Arka menyisipkan beberapa helai rambut Liora ke belakang telinga agar bisa melihat wajah perempuan itu dengan jelas. Membuatnya kini menyadari bahwa wajah perempuan itu begitu sangat pucat.
"Kamu sedang sakit?"Liora kembali menggeleng, masih tak mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Dia terlalu ragu."Duduklah sebentar, biar aku periksa."Arka memegang kedua bahu perempuan itu, dan memintanya untuk kembali duduk. Liora hanya menurut.Laki-laki itu mulai mengambil stetoskop miliknya untuk memeriksa sang istri, namun Liora segera menghentikannya."Sayang, aku tidak apa-apa. Ini hanya ..."Arka kembali mengernyit saat Liora lagi-lagi ragu menyelesaikan kalimatnya, membuat Arka semakin penasaran."Jika kamu tidak mau mengatakannya, aku akan memeriksamu.""Baiklah." Liora mengalah, dia kemudian menunduk dengan rasa kecewa. "Aku haid. Perutku selalu kram seperti ini di hari pertama hSetelah merasa semua jadwalnya selesai, Arka memutuskan untuk kembali ke ruang pribadinya.Sesampainya di sana, dia melihat Liora sudah tertidur dengan posisi duduk di kursi. Arka kemudian menghampiri, dan mulai membangunkan sang istri.Kelopak mata Liora perlahan terbuka, mata berwarna merah khas orang bangun tidur itu langsung mengarah pada Arka."Maaf aku membangunkanmu, kita bisa pulang sekarang."Liora mulai menegakkan tubuhnya. Menguap lebar sesaat, kemudian mengangguk mengiyakan. "Apa perutmu masih nyeri?"Liora memegang perutnya sesaat. Dia baru saja tertidur pulas sampai melupakan rasa nyeri yang tadi sempat menyiksa dirinya."Sudah tidak terasa parah seperti tadi."Arka mengangguk lega. "Baguslah kalau begitu. Sekarang kita bisa pulang, pekerjaanku juga sudah selesai."Liora mengangguk, kemudian dia berusaha berdiri. Arka memegang lengannya untuk membantu, membuat Liora menahan senyum senang
Malam itu sebelum tidur, Arka memutuskan untuk ke kamar sang istri. Membawa sebuah nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih, tidak lupa juga dengan suplemen untuk Liora.Setelah mengetuk pintu kamar, dan mendapat ijin dari Liora, Arka langsung masuk.Di dalam sana Liora belum tidur. Perempuan itu masih duduk di atas kasur sambil berselimut. Arka lalu meletakkan nampan yang dia bawa ke atas nakas samping tempat tidur, dan dia duduk di samping Liora. "Apa perutmu masih sakit?"Liora mengangguk pelan. Dia lalu tersenyum, mengusap perutnya. "Tapi tidak terlalu sakit. Setelah meminum obat yang kamu berikan tadi siang, sakitnya hanya muncul kadang-kadang saja."Arka mengangguk paham. Dia kemudian menatap wajah Liora sesaat. Perempuan itu kini tidak memakai make up, membuatnya bisa melihat jelas wajah Liora yang begitu sangat pucat. "Aku membuatkanmu bubur." Arka mengambil semangkuk bubur yang tadinya berada di atas nampan.
Setelah selesai, Arka kembali ke kamar Liora. Perempuan itu sudah terbaring dengan selimut tebal menutupi tubuhnya. Arka kemudian menghampiri."Tidurlah di sini." Liora menepuk kasur di sebelahnya. Meminta sang suami untuk ikut berbaring di sana. "Jangan tidur di lantai, aku tidak suka."Karena melihat kondisi sang istri yang kurang baik, Arka kali ini tak berani membantah. Dia tak mau berdebat, dan mengikuti apa saja yang Liora inginkan. Laki-laki itu akhirnya duduk di sisi kasur. Entah kenapa, dia jadi ragu untuk membaringkan tubuhnya di samping Liora."Kenapa Arka? Aku tidak akan berbuat macam-macam padamu. Sakit di perutku saja belum sembuh, jadi aku tidak nafsu untuk menggodamu."Arka menghela nafas pelan. Lalu mengangguk, berusaha mempercayai apa yang sang istri katakan.Liora akhirnya kembali mengukir senyum senang saat melihat sang suami menurut, dan mulai berbaring di sampingnya. Laki-laki itu kemudian menoleh menatap L
Suara pintu terbuka. Liora baru saja keluar dari kamarnya. Tadinya setelah bangun tidur dia sempat terkejut karena Arka sudah tidak ada di sampingnya. Membuatnya jadi curiga, apa Arka meninggalkannya saat dia sudah tertidur pulas? Tapi Liora mencium aroma wangi laki-laki itu menempel pada kasurnya, membuatnya sedikit yakin jika pasti sang suami juga tidur di sampingnya tadi malam. "Sudah bangun?" tanya Arka saat melihat Liora udah berdiri di depan pintu kamar. Padahal dia tidak membangunkan perempuan itu, tapi Liora justru bangun dengan sendirinya. Tidak seperti biasanya. Arka kemudian menghampiri. "Aku tidak membangunkanmu, aku pikir keadaanmu belum membaik jadi aku membiarkanmu tidur lebih lama.""Makasih sayang, kamu begitu memperhatikan kesehatanku." Liora tersenyum senang. Mendadak pikirannya kembali curiga. Dia lalu bertanya, "kamu tadi bangun jam berapa?""Jam tiga pagi. Aku sudah terbiasa bangun di jam itu, dan aku melihat kamu
Setelah menyusuri jalan cukup lama, Arka menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi. Dia lalu menoleh, menatap istrinya yang masih memperbaiki make up di sampingnya. Padahal saat di rumah tadi Liora sudah sangat lama berdandan, tapi selama di perjalanan Liora juga masih saja sibuk dengan make up-nya. Membuat Arka sedikit tidak suka. Padahal niat perempuan itu untuk bekerja, kenapa harus berdandan sampai sebegitunya?"Sudah sampai, kamu tidak ingin keluar?""Sebentar lagi sayang," ucap Liora sambil memoleskan lipstik berwarna peach ke bibir ranumnya.Arka menghela nafas kesal. Dia lalu menambahkan, "aku sedang buru-buru. Bisakah kamu berhenti berdandan, dan segeralah keluar dari mobil!"Liora terdiam. Dia langsung memasukkan cermin dan lipstik yang sedang dia pegang ke dalam tas. Jujur, ucapan Arka barusan berhasil membuatnya nyaris marah. Namun Liora tahan, karena dia sangat sayang dengan laki-laki itu. Jika
Pagi itu setelah Arka selesai mengecek keadaan pasien, dia berniat untuk kembali ke ruang pribadinya. Namun langkahnya mendadak terhenti di depan salah satu ruang rawat. Dia menoleh, menatap dari balik kaca kecil yang terpasang di pintu ruang itu. Seorang perempuan masih terbaring koma di dalam sana, membuat Arka menatapnya dengan sorot sedih. "Kenapa belum bangun?" tanyanya dengan suara pelan. Berharap, pertanyaan itu tetap bisa didengar oleh perempuan itu."Arka!"Arka kembali meluruskan pandangannya ke depan, saat sebuah suara memanggil namanya. Seorang laki-laki memakai jas putih sama dengan Arka mulai menghampiri."Danu?"Danu menghela nafas berat. Dia lalu menoleh ke arah yang sebelumnya di tatap oleh Arka. Dan ternyata benar dugaannya, Arka baru saja menatap perempuan yang masih terbaring koma itu."Apa kau masih menunggunya bangun?""Itu bukan urusanmu," jawab Arka datar. Dia lalu kembali mel
Setibanya di rumah, Liora langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa ruang tengah. Dia lelah dan sangat kesal, seharusnya Arka menjemputnya namun laki-laki itu sama sekali tak merespon panggilannya.Liora kembali mengecek ponselnya, dan tetap tak ada pesan masuk dari sang suami. "Jika dia sibuk seharusnya mengabari aku, aku juga tidak akan memaksa untuk tetap menjemput. Bahkan setelah mengabaikan telepon dariku dia juga sama sekali tidak mengirimkan pesan untukku!"Pandangan Liora menatap lurus. Dia mulai mengingat momen tadi pagi bersama Arka. Laki-laki itu memang sedang marah, namun Liora yakin setelah dia memberikan ciuman singkat, amarah laki-laki itu pasti sudah pudar. "Bahkan setelah aku menciumnya dia sudah tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku sangat yakin Arka pasti sudah mencintaiku, hanya saja dia masih gengsi mengungkapkannya."Liora berusaha untuk meyakinkan dirinya. Mungkin memang benar Arka sedang sibuk sampai tidak sempat mengecek ponsel,
Liora menggeser semangkok sup dan mengambilkan satu piring nasi ke depan Arka. "Cobalah sayang, aku membuatnya dengan susah payah. Jika rasanya tidak enak, kamu boleh memuntahkannya."Arka menatap sang istri dengan sorot curiga, lalu dengan ragu dia akhirnya mulai mencicipi sup itu.Melihat raut wajah Arka yang masih tampak tenang, Liora mulai mengukir senyum senang. Dia bertanya, "bagaimana rasanya sayang?""Rasanya sangat enak, aku menyukainya." Arka menoleh, kembali menatap Liora. "Terimakasih, tapi ... kenapa kamu harus berbohong? Sup ini bukan buatanmu."Senyum Liora seketika luntur. Jantungnya mulai berdetak khawatir saat sang suami mulai mencurigainya. Namun dia segera mengelak. "A-aku tidak berbohong. Aku memasaknya sendiri. Kenapa kamu menuduhku seperti itu?"Arka menghela nafas pelan. Lalu kembali meluruskan pandangannya ke semangkuk bubur di depannya, menatap dengan sorot tak nafsu. "Aku menghargai usahamu y
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal