Reza melirik Lisa, kemudian menepis tangan perempuan itu dari pundaknya. Reza pun memilih kembali ke kamar, lagian dia ada pekerjaan, jadi tak mau menghabiskan waktu dengan menanggapi Lisa. Sementara perempuan bernama Lisa itu malah tersenyum puas, dia merasa yakin kalau Reza akan tergoda dengannya. Hanya tinggal menunggu waktu, dia pasti bisa mendapatkan Reza. Lisa pun kembali menyuapi Mama Diana.Terlihat Reza menghela napas, menyenderkan tubuhnya di kursi sembari memijat keningnya. Pekerjaannya kali ini cukup menguras pikirannya, tiba-tiba suara pintu terbuka membuatnya langsung mengalihkan pandangan. Ekspresinya berubah seketika begitu mendapati Lisa yang tersenyum manis padanya. “Mas Reza mau dibuatkan minuman?”“Tidak!” Jawaban singkat itu yang Lisa dapatkan.Bukannya pergi, Lisa malah melangkah semakin dekat yang membuat Reza memutar bola matanya karena jengah. Dia berusaha membuang muka, mengabaikan Lisa dengan sikapnya yang menjengkelkan itu. Lisa duduk di ujung tempat tidur
“Ngapain sih, aku lagi kesel sama kamu!” gerutu Via. “Aku gak ngapa-ngapain, malahan dia yang dari tadi rayu aku,” balas Reza. Reza menceritakan semuanya, mulai dari Lisa yang mandi di kamar mereka dan tiduran di tempat tidur mereka. Bahkan dia terus menggoda Reza. Semuanya Reza ceritakan, tetapi Via tidak percaya karena dia sudah mengenal Lisa cukup lama dan tahu bagaimana sifat juga karakter perawat yang dia rekrut itu. “Di teman kecil aku loh, kita sama-sama dari kampung dan aku tahu gimana dia!” ujar Via tak mau kalah. Wajahnya masih ditekuk dengan bibir yang sedikit maju. Via kesal, dia cemburu, tetapi tentu saja Via tak mau kalau Reza tahu soal perasaannya. Reza menghela napas, tak akan ada ujungnya berdebat dengan Via yang kini sedang marah. Yang ada istrinya itu akan tambah marah lagi dan tak mempercayai dirinya. Reza memegang tangan Via, walau menolak dan berulangkali ditarik kembali, tetapi Reza terus menarik tangan Via dan menggenggamnya dengan kuat. “Maaf, aku beneran
"Masak sendiri aku sibuk hari ini!" Reza malah menggeleng kuat dan masih menatap Via, membuat perempuan itu menghela napas. Di rumah itu tak ada asisten rumah tangga, jadi urusan memasak adalah tanggungjawab Via. Namun, sekarang dia sudah siap dengan pakaian formal dan sudah merias wajahnya juga. Via sudah siap untuk pergi ke acara opening kliniknya, tetapi melihat ekspresi Reza akhirnya dia mengalah, Via menekuk wajahnya dan menghentakkan kaki karena kesal. Walau begitu, dia tetap keluar kamar dan pergi ke dapur untuk memasak.Via menggulung lengan bajunya dan mulai memasak, sementara Reza pergi mandi. Selesai mandi Reza langsung ke dapur melihat Via yang masih belum selesai dengan masakannya. “Mau aku bantuin?” tawar Reza.“Duduk aja!” balas Via dengan sedikit ketus.“Jangan marah dong, aku Cuma mau kamu lebih tenang aja. Sekarang kamu bos, gak terikat sama aturan, jadi gak harus terburu-buru. Masih marah?” tanya Reza lagi sembari memiringkan kepalanya melihat wajah Via.Via tak me
Semua hal yang berkaitan dengan pembukaan klinik sudah selesai. Via mengembus napas lega seraya menatap puas dekorasi yang terpasang rapi dan sesuai dengan keinginannya. Meski cukup menguras tenaga dan pikiran, tetapi Via sangat menikmati setiap prosesnya. “Emm… . “ Via menggeliatkan badan yang terasa cukup pegal. Dia juga memijat leher yang lumayan terasa tegang. “Akhirnya.” Randi yang tengah berdiri di samping kiri Via ikut menggeliatkan badan sambil sama-sama menatap hasil kerja mereka. “Aku antar pulang,” kata Randi lagi. Melihat Via yang tampak kelelahan dia tak tega membiarkan gadis itu untuk pulang sendirian. Karena sudah malam dan lelah juga, Via menerima tawaran Randi tanpa basa-basi. Pada dasarnya dia juga ingin segera sampai di rumah dan beristirahat. Mengisi ulang energi untuk hari esok. Sesampainya di depan rumah, Via turun dari mobil Randi dan pamit untuk masuk. Akan tetapi, Randi menahannya. “Bolehkah aku ikut masuk, aku ingin menjenguk ibu?” tanyanya. Via tak lan
Reza melanggang berjalan tanpa memedulikan Lisa yang berada di belakangnya. Beberapa kali Lisa memanggil, namjn Reza Acuh. Sesampainya di rumah, tanpa membuang waktu Reza langsung membuka pintu karena ingin segera menjauh dan berhenti mendengar ocehan Lisa tentang masa lalu dirinya, Via, Randi, dan Raysa yang sejak awal hanya didominasi oleh cerita keburukan Via yang berusaha menggoda dan mengambil Randi dari sisi Raysa. Sungguh membosankan. “Berhentilah. Aku sudah cukup mendengar apa yang ingin kudengar,” ucap Reza dengan tekanan di setiap katanya. Dia menatap tajam Lisa untuk sekilas sebelum akhirnya berjalan ke arah dalam rumah. “Kalian kenapa bisa bersama?” tanya Via yang baru saja melihat keadaan ibunya. Dia mematung di ruang tengah sambil melihat Reza yang berjalan sambil diekori oleh Lisa. Melihat keingintahuan yang tampak jelas di mata Via, seketika terbersit niat jahil di benak Reza. “Karena kami memang pergi bersama,” jawab Reza. Mendengar jawaban Reza, Lisa seketika s
Reza baru saja keluar dari kamar mandi usai membersihkan mulut, tak sengaja mendengar gerutuan Via. “Kenapa, lagi dia?” tanyanya. “Tidak ada. Aku hanya merasa lumayan kesal pada Lisa. Kenapa tiba-tiba mengajukan pertanyaan sepeti itu. Kepo sekali,” jelas Via seraya memuta bola mata dan mengembus napas menunjukan kekesalanya. “Bukankah sudah aku katakan jika Lisa tidak sebaik yang kamu pikirkan.” “Apa maksudnya itu? Dia hanya bertanya dan aku rasa tidak ada yang salah, itu wajar.” Alih-alih memikirkan pendapat Reza, Via malah bertambah kesal. Baginya, Reza terlalu buru-buru menilai orang. Padahal dia belum kenal dengan Lisa. “Jika kamu merasa itu wajar, lantas kenapa kesal?” Via terdiam. Perkataan Reza memang ada benarnya. Namun, dia tidak ingin mengakui itu dan mencari pembenaran yang lebih positif. “Hanya kesal saja karena itu terjadi secara mendadak. Selain itu, dia bertanya saat aku makan. Itu cukup mengganggu,” katanya. Kemudian, dia beralih pada meja kerja dan duduk di
Raysa termenung di depan meja rias. Dia bingung antara harus datang atau memilih untuk abai atas undangan pembukaan klinik yang diberikan oleh Randi. Di satu sisi dia ingin datang, tetapi di sisi lainnya dia masih merasakan sakit atas pengkhianatan yang dilakukan pria itu tempo dulu. Meski sadar jika semua itu hanya bagian dari masa lalu. Salah satu fase yang pasti dialami semua orang, tetapi Raysa masih tidak bisa menyangkal rasa sakit yang ditinggalkan oleh Randi. Bahkan masih terasa sampai kini karena memang cukup membekas. Bagaimana tidak, Randi adalah cinta pertama bagi Raysa. Cukup sulit mengubur kenangan yang sudah terukir di antara dirinya dan Randi. Meski ingin, tetapi pada akhirnya Raysa masih tetap tak bisa melepas semua hal tentang pria itu begitu saja. Jangankan bertemu dan bertatap muka secara langsung, terkadang hanya sekadar mendengar nama dan cerita tentang Randi saja rasa sakit hati dan kecewa itu masih menghantui perasaan Raysa. Terkadang wanita itu ingin berdama
Waktu yang disepakati pun tiba. Candra menelepon Raysa dan memberi kabar bahwa dirinya berangkat bersama eyang Wiryo dan bermaksud untuk memperkenalkan mereka.“Apa harus sekarang?” tanya Raysa“Aku rasa ini waktu yang tepat untuk memperkenalkan kamu sama eyang. Tenang saja, eyang orangnya baik, kok.” Candra coba meyakinkan. “Baiklah kalau begitu. Aku sudah di jalan, kita bertemu di sana.” “Iya. Hati-hati,” ucap Candra. “Hal yang sama denganmu,” balas Raysa yang kemudian mematikan telepon dan kembali fokus pada jalanan. Sementara itu, eyang Wiryo berangkat dengan penuh keyakinan tentang rencana perjodohannya. Bagaimanapun dia ingin menyatukan Candra dengan Via dan Reza dengan Nadia. Menurutnya dua gadis itu sudah paling pantas dan terbaik untuk masing-masing cucunya. Keyakinan dan kepercayaan dirinya semakin bertambah karena menurut eyang Wiryo, Reza dan Nadia sudah aman. Dengan demikian, misinya kali ini hanya tinggal menyatukan Candra dan Via. ‘Aku yakin semua akan berjalan de