Kedua orang itu menuruni mobil dengan santai. Mereka menatap Eleanor dengan sorot mata mencela. Tiara berkata, "Kak, maaf. Aku nggak sengaja. Kamu nggak terluka, 'kan?""Nggak sengaja?" Eleanor menatap mereka dengan wajah datar. Jalanan begitu luas. Kenapa mobil malah menyerbu ke arahnya? Jelas sekali, kedua wanita ini berniat jahat padanya. Jika terlambat sedetik saja, Eleanor mungkin sudah tertabrak."Jadi, yang sengaja itu gimana? Yang langsung menabrakku sampai mati?" sindir Eleanor.Karena tidak ada siapa pun di sini, kedua wanita itu pun tidak berpura-pura lagi. Tiara mendengus. "Kenapa memangnya kalau kamu tertabrak dan mati? Paling-paling aku bayar kompensasi. Cuma sekitar 4 miliar kok. Lagian, kamu nggak berhak berkomentar karena nggak tertabrak. Kamu mau memeras kami ya? Kamu semiskin itu?""Sebenarnya bisa saja kalau kamu mau memeras uang kami. Berbaring saja di tanah, lalu berguling-guling. Mungkin saja, kami bakal kasihan melihatmu seperti itu."Tiara terkekeh-kekeh, lalu
Bam! Eleanor menghantamkan kepala Yoana ke mobil mewah mereka yang seharga puluhan miliar. "Ya, kamu benar. Kenapa kamu nggak melakukan seperti itu? Karena aku masih hidup, sudah seharusnya kamu menerima konsekuensinya. Yoana, Eleanor yang dulu sudah mati. Sekarang giliran kalian yang mati."Kepala Yoana terasa pusing. Sekujur tubuhnya terasa sangat tidak nyaman sekarang. Dia mengira semua sudah berakhir, tetapi kakinya tiba-tiba terasa sakit. Yoana sontak berteriak kesakitan, "Ah!"Eleanor sedang menginjak kaki Yoana yang terluka. Dia menatapnya dengan dingin sambil berkata, "Bukankah aku sudah memperingatkanmu untuk jangan menggangguku? Aku akan membalas setiap perbuatan yang kamu lakukan kepadaku. Kenapa kamu bandel sekali?"Sambil berbicara, Elvina bisa melihat ada sebuah sosok yang menerjang ke arahnya. Dia sontak menghindar.Tiara yang mengangkat batu dan hendak menghantamkannya ke kepala Eleanor pun tidak sempat berhenti. Seketika, batu seukuran kepalan tangan itu terjauh dan me
Tiba-tiba, sebuah tangan besar menyodorkan sebungkus tisu kepada Eleanor. Sopir memakai topi dan tidak mengatakan apa pun, hanya menyodorkan tisu.Eleanor menerimanya. "Terima kasih." Dia jarang sekali menampakkan sisi lemahnya di hadapan orang luar. Jadi, dia buru-buru menyekanya air matanya.Mobil segera berhenti. Eleanor turun. Pria itu memandang sosok belakangnya lekat-lekat dan melepaskan topinya. Terlihat wajah tampan Charlie. Saat ini, ekspresinya terlihat datar dan tatapannya terlihat suram.Setibanya di rumah, Eleanor melihat hanya ada Tarimi. Harry tentu berada di rumah Jeremy. Tarimi menghampiri saat melihat rona wajah Eleanor yang kurang baik. "Nona, ada apa? Kenapa pucat sekali? Kamu sakit ya?"Eleanor menggeleng. "Nggak kok.""Kamu sudah makan belum?""Belum.""Kalau begitu, aku masak ....""Nggak usah repot-repot. Harry pergi beberapa hari ini. Kamu biasanya sangat lelah, jadi pakai saja beberapa hari ini untuk istirahat. Nggak usah mencemaskanku.""Mana bisa begitu, seb
Vivi mengangguk. Eleanor baru melepaskan tangannya. Vivi menarik napas dalam-dalam sebelum berkata, "Kamu ini buat aku kaget saja. Aku kira kamu kenapa."Vivi tidak sengaja melihat foto di atas meja. Dia bertanya, "Ini ibumu, 'kan?""Kamu sedih karena teringat ibumu?"Eleanor duduk kembali di kursinya. "Ya."Vivi tahu tentang masalah ibu Eleanor. Ibunya tidak berkabar selama bertahun-tahun. Entah masih hidup atau sudah meninggal. Hal ini tentu sangat menyiksa Eleanor.Vivi berjongkok di samping Eleanor, lalu berucap dengan lembut, "Jangan cemas, ibumu sangat pintar. Dia pasti baik-baik saja. Suatu hari pasti ketemu."Eleanor juga berpikir demikian. Dia mengangguk dengan kuat, lalu memaksakan senyuman. Sambil mengamati penampilan Vivi, dia bertanya, "Kamu dari bar ya?""Ya. Demi kamu, aku mencampakkan teman-temanku itu. Aku sangat menyayangimu, 'kan?"Tatapan Eleanor menjadi agak lembut. "Kamu mau balik saja nggak?""Tentu saja ... nggak." Vivi memutuskan untuk menemani Eleanor. Dia tid
Harry melihat kunci mobil di tangan Jeremy dan berkedip sejenak sebelum diajak masuk ke dalam mobil. 'Hmm, sepertinya Jeremy akhirnya mengalah,' pikirnya.Di dalam mobil, Jeremy menelepon Eleanor.Vivi yang melihat ponsel Eleanor berdering di dalam tasnya sementara Eleanor belum kembali, mengambil inisiatif untuk menjawabnya. "Halo?"Jeremy langsung tahu itu bukan suara Eleanor. "Siapa kamu?"Mendengar suara Jeremy, Vivi langsung ketakutan hingga hampir menjatuhkan ponselnya. Dia buru-buru memegangnya dengan kedua tangan. "Halo? A ... aku Vivi.""Kenapa ponsel Eleanor ada padamu?""Eleanor minum sedikit alkohol dan mungkin agak mabuk. Dia baru saja keluar untuk menghirup udara segar dan belum kembali. Ada perlu apa?"Mendengar keramaian di latar belakang, Jeremy bertanya, "Kalian di mana?""Di bar.""Alamatnya?""Ka ... kamu mau ke sini?" Vivi langsung gelisah dan berdiri spontan."Ada masalah?"Melalui telepon saja Vivi bisa merasakan aura mengintimidasi yang menakutkan. Kalau dia bi
Saat itu, seseorang kebetulan keluar dari toilet. Jeremy ragu sejenak, lalu maju dan bertanya, "Di dalam masih ada berapa orang?"Gadis itu terpaku sesaat. Matanya berbinar menatap wajah Jeremy. Dengan terbata-bata, dia menjawab, "Sepertinya ... masih ada dua orang. Salah satunya tadi jatuh ...."Tanpa banyak bicara, Jeremy melangkah masuk.Di dalam toilet, hanya ada Eleanor dan seorang gadis lain yang sedang membantunya berdiri. Jeremy berjalan mendekat, meraih lengan Eleanor dan mengangkatnya. Gadis yang tadi membantu Eleanor kaget melihat pria tiba-tiba masuk.Eleanor yang saat itu mabuk berat mengangkat kepalanya. Rambutnya yang berantakan menutupi sebagian wajahnya, sementara wajah cantiknya tampak memerah.Dia membuka matanya yang tampak mabuk dan menatap Jeremy dengan samar-samar, seolah-olah tidak mengenalinya. Mungkin juga karena dia tidak percaya Jeremy akan muncul di kamar mandi wanita. Eleanor langsung waspada dan mendorongnya menjauh."Kamu siapa? Jangan sentuh aku ...."M
Paling disayang!Jelas itu nama seorang pria.Wajah Jeremy yang baru saja sedikit tenang kembali berubah menjadi muram. Dia paling dibenci, tapi Eleanor paling menyayangi pria bernama Harry!Bagus! Ada Daniel, ada Harry. Berapa banyak pria sebenarnya yang ada di sekitar wanita ini?Toilet menjadi sunyi. Jeremy benar-benar ingin mencekik wanita ini.Melihat Eleanor bersandar di dinding dan perlahan meluncur ke bawah, Jeremy sama sekali tidak berniat membantunya. Biar saja pria yang paling dia sayangi, Harry, yang mengurusnya!Saat Jeremy sedang kesal, suara langkah kaki terdengar dari luar. Beberapa wanita masuk ke toilet sambil bercanda dan tertawa. Jeremy mengerutkan alis. Dia sama sekali tidak ingin disangka orang aneh.Mendengar langkah kaki semakin mendekat, Jeremy mengumpat pelan, lalu segera mengangkat Eleanor dan membawanya masuk ke salah satu bilik.Para wanita itu bercermin di wastafel sambil mengobrol santai.Di dalam bilik, Eleanor yang tidak nyaman dipeluk mulai meronta-ron
Harry terkejut dan langsung mendongak memandang Jeremy dengan penuh ketidakpercayaan.Apa? Dia mau menyelidikiku? Kenapa? Kenapa Jeremy tiba-tiba ingin menyelidikinya? Dan bagaimana Jeremy bisa tahu namanya?Keringat dingin mengalir di punggung Harry."Ya, cari informasi tentang dia, laporkan semuanya dengan detail. Juga cari tahu apa yang Eleanor lakukan tadi malam dan siapa yang dia temui." Setelah berkata demikian, Jeremy langsung menutup telepon.Harry yang melihat wajah Jeremy yang penuh amarah, bertanya dengan hati-hati, "Papa, kenapa kamu mau selidiki orang itu?"Jeremy menggertakkan giginya. "Karena dia adalah selingkuhan ibumu!"Wajah mungil Harry tampak tak percaya. "Papa, kamu ... yakin?""Dia sendiri yang mengatakannya," jawab Jeremy dengan geram.Harry hampir tertawa. Dia benar-benar ingin memberi tahu Jeremy bahwa dirinya ini adalah Harry yang disebut selingkuhan itu. Dia penasaran seperti apa ekspresi Jeremy kalau mengetahuinya.Mobil itu segera tiba di vila Keluarga Adr
Yoana merasakan sakit yang luar biasa. Dia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari Jeremy benar-benar akan memperlakukannya seperti ini demi Eleanor.Saat Jeremy menembak 3 kali, Andy yang berdiri di samping hanya bisa menyaksikan dengan ngeri. Akhirnya, dia maju dan mengingatkan, "Bos, kalau terus menembaknya, dia akan mati. Takutnya, pihak Keluarga Pratama nggak akan tinggal diam."Bagaimanapun, Yoana adalah Nona Besar Keluarga Pratama. Jika dia mati seperti ini, mereka pasti tidak akan membiarkannya begitu saja.Jeremy melirik Yoana yang tergeletak di lantai seperti seonggok daging tak bernyawa, matanya dipenuhi dengan kebencian yang dalam. Dia melemparkan pistol di tangan ke Andy, lalu mengambil saputangan yang diberikan Andy. Sambil mengelap tangan, dia berucap dengan suara dingin, "Kematian terlalu mudah baginya."Kematian sering kali merupakan bentuk pembebasan terbaik. Saat ini, Yoana bahkan tidak pantas untuk mati."Panggil dokter untuk mengobatinya. Nggak perlu menggunakan
"Bu Vivi, bos kami juga sangat sedih. Tolong tenang." Andy maju untuk menarik Vivi menjauh.Vivi tiba-tiba terjatuh di atas pasir, wajahnya penuh air mata. "Dosa apa yang telah Eleanor lakukan sampai harus bertemu denganmu? Sebenarnya keuntungan apa yang dia dapatkan?""Semua ini salahmu, salahmu! Berengsek! Untuk apa kamu berlutut di sini? Saat dia masih ada, kamu nggak menghargainya. Sekarang dia sudah nggak ada, untuk apa kamu pura-pura sedih di sini?"Entah kalimat mana yang memicu emosi Jeremy, tetapi cahaya di matanya semakin dingin. Akhirnya, dia mendongak dan menatap Vivi dengan tegas, "Dia nggak mati. Dia hanya marah padaku dan sembunyi. Aku akan menemukannya. Aku pasti akan menemukannya dan membawanya pulang."Jeremy meyakinkan dirinya sendiri. Eleanor hanya sedang marah dan tidak mau memaafkannya. Selama amarahnya reda, dia pasti akan kembali.Selama Eleanor kembali, apa pun yang wanita itu inginkan akan diberi, entah itu orang atau nyawa, semuanya akan diberikan. Asalkan di
"Ah! Jangan pukul lagi .... Lepaskan, ah ... ah! Tolong! Tolong ....""Aku akan membunuhmu, Yoana! Kamu memang pembawa sial! Kamu berkali-kali mencelakai Jeremy! Aku akan membunuhmu!" pekik Bella.Simon memegang keningnya, menutup mata, dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian, dia melambaikan tangan dengan tak berdaya. "Seret dia.""Segera siapkan mobil, panggil semua orang untuk mencari! Cepat, cepat sedikit!"....Jeremy mencari di laut selama setengah jam penuh. Tidak ditemukan! Tidak ada yang ketemu!Jeremy terus memperluas area pencariannya. Permukaan laut terasa sunyi dan mencekam, tak seorang pun berani bersuara.Semua orang tahu, dengan ombak yang begitu besar tadi, orang yang terluka dan tersapu ombak selama setengah jam tanpa ditemukan ... tidak akan berakhir baik."Nggak mungkin, Eleanor bisa berenang! Dia akan baik-baik saja, pasti baik-baik saja ...." Jeremy terus mencari tanpa lelah.....Eleanor tidak tahu bagaimana akhirnya dia bisa sampai ke tepian. Ombak dingin terus
Justin segera menopang tubuh Simon dengan kedua tangannya dan menepuk dada Simon untuk menenangkan dirinya. "Tuan Simon? Tuan Simon? Tuan, bertahanlah. Cepat panggil dokter. Cepat!"Namun, dua menit kemudian, sebuah kabar datang lagi lebih cepat daripada datangnya dokter. "Tuan Simon, ada kabar dari sana bilang Tuan Jeremy baik-baik saja. Dia tidak jatuh ke laut."Simon pun menarik napas dalam-dalam dengan bantuan Justin, tatapannya akhirnya terlihat kembali bersinar. Dia langsung memerintah dengan lantang dan suara yang serak, "Jadi, dia sudah kembali? Uhuk uhuk. Dia sudah kembali? Cepat suruh dia pulang!"Pada saat itu, seorang pengawal lainnya yang baru saja menutup telepon bergegas masuk ke ruangan itu. "Tuan Simon, Tuan Jeremy ...."Simon segera maju dan bertanya, "Ada apa dengan dia?""Nona Eleanor jatuh ke laut, jadi Tuan Jeremy ikut melompat untuk mengejarnya," jawab pengawal itu.Wajah Simon yang baru saja pulih pun kembali pucat, Justin juga segera menopang tubuhnya dengan si
Eleanor menahan napasnya saat melihat tangan besar yang sedang mencengkeram belati yang tajam itu. Darah pun terus menetes ke wajahnya dari ujung belati itu.Jeremy berdiri di sana dengan wajah yang pucat dan kening serta pipi kanannya terluka akibat benturan. Bahkan pakaiannya pun sudah robek karena tergores benda tajam. Penampilannya terlihat sangat berantakan.Melihat Jeremy yang menggigit bibirnya dan menatapnya dengan tatapan yang dingin, pria yang tadi mencoba menusuk Eleanor langsung ketakutan dan melepaskan belatinya. Dia secara refleks mundur. Namun, di detik berikutnya, belati itu langsung memelesat ke lehernya.Melihat kejadian itu, pemimpin kelompok itu langsung tercengang saat melihat Jeremy tidak mati. "Tuan ... Jeremy?"Eleanor juga menatap Jeremy dengan tidak percaya. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya memanggil nama Jeremy.Jeremy segera membungkuk dan memeriksa kondisi Eleanor. Melihat tubuh Eleanor yang penuh dengan luka, dia langsung menyipitkan matanya. Dia m
Para pria itu mulai merasa waspada. Mereka mengangkat belati mereka dan perlahan-lahan mendekati Eleanor.Meskipun tubuhnya penuh dengan luka, amarah di hati Eleanor membuatnya tetap bertahan. Dia juga tidak tahu dari mana datangnya kekuatan ini. Saat para pria itu mengarahkan belati mereka ke arahnya, dia kembali mengayunkan tongkat kayu di tangannya.Namun kali ini, para pria itu sudah mempersiapkan diri mereka. Mereka mengarahkan belati mereka untuk menyerang Eleanor dari arah yang berbeda. Mereka menyerang bagian yang tidak mematikan, tetapi cukup membuat Eleanor kesakitan.Gerakan Eleanor yang terluka parah sudah tidak secepat dan sekuat sebelumnya lagi, sehingga tongkat kayunya berhasil ditendang terlepas dari tangannya dan lengannya terluka karena ditebas. Dia hanya bisa merintih kesakitan, membuat pria yang memimpin kelompok itu tertawa terbahak-bahak."Jangan biarkan dia mati terlalu cepat," kata pemimpin kelompok itu."Heh." Eleanor yang terhuyung-huyung pun menundukkan kepal
Tepat pada saat itu, lampu dari mobil-mobil di belakang menerangi punggung Eleanor. Saat dia menoleh, dia melihat mobil-mobil itu sudah berhenti dan sekelompok orang keluar dari mobil. Mereka adalah orang-orang yang tadi mengejarnya dan kini kembali lagi. Dia mengepalkan tangannya dengan erat saat melihat mereka perlahan-lahan mengepungnya, tetapi dia tidak merasakan sakit sedikit pun.Pemimpin kelompok itu melihat ke sekeliling, tetapi tidak melihat mobil yang dinaiki Eleanor dan juga Jeremy. Namun, saat melihat jejak ban yang mengarah ke tebing dan juga jejak darah dari Eleanor, dia langsung memiliki firasat buruk. Dia langsung memberikan isyarat pada bawahannya untuk segera melaporkan hal ini pada Yoana.Mendengar kabar Jeremy mungkin jatuh ke laut dan tewas, ekspresi Yoana langsung membeku dan kakinya lemas sampai langsung terjatuh ke lantai. Dia segera maju dan meraih kerah bawahannya. "Apa ... yang kamu katakan? Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi!"Bawa
Eleanor tiba-tiba merasa cemas saat melihat mobil masih tidak melambat sedikit pun. Matanya membelalak dan berteriak dengan keras, "Jeremy, injak rem!"Jika mobilnya masih tidak berhenti, Eleanor merasa mereka akan jatuh ke dalam jurang bersama mobilnya. Mereka juga masih tidak tahu seberapa tinggi jurang itu, peluang untuk bertahan hidup sangat kecil jika mereka jatuh.Ekspresi Jeremy terlihat sangat muram saat melihat jarak mereka dengan tebing sudah tidak sampai 20 meter. Dengan laju yang secepat ini, bahkan membelok arah pun sudah tidak sempat lagi.Melihat jarak mobil dengan tebing makin dekat dan Jeremy masih tidak melambat sedikit pun, dia merinding dan ekspresinya terlihat sangat ketakutan. Namun, di detik berikutnya, Jeremy malah segera membuka sabuk pengamannya."Kamu?" kata Eleanor sambil menatap Jeremy yang membuka pintu mobil dengan tatapan tidak percaya.Jeremy berteriak, "Lompat!""Apa?" tanya Eleanor dengan bingung.Jeremy menatap Eleanor. Saat ini, dia akhirnya menyada
Eleanor baru saja hendak mengoperasikan ponselnya, tetapi benturan keras dari mobil belakang membuat tubuhnya terdorong ke depan dan ponselnya pun terlempar. Sebelum sempat mengambil ponselnya, dia mendengar suara tembakan lagi.Ekspresi Jeremy terlihat sangat marah. Dia segera menekan kepala Eleanor dan berkata, "Tunduk, jangan bergerak."Kaca jendela mobil sudah pecah dan angin dingin terus bertiup masuk.Eleanor mencoba untuk meraih ponselnya, tetapi dia akhirnya hanya bisa menstabilkan tubuhnya karena mobil berguncang. Para pengejar masih enggan menyerah dan jumlah mereka malah makin banyak. Mereka benar-benar bertekad untuk menghabisinya malam ini. Tidak perlu berpikir panjang pun, dia sudah tahu orang yang mengirim mereka adalah Yoana.Sementara itu, orang-orang dari Keluarga Adrian sudah melaporkan kejadian ini pada Simon.Mendengar Jeremy sedang bersama dengan Eleanor, Simon langsung bangkit. "Apa yang kamu katakan? Apa dia terluka?""Saat ini dia masih baik-baik saja," jawab o