Waktu yang disepakati pun tiba. Candra menelepon Raysa dan memberi kabar bahwa dirinya berangkat bersama eyang Wiryo dan bermaksud untuk memperkenalkan mereka.“Apa harus sekarang?” tanya Raysa“Aku rasa ini waktu yang tepat untuk memperkenalkan kamu sama eyang. Tenang saja, eyang orangnya baik, kok.” Candra coba meyakinkan. “Baiklah kalau begitu. Aku sudah di jalan, kita bertemu di sana.” “Iya. Hati-hati,” ucap Candra. “Hal yang sama denganmu,” balas Raysa yang kemudian mematikan telepon dan kembali fokus pada jalanan. Sementara itu, eyang Wiryo berangkat dengan penuh keyakinan tentang rencana perjodohannya. Bagaimanapun dia ingin menyatukan Candra dengan Via dan Reza dengan Nadia. Menurutnya dua gadis itu sudah paling pantas dan terbaik untuk masing-masing cucunya. Keyakinan dan kepercayaan dirinya semakin bertambah karena menurut eyang Wiryo, Reza dan Nadia sudah aman. Dengan demikian, misinya kali ini hanya tinggal menyatukan Candra dan Via. ‘Aku yakin semua akan berjalan de
“Maaf, aku buru-buru datang karena tadi mendengar teriakan Via,” balas Lisa sambil menunduk dalam. “Tetap saja. Lain kali jangan asal masuk.” “Aku benar-benar minta maaf. Ngomong-ngomong, kamu mau kemana? Cantik sekali,” tanya Lisa sambil memperhatikan penampilan Via. “Ada acara di perusahaan,” jawab Via. “Kepo sekali,” ujar Reza sambil memutar bola mata. “Sudahlah.” Via memegang lengan Reza. Berusaha menenangkan pria yang kepalanya sedang dipenuhi emosi itu. Bagaiamanapun, Via tidak ingin Reza sampai mengomeli Lisa dan membuat gadis itu tidak betah. “Oke.” Reza merapikan jas yang dipakainya. Kemudian, menggandeng tangan Via dengan mesra. “Aku akan berhenti karena sekarang juga sudah siang. Mari berangkat, jika tidak ingin terlambat,” Melihat adegan itu, perasaan Lisa dipenuhi rasa tidak suka. Selain itu, dia juga merasakan sebuah cubitan ketika tangan Via dan Reza bergandengan. Dia iri dan sangat ingin menggantikan posisi Via. Sayangnya, dia tidak bisa melakukan itu. S
Eyang Wiryo sibuk berkutat dengan segala hal yang berkaitan dengan perjodohan Candra dengan Via, tiba-tiba Candra datang. Pria itu duduk di samping eyang Wiryo tanpa kata. Sebelum memutuskan untuk mendekat, Candra sempat melihat jika eyang Wiryo sedang meneteskan air mata. “Ada apa, Eyang?” tanya Candra setelah melihat keadaan neneknya lebih tenang. “Seseorang yang ingin eyang temui tidak ada di sini dan eyang bingung harus mencari ke mana karena mereka tidak meninggalkan alamat baru ataupun no telepon,” jawab eyang Wiryo dengan nada bicara yang terdengar sedih. “Begitu rupanya.” Candra mengedarkan pandangan ke sekitar, di satu sisi dia mengerti kegelisahan sang nenek, tetapi di sisi lain dia sudah sangat ingin pergi untuk menemui Raysa dan memperkenalkannya pada eyang Wiryo. “Bagaimana jika aku akan bantu mencari mereka, Eyang. Namun, sebelum itu aku ingin mengajak eyang untuk makan sekaligus bertemu dengan Raysa terlebih dulu. Masih ada waktu sebelum acara dimulai,” ajak Candra
Via menemui manager restoran dan menanyakan tentang kesiapan pesanannya. Setelah memastikan semua siap dan aman dia pamit karena harus segera ke klinik untuk mengecek persiapan yang lainnya. Meski sudah ada Randi, tetapi Via merasa tidak enak jika harus terlalu mengandalkannya. Tepat beberapa langkah di pintu masuk, Via berhenti karena berpapasan dengan Raysa. Bukan ingin menyapa, tetapi terpaksa berhenti karena saudara tirinya tersebut tiba-tiba saja memegang tangan dan menahannya. “Apa-apaan?” tanya Via sambil memutar bola mata. Dia sangat tidak ingin berdebat saat ini. “Penampilanmu rapi sekali.” Raysa menatap Via dari atas sampai bawah dengan raut penasaran. Dia yang semula ingin bertemu dengan Candra seketika sedikit membelokan arah ketika melihat Via yang terlihat rapi dengan balutan dress casual tanpa lengan. “Apa itu masalah untukmu? Kenapa semua hal tentangku menjadi sangat berkesan untukmu?” tanya Via seraya melepaskan tangannya dari genggaman Raysa. “Sebenarnya tidak. N
Diantara Raysa, Candra, dan eyang Wiryo mereka semua terasa canggung. Chandra merasa senang setelah eyang Wiryo memberitahu pria itu bahwa ingin menjodohkan Via dengannya, padahal mereka baru bertemu beberapa kali. Lain Candra lain hatinya Raysa. wanita itu merasa kesal karena Candra memperkenalkan Raysa sebagai temannya. “Maaf, sebelumnya, Eyang. Sepertinya saya harus segera pergi karena ada urusan lain,” ucap Raysa pada akhirnya. Dia memilih untuk pamit bahkan tanpa basa-basi terlebih dulu. “Tapi makanannya belum datang dan bukanlah kamu mengajakku untuk pergi ke acara pembukaan klinik temanmu?” tanya Candra yang tentu saja merasa serba salah sebenarnya. “Acaranya batal. Maaf, tapi aku benar-benar harus pergi sekarang.” Raysa bangkit dan membungkuk pada eyang Wiryo sejenak sebelum akhirnya benar-benar pergipergi dari hadapan wanita itu. Sesampainya di mobil, Raysa melampiaskan amarah dengan memukuli setir. Pundaknya naik turun seiring dengan napasnya yang memburu. Dia mendapat
Reza melajukan mobilnya tanpa bicara sepatah kata, dan Via berpikir jika Reza akan pergi ke klinik, tetapi pria itu malah membelokkan mobil ke sebuah pusat perbelanjaan yang Via tahu jika itu milik Nadia dan tak jauh dari lokasi klinik. “Mau ngapain?” tanya Via dengan alis yang tertekuk sempurna. “Tidak mungkin kamu menghadiri pesta dengan baju seperti itu bukan? Jadi, turunlah aku akan memberikanmu baju,” jawab Reza. Via terdiam. Apa yang dikatakan oleh Reza memang benar, tetapi dia juga enggan untuk keluar dan berkeliaran di mall dengan baju yang robek. “Tidak aku akan menunggu di sini,” ucap Via pada akhirnya. “Baiklah. Kalau begitu tunggu di sini.” Reza bergegas masuk ke mall sementara Via menunggu di mobil sesuai kesepakatan. Namun, ketika Reza tidak lagi terlihat oleh pandangan, terlintas sesuatu dalam benak Via. “Memangnya dia tahu ukuran bajuku,” gerutu Via yang pada akhirnya memilih untuk mengikuti Reza. Di dalam mall, tanpa diduga Reza bertemu dengan Nadia. Terin
Dari tempat parkir, Reza bisa melihat jika Via masuk lewat pintu belakang. Dia pun bergegas menyusul, tetapi Via yang masih marah tentu saja menolak keberadaannya. Dia bahkan sampai menendang kaki Reza dan mengusirnya untuk keluar. Berhasil mengeluarkan Reza, Via dengan segera mengunci pintu karena tak ingin terlibat dengan Reza dulu untuk saat ini. Sementara Reza terus berteriak dan meminta Via agar membuka pintu dan membiarkannya masuk. Selain itu, Reza juga terus meminta maaf dan mengatakan bahwa itu benar-benar sebuah ketidaksengajaan. “Aku tidak peduli, yang jelas keberadaanmu selalu membuatku terkena sial. Jadi, pergi saja sana. Aku tidak mau bertemu denganmu,” jelas Via. “Via aku mohon.” “Aku bilang pergi. Apa kupingmu tidak bekerja dengan baik sehingga terus mengabaikan perkataanku? Dasar menyebalkan!” Via menendang pintu kemudian bergegas menuju gudang. Di gudang Via membuka sebuah dus dan mencari baju untuk karyawan baru. Dia benar-benar tidak punya pilihan karena waktu
Semua undangan telah memasuki area gedung klinik. Masing-masing sudah mengambil tempat duduk dan siap untuk memeriahkan acara pembukaan. Termasuk pula Raysa yang mengmabil tempat duduk paling depan karena ingin melihat Randi lebih jelas ketika pria itu menyampaikan sambutan. Selain itu, dia juga ingin kehadirannya disadari oleh sang mantan. Suasana riuh memenuhi ruangan yang memang dikhususkan untuk pesta. Sebelum pembukaan dimulai, para tamu saling berbincang. Tamu yang datang dari berbagai kalangan dan juga usia. Termasuk juga anak-anak kecil yang tentu saja sengaja dibawa oleh kedua orang tua mereka. Itu bukan masalah karena Via tak memasang batas usia. Dari balik tembok Via memperhatikan semuanya. Dia tersenyum senang melihat para tamu yang menyempatkan waktunya untuk menghadiri pesta pembukaan klinik miliknya. Meski yang mereka tahu itu adalah acara milik Randi, tetapi Via tetap merasa senang karena memang itu yang dia inginkan. Di tengah keramaian yang ada, mata Via tiba-tiba