01-21
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Pergi Ke Panti Asuhan

    Bab 22"Kalaupun aku masih mencintainya, apa dia masih mau untuk dicintai?" Keenan tersenyum pahit seolah memberi gambaran kepada sang ibu jika ia begitu terluka. Menceraikan Alifa, sama artinya dengan melukai dirinya sendiri. Membakar semua barang kepunyaan perempuan itu, sama artinya dengan membakar barang berharganya sendiri.Sampai saat ini, Keenan tidak tahu secara persis, alasan apa yang menyebabkan ibu dan dua kakak perempuannya begitu benci dengan Alifa. Namun yang lebih lucu, mereka memaksa untuk menjodohkannya dengan seorang perempuan yang jauh lebih buruk daripada Alifa, minus kelakuan Alifa yang pernah berselingkuh."Mama nggak akan izinkan kamu untuk rujuk dengan Alifa, walaupun kamu menceraikan Eliana. Lebih baik Mama nggak punya menantu daripada bermenantukan wanita miskin seperti Alifa." Yunita tetap bersikukuh dengan pendiriannya. Perempuan paruh baya itu malah mengepalkan tangan, sembari menunjuk kepada putra bungsunya ini.Apa jangan-jangan karena selama ini dia mer

    Last Updated : 2025-01-22
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Akan Indah Pada Waktunya

    Bab 23"Assalamualaikum, Bunda." Aku mencium bunda Ramlah, pemilik panti asuhan itu."Waalaikumsalam, Nak Ifa. Silahkan masuk," ujarnya ramah. Sebelum menuju panti asuhan ini kami memang sudah mengkonfirmasi kesediaan bunda Ramlah untuk kunjungan kami malam ini. Sebenarnya tidak enak juga berkunjung ke tempat orang malam-malam. Tapi benar, Atta tidak memiliki waktu lain selain malam hari"Mohon maaf jika kedatangan kami malam-malam begini, karena saya dari pagi sampai malam bekerja. Jadi tidak ada yang mengantar Alifa untuk bertamu ke panti ini," jelas Atta setelah ia meletakkan barang bawaannya di lantai."Tidak apa-apa, Nak Atta. Kami merasa sangat beruntung dikunjungi oleh orang-orang seperti kalian. Sudah hampir sebulan ini panti tidak mendapatkan kunjungan dari...."Aku memindai sekelilingku. Bangunan ini memang sudah tua dan sepertinya memang perlu renovasi. Heran, kenapa ada panti asuhan di tengah kota yang kondisinya memprihatinkan seperti ini?"Ada berapa anak di panti ini,

    Last Updated : 2025-01-22
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Liburan

    Bab 24Perdebatan antara dokter Aris dan Atta selalu membuatku takut. Dari awal kakak beradik itu selalu saja beda persepsi. Bahkan penerimaanku sebagai ibu susu Gibran pun penuh drama. Atta yang percaya penuh kepadanya, sementara dokter Aariz yang penuh kehati-hatian, meski akhirnya aku lolos sebagai ibu susu Gibran, karena ASI yang kumiliki berkualitas baik.Tetap saja mereka sering kali silang pendapat.Kamar ini letaknya tidak begitu jauh dari area ruang tamu, dan tentu saja aku bisa mendengar pembicaraan kedua kakak beradik itu. Mereka tengah membahasku. "Apa yang harus kulakukan?" keluhku seraya menatap anak susuanku yang terlelap damai di tempat tidurnya. Wajah polos tanpa dosa itu nampak tersenyum di dalam tidur, entah sedang memimpikan apa."Maaf, karena kehadiran Mama dalam keluarga ini sudah membuat papa kamu dan Om Atta sering bertengkar," bisikku seraya meremas ujung jilbab yang kukenakan. Aku sudah tak tahan lagi. Memutuskan untuk bangkit, keluar dari kamar, dan akhi

    Last Updated : 2025-01-23
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Liburan (2)

    Bab 25"Ya, kalau mereka mau. Kalau nggak, gimana? Kita nggak mungkin memaksakan mas kamu dengan perempuan itu, walaupun terus terang Mama sangat menyukainya.""Aku juga menyukainya, Ma." Atta menimpali dengan santainya."Jangan rebutan dengan kakakmu, Atta! Ingat janjimu. Kalau kamu memang menginginkan perempuan itu, ya jangan disodorkan sama kakakmu!" omel Wardah. Dia menoyor jidat anak bungsunya itu seolah meluapkan perasaan. Ada kekhawatiran di dalam dirinya, takut jika kedua anak laki-lakinya rebutan perempuan."Aku menyukainya sebatas seorang adik kepada kakaknya, Ma. Jangan khawatir. Aku nggak ada perasaan aneh-aneh sama Mbak Alifa. Kalau perhatian memang iya, karena aku kasihan dengan nasibnya. Kupikir Mas Aariz itu pria yang tepat untuk Alifa, lagi pula kita nggak bisa mengharapkan Mbak Winda balik lagi, kan?" beber pria itu. Sedikit meringis lantaran jari telunjuk ibunya cukup kuat menghantam jidatnya."Tentu saja, Atta.""Ngapain juga mereka harus balikan? Mama juga nggak m

    Last Updated : 2025-01-23
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Jalan-jalan Pagi

    Bab 26Bibirku tertarik melengkungkan sebuah senyuman, membalas senyum dokter Aariz yang terkesan ditahan-tahan itu. Entah apa yang menyebabkan ia tersenyum seperti ini. "Bener, Dok! Suasananya sangat mendukung. Rasanya hati ini damai berada disini. Kami menyukai tempat ini.""Dulu saya sering mengunjungi tempat ini, hanya belakangan ini tak pernah lagi, karena sangat sibuk dengan pekerjaan. Kalau kalian merasa senang, kita bisa sering mengunjungi tempat ini, tentu menyesuaikan dengan hari libur saya, itu pun jika tidak ada pasien dadakan ya. Sebagai seorang dokter, saya nggak bisa menolak pasien yang datang dan minta ditangani, apalagi jika mereka adalah pasien yang kondisinya tidak bisa ditangani oleh dokter Amel atau dokter Halimah," papar pria itu."Karena Dokter Aariz yang paling senior di RSIA Hermina," celetuk Naira."Kalau senior sih, saya merasa nggak ya. Tapi benar, jam terbang saya lebih tinggi dibandingkan dua dokter itu. Pihak RSIA Hermina merekrut mereka saat baru saja

    Last Updated : 2025-01-24
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Terkena Pecahan Beling Kaca

    Bab 27"Astagfirullah... Kenapa Mbak?" Suara teriakanku yang cukup keras rupanya membuat seorang pemancing kaget dan berlari mendekatiku. Dia melihat ibu jari kakiku yang berdarah, dan ada pecahan beling kaca di dekat kakiku."Waduh, Mbak. Ada beling kaca rupanya. Pantesan." Pria itu nampak kebingungan. Namun akhirnya mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan ia balutkan di ibu jari kakiku."Ini untuk pertolongan pertama saja, Mbak. Sebaiknya nanti diobati, karena saya lihat lukanya cukup lebar. Darahnya banyak tadi," ucap pemuda itu."Iya. Terima kasih banyak ya. Mas udah nolong saya, jadinya sapu tangan masnya....""Itu cuma sapu tangan, Mbak. Nggak apa-apa, Nanti kalau sudah diobati, sapu tangannya buang aja, nggak usah dikembalikan ke saya.""Wah, jadi nggak enak sama Mas," ucapku sembari menatap ibu jari kakiku."Nggak papa, Mbak. Rumah mbaknya di mana? Biar saya antar pulang. Kayaknya kalau jalan kaki agak susah ini, takutnya nanti darahnya terus mengalir dan jarinya kebu

    Last Updated : 2025-01-24
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Langit Tetaplah Langit

    Bab 28Ah, ribet.Apa mereka pikir gampang banget untuk menjadi menantu keluarga El Fata? Dulu aku menikah dengan mas Keenan dan akhirnya harus tersingkir karena aku berasal dari keluarga miskin.Bahkan mereka menyingkirkanku dengan cara yang sangat menyakitkan, melukai harga diri dan kehormatanku. Keluarga mas Keenan yang tidak sekaya keluarga El Fata saja menolakku, apa kabar dengan keluarga El Fata? Jika hari ini mereka baik, mungkin karena mereka butuh air susuku untuk anggota baru keluarga mereka yang terpisah dari ibunya. Tapi kalau untuk menjadi menantu? Hahaha... Tunggu dulu!Langit tetaplah langit. Tak ada yang bisa berubah. Cinderella hanya ada di dalam cerita dongeng pengantar tidur anak-anak. Dokter Aariz sudah menjanjikan jika masa menyusui berakhir, maka aku akan bekerja di salah satu perusahaan milik mereka. Bagiku itu adalah hal yang bagus, bahkan mereka berjanji akan membantu supaya ijazahku kembali terbit untuk menggantikan ijazah yang sudah dibakar oleh mas Keen

    Last Updated : 2025-01-25

Latest chapter

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 48

    Bab 48"Ke rumah utama?" Aku sangat terkejut. Ini memang sudah lewat seminggu dari momen hari ibu, dan ini adalah hari terakhir tugas dokter Aariz sebelum menjalani masa cuti tahun baru.Di benakku langsung terbayang sosok ibu Wardah. Wanita baik hati itu pasti kini tengah menunggu jawabanku. Tapi apa yang harus kujawab? Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan, termasuk ketidaktahuan dokter Aariz kalau ibunya sudah melamarku untuknya.Aku tidak bisa memprediksi bagaimana sikap dokter Aariz selanjutnya. Apakah ia memarahi ibunya, atau justru memarahiku yang tidak tahu apa-apa?Heran, kenapa bu Wardah bersikap begini? Wanita itu terlihat bijaksana, tapi kenapa malah memperlakukan putranya seperti anak kecil yang harus dipilihkan mainan?Aku benar-benar tidak habis pikir.Aku tidak bisa membayangkan bagaimana terkejutnya dokter Aariz ketika mengetahui jika ibunya sudah menjodohkannya dengan seorang perempuan."Iya, Alifa. Mama meminta kita semua untuk makan malam bersama. Kangen cu

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 47

    Bab 47[Selamat hari ibu, wanita yang hebat!Teriring doa, semoga tetap menjadi seperti ini, memberikan cinta yang besar kepada putramu.Alifa, bolehkah saya minta sesuatu? Saya ingin agar kamu menjadi Ibu yang sebenarnya untuk cucu saya, Gibran dan calon adik-adiknya nanti. Menikahlah dengan Aariz. Saya mohon....]Tubuhku lemas seketika. Bahkan secarik kertas itu terlepas dari peganganku, jatuh ke lantai.Isi kotak itu memang benar sebuah boneka beruang yang cantik dan berukuran mungil. Namun bukan itu saja. Ada sebuah kotak yang ternyata isinya adalah satu set perhiasan bertahtakan berlian. Sepertinya satu set perhiasan ini dipesan khusus, karena kotak perhiasannya tertera logo merek perhiasan itu."Mbak dilamar?" cicit Naira."Aku tidak mengerti, Naira. Ini membingungkan. Aku nggak tahu." Menggunakan tanganku yang gemetar, aku segera membungkus kembali barang-barang itu, berikut dengan kertas yang berisi tulisan tangan bu Wardah. Aku membungkusnya seperti semula, lengkap dengan p

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 46

    Bab 46"Ibu, apa kabar?" Aku mencium tangan yang mulai agak keriput itu. Hari ini RSIA Hermina kedatangan tamu istimewa. Dialah Ibu Wardah Aurora, ibunda dari dokter Aariz El Fata, yang merupakan pemilik rumah sakit ini."Saya sangat sehat dan bahagia, apalagi hari ini bisa berjumpa sama kamu, Alifa. Kenapa jarang sekali main ke rumah utama, hmm...? Saya sangat merindukan cucu saya," ujarnya ramah."Aduh... maaf sekali, Bu. Kebetulan Dokter Aariz maupun Mas Atta belum sempat mengantar. Karena kalau bersama dengan adek Gibran, biasanya saya diantar langsung oleh salah satu dari mereka," jelasku. Sebenarnya agak sungkan juga. Aku melihat jelas dari sorot matanya seperti menahan kerinduan."Wanita yang penurut." Perempuan tua itu mengusap kepalaku, sentuhan yang hangat. "Saya merasa sangat senang, karena di bawah asuhanmu cucu saya tumbuh menjadi anak yang sehat dan bahagia.""Saya senang sekali bisa menyusui dan mengasuh Adek Gibran. Dia menganggap saya seperti ibunya sendiri, Bu." Aku

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 45

    Bab 45Keenan membuka mata dan terlonjak dari tempat duduk. Seketika ia merenggangkan tubuhnya dari wanita yang juga tak kalah kaget, karena ternyata Donita juga memejamkan mata sembari bersandar di bahu pria itu."Bu Eli," tegur wanita itu."Ternyata benar ya, rumor yang beredar jika seorang bos itu biasanya selingkuh sama sekretarisnya. Dan ternyata memang benar sih!" Tangan wanita itu sudah terulur bermaksud menarik Donita, namun Keenan lebih dulu membuat Eliana tidak berkutik. Dia malah menarik Eliana, lalu mengunci sepasang tangan wanita itu di belakang tubuhnya."Lepas, Mas. Kamu apa-apaan sih? Niat banget melindungi pelakor ini?!""Kamu pikir, aku diam saja melihat kamu mau berlaku seenaknya sama karyawan terbaik di perusahaan ini?!" Keenan balas membentak."Tapi dia pelakor, Mas. Aku dengar percakapan kalian barusan. Dia mengompori kamu supaya menceraikan aku!""Saya nggak mengompori Pak Keenan untuk menceraikan Ibu. Cuma yang bener aja sih, logikanya mana ada pria yang tahan

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    bab 44

    Bab 44"Oh... maaf, saya nggak nyadar." Pria itu mengangguk, lalu mendekati ranjang, menatap putranya yang tertidur. Dua buah guling yang berbentuk boneka Keroppi dan Doraemon berada di sisi kanan dan kirinya."Nggak apa-apa, Dok. Kalau Dokter mau istirahat, kami bisa keluar kok. Nanti kalau Adek Gibran bangun, Dokter bisa dipanggil lagi kami," ujarku."Iya benar, saya memang mau istirahat sebentar. Nanti jam 13.30 siang akan ada operasi lagi. Mudah-mudahan tidak ada lagi pasien dadakan.""Oh, kalau begitu baiklah, Dok. Saya dan Naira akan keluar dulu sekalian mau shalat zuhur." Aku menarik Naira dan berjalan menuju pintu, keluar dari ruang peristirahatan itu. Masih ada waktu hampir satu jam, cukup untuk kami shalat zuhur dan makan siang. "Sekarang mbak Alifa seperti nyonya saja. Semua orang di rumah sakit ini hormat sama mbak Alifa," ujar Naira. Saat ini mereka tengah berada di salah satu lorong dan berpapasan dengan para petugas medis yang terlihat tersenyum dan mengangguk hormat k

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 43

    Bab 43"Berasa jadi pengemis kalau begini caranya," gerutu Yuna. Dia terus mengeluh sambil mengamati barang-barang yang dipajang di rak dan mulai memilih barang yang sesuai dengan kebutuhannya."Kamu pakai sabun mandi dan shampo ini saja. Harganya lebih murah," tegur Yunita. Dia mengambil shampo dan sabun mandi cair kemasan reffil yang sudah diletakkan Yuna ke dalam troli, lalu menukarnya dengan shampo dan sabun mandi yang harganya lebih murah. Bukan cuma itu. Dia mengambil odol, sikat gigi, detergen, pelembut pakaian dari dalam troli, lalu menggantinya dengan produk serupa yang harganya lebih murah."Aduh, Ma. Masa Mama hitung-hitungan sama harga. Biasanya juga nggak," keluh Yuna lagi. Tapi dia memilih pasrah saja dan terus mendorong troli mengiringi ibunya."Mika jangan dibiasain lagi makan makanan cepat saji. Itu nggak sehat. Kamu bikin aja sendiri." Lagi-lagi Yunita menegur saat Yuna akan membuka freezer yang berisi dengan nugget, sosis, dan kawan-kawannya."Mana aku bisa bikin ya

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 42

    Bab 42"Kenapa tidak?! Tuhan itu maha baik. Selama ini kalian terobsesi dengan keturunan, sampai melakukan segala cara untuk menyingkirkanku yang dianggap mandul." Tatapanku beralih pada dua orang perawat yang masih sibuk berbelanja. Troli yang mereka dorong sudah hampir penuh. Di samping boneka, pihak rumah sakit juga memberikan hadiah berupa satu set alat makan yang cantik. Harganya memang tidak seberapa, hanya sekedar tanda kecil bahwa pihak ke rumah sakit begitu menghargai setiap pasien yang mempercayakan perawatan diri dan buah hatinya ke rumah sakit Ibu Dan Anak Hermina"Alah... paling-paling juga anak dari pria lain!" seru mbak Yuna."Kalau begitu, kalian menganggap jika Mas Keenan itu mandul?" Aku mengerjapkan mata berkali-kali, sedikit menjahili dua orang yang pernah menyakitiku ini. Rasanya puas juga melihat mereka sepertinya kelimpungan."Tidak mungkin anak saya mandul. Saya saja punya tiga anak kok. Baik dari papanya maupun saya, tidak ada riwayat mandul. Kami sekeluarga

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 41

    Bab 41Sistem penanggalan sudah menunjukkan penghujung tahun, tepatnya pertengahan Desember. Tak terasa aku sudah 7 bulan menjadi ibu susu Gibran. Sang pewaris keluarga El Fata itu tumbuh sehat dan bahagia, tidak kekurangan suatu apapun, meski tanpa sentuhan ibu kandungnya.Sekarang Gibran sudah boleh memakan makanan pendamping ASI. Aku sendiri yang membuat MPASI untuknya. Sedapat mungkin aku tidak membiarkan Gibran memakan bubur instan, meski pengawetnya aman bagi bayi sekalipun.Papanya Gibran itu dokter, dan pastinya akan terus mengawasi apa yang dimakan dan diminum oleh putranya. Jika sedang berada di rumah sakit, aku selalu membuat MPASI di kantin. Pihak kantin memberiku izin untuk membuat MPASI di dapur mereka, tentu karena mengingat Gibran adalah anak pemilik rumah sakit ini.Hasilnya, apa yang dimakan oleh Gibran selalu fresh, sehat dan bergizi.Hari ini aku sengaja membawa Naira ke rumah sakit, karena aku akan berbelanja pernak-pernik untuk peringatan Hari Ibu. Tepat tanggal

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 40

    Bab 40"Ah, tidak. Lupakanlah. Aku juga sedang bercanda. Mengapa kalian terlihat begitu ramai, sampai melupakan ada yang sedang cemberut di sana, tuh?!" Pria itu menunjuk sang kakak yang duduk bersandar di sofa. Pria itu sudah melepas jas putih miliknya dan menyandarkan di sofa pula."Siapa yang cemberut? Aku hanya sedikit lelah. Kamu pikir menghadapi pasien dengan segala macam wataknya itu urusan gampang?!""Resiko pekerjaan itu, Mas. Mas sendiri kan yang memilih menjadi seorang dokter? Gara-gara Mas memilih menjadi seorang dokter, akibatnya akulah yang kebagian tugas mengelola perusahaan Papa...." Atta mulai mengoceh, seperti biasanya ia menjahili sang kakak."Sok sibuk kamu! Kamu hanya kebagian mengurus Hotel Permata, sementara perusahaan yang lain, sudah ada orang kepercayaan Papa yang mengurus. Gitu saja kok mengeluh?!""Habis Mas duluan yang mengeluh....""Saya bukan mengeluh, wahai Attalarich El Fata." Pria itu memanggil nama panjang adiknya lantaran sedikit kesal. "Aku hanya i

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status