Nouval dan Sassy adalah pasangan suami istri yang saling mencintai sejak mereka masih kuliah. Pria tampan itu mampu mengobati rasa kecewa pada keluarga yang mencampakkannya. Terlebih, penerimaan tulus orang tua Nouval, membuat dirinya menjadi semakin mencintai pria itu.
Kehidupan rumah tangga keduanya penuh dengan kebahagiaan, kecuali satu hal. Perhatian besar mereka pada pekerjaan, terbukti membuat karier keduanya melesat naik dengan cepat.
Sassy memutuskan keluar dari perusahaan periklananan yang ditekuninya setahun terakhir. Dia merasa percaya diri dan ingin membuat perusahaan periklanan sendiri berdasarkan pengalaman kerjanya selama ini. Nouval mendukung penuh rencana dan keinginan istrinya itu. Sebab, selama ini terbukti mengejar karier tidak membuat rumah tangga mereka jadi hambar. Mereka justru semakin saling mencintai dari waktu ke waktu.
Hanya saja, suara-suara keluhan mulai dilontarkan oleh mama dan papa Nouval, setiap kali mereka berdua menyambangi rumah besar itu.
“Bude Retno sudah punya cucu lagi, hlo. Kalian kapan nyusul?” sindir mama.
Pertanyaan yang selalu terdengar setiap kali keduanya datang bertandang dan membuat panas telinga Sassy. Meskipun mertuanya tidak pernah secara spesifik menyebut nama tapi dia selalu saja merasa sebagai tertuduh.
Baik Nouval maupun Sassy tidak ingin menanggapi hal itu. Mereka berdua sudah berkomitmen untuk mengejar karier yang cemerlang, ketimbang memikirkan tentang hamil dan punya bayi yang menurut Sassy sangat merepotkan dan hanya akan mengganggu pekerjaan mereka berdua.
Diamnya pasangan itu membuat mama dan papa Nouval tidak bahagia. Keduanya sama sekali tidak diberi penjelasan, apa sebab anak dan menantu mereka tidak kunjung memberikan cucu yang diimpikan.
Dua tahun berlalu, bisnis Sassy sudah menunjukkan kemajuan. Karier Nouval juga sangat bagus. Mereka sangat bahagia dengan pencapaian itu. Mereka sudah punya dua mobil dan rumah bagus milik sendiri. Semua adalah hasil kerja keras selama tiga tahun. Perjuangan berat dan penuh tantangan tak terlupakan.
“Kalian sudah sukses. Apakah sudah bisa merencanakan untuk punya bayi?” Pertanyaan basi itu kembali diulang mama tanpa bosan.
“Usia Sassy sudah hampir tiga puluh. Nanti malah benar-benar sulit punya bayi hlo!” papa mengingatkan.
Nouval dan terutama Sassy, mulai merasa risih dengan pertanyaan yang sama berulang kali, setiap mereka datang menjenguk. Pria itu dapat melihat bagaimana wajah Sassy yang mulai tak enak dipandang dan merasa terpojok.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Nouval mengalihkan pembicaraan.
“Aku sedikit pusing,” jawab Sassy yang mengerti maksud suaminya.
“Kalau begitu, mari kita pulang dan istirahat di rumah. Kau terlalu lelah!”
Sassy mengangguk dengan sedikit lemah, untuk mendukung kata-kata Nouval dan menunjukkan bahwa dia memang sedikit tidak enak badan. Keduanya berhasil pergi tanpa harus bertengkar ataupun membalas kata-kata papa dan mama.
Hanya saja, Nouval tahu bahwa papa dan mamanya sudah terlihat tidak senang, tidak sabar dan entah apa yang mungkin tersimpan di pikiran kedua orang tua itu. Dia merasa tak berdaya berada di antara istri dan orang tuanya sendiri. Dia tahu, orang tuanya tak akan bisa menerima ide jika mereka katakan tak ingin punya anak karena ingin mencapai puncak karier selagi muda.
“Menurumu, bagaimana jika kita punya satu anak? Itu tidak akan merepotkanmu. Satu, saja. Kita akan sewa baby sitter untuk mengasuhnya.” Nouval kembali mengajuk hati Sassy.
Dan seperti yang diduganya, Sassy mendengus, mematikan televisi dan langsung tidur membelakangi.
“Sayang, mungkin mama dan papa sangat kesepian. Itu makanya mereka terus mendesak kita segera memberi cucu.” Nouval berusaha memberi pengertian pada Sassy dan membela orang tuanya.
Sassy diam seribu bahasa. Dia memejamkan mata. Tak ingin memulai perdebatan yang dia tahu, tidak akan ada titik temu. Itu hanya akan merenggangkan hubungan mereka saja.
“Sayang … tolong mengertilah. Kau sangat tahu kalau aku adalah putra papa satu-satunya!” bujuk Nouval.
“Kalau begitu, kenapa bukan mamamu saja yang melahirkan satu anak lagi, biar bisa menjadi penerus keluarga!” teriak Sassy emosi. Dia sudah tak tahan mendengar kecerewetan Nouval.
Plakk!
Tanpa sadar, Nouval menampar pipi Sassy. Keduanya sama-sama terkejut. Sassy langsung menangis kencang sambil memegang pipinya yang terasa panas. Dia pergi ke kamar yang lain dan meninggalkan Nouval yang masih terkejut. Pria itu termangu menatap telapak tangannya yang terasa panas. Hatinya sangat sakit mendengar ucapan Sassy tadi, hingga tak kuasa menahan tangannya sendiri.
“Sassy ….”
Nouval berlari keluar kamar dan mengetuk pintu kamar lain yang ada di rumah itu. Dari balik pintu, dia dapat mendengar tangisan pilu istrinya. Hatinya ikut terluka dan berdarah mendengarnya.
“Sayang, maafkan aku. Aku khilaf,” ujarnya penuh penyesalan.
“Sayang ….”
Tak ada jawaban meski Nouval memanggil dan mengetuk pintu berkali-kali. Hingga pagi menjelang, pria itu masih duduk meringkuk di lantai, di depan pintu kamar yang terkunci.
Sassy bangun dan membuka pintu. Nouval yang tidur sambil duduk di lantai dan menyandar daun pintu, langsung jatuh terjengkang ke belakang.
Mata Sassy berkaca-kaca melihat suaminya menghabiskan malam di lantai yang dingin. Dilihatnya mata Nauval yang sembab bekas menangis dan lingkaran hitam tampak jelas di bawah mata.
Nouval terbangun. “Maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi. Hanya saja, tolong … jangan berkata seperti itu lagi." Nouval memohon.
“Aku mungkin lupa mengatakan padamu, bahwa tak lama setelah aku lahir, rahim mama diangkat untuk mengatasi kankernya. Dan Mas Pradipta justru berpulang lebih dulu saat dia SMA. Sekarang akulah satu-satunya tumpuan harapan mama dan papa.”
Nouval bicara tanpa henti. Dia tak ingin Sassy salah memahami dirinya sebagai pria kejam dan ringan tangan. Selama pernikahan mereka, belum pernah sekalipun Nouval berkata kasar, apa lagi main tangan. Dia selalu memanjakan dan menuruti apapun keinginan istrinya.
Sassy berjongkok dan memeluk suaminya. Keduanya berpelukan. “Maafkan aku. Aku yang keterlaluan. Aku tak akan menyakiti hatimu lagi. Tolong, maafkan aku,” bisik Sassy penuh penyesalan.
Air matanya menetes. Kemarahannya semalam langsung sirna melihat pria yang sangat dicintainya itu setia menunggu di depan pintu. Mereka berdamai dan Nouval mencoba untuk terus membela istrinya jika kedua orang tuanya bertanya.
Di tahun pernikahan keempat, desakan mama dan papa Nouval telah membuat Sassy enggan datang ke rumah itu lagi. Dia membiarkan suaminya pergi sendiri ke sana, untuk menghindari pertengkaran dengan kedua mertuanya.
Sebagai putra satu-satunya, Nouval tetap datang saat dipanggil orang tuanya. Dia hanya perlu lebih bersabar dan menebalkan telinga saja. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan.
“Sayang, bagaimana kalau kita merencanakan punya bayi, sekarang?” tanya Nouval sepulang dari rumah orang tuanya.
Sassy melengos. Dia sudah hafal apa yang akan dikatakan suaminya setiap kali pulang dari sana. Nouval seperti dicuci otak oleh mama dan papanya, kemudian membawa lagi ide basi itu ke rumah mereka dan membuatnya jengkel.
“Apa orang tuamu tidak bosan dengan kata-kata yang sama bertahun-tahun?” ketus Sassy. Dia tengah asik dengan pekerjaannya di depan laptop.
Noval tak mengacuhkan sikap dingin dan sindiran istrinya. “Sekarang bisnismu bagus. Pekerjaanku juga bagus. Kita hanya perlu memberi mereka bayi untuk menyenangkan hari tua mereka. Kita sudah mampu membiayai anak itu sampai besar. Apa susahnya membahagiakan mereka?”
Hari ini ulang tahun pernikahan mama dan papa. Sassy tak mungkin mengelak untuk datang. Seperti biasa, hal yang sama kembali diulang. Kali ini bahkan di depan seluruh keluarga besar Ariobimo. Mereka bahkan menuduh Sassy mandul dan Nouval terus menutupinya.Nouval merasa telinganya lama-lama panas. Emosinya memuncak saat istrinya disudutkan. Pria itu tak bisa lagi menahan diri. “Bukan Sassy yang salah. Aku yang tak ingin punya anak! Lalu kalian mau apa?” tantang Nouval kehilangan kesabaran. Keluarga besarnya sangat terkejut.“Ap-apa mak-sud-muh!”Papa terkejut mendengar kata-kata yang diucapkan putranya. Dia benar-benar tak menyangka jika ternyata putranya yang tak ingin memiliki anak keturunan. Nouval terdiam dengan wajah beku. Dia tahu, kata-kata pembelaannya telah menyakiti kedua orang tua itu. Dia diam membeku di tempatnya, tak mampu mengatakan apapun lagi.“Ha--bis su--dah!” Pria tua itu ambruk di lantai sambil memegang dada. Wajahnya yang kesakitan membuat mama menghambur dan mem
Setelah dirawat selama dua minggu di rumah sakit, Pak Ariobimo akhirnya pulang ke rumah dan melakukan pemeriksaan berkala. Sejak kejadian itu Nouval jadi kembali dekat dengan kedua orang tuanya. Dia merasa tak mungkin membiarkan mamanya merawat papa sendirian di rumah. Mama juga butuh istirahat.“Ma, nanti pekerjakan perawat saja untuk membantu mama di rumah,” saran Nouval. “Apa Kau tak mau mengurus papa dan mama?” tanya mama dengan mata berkaca-kaca. Pria itu menghela napas. Sejak papa sakit, perasaan mama jadi lebih sensitif. Segala sesuatu bisa saja menjadi berbeda dalam pandangan mama. “Bukan seperti itu, Ma. Nouval kan harus kerja. Saat itu mama butuh bantuan perawat untuk mengurus papa,” jelasnya lembut dan sabar.“Tapi Kau akan tetap sering nengok ke sini, kan?” Mama meminta kepastian. “Iya dong. Masa enggak ke sini. Nanti yang gangguin Mama, siapa?” godanya dengan ekspresi polos. “Terima kasih, Nak.” Wanita itu memeluk putranya dengan perasaan sedih yang tak bisa ditutupi
Ibu dan bapak sangat terkejut mendengarnya. “Nonsens!”Nouval sendiri tak menyangka akan melihat kemarahan yang begitu besar di mata mamanya. Wanita paruh baya itu melotot ke arah menantu cantiknya. “Kamu pikir akan ada wanita yang mau jadi ibu dari entah siapa?”“Selalu ada orang yang butuh uang, Ma,” kata Sassy enteng.“Apa? Kalau kamu saja tidak bersedia mengandung benih dari suamimu sendiri dengan berbagai alasan absurd, bagaimana orang lain mau mengandung anakmu!” Nada suara mama makin naik karena Sassy menjawab kata-katanya.“Itu sesimpel orang menjual jasa, Ma. Kita---”“Kalau memang sesimpel itu, kenapa bukan kamu sendiri yang hamil!” potong mama dengan nada tinggi.“Karena Sassy mau utamain kerja! Enggak mau pusing urusin hamil dan punya bayi! Karena Sassy enggak suka bayi!” jerit Sassy akhirnya. Dia kesal terus dipaksa hamil dan punya anak oleh kedua mertuanya yang kolot.“Apa!”Kali ini Nouval yang terkejut. Ditatapnya wanita yang sangat dicintainya itu tak percaya. Kedua p
Sassy ikut berbaring di samping Nouval dan memeluknya. “Bagus! Sekarang aku tenang. Kau akan selalu mendukung dan ada di sisiku. Terima kasih, Sayangku. Kau suami ter-the best!” Tujuh hari berturut-turut, mama selalu menanyakan hal yang sama. Tentang ide mencari istri baru untuk Nouval. Pria itu akhirnya menyerah. Sassy juga tetap teguh dengan keputusannya tak mau punya anak.“Terserah mama saja,” katanya menyerah.Nouval membayangkan mamanya bergerilya, mencari calon istri baru untuknya. Mungkin semua kerabat jauh dan kenalannya akan ditanyai. Pria itu menggeleng pasrah.Tak diduga, hanya dalam satu bulan, mama berhasil menemukan seorang gadis polos dari kampung halaman. Putri teman baiknya semasa sekolah. Nouval sangat yakin bahwa setiap hari mamanya mencari dan menyaring begitu banyak kandidat.“Bagaimana, apa menurutmu dia cantik?” tanya mama setelah menyodorkan foto seorang gadis muda pada Nouval.Pria itu memperhatikan dengan seksama. Tak ada cacat cela di wajahnya. “Gadis seca
Pagi itu Sassy masih terlihat ceria saat memasak telur ceplok untuk Nouval. Dia menggumamkan senandung sembari tersenyum dan kadang berputar di depan kompor. Nouval yang sudah rapi dan baru turun dari lantai atas, tertegun melihat istrinya.“Senang sekali pagi ini? Apa ada project baru?” Nouval duduk di kursinya dan menyesap kopi yang sudah hampir dingin di meja.“Bukan.”Sassy meraih piring, mengangkat telur goreng dan membawa makanan itu ke meja. Diletakkannya satu di depan Nouval, satu lagi di depannya. Dia menuang juice dari pitcher dan menawarkan pada Nouval yang segera menolaknya.“Lalu kenapa happy banget pagi-pagi?” Nouval mulai menyuap sarapannya ke mulut. Selembar roti yang sudah dipanggang, dan telur ceplok setengah matang. Serta beberapa iris buah pir di pinggir piring.“Karena aaat bangun tadi, Irene mengajakku untuk membangun bisnis baru,” jawab Sassy masih dengan wajah berseri-seri.“Bisnis apa?” Nouval ingat bahwa Irene adalah teman yang kemarin ditemui istrinya dan ba
Nouval masih menunggu respon istrinya. Namun, Sassy tak menjawab apapun. “Apa kau masih mendengarkanku?”Suara dengkuran halus, menjadi jawaban pertanyaan Nouval. Dia ikut memejamkan mata juga karena lelah. Besok masih ada waktu untuk bicara.“Sassy, bisa kita bicara sebentar?” tanya Nouval pagi itu saat mereka sarapan.“Kau tahu aku sedang dikejar deadline. Sementara client minta iklannya diperbarui. Banyak hal yang harus kukerjakan di kantor.”“Tapi ini penting, Sas,” kata Nouval lagi.Sassy mengangkat mukanya dari piring sarapan kosong. “Apa kau sakit keras?” tanyanya sambil mengangkat piring dan langsung mencucinya.“Bukan ….”“Kalau begitu, nanti saja kita bicara. Pagi ini aku buru-buru.” Sassy menyambar blazer yang disampirkan di sandaran sofa dan mengenakannya.“Tap---”“Aku harus pergi, Sayang. Atau aku harus begadang di kantor malam ini,” potong Sassy. Dikecupnya pipi Nouval sebelum keluar pintu depan menuju garasi.Nouval terdiam di kursinya. Kemudian dikerjarnya Sassy saat
Mama menatap Nouval tak sabar. “Niat baik jangan ditunda-tunda,” ujar Mama, diikuti anggukan kepala Papa.“Bagaimana pendapat keluarganya? Jangan sampai Mama yang terlalu mendesak. Ada baiknya juga kalau dia berpikir dulu,” kata Nouval.“Mereka udah setuju kok,” bantah Mama lagi.Nouval mengangguk. “Trus, persiapannya bagaimana?”“Tenang aja. Mama dan keluarga mereka yang siapin. Kamu kerja seperti biasa aja. Ambil libur sejak Jumat bisa?”“Kenapa bukan Sabtu saja aku libur? Kan acaranya Minggu,” tawar Nouval.“Kan kita mesti pulang kampung dulu. Nanti kamu lelah. Pengantin baru kok lelah itu bagaimana?”Papa tertawa mendengarnya. Nouval terdiam kikuk. Dia paham arah pembicaraan mamanya. Melihat Nouval diam, Mama berpikir lain.“Kalau memang ada jadwal sidang Jumat yang enggak bisa ditunda, ya udah, gapapa hari Sabtu pagi kita berangkat.”“Artinya, Jumat malam kamu tidur di sini. Sabtu pagi kita langsung meluncur ke sana,” tambah Mama lagi.Nouval mengangguk. Itu adalah jalan tengah
Pagi hari Sassy bersikap manis. Dia sudah rapi dan siap ke kantor. Tapi masih menyempatkan membuat sarapan ala kadarnya dan menunggu Nouval turun dari kamar.“Pagi, Sayang …,” sapanya riang.“Pagi.” Nouval mencium kening Sassy yang dengan sigap sudah berdiri di depan tangga menyambutnya.“Sarapan dulu.” Sassy mengambil alih tas Nouval dan diletakkan di atas meja ruang tamu. Nouval patuh. Dia berjalan ke meja makan dan duduk menunggu piringnya disajikan.Sepiring roti diolesi selai dan secangkir kopi segera sampai di hadapannya. Nouval segera menghirup minumannya. Kopi itu mulai mendingin. Sepertinya Sassy menyiapkan sarapan lebih cepat dari biasa. Dan dari gigitan roti pertamanya, Nouval bisa meyakinkan itu.Sassy ingin bicara dengannya sejak pagi, tapi Nouval turun terlalu lama. Maka semua sarapan yang dibuat istrinya jadi dingin. Meskipun begitu, Nouval tetap menikmati roti dan kopinya. Mereka berdua sarapan dalam diam. Seakan, kepingan roti dingin itu terlalu menarik untuk dilewatk
Seruni dan Nouval disibukkan dengan rencana ulang tahun putra pertama mereka. Sudah sejak seminggu yang lalu, istri kedua Nouval itu mengingatan suaminy tentang segala keperluan acara tersebut. Arimbi, mama mertuanya juga ikut mendukung. Mereka akan mengundang semua keluarga di kampung untuk merayakannya.Nouval hanya setuju saja dengan semua rencana yang dibeberkan istrinya. Pikirannya sangat fokus pada kasus yang sedang dia tangani. Itu bukan kasus biasa, karena menyangkut seorang pejabat negara.“Jadi, sehari sebelumnya Mas harus anterin untuk beli keperluan ulang tahun Baskoro, ya!” Sekali lagi Seruni mengingatkan sang suami.“Iya,” sahut Nouval tanpa engalihkan pandangan dari laptopnya. Dia sedang sibuk mengetik untuk keperluan sidang besok pagi.Seruni mengangguk puas. Selama ini, sang suami tidak pernah mengeewakannya. Maka dia tak mengganggu lagi. Wanita itu pergi untuk memeriksa bayinya yang hampir berusia setahun. Bayi montok dan menggemaskan yang sedang tidak mau diam. Memb
Nouval yang sangat sibuk dengan kasus yang sedang dia tangani, tidak terlalu memperhatikan perubahan pada diri Sassy. Pria itu justru merasa bersyukur dan mengira bahwa istri pertamanya itu sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Seruni, hingga tidak terlalu sering lagi menimbulkan pertengkaran di antara mereka berdua. Rumah tangganya sedikit lebih tenang sekarang.Sementara itu, keadaan Sassy tidaklah sebaik yang dia tampilkan di depan semua orang. Rasa takut bahwa apa yang terjadi malam itu akan diketahui sang suami, membuat hatinya tidak tenang. Tanpa sadar, dia bahkan menolak ajakan Nouval dan selalu memberi alasan sangat lelah. Kemudian tidur membelakangi sang suami sambil menjerit dalam hati. Dia sangat menyadari bahwa yang terjadi itu adalah dosa. Namun, dia tak sanggup meminta ampunan dari suaminya. Karena dia harus menjelaskan hal itu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendetail. Sassy sungguh tak dapat membayangkan apa tindakan Nouval jika mengetahui hal itu.
“Dear, penjelasanku mungkin tidak akan memuaskanmu. Namun, ini bukan salahku. Kau bisa periksa tubuhmu, apakah ada tanda-tanda kekerasan yang kulakukan untuk menguatkan tuduhanmu itu,” ujar Jordhy lembut.Sassy memeriksa seluruh tubuhnya. Tak ada bekas dan tanda pemaksaan memang. Tubuhnya baik-baik saja. Dia menggeleng bingung dan keraguan menghampiri.“Entah apakah itu pengaruh kau mabuk atau apa. Tapi aku tak kuasa melawan kehendakmu. Aku hanya melakukan tugas dan memenuhi keinginanmu semata.Tapi jangan khawatir, aku akan tutup mulut dan tidak akan menuntut untuk pemaksaanmu tadi malam.”“Apa?” Sassy tak dapat mempercayai pendengarannya. “Aku yang memaksanya?”Matanya memandang bayangan tubuhnya di cermin. Ada banyak tanda kecupan di area-area sensitif yang memang sangat disukainya. Matanya tak mungkin berbohong tentang tanda itu. Dia bahkan jadi bisa membayangkan sepanas apa kejadian tadi malam.“Ini gila!”Dengan tergesa, wanita itu mengenakan seluruh pakaiannya hingga semua tanda
“Oh, maafkan saya. Saya belum terlalu memahami etika di negara Anda. Maksud saya adalah, ingin menunjukkkan penghormatan pada Anda,” ujar pria itu. Tubuhnya kembali berdiri tegak dan tangan Sassy telah dilepaskannya. Wajahnya menunjukkan rasa bersalah yang sangat dalam.Melihat hal itu, Sassy tak memperpajang lagi. Dia berusaha memaklumi bahwa kultur di negara tiap orang memang sangat beragam. Tak heran jika pria itu belum memahami aturan di Indonesia.“Tak masalah. Sampai jumpa lagi, Tuan Bennet!” Sassy melambai dan mulai melajukan mobilnya meninggal pria itu dan tempat parkir hotel. Musik lembut dan manis menemaninya di perjalanan macet menuju kantor.Di tempat parkir, sebuah seringai puas terlihat di wajah Jordhy Bennet. Hidungnya menghidu aroma manis dari tangan yang tadi digunakan untuk memegang jemari Sassy. Dia dapat menemukan aroma lembut yang tertinggal di sana. Wajahnya tampak sangat puas.“Masih panjang perjalanan
Mata Jorghy Bennet terbuka dengan cepat saat ponselnya memberi tanda bahwa ada pesan penting masuk. Dilihatnya jam berbentuk kotak di atas nakas dan segera bangkit saat melihat angka 5 berwarna merah terang di keremangan ruangan. Tangannya menjangkau ponsel dan membuka pesan masuk.“Jika ingin informasi itu, kirim sisanya sekarang. Lewat 15 menit tanpa bayaran, data akan kuhapus. Berbahaya bagiku menyimpan data pihak lain secara illegal terlalu lama!”Jorghy Bennet mencibir saat membaca pesan tersebut. Dia tahu betul kalau pria itu menyimpan banyak data rahasia orang-orang penting dunia! Tangan Jorghy menekan tombol panggilan cepat agar tersambung dengan pria itu.“Aku belum melihat perubahan pada akunku, Tuan Bennet!” kata orang di seberang, begitu panggilan mereka tersambung.“Aku hanya ingin memastikan bahwa kau masih ada di sana dan tidak menipuku! Kau pasti sangat tahu segila apa aku pada para pengkhianat!” Jorghy balik mengeluarkan kata ancaman.Waktumu tinggal sepuluh menit, Tu
“Kau sudah pulang? Jam berapa ini?” Nouval terbangun dari tidurnya di sofa ruang tamu, saat istrinya Sassy membuka pintu rumah.Wanita cantik itu terkejut mendapat teguran begitu masuk rumah. Dilihatnya wajah sang suami yang masih sedikit linglung dan mata berkedip-kedip bingung. Kemudian, ketenangan kembali menguasainya. Sassy melanjutkan langkah ke dalam rumah sambil berkata datar.“Aku ada makan malam dengan klien baru. Sekarang sudah lewat tengah malam!”Wanita itu masih ingin melanjutkan ucapan sinis dan dinginnya, saat melihat bungkusan hadiah cantik di atas meja ruang makan. Mulutnya kembali mengatup dan mengabaikan hadiah itu, lalu naik ke lantai dua. Dia sudah letih dan sangat mengantuk.Nouval menyusul istrinya dan sedikit kecewa karena hadiahnya tidak digubris oleh Sassy. Dengan cepat dia menyambar hadiah itu dan mengejar Sassy ke kamar. “Aku tidak mendengar suara mobilmu masuk garasi!” cecarnya segera.“Kutinggalkan di hotel tempat kami mengadakan makan malam, karena sudah
Bab 38. Klien AsingSassy yang tak menemukan teman untuk berbincang, akhirnya memutuskan untuk bangkit dari tepat tidur dan membersihkan diri agar pikirannya bisa tenang setelah diguyur air.Satu jam kemudian seorang wanita cantik dengan makeup serasi, meluncur di mobilnya membelah kepadatan kota. Tak terlihat lagi jejak tangis di matanya. Tangannya piawai menggunakan makeup untuk menutupi kekurangan penampilannya dalam setiap situasi. Dan dia merasa sangat puas dengan penampilannya hari ini.***“Tak saya sangka jika pemimpin perusahaan ini adalah seorang wanita cerdas, muda dan sangat cantik!” Sassy tersenyum ke arah pria muda asing yang menjadi calon klien perusahaannya. Tangan mereka saling berjabat cukup lama. Pria itu seakan tidak ingin melepaskan genggaman tangannya dari Sassy.“Terima kasih pujiannya, Tuan Jorghy Bennet,” balas Sassy santai. Dia sudah biasa menerima pujian semacam itu dari semua klien pria perusahaan. Tak bisa dipungkiri kalau kecantikan dan keramahannya adal
Nouval tak habis pikir dengan tindakan yang dilakukan Sassy. Istrinya itu makin lama terasa makin tidak masuk akal. Dia tak dapat memahami kecemburuan yang sudah tak logis begini.Tangannya mengetik pesan pada Sassy saat itu juga. “Apa yang kau lakukan? Sikapmu makin tidak masuk akal!”“Ada apa, Mas?” tanya Seruni.Nouval meletakkan ponsel dan memaksakan senyum pada istri keduanya. “Balas pesan Mama,” ujarnya lembut.Seruni tidak menanyakan lebih lanjut tentang itu. Dia meletakkan bayinya di tengah tempat tidur. Seharian itu mereka telah berkeliling dan sangat melelahkan.“Kalau Mas masih sibuk, saya mau istirahat lebih dulu.” Seruni membaringkan tubuhnya di samping Baskoro yang sudah tidur pulas.Nouval bisa melihat kelelahan yang nyata di wajah istrinya. Jadi dia mengangguk. “Mas juga sangat lelah. Lebih baik kita segera istirahat agar besok bisa berkeliling lagi.”Seruni tersenyum samar. Suara suaminya sudah hampir tak terdengar lagi. Wanita muda itu benar-benar mengantuk dan lelah
Berbeda dengan Sassy yang kesal, Nouval merasakan ketenangan saat berada di dekat Seruni dan Baskoro. Mamanya memang benar ketika mendesaknya untuk segera punya anak. Kebahagiaan memiliki putra memang sangat berbeda. Terlebih lagi, Baskoro seperti dapat mengenali Nouval dan cenderung gelisah jika ayahnya terlalu lama tak ada. Bayi mungil itu bersorak-sorak gembira saat Nouval mengajaknya bicara entah apa. Demamnya segera mereda dan kerewelannya hilang. “Aku bukan mengada-ada saat bilang Baskoro demam,” kata Seruni gugup. Dia mengkhawatirkan pandangan Nouval berubah padanya karena hal ini. Nouval memeluk istri keduanya dan mengecup dahi Seruni untuk menenangkan. “Bukankah bagus kalau dia segera sembuh dari demamnya?” Seruni mengangguk dan merasa lega dengan kebijaksanaan suaminya. Nouval memang sangat pengertian dan lembut. Itulah yang akhirnya membuat Seruni jatuh cinta padanya. Kehadiran Baskoro benar-benar telah merekatkan mereka berdua jadi pasangan yang seutuhnya. Seruni menga