Nouval masih menunggu respon istrinya. Namun, Sassy tak menjawab apapun. “Apa kau masih mendengarkanku?”
Suara dengkuran halus, menjadi jawaban pertanyaan Nouval. Dia ikut memejamkan mata juga karena lelah. Besok masih ada waktu untuk bicara.
“Sassy, bisa kita bicara sebentar?” tanya Nouval pagi itu saat mereka sarapan.
“Kau tahu aku sedang dikejar deadline. Sementara client minta iklannya diperbarui. Banyak hal yang harus kukerjakan di kantor.”
“Tapi ini penting, Sas,” kata Nouval lagi.
Sassy mengangkat mukanya dari piring sarapan kosong. “Apa kau sakit keras?” tanyanya sambil mengangkat piring dan langsung mencucinya.
“Bukan ….”
“Kalau begitu, nanti saja kita bicara. Pagi ini aku buru-buru.” Sassy menyambar blazer yang disampirkan di sandaran sofa dan mengenakannya.
“Tap---”
“Aku harus pergi, Sayang. Atau aku harus begadang di kantor malam ini,” potong Sassy. Dikecupnya pipi Nouval sebelum keluar pintu depan menuju garasi.
Nouval terdiam di kursinya. Kemudian dikerjarnya Sassy saat mendengar suara mesin mobil menyala dan pintu pagar didorong terbuka. “Pulang jam berapa nanti malam?” Kejar Nouval ke teras.
“Belum tahu. Semoga tidak harus lembur!” Sassy masuk ke mobil, menyalakan musik dan mulai memundurkan mobilnya ke pagar.
“Sayang, aku cuma mau bilang, mama sudah menemukan calon istri untukku,” kata Nouval akhirnya.
“Apa tadi?” tanya Sassy setelah mobilnya berhasil keluar pagar. Dia siap untuk berangkat sekarang. Menunggu Nouval untuk mengulangi perkataannya. Tapi Nouval hanya menggeleng dan melambai, lalu berjalan ke rumah dengan lesu.
“Mari bicarakan hal itu hari Minggu lusa, bagaimana?” teriak Sassy dari mobilnya, sebeum Nouval benar-benar masuk ke rumah. Namun, suaminya itu sudah tak memberikan respon lagi.
“Apa yang tadi dikatakannya? Soal mama lagi?” Sassy berpikir sambil menyetir. “Apa papa sakit lagi?”
Seharian Sassy sibuk di kantor. Dia bahkan lupa untuk mengingatkan Nouval makan siang seperti biasa. Dia melupakan ponselnya seharian. Sore yang snagat melelahkan, saat dia punya sedikit waktu untuk istirahat sebelum kembali bekerja. Dia ingat belum mengatakan apapun pada suaminya hari itu, sejak sampai di kantor.
Sassy meraih ponsel yang ada di laci meja. Tercengang melihat sederet pesan dari Nouval. Dia ingin langsung mengirim pesan sebenarnya, tapi hati kecilnya penasaran apa hal penting yang ingin dibicarakan Nouval sejak tadi malam.
Dibukanya pesan pertama dan membaca. “Apa kau sudah sampai di kantor?”
Itu cuma pesan biasa yang bertanya apakah dia sudah sampai kantor atau belum, sebab hingga jam sepuluh dia tak sempat memberi kabar. Sassy tersenyum membacanya.
Kemudian pesan kedua yang mengingatkannya untuk makan siang. “Sudah jam satu. Jangan lupa makan, sesibuk apapun.”
Sassy masih membaca pesan ketiga yang juga adalah pesan biasa. Nouval mengatakan ada client baru sore itu. “Aku punya client baru. Apa kau tahu tentang artis terkenal ini?”
“Lalu apa yang penting tapi tak bisa dia katakan lewat chat?” batin Sassy.
Dia merasa was-was sekarang. Biasanya mereka suka membahas apapun lewat chat, jika memang sedang sangat sibuk. Itu adalah komitmen awal agar jangan sampai kesibukan membuat komunikasi tidak lancar. Komunikasi yang baik, akan menguatkan fondasi rumah tangga mereka. Itulah yang dipercaya Sassy.
“Sesuatu tentang mama?”
Sassy kembali berpikir. Hingga ketika rekan kerjanya memanggil untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda, Sassy masih belum bisa menduga hal penting tentang mama mertuanya itu. Dibanding pekerjaan, masalah kedua mertuanya masihlah nomor ke sekian untuk dipikirkan. Sassy kembali tenggelam dalam pekerjaan hingga malam menguasai bumi.
Nouval memperhatikan ponselnya. Hingga jam pulang kerja, tak ada satu juga pesan dari Sassy. Dia menggeleng kesal. Dia tahu bahwa Sassy akan sibuk hari ini, seperti yang kemarin dan pagi tadi dia katakan. Hanya saja, masa tak bisa membalas pesannya satu pun?
Pesan Mama masuk setelah Nouval sampai di rumah. “Proses lamaran sudah berjalan dengan lancar. Pernikahan kalian minggu depan. Papa lelah karena perjalanan jauh. Jadi, mari kita bahas besok. Mama mau istirahat juga.”
Nouval terpana melihat gerak cepat kedua orang tuanya. “Minggu depan?” Bagaimana ada pernikahan ekspres semacam ini? Semula Nouval mengira dirinya akan diberi waktu untuk mengenal gadis itu dulu. Ternyata keinginan orang tuanya sudah tak terbendung. Akhirnya dia hanya bisa pasrah. Toh dia juga sudah menyetujui lamaran untuk gadis itu. Dia bahkan mentransfer mama sedikit uang untuk keperluan tersebut.
Malam itu Nouval berangkat tidur sendiri, setelah pesan singkat Sassy yang mengatakan akan lembur malam itu. Sambil memeluk guling, pikirannya melayang pada gadis manis bernama Seruni itu.
“Dia tidak menolak menjadi istri kedua?”
“Apakah dia tahu bagaimana resiko jadi istri kedua? Apa dia dipaksa mama dan orang tuanya?” Nouval tertidur dengan wajah Seruni mengisi ruang matanya.
Hari Minggu, biasanya Sassy akan berada di rumah. Tapi sejak semalam, tak ada kabar lagi dari istrinya. Nouval mengeluarkan mobil dan meluncur ke rumah kedua orang tuanya.
“Ah, baru saja mau Mama telepon,” ujar mamanya saat Nouval muncul di rumah pagi itu, sambil menenteng beberapa barang belanjaan.
“Pagi, Ma.” Nouval mencium tangan mamanya.
“Istrimu tidak ikut?” tanya mama lagi.
“Dia sedang lembur di kantor. Ada deadline,” jelas Nouval.
“Sudah sarapan?” tanya Mama.
Nouval menggeleng. “Belum.” Dia melangkah ke kamar, untuk menyapa papanya.
“Wah … wajah papa cerah sekali pagi ini,” sapa Nouval. Dia duduk di sebelah Papa yang dibawa Mama duduk depan jendela balkon kamar untuk berjemur.
“Gimana gak bahagia.” Mama muncul sambil membawa sepiring roti bakar dan juice.
“Sarapan dulu,” ujar Mama. Nouval mengambil sekerat roti hangat beroles selai dan memasukkan ke mulut.
“Memangnya apa yang bikin bahagia?” tanya Nouval penasaran.
“Lihat ini!”
Mama menunjukkan foto-foto di suatu tempat asing. Ada beberapa orang di sana. Wajah manis Seruni muncul di banyak foto.
“Apa ini di acara lamaran kemarin?” tanya Nouval.
“Ya.” Jawab Mama singkat, sebelum keluar kamar entah untuk apa.
“Can-tik!” ujar papa dengan sedikit sulit. Tangannya menunjuk foto.
Nouval cepat tanggap. Papa pasti bukan bermaksud mengatakan dia cantik. Itu pasti pujian untuk Seruni, calon istri keduanya.
“Menurut Papa, lebih cantik Seruni, atau Mama?” kelakar Nouval.
Papanya tertawa terkekeh. Tapi tangannya menunjuk ke dalam rumah. Seakan bilang bahwa Mama lebih cantik dari Seruni. Nouval masih ingin menggoda papanya. Dengan memasang tampang cemberut, Nouval berkata,
“Kalau dia tidak secantik Mama, kenapa dipilihkan untukku?”
Papa masih terlihat senang dan terkekeh geli saat Mama kembali. “Apa yang kalian bicarakan?”
“Kata Papa, Seruni lebih cantik dari Mama,” goda Nouval.
Mama melotot pada Papa, hingga Nouval mendapat pukulan di bahu dari tangan kaku sang ayah. Dia tertawa senang, melihat Papa berusaha menjelaskan yang sebenarnya pada Mama.
“Andaikan Sassy bersedia punya anak, mungkin rumah tangga kami akan bahagia seperti Mama dan Papa hingga tua,” batinnya. Dia kagum, melihat kedua orang tuanya yang saling mencintai hingga usia senja, meski keadaan sedang tidak baik.
Setelah senda gurau selesai, akhirnya Nouval kembali membahas perihal lamaran itu. “Kenapa hari pernikahannya sangat cepat?”
Mama menatap Nouval tak sabar. “Niat baik jangan ditunda-tunda,” ujar Mama, diikuti anggukan kepala Papa.“Bagaimana pendapat keluarganya? Jangan sampai Mama yang terlalu mendesak. Ada baiknya juga kalau dia berpikir dulu,” kata Nouval.“Mereka udah setuju kok,” bantah Mama lagi.Nouval mengangguk. “Trus, persiapannya bagaimana?”“Tenang aja. Mama dan keluarga mereka yang siapin. Kamu kerja seperti biasa aja. Ambil libur sejak Jumat bisa?”“Kenapa bukan Sabtu saja aku libur? Kan acaranya Minggu,” tawar Nouval.“Kan kita mesti pulang kampung dulu. Nanti kamu lelah. Pengantin baru kok lelah itu bagaimana?”Papa tertawa mendengarnya. Nouval terdiam kikuk. Dia paham arah pembicaraan mamanya. Melihat Nouval diam, Mama berpikir lain.“Kalau memang ada jadwal sidang Jumat yang enggak bisa ditunda, ya udah, gapapa hari Sabtu pagi kita berangkat.”“Artinya, Jumat malam kamu tidur di sini. Sabtu pagi kita langsung meluncur ke sana,” tambah Mama lagi.Nouval mengangguk. Itu adalah jalan tengah
Pagi hari Sassy bersikap manis. Dia sudah rapi dan siap ke kantor. Tapi masih menyempatkan membuat sarapan ala kadarnya dan menunggu Nouval turun dari kamar.“Pagi, Sayang …,” sapanya riang.“Pagi.” Nouval mencium kening Sassy yang dengan sigap sudah berdiri di depan tangga menyambutnya.“Sarapan dulu.” Sassy mengambil alih tas Nouval dan diletakkan di atas meja ruang tamu. Nouval patuh. Dia berjalan ke meja makan dan duduk menunggu piringnya disajikan.Sepiring roti diolesi selai dan secangkir kopi segera sampai di hadapannya. Nouval segera menghirup minumannya. Kopi itu mulai mendingin. Sepertinya Sassy menyiapkan sarapan lebih cepat dari biasa. Dan dari gigitan roti pertamanya, Nouval bisa meyakinkan itu.Sassy ingin bicara dengannya sejak pagi, tapi Nouval turun terlalu lama. Maka semua sarapan yang dibuat istrinya jadi dingin. Meskipun begitu, Nouval tetap menikmati roti dan kopinya. Mereka berdua sarapan dalam diam. Seakan, kepingan roti dingin itu terlalu menarik untuk dilewatk
Di luar, seorang wanita menunduk ke dekat jendela mobilnya, wajah seseorang yang dulu pernah akrab. Wanita itu tersenyum ramah padanya.“Widya!” Sassy ikut mengembangkan senyum melihat wanita yang dikenalnya di parkiran kampus. Jendela mobil diturunkan.“Lagi ngapain di sini?” tanya Sassy.“Aku biasa ke sini, tapi baru kali ini ketemu kamu. Lagi ada urusan apa?” Widy ganti bertanya tanpa menjawab pertanyaan Sassy. Wajahnya masih penuh dengan senyuman hangat dan ramah.“Lagi mengenang masa kita kuliah.” Sassy membuka pintu mobil dan keluar.“Eh, mumpung ketemu, kita duduk di cafetaria yuk. Nostalgia dulu,” ajak Sassy.“Wah … aku enggak bisa. Anakku nunggu di rumah, jadi harus langsung pulang. Widya berjalan ke mobilnya yang berselang satu mobil dari Sassy.“Tapi kalau kamu luang dan pingin ngobrol, ayo ikut ke rumahku,” tawarnya.Sassy menimbang dengan ragu. Hari sudah siang dan dia belum ke kantor sejak pagi. Pikirannya yang sedang sumpek dan buntu, tidak akan maksimal untuk diajak me
Sassy melihat temannya dengan ekspresi tak mengerti yang nyata. Tapi sebelum sempat bertanya, Widya kembali mencondongkan tubuh ke arah Sassy, yang membuat Sassy ikut mendekat tanpa sadar.“Dan setelah anak ini lahir, rasanya cintaku pada suamiku sudah berpindah semua ke dua anakku! Aku lebih mencintai makhluk-makhluk mungil ini ketimbang ayahnya!” Widya mengangguk meyakinkan.Sassy hanya bisa terbengong tak mengerti. “Bagaimana Widya yang cerdas dan cantik itu bisa jatuh cinta pada dua makhluk kecil super jorok dan berisik ini?” batinnya.Melihat Sassy terdiam, Widya merasa bersalah. “Maafkan aku. Kau mungkin belum mengerti sekarang. Tapi nanti, setelah punya anakmu sendiri, naluri keibuan akan muncul dan membimbingmu untuk mencintai mereka tanpa syarat! Jenis cinta yang sangat berbeda dengan cinta pada pasangan kita.”Ponsel Sassy bergetar. Diangkatnya telepon. “Ibu di mana? Apakah bisa ke kantor sekarang? Ada client yang ingin bertemu,” kata suara di seberang telepon.“Ya!” sahut S
Nouval tak ingin berdebat dengan istrinya. Dia menyadari bahwa hal ini sangatlah sensitif. Hati Sassy pasti sangat terluka memikirkan point-point kompromi ini.“Akan kupelajari dulu. Nouval mengirimkan catatan Sassy ke ponselnya sendiri.Tubuh Sassy tiba-tiba kaku. Respon Nouval di luar dugaannya. Dia sudah bersiap untuk berdebat jika Nouval tidak setuju. Tapi Nouval minta waktu memikirkannya. Apakah itu artinya dia tidak setuju? Ataukah sedang mencari celah hukum untuk mendebat dirinya nanti?“Aku berangkat.” Nouval berdiri. Dia mencium dahi istrinya seperti biasa. Seolah tak ada yang terjadi barusan tadi.“Apa dia sama sekali tidak peduli? Atau ini hanya alasan untuk menolak semua syaratku?” batin Sassy. Sekarang dia sendiri yang gelisah menunggu persetujuan Nouval tentang persyaratannya. Dilihatnya mobill suaminya menghilang dari pandangan mata.Siang itu saat jam istirahat, Nouval kembali membaca persyaratan dari Sassy. Beberapa poin diberinya tanda. Itu adalah hal-hal yang harus
Di rumah keluarga keluarga besar mamanya, tak pelak perbincangan hangat dengan topik pernikahan kedua Nouval dibahas seluruh keluarga. Pada akhirnya Nouval bisa mendengar ketidak puasan keluarga besarnya atas sikap Sassy. Istrinya itu selama ini yang tidak pernah mampu berbaur dengan anggota keluarga lain.“Istrimu itu selalu menjaga jarak. Kami kira dia pemalu,” ujar salah satu kerabat.“Kalau bukan melihat sendiri bagaimana papamu kena strook, kami tak akan tahu bagaimana pedas mulutnya!” Yang lain ikutan mencela.Nouval mulai merasa gerah mendengar istri tercintanya dibicarakan secara buruk di depan matanya. Nouval sudah berdiri, hendak meninggalkan tempat itu. Wajahnya yang asam terlihat oleh salah seorang tetua keluarga.“Jangan marah. Ambil ini sebagai pelajaran berharga. Kadang, tanpa menelan pil pahit, kita tidak akan tahu salahnya di mana. Bagus kita mengetahui sekarang apa sebab kalian tidak punya anak. Bayangkan jika kau mengetahui itu setelah dua puluh tahun yang akan dat
Bab 14. Hari PernikahanJawaban Nouval terdengar seperti ledakan bom di hati Sassy. Dia terdiam seketika. Berusaha mengingat apa yang dikatakan Nouval terakhir kali mereka bertemu. Akhirnya ingatan itu membuat matanya membesar.“Mereka menikah Minggu ini!”Tubuh Sassy lemas dan langsung jatuh tak berdaya. Dia tidak pingsan, hanya kehilangan seluruh energinya. “Apa yang sudah kulakukan?” batinnya.Air matanya mengalir begitu saja. Dari perlahan hingga menderas dan membuatnya merintih lirih. Hatinya terkoyak menghadapi kenyataan hidup.“Apa kau baik-baik saja?” tanya kliennya yang merasa heran melihat senyumnya dalam sekejap berubah jadi tangis.“Aku sedang menangis. Aku tidak baik-baik saja!” jawabnya dengan emosional.Sassy menutup wajah, menyembunyikannya dari penglihatan orang-orang di bandara. Mendengar nada emosi Sassy, kliennya diam, memberinya waktu untuk menenangkan diri.Sepanjang waktu menunggu, kepala Sassy dipenuhi dengan berbagai hal. Ingatan tentang cinta mereka berdua ya
Masih dengan menatap langit-langit, Seruni bertanya lirih. “Apa Mas tidak menyukaiku? Atau membenciku karena bersedia menerima jadi istri kedua?”Nouval termangu mendengar pertanyaan Seruni. Istrinya itu ada benarnya. Nouval lah yang butuh istri kedua. Itu sebabnya mereka menikah. Kenapa sekarang aku justru mengabaikannya?“Maafkan aku. Aku hanya tak ingin mengejutkanmu,” ucapnya dengan nada lembut karena menyadari kesalahan pemikirannya sendiri.Seruni tak menjawab. Jadi Nouval mematikan lampu. Hingga tersisa satu lampu hias kecil di dekat cermin yang memberi penerangan dalam kamar itu.Tangannya mendapatkan jari jemari Seruni yang dingin, kemudian menggenggamnya dengan lembut. Gadis itu tak menolak tapi juga tidak merespon. Dia hanya terdiam dan memejamkan mata. Mungkin sedang menenangkan hatinya yang gugup.“Jangan khawatir, aku tidak akan menyakitimu. Akan kulakukan selembut mungkin,” bisik Nouval dekat di telinga istrinya.Dia dapat merasakan anggukan halus kepala istrinya. Rambu